Anda di halaman 1dari 5

Inisiatif Pembentukan Perda

Rancangan Peraturan Daerah dapat berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) maupun dari Gubernur/Bupati/Walikota. Apabila dalam satu kali masa sidang
Gubernur/Bupati dan DPRD menyampaikan rancangan Perda dengan materi yang sama, maka
yang dibahas adalah rancangan Perda yang disampaikan oleh DPRD, sedangkan rancangan Perda
yang disampaikan oleh Gubernur/Bupati/Walikota dipergunakan sebagai bahan persandingan.
Program penyusunan Perda dilakukan dalam satu Program Legislasi Daerah, sehingga
diharapkan tidak terjadi tumpang tindih dalam penyiapan satu materi Perda.
Asas Pembentukan Perda
Pembentukan Perda yang baik harus berdasarkan pada asas pembentukan peraturan
perundang undangan sesuai ketentuan Pasal 5 UU Nomor 12 Tahun 2011 yaitu sebagai berikut :
a. kejelasan tujuan, yaitu bahwa setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus
mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai.
b. kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat, yaitu setiap jenis peraturan perundangundangan harus dibuat oleh lembaga/pejabat pembentuk peraturan perundang-undangan yang
berwenang dan dapat dibatalkan atau batal demi hukum bila dibuat oleh lembaga/pejabat yang
tidak berwenang.
c. kesesuaian antara jenis dan materi muatan, yaitu dalam pembentukan peraturan perundangundangan harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat dengan jenis peraturan
perundang-undangan.
d. dapat dilaksanakan, yaitu bahwa setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus
memperhatikan efektifitas peraturan perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat, baik
secara filosofis, yuridis maupun sosiologis.
e. kedayagunaan dan kehasilgunaan, yaitu setiap peraturan perundang-undangan dibuat karena
memang benarbenar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasayarakat,
berbangsa dan bernegara.
f. kejelasan rumusan, yaitu setiap peraturan perundang-undangan harus memenuhi persyaratan
teknis penyusunan, sistematika dan pilihan kata atau terminologi, serta bahasa hukumnya jelas
dan mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam
pelaksanaannya.
g. keterbukaan, yaitu dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan mulai dari
perencanaan, persiapan, penyusunan dan pembahasan bersifat transparan dan terbuka. Dengan
demikian seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan seluas-luasnya untuk
memberikan masukan dalam proses pembuatan peraturan perundang-undangan.

Di samping itu materi muatan Perda harus mengandung asas-asas sebagai berikut :
a. asas pengayoman, bahwa setiap materi muatan Perda harus berfungsi memberikan
perlindungan dalam rangka menciptakan ketentraman masyarakat.
b. asas kemanusiaan, bahwa setiap materi muatan Perda harus mencerminkan perlindungan dan
penghormatan hak-hak asasi
c.
asas kebangsaan, bahwa setiap muatan Perda harus mencerminkan sifat dan watak
bangsa Indonesia yang pluralistic (kebhinnekaan) dengan tetap menjaga prinsip negara
kesatuan Republik Indonesia.
d.
asas kekeluargaan, bahwa setiap materi muatan Perda harus mencerminkan musyawarah
untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.
e.
asas kenusantaraan, bahwa setiap materi muatan Perda senantiasa memperhatikan
kepentingan seluruh wilayah Indonesiadan materi muatan Perda merupakan bagian dari
sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila.
f.
asas bhinneka tunggal ika, bahwa setiap materi muatan Perda harus memperhatikan
keragaman penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi daerah dan budaya khususnya
yang menyangkut masalah-masalah sensitif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara.

g.
h.
i.
j.
k.

asas keadilan, bahwa setiap materi muatan Perda harus mencerminkan keadilan secara
proporsional bagi setiap warga negara tanpa kecuali.
asas kesamaan dalam hukum dan pemerintahan, bahwa setiap materi muatan Perda tidak
boleh berisi hal-hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain
agama, suku, ras, golongan, gender atau status sosial.
asas ketertiban dan kepastian hukum, bahwa setiap materi muatan Perda harus dapat
menimbulkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum.
asas keseimbangan, keserasian dan keselarasan, bahwa setiap materi muatan Perda harus
mencerminkan keseimbangan, keserasian dan keselarasan antara kepentingan individu dan
masyarakat dengan kepentingan bangsa dan negara.
asas lain sesuai substansi Perda yang bersangkutan.

Selain asas dan materi muatan di atas, DPRD dan Pemerintah Daerah dalam menetapkan
Perda harus mempertimbangkan keunggulan lokal /daerah, sehingga mempunyai daya saing
dalam pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat daerahnya.
Proses Penyusunan Perda
Prosedur penyusunan ini adalah rangkaian kegiatan penyusunan produk hukum daerah
sejak dari perencanaan sampai dengan penetapannya.
Proses pembentukan Perda terdiri dari 3 (tiga) tahap, yaitu:
a.
Proses penyiapan rancangan Perda yang merupakan proses penyusunan dan perancangan
di lingkungan DPRD atau di lingkungan Pemda, terdiri penyusunan naskah akademik dan
naskah rancangan Perda.
b.
Proses mendapatkan persetujuan, yang merupakan pembahasan di DPRD.
c.
Proses pengesahan oleh Gubernur/Bupati/Walikota dan pengundangan oleh Sekretaris
Daerah.

Pembuatan PERDA Usulan Inisiatif DPRD Yang Disesuaikan Dengan


Peraturan Perundang-undangan

Proses pembentukan perda usulan pemerintah daerah maupun perda inisiatif DPRD
mekanismenya sama saja, karena kedua lembaga itu apabila membuat peraturan daerah
berdasarkan pada peraturan perundang-undangan.
Sebenarnya penentuan arah kebijakan untuk kepentingan daerah bukanlah terletak pada
keharusan membuat perda-perda yang banyak, akan tetapi pencocokan sumber daya alam
maupun manusia lebih diperhitungkan agar daerah itu dapat menyesuaikan kemampuan pada
anggaran pendapatan daerah. Faktor adanya peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi
dapat juga sebagai bahan refrensi daerah atas kepatuhan terhadap aturan hukum yang
menyesuaikan dengan kondisi lingkungan didaerahnya. Oleh karena itu agar kebijakan daerah
yang effektip, efisiensi, dan accountability dibutuhkan rencana yang matang dengan kadar waktu
jangka 1 (satu) tahun, menengah, dan panjang terkonsepkan dalam draf rencana kerja.
Berharap pada pembentukan peraturan daerah membawakan rasa keadilan yang nyata bagi
masyarakat daerah agar kelangsungan hidup ekonomi dapat dirasakan. Keadilan adalah perekat
tatanan kehidupan bermasyarakat yang beradab. Hukum diciptakan agar agar setiap individu
anggota masyarakat dan penyelenggara negara melakukan sesuatu tidakan yang diperlukan untuk
menjaga ikatan sosial dan mencapai tujuan kehidupan bersama atau sebaliknya agar tidak
melakukan suatu tindakan yang dapat merusak tatanan keadilan. Keadilan memang merupakan
konsepsi yang abstrak. Namun demikian di dalam konsep keadilan terkandung makna
perlindungan hak, persamaan derajat dan kedudukan di hadapan hukum, serta asas
proporsionalitas antara kepentingan individu dan kepentingan sosial. Sifat abstrak dari keadilan
adalah karena keadilan tidak selalu dapat dilahirkan dari rasionalitas, tetapi juga ditentukan oleh
atmosfir sosial yang dipengaruhi oleh tata nilai dan norma lain dalam masyarakat. Kepastian
hukum sebagai salah satu tujuan hukum dapat dikatakan sebagai bagian dari upaya mewujudkan
keadilan. Bentuk nyata dari kepastian hukum adalah pelaksanaan atau penegakan hukum
terhadap suatu tindakan tanpa memandang siapa yang melakukan. Dengan adanya kepastian
hukum setiap orang dapat memperkirakakan apa yang akan dialami jika melakukan tindakan
hukum tertentu. Kepastian diperlukan untuk mewujudkan prinsip persamaan dihadapan hukum
tanpa diskriminasi.
Aturan terhadap pembuatan raperda inisiatif DPRD, penulis mengkaji secara seksama dengan
tinjauan isi materi permendagri nomor 53 tahun 2011 tentang pembuatan produk hukum daerah.
Mekanisme penyusunan raperda inisiatif DPRD telah diatur sebagaimana dalam pasal-perpasal
permendagri, faktor yang mendukung jalannya proses pembuatan raperda inisiatif DPRD dalam
fungsinya karena adanya aturan itu agar proses penyusunan raperda dilingkungan DPRD secara
prosedural agar hasil yang dicapai dengan maksimal, ini signifikan menyangkut kepentingan
daerah. Selanjutnya bagaimana proses penyusunan raperda inisiatif DPRD dari awal sampai
disahkannya menjada perda, yaitu:
Pertama: Balegda Menyusun prolegda dilingkungan DPRD berdasarkan skala proritas dalam
jangka waktu 1 (satu) tahun, diatur dalam Pasal 12 Permendagri Nomor 53 Tahun 2011.
Kedua: Hasil penyusunan Prolegda antara pemerintah daerah dan DPRD disepakati menjadi
prolegda dan ditetapkan dalam rapat paripurna DPRD, ditetapkan dengan keputusan DPRD.
Berdasarkan Pasal 13 Permendagri nomor 53 tahun 2011.
Ketiga: Setelah Prolegda disahkan, selanjutnya tahap penyusunan raperda dilingkungan DPRD.
Rancangan Perda yang berasal dari DPRD dapat diajukan oleh anggota DPRD, komisi, gabungan
komisi, atau Balegda. Rancangan Perda disampaikan secara tertulis kepada pimpinan DPRD
disertai naskah akademik dan/atau penjelasan atau keterangan yang memuat pokok pikiran dan
materi muatan yang diatur, daftar nama dan tanda tangan pengusul, dan diberikan nomor pokok
oleh sekretariat DPRD. Berdasarkan Pasal 27 ayat 1 dan 2 Permendagri nomor 53 tahun 2011.

Untuk raperda yang berkaitan dengan:


1. APBD;
2. pencabutan Perda; atau
3. perubahan Perda yang hanya terbatas mengubah beberapa materi,
Hanya disertai dengan penjelasan atau keterangan, sebagaimana dalam Pasal 28 Permendagri
nomor 53 tahun 2011.
Keempat: Menyangkut kegunaan dan fungsi raperda dibutuhkan alasan-alasan yang kuat
sebagaimana di atur dalam Pasal 29, yaitu

Rancangan Perda yang disertai naskah akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28
telah melalui pengkajian dan penyelarasan, yang terdiri atas:

1. latar belakang dan tujuan penyusunan;


2. sasaran yang akan diwujudkan;
3. pokok pikiran, ruang lingkup, atau objek yang akan diatur; dan
4. jangkauan dan arah pengaturan.

Naskah akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan sistematika sebagai
berikut:

1. Judul
2. Kata pengantar
3. Daftar isi terdiri dari:
a.
b.
c.

BAB I
BAB II
BAB III

:
:
:

d.
e.

BAB IV
BAB V

:
:

f.

BAB VI

Pendahuluan
Kajian teoritis dan praktik empiris
Evaluasi dan analis peraturan perundang-undangan
terkait
Landasan filosofis, sosiologis dan yuridis
Jangkauan, arah pengaturan dan ruang lingkup materi
muatan Perda
Penutup

4. Daftar pustaka
5. Lampiran Rancangan Perda, jika diperlukan.
Kelima: pengusul menyampaikan raperda kepada pimpinan DPRD, lalu pimpinan DPRD
memberika raperda kepada Balegda untuk dikaji sebagai pengharmonisasian, pembulatan dan
pemantapan konsepsi Rancangan Perda. Berdasarkan Pasal 30.
Keenam: Pimpinan DPRD menyampaikan hasil pengkajian kepada anggota DPRD paling lambat
7 (tujuh) hari sebelum rapat paripurna. Agenda rapat paripurna DPRD yang dilaksanakan
berkaitan dengan raperda inisiatif meliputi:
a)

pengusul memberikan penjelasan;

b) fraksi dan anggota DPRD lainnya memberikan pandangan; dan


c)

pengusul memberikan jawaban atas pandangan fraksi dan anggota DPRD lainnya.

Selanjutnya rapat paripurna memutuskan terhadap raperda, sebagai berikut:

1. persetujuan;
2. persetujuan dengan pengubahan; atau
3. penolakan.
Dalam hal persetujuan dengan pengubahan, pimpinan DPRD menugasi komisi, gabungan
komisi, Balegda, atau panitia khusus untuk menyempurnakan Rancangan Perda tersebut. Setelah
penyempurnaan raperda selanjutnya diberikan kepada pimpinan DPRD. Berdasarkan Pasal 31
ayat 1-6 Permendagri nomor 53 tahun 2011.
Ketujuh: Pasal 32 Permendagri nomor 53 tahun 2011 mengatakan, Rancangan Perda yang telah
disiapkan oleh DPRD disampaikan dengan surat pimpinan DPRD kepada kepala daerah untuk
dilakukan pembahasan.
Kedelapan: walaupun raperda inisiatif yang dibahas tetap harus ada keputusan bersama antara
DPRD dengan Pemerintah Daerah, dalam tahap pembahasan raperda inisiatif melalui
pembicaraan 2 (dua) tingkat. sesuai dengan Pasal 34 ayat 1 dan 2 Permendagri nomor 53 tahun
2011.
Kesembilan: Pasal 35 huruf b, dalam hal Rancangan Perda berasal dari DPRD dilakukan dengan:
-

Penjelasan pimpinan komisi, pimpinan gabungan komisi, pimpinan Balegda, atau pimpinan
panitia khusus dalam rapat paripurna mengenai Rancangan Perda;

Pendapat kepala daerah terhadap Rancangan Perda; dan

Tanggapan dan/atau jawaban fraksi terhadap pendapat kepala daerah.

Setelah terlaksana kegiatan di rapat paripurna DPRD sebagaimana keterangan di atas maka
pembahasan dalam rapat komisi, gabungan komisi, atau panitia khusus yang dilakukan bersama
dengan kepala daerah atau pejabat yang ditunjuk untuk mewakilinya, berdasarkan Pasal 35 huruf
c Permendagri nomor 53 tahun 2011.
Kesepuluh: Pasal 36 huruf a dan b Permendagri nomor 53 tahun 2011, mengatur proses
Pembicaraan tingkat II meliputi:
1. Pengambilan keputusan dalam rapat paripurna yang didahului dengan:
2. Penyampaian laporan pimpinan komisi/pimpinan gabungan komisi/pimpinan panitia khusus
yang berisi pendapat fraksi dan hasil pembahasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35
huruf c; dan
3. Permintaan persetujuan dari anggota secara lisan oleh pimpinan rapat paripurna.
4. Pendapat akhir kepala daerah.
Kesebelas: Penetapan Raperda menjadi PERDA, berdasarkan Pasal 40 ayat 1 dan 2 Permendagri
nomor 53 tahun 2011, mengatakan:
Rancangan Perda yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan kepala daerah disampaikan
oleh pimpinan DPRD kepada kepala daerah untuk ditetapkan menjadi Perda.
Penyampaian Rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam
jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama.

Anda mungkin juga menyukai