Anda di halaman 1dari 3

Rinoskopia Posterior

Prinsip kita dalam melakukan rinoskopia posterior adalah menyinari koane dan dinding
nasofaring dengan cahaya yang dipantulkan oleh cermin yang kita tempatkan dalam nasofaring.
Syarat-syarat melakukan rinoskopia posterior, yaitu :
Penempatan cermin. Harus ada ruangan yang cukup luas dalam nasofaring untuk menempatkan
cermin yang kita masukkan melalui mulut pasien. Lidah pasien tetap berada dalam mulutnya.
Kita juga menekan lidah pasien ke bawah dengan bantuan spatula (spatel).
Penempatan cahaya. Harus ada jarak yang cukup lebar antara uvula dan faring milik pasien
sehingga cahaya lampu yang terpantul melalui cermin dapat masuk dan menerangi nasofaring.
Cara bernapas. Hendaknya pasien tetap bernapas melalui hidung.
Ada 4 alat dan bahan yang kita gunakan pada rinoskopia posterior, yaitu :
Cermin kecil.
Spatula.
Lampu spritus.
Solusio tetrakain (- efedrin 1%).
Teknik-teknik yang kita gunakan pada rinoskopia posterior, yaitu :
Cermin kecil kita pegang dengan tangan kanan. Sebelum memasukkan dan menempatkannya ke
dalam nasofaring pasien, kita terlebih dahulu memanaskan punggung cermin pada lampu spritus
yang telah kita nyalakan.
Minta pasien membuka mulutnya lebar-lebar. Lidahnya ditarik ke dalam mulut, jangan
digerakkan dan dikeraskan. Bernapas melalui hidung.
Spatula kita pegang dengan tangan kiri. Ujung spatula kita tempatkan pada punggung lidah
pasien di depan uvula. Punggung lidah kita tekan ke bawah di paramedian kanan lidah sehingga
terbuka ruangan yang cukup luas untuk menempatkan cermin kecil dalam nasofaring pasien.
Masukkan cermin kedalam faring dan kita tempatkan antara faring dan palatum mole kanan
pasien. Cermin lalu kita sinari dengan menggunakan cahaya lampu kepala.
Khusus pasien yang sensitif, sebelum kita masukkan spatula, kita berikan lebih dahulu tetrakain
1% 3-4 kali dan tunggu 5 menit.
Ada 4 tahap pemeriksaan yang akan kita lalui saat melakukan rinoskopia posterior, yaitu :
Tahap 1 : pemeriksaan tuba kanan.
Tahap 2 : pemeriksaan tuba kiri.
Tahap 3 : pemeriksaan atap nasofaring.
Tahap 4 : pemeriksaan kauda konka nasi inferior.
Tahap 1 : Pemeriksaan Tuba Kanan

Posisi awal cermin berada di paramedian yang akan memperlihatkan kepada kita keadaan kauda
konka nasi media kanan pasien. Tangkai cermin kita putar kemudian ke medial dan akan tampak
margo posterior septum nasi. Selanjutnya tangkai cermin kita putar ke kanan, berturut-turut akan
tampak konka nasi terutama kauda konka nasi inferior (terbesar), kauda konka nasi superior,
meatus nasi medius, ostium dan dinding tuba.
Tahap 2 : Pemeriksaan Tuba Kiri
Tangkai cermin kita putar ke medial, akan tampak kembali margo posterior septum nasi pasien.
Tangkai cermin terus kita putar ke kiri, akan tampak kauda konka nasi media kanan dan tuba
kanan.
Tahap 3 : Pemeriksaan Atap Nasofaring
Kembali kita putar tangkai cermin ke medial. Tampak kembali margo posterior septum nasi
pasien. Setelah itu kita memeriksa atap nasofaring dengan cara memasukkan tangkai cermin
sedikit lebih dalam atau cermin agak lebih kita rendahkan.
Tahap 4 : Pemeriksaan Kauda Konka Nasi Inferior
Kita memeriksa kauda konka nasi inferior dengan cara cermin sedikit ditinggikan atau tangkai
cermin sedikit direndahkan. Kauda konka nasi inferior biasanya tidak kelihatan kecuali
mengalami hipertrofi yang akan tampak seperti murbei (berdungkul-dungkul).
Ada 2 kelainan yang penting kita perhatikan pada rinoskopia posterior, yaitu :
Peradangan. Misalnya pus pada meatus nasi medius & meatus nasi superior, adenoiditis, dan
ulkus pada dinding nasofaring (tanda TBC).
Tumor. Misalnya poliposis dan karsinoma.
Ada 3 sumber masalah pada rinoskopia posterior, yaitu :
Pihak pemeriksa : tekanan, posisi, dan fiksasi spatula.
Pihak pasien : cara bernapas dan refleks muntah.
Alat-alat : bahan spatula dan suhu & posisi cermin.
Tekanan spatula yang kita berikan terhadap punggung lidah pasien haruslah seoptimal mungkin.
Tekanan yang terlalu kuat akan menimbulkan sensasi nyeri pada diri pasien. Sebaliknya tekanan
yang terlalu lemah menyebabkan faring tidak terlihat jelas oleh pemeriksa.
Posisi spatula hendaknya kita pertahankan pada tempat semula. Gerakan kepala pasien
berpotensi menggeser posisi spatula. Posisi spatula yang terlalu jauh ke pangkal lidah apalagi
sampai menyentuh dinding faring dapat menimbulkan refleks muntah.

Cara fiksasi spatula memiliki keunikan tersendiri. Ibu jari pemeriksa berada dibawah spatula. Jari
II dan III berada diatas spatula. Jari IV kita tempatkan diatas dagu sedangkan jari V dibawah
dagu pasien.
Kesulitan yang menjadi tantangan buat kita dari pemeriksaan rinoskopia posterior ini terletak
pada koordinasi yang kita jaga antara tangan kanan yang memegang cermin kecil, tangan kiri
yang memegang spatula, kepala dan posisi cahaya dari lampu kepala yang akan menyinari
cermin dalam faring, dan kejelian mata kita melihat bayangan pada cermin kecil dalam faring.
Cara bernapas yang tidak seperti biasa menjadi kendala tersendiri bagi pasien. Mereka harus
bernapas melalui hidung dengan posisi mulut yang terbuka. Ada beberapa pasien yang memiliki
refleks yang kuat terhadap perlakuan yang kita buat. Kita bisa memberikannya tetrakain dan
efedrin untuk mencegahnya.
Bahan spatula yang terbuat dari logam dapat menimbulkan refleks pada beberapa pasien karena
rasa logam yang agak mengganggu di lidah.
Suhu cermin jangan terlalu panas dan terlalu dingin. Cermin yang terlalu panas menimbulkan
rasa nyeri sedangkan cermin yang terlalu dingin menimbulkan kekaburan pada cermin yang
mengganggu penglihatan kita.
Posisi cermin jangan terlalu jauh masuk ke dalam apalagi sampai menyentuh faring pasien.
Refleks muntah dapat timbul akibat kecerobohan kita ini.

Anda mungkin juga menyukai