daerah yang menduduki jabatan administrator dilakukan melalui seleksi sesuai dengan proses
seleksi bagi jabatan pimpinan tinggi pratama". Padahal, administrator bukanlah JPT. Ini
maksudnya kasubdis, kabag & camat akan diisi lewat seleksi terbuka? Kalau ya, ketentuan ini
harus diapresiasi.
Soal keuangan daerah pemahaman saya masih rendah banget, jadi silakan cari referensi lain.
Kelihatan sepintas sih udah lebih baik dibandingkan UU 32/2004, tapi tetap harus melihat UU
Perimbangan Keuangannya dulu.
Di Pasal 347 disebutkan bahwa informasi pelayanan publik bla bla bla dituangkan dalam
maklumat pelayanan publik. Selanjutnya disebutkan juga soal detail dari maklumat pelayanan
publik. Kalau dilihat-lihat, yang dimaksud maklumat pelayanan publik di pasal ini adalah yang
disebut dengan "Standar pelayanan publik" menurut UU 25/2009 tentang Pelayanan Publik,
meskipun definisi maklumat pelayanan publik di penjelasan pasal ini sudah sesuai dengan UU
25/2009. Aturan di Pasal 348 soal sanksi bagi kepala daerah yang pemerintah daerahnya yang
ngga memuat standar pelayanan publik juga relatif ringan, karena hanya berupa "pembinaan" oleh
Kemendagri. Padahal, di PP 96/2012 disebutkan bahwa penyelenggara & pelaksana pelayanan
publik yang tidak memiliki standar pelayanan publik dikenakan sanksi pemberhentian dengan
hormat tidak atas permintaan sendiri. Kalau bawahannya aja diberhentikan, harusnya kepala
daerah juga dikenakan sanksi yang cukup berat dibandingkan "sekadar dibina"
Kemendagri menyelenggarakan "Pendidikan Kepamongprajaan", yang isinya akan memberikan
keahlian dan keterampilan teknis penyelenggaraan pemerintahan (Pasal 376). Penjelasan ayat 1
dari pasal ini menyebutkan bahwa yang dimaksud adalah "pendidikan tinggi kepamongprajaan"
(dengan kata lain IPDN). Sebelumnya, di Pasal 233 ayat 2 disebutkan bahwa untuk menduduki
jabatan kepala perangkat daerah harus memiliki kompetensi teknis penyelenggaraan
pemerintahan. Ini artinya pasal 376 ini menjustifikasi bahwa hanya orang-orang yang lulus IPDN
yang bisa menjadi kepala perangkat daerah di Pemda. Lalu bagaimana dengan PNS di
kementerian/lembaga yang mau masuk pemda, atau bahkan PNS di pemda yang bukan lulusan
IPDN? Pasal ini sangat berpotensi bertentangan dengan asas keterpaduan yang dianut UU 5/2014
(Pasal 2 huruf d). Dalam penjelasan pasal 376 ini, disebutkan bahwa "perguruan tinggi dapat
menyelenggarakan pendidikan tinggi kepamongprajaan". Menurut saya, untuk menghindari
konflik dengan UU lain dan menjaga semangat NKRI, sebaiknya penjelasan pasal ini diperluas
maknanya. Jadi misalnya, perguruan tinggi bisa membuat executive education bidang
kepamongprajaan, let's say part-time 3-4 bulan (1 semester aktif). Selain itu, Lembaga
Administrasi Negara (LAN) juga dapat membuat pendidikan & pelatihan sejenis itu.
Konsekuensinya, PNS bergelar Sarjana yang lulus executive education ataupun diklat setara dari
LAN ini akan disetarakan dengan lulusan IPDN dalam hal kompetensi teknis pemerintahan. Ini
akan jadi jalan tengah yang terbaik, yah kecuali memang ada maksud tertentu di balik gramatikal
pasal ini.
Yang patut diapresiasi adalah Bab XXI soal Inovasi Daerah. Disebutkan bahwa inovasi bisa
berasal dari kepala daerah atau dari perangkat daerah. Ini berarti akan mendorong bukan saja
walikota/bupati/gubernur untuk berinovasi, tapi juga ASN di daerah untuk mengembangkan
gagasan inovatif.