Anda di halaman 1dari 30

Paket A

Definisi : Merupakan materi standar isinya mencakup prinsip


dasar langkah-langkah penguatan kebijakan moneter,
operasional kebijakan moneter dalam kerangka ITF, serta
penerapan ITF dengan mengetengahkan perkembangan
ekonomi moneter terkini, prospek perekonomian, dan alasan
yang mendasari respon kebijakan moneter. Materi ini
disajikan tidak terlalu teknis dan lebih praktikal serta lebih
tepat sasaran.
Tujuan/Sasaran Stakeholders : Materi disampaikan untuk
kalangan stakeholders yang sudah memahami ITF walaupun
tidak terlalu mendalam. Sasaran stakeholders pada paket A
adalah para praktisi bisnis, pakar, asosiasi bisnis, wartawan
ekonomi, perbankan, internal BI, dan stakeholders lain yang
secara umum sudah memahami peran dan tugas Bank
Indonesia.
Waktu penyajian : 30 40 menit.
1

PAKET A

Langkah-Langkah Penguatan
Kebijakan Moneter Untuk Kestabilan Harga
(Inflation Targeting Framework):

Materi Sosialisasi Inflation Targeting Framework


Jakarta, 2005

Outline
A. KERANGKA KEBIJAKAN MONETER BERDASARKAN
INFLATION TARGETING FRAMEWORK (ITF)

1.

Kerangka Strategis Kebijakan Moneter

Inflation Targeting Framework: Apa dan Kenapa?

Pengalaman ITF di beberapa negara

Kerangka Kerja Saat Ini: Inflation Targeting Lite

Kerangka Kerja Baru: Empat Elemen Mendasar

Respon Kebijakan Moneter: BI Rate

Proses Perumusan Kebijakan: Strategi Antisipatif

Strategi Komunikasi: Lebih Transparan

Koordinasi Kebijakan dengan Pemerintah

Kerangka Strategis Kebijakan Moneter

2. Kerangka Operasional Kebijakan Moneter

Konsep Operasi Moneter

Signal Kebijakan Moneter dengan Menggunakan Suku Bunga

3. Key Messages
3

Inflation Targeting Framework:


Apa dan Kenapa?

Inflation Targeting Framework (ITF) merupakan kerangka kerja


kebijakan moneter yang secara transparan dan konsisten
diarahkan untuk mencapai sasaran inflasi beberapa tahun ke
depan yang secara eksplisit ditetapkan dan diumumkan.

Empat prinsip pokok rezim kebijakan moneter dengan ITF:


1. Memiliki sasaran utama, yaitu Sasaran Inflasi,
Inflasi yang dijadikan
sebagai prioritas pencapaian (overriding objective) dan
acuan (nominal anchor) kebijakan moneter.
2. Bersifat antisipatif (preemptive atau forward looking) dengan
mengarahkan respon kebijakan moneter saat ini untuk
pencapaian sasaran inflasi ke depan.
3. Mendasarkan pada analisis, prakiraan, dan kaidah
kebijakan tertentu dalam menetapkan pertimbangan
respon kebijakan moneter (constrained discretion).
4. Sesuai dengan prinsip-prinsip tata kelola yang sehat (good
governance), yaitu berkejelasan tujuan, konsisten,
transparan, dan berakuntabilitas.

IT Adoption Dates and Initial Inflation Levels

Inflasi dan Negara yang Mengadopsi ITF

Chile
Israel
Ceko
Polandia
Chile Chile Chile
Ceko Ceko
Polandia
Korea
Chile
Polandia
Hungary
Chile Polandia
Thailand
Polandia
Thailand Thailand
Thailand
Hungary
KoreaChile
Thailand
Korea
Thailand

Inflasi
Inflasi
Inflasi
Inflasi

20
20
20
20
20
18
18
18
18
18
16
16
16
16
16
14
14
14
14
14
12
1212
12
12
10
10
1010
10
88
88 8

666 6

444 4
22
22 2
2002
2002
2002

2001
2001
2001

2000
2000
2000
2000

1999
1999
1999
1999

Tahun
Tahun
Tahun
Tahun
Tahun

1998
1998
1998
1998

1997
1997
1997
1997
1997

1996
1996
1996
1996

1995
1995
1995
1995
1995

1994
1994
1994
1994
1994

000 0

1991
1991
1991
1991
1991
1992
1992
1992
1992
1992
1993
1993
1993
1993
1993

Inflation Targeting Framework:


Apa dan Kenapa?
Saat ini tidak kurang dari 42 negara (maju dan emerging) yang
telah menerapkan rezim kebijakan moneter dengan ITF.
Beberapa manfaat penerapan ITF:
ITF
1. Kebijakan moneter lebih secara jelas terfokus,
2. Komunikasi, transparansi, dan akuntabilitas diperkuat,
3. Membantu dalam menurunkan/mengarahkan ekspektasi
inflasi dan lebih baik dalam mengatasi kejutan inflasi,
4. Membantu dalam menurunkan volatilitas output dalam
jangka menengah,
5. Teruji dalam menghadapi kejutan ekonomi yang kurang
menguntungkan,
6. Relatif fleksibel dalam mengakomodasi kejutan inflasi
temporer yang tidak mengganggu pencapaian sasaran
inflasi jangka menengah, dan
7. Sejalan dengan independensi bank sentral dalam
melaksanakan kebijakan moneter.
7

Kerangka Kerja Sebelumnya:


Inflation Targeting Lite

Sejak tahun 2000, dengan diberlakukannya UU No. 23 Tahun


1999 BI telah menentukan dan mengumumkan sasaran inflasi
sebagai sasaran akhir kebijakan moneter.

Dengan amandemen UU Bank Indonesia No. 3 Tahun 2004,


Pemerintah setelah berkoordinasi dengan Bank Indonesia
telah menetapkan dan mengumumkan sasaran inflasi IHK
untuk tahun 2005, 2006, dan 2007.

BI telah menempuh sejumlah langkah dalam memperkuat


persyaratan untuk penerapan ITF, termasuk:
Pengembangan indikator, riset, pemodelan ekonomi
untuk dasar analisis, prakiraan, dan perumusan kebijakan.
Rapat Dewan Gubernur (RDG) sebagai proses perumusan
kebijakan moneter.
Pengembangan laporan dan strategi komunikasi untuk
transparansi dan akuntabilitas kebijakan moneter kepada
publik.
8

Kerangka Kerja Saat Ini:


Inflation Targeting Lite

Akan tetapi selama ini operasi moneter masih menggunakan


uang primer (base money) sebagai sasaran operasional.
Cara ini dirasakan semakin tidak sejalan dengan penerapan
kebijakan moneter dengan ITF, terutama karena:
1. Hubungan antara uang primer dengan inflasi dan
pertumbuhan ekonomi semakin tidak stabil dan
mengalami hubungan terbalik.
2. Sinyal kebijakan moneter kepada pasar dan masyarakat
kurang efektif,
3. Respon kebijakan moneter cenderung mengarah ke
belakang (backward looking) dan lebih sulit dilakukan.

4. Uang primer lebih sulit dikendalikan oleh bank sentral


karena perilaku permintaan uang kartal masyarakat di
Indonesia.
Dalam literature, Indonesia dikategorikan sebagai negara
yang menerapkan Inflation Targeting Lite.
Lite
9

Kerangka Kerja Baru:


Empat Elemen Mendasar

Empat elemen mendasar dalam langkah-langkah


penguatan kerangka kerja kebijakan moneter yang baru
mulai Juli 2005 agar konsisten dengan penerapan ITF:
1. Penggunaan suku bunga (disebut BI Rate)
Rate sebagai
reference rate dalam pengendalian moneter, sebagai
pengganti sasaran operasional uang primer.
2. Penguatan proses perumusan kebijakan moneter dengan
strategi antisipatif (forward looking strategy) dalam
mengarahkan respon kebijakan moneter saat ini untuk
pencapaian sasaran inflasi ke depan.
3. Strategi komunikasi yang lebih transparan untuk
memperkuat sinyal kebijakan moneter kepada pasar dan
upaya pembentukan ekspektasi inflasi.
4. Penguatan koordinasi kebijakan dengan Pemerintah
untuk meminimalkan tekanan inflasi dari kenaikan
administered prices dan volatile foods maupun untuk
sinergi kebijakan ekonomi secara keseluruhan.
10

Inflation Targeting:
A Framework, Not A Rule
OPERASI
MONETER

RESPON
KEBIJAKAN

Instrumen
Moneter

BI RATE

Liquidity
management
Instrumen: SBI,
FTO, dll.

+
Stabilisasi nilai tukar
Kebijakan moneter lain
Kebijakan perbankan

+
Koordinasi Pemerintah

KOMUNIKASI KEBIJAKAN
Komitmen & Konsistensi
Pembentukan ekspektasi

INDIKATOR
KEBIJAKAN
PRAKIRAAN
INFLASI

OUTPUT GROWTH
Determinan inflasi
Keterkaitan antar
variabel ekonomi
Transmisi moneter
Model, riset, statistik,
expert opinion,
judgement

SASARAN
AKHIR
SASARAN
INFLASI
Social welfare
Optimal: Inflationoutput tradeoff
Pengaruh ekspektasi

KREDIBILITAS
KEBIJAKAN
11

Kerangka Kerja Baru:


Empat Elemen Mendasar

Kerangka kerja yang baru tidak berarti bahwa kebijakan


moneter tidak memperhatikan pertumbuhan ekonomi.
ekonomi
9 Paradigma dasar kebijakan moneter untuk menjaga
keseimbangan (striking the optimal balance)
balance dalam
pencapaian sasaran inflasi tetap dipertahankan, a.l.
mengingat masih adanya berbagai faktor ketidakpastian di
dalam perekonomian Indonesia, baik yang disebabkan
oleh gejolak eksternal maupun domestik.
9 Langkah-langkah penguatan kebijakan moneter tersebut
diperlukan untuk menurunkan dan mengarahkan
ekspektasi inflasi ke arah sasaran yang ditetapkan, mampu
mengatasi kejutan inflasi secara lebih baik, maupun untuk
menurunkan volatilitas output dalam jangka menengah.
9 Kebijakan moneter tetap akan fleksibel dalam
mengakomodasi kejutan-kejutan inflasi temporer tanpa
mengganggu pencapaian sasaran inflasi jangka
menengah.
12

Determinan Inflasi di Indonesia


Disamping inflasi inti, inflasi IHK di Indonesia banyak dipengaruhi oleh
kenaikan administered prices dan volatile foods,
1.1

2004

2001
3.4

17%

27%
50%

6.2

20%
1.3

23%

63%
4

2.9
Inflas i Inti

A dm inis tered

V olatile F ood

Inflasi Inti

Administered

Volatile Food

Inflasi inti banyak dipengaruhi oleh ekspektasi inflasi yang cenderung


bersifat adaptif (inertia).
-1.55 (14%)

2004

2001

0.72 (9%)
1.34 (12%)

-0.13 (2%)

7.00 (89%)

7.90 (74%)

Ekspektasi

Nilai Tukar

Output Gap

Ekspektasi

Nilai Tukar

Output Gap

13

Respon Kebijakan Moneter:


BI Rate
Tujuan dan Bentuk Respon Kebijakan Moneter

Respon (stance) kebijakan moneter ditetapkan untuk


mengarahkan agar pergerakan inflasi dan ekonomi ke
depan tetap berada pada jalur pencapaian sasaran inflasi
yang telah ditetapkan (konsistensi).
konsistensi
Dengan kerangka kerja yang baru, mulai Juli 2005 suku
bunga BI Rate dipergunakan sebagai sinyal respon
kebijakan moneter Bank Indonesia.
Bentuk respon kebijakan moneter dinyatakan dalam
kenaikan, penurunan, atau tidak berubahnya BI Rate.
Perubahan BI Rate dilakukan terutama jika deviasi proyeksi
inflasi terhadap targetnya (inflation gap) dipandang telah
bersifat permanen dan konsisten dengan informasi dan
indikator lainnya.
Perubahan (kenaikan atau penurunan) BI Rate dilakukan
secara konsisten dan bertahap dengan kelipatan 25 bps.
bps
14

Respon Kebijakan Moneter:


BI Rate
Konsisten terhadap sasaran yang telah ditetapkan.
Judgment Dewan Gubernur dengan suatu policy rule
digunakan sebagai guidence dan pertimbangan lain.
Menghindari time inconsistency.

Y.a.d

Waktu sekarang
Berjanji mencapai
inflasi 5%
di thn 2007

Kebijakan moneter
konsisten

Mengakomodasi pertumbuhan
ekonomi yang lebih tinggi

Inflasi
2007: 5%

Inflasi
2007 : >5%
15

Respon Kebijakan Moneter:


BI Rate
Fungsi BI Rate sebagai Sinyal Kebijakan
BI Rate adalah suku bunga dengan tenor satu bulan yang
diumumkan oleh Bank Indonesia secara periodik untuk jangka
waktu tertentu yang berfungsi sebagai sinyal (stance)
kebijakan moneter.
BI Rate digunakan sebagai acuan dalam operasi moneter
untuk mengarahkan agar RRT Suku Bunga SBI 1 bulan hasil
lelang OPT berada di sekitar BI Rate.
Dasar pertimbangan pemilihan SBI 1 bulan:
1. SBI satu bulan telah dipergunakan sebagai benchmark oleh
perbankan dan pelaku pasar dalam berbagai aktivitasnya.
2. Penggunaan SBI satu bulan akan memperkuat sinyal respon
kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia.
3. Dengan perbaikan kondisi perbankan dan sektor keuangan, SBI
satu bulan terbukti mampu mentransmisikan kebijakan moneter ke
sektor keuangan dan ke ekonomi.

Selanjutnya suku bunga SBI 1 bulan diharapkan mempengaruhi


suku bunga PUAB, suku bunga deposito dan kredit, serta suku
bunga jangka yang lebih panjang.

16

Transmisi Kebijakan Moneter

BI Rate

SBI

Indikator:
Survey
Leading Indicator
Policy Severity

Suku Bunga

Kredit

FTO
Money
Market
Liquidity

RR

Harga Aset

Penawaran
Domestik
Permintaan
Domestik

Tekanan
Inflasi
Domestik

Inflasi

Neraca
Perusahaan
Tekanan
Inflasi
LN

Nilai Tukar

Sterilisasi
Valas

Output
Gap

Ekspektasi

Indikator:
Suku Bunga PUAB
Kondisi likuiditas

Indikator:

Suku Bunga Depostio


Suku Bunga Kredit
IHSG
Index Harga Aset
Nilai Tukar Rp
Utang Perusahaan
Aliran Kas Perusahaan
Survey

Indikator:
M1, M2
Kredit Bank
Realisasi Kredit

Indikator:
Indeks Harga
Barang Impor

Indikator:
Inflasi IHK
Inflasi Inti
Harga Aset
Harga lainnya

17

Respon Kebijakan Moneter:


BI Rate
Proses Penetapan Respon Kebijakan Moneter:

Penetapan respon kebijakan moneter dilakukan dalam RDG


triwulanan (Januari, April, Juli, dan Oktober) untuk berlaku
selama triwulan berjalan (satu triwulan). Apabila diperlukan,
perubahan BI Rate dapat dilakukan dalam RDG bulanan.
BI Rate ditetapkan oleh Dewan Gubernur dengan
mempertimbangkan:
rekomendasi BI Rate yang dihasilkan oleh fungsi reaksi
kebijakan dalam model ekonomi untuk pencapaian
sasaran inflasi, dan
berbagai informasi lainnya seperti leading indicators,
survei, informasi anekdotal, variabel informasi, expert
opinion, asesmen faktor risiko dan ketidakpastian serta
hasil-hasil riset ekonomi dan kebijakan moneter.
BI Rate diumumkan ke publik segera setelah ditetapkan
dalam RDG sebagai sinyal stance kebijakan moneter yang
ditempuh Bank Indonesia secara lebih jelas.
18

Proses Perumusan Kebijakan Moneter:


Strategi Antisipatif

Dengan kerangka kerja yang baru, secara internal proses


perumusan kebijakan moneter di BI diperkuat dengan strategi
antisipatif (forward looking strategy) dalam mengarahkan
respon kebijakan moneter saat ini untuk pencapaian sasaran
inflasi ke depan.
Dalam setiap RDG triwulanan dilakukan asesmen menyeluruh
terhadap kondisi makroekonomi, prakiraan inflasi, dan
penentuan respon kebijakan moneter
Dalam RDG bulanan yang lain, review atas perkembangan
inflasi, nilai tukar, dan kondisi moneter dan likuiditas di pasar
dilakukan untuk memonitor dan menilai apakah sesuai
dengan prakiraan yang dilakukan dalam RDG triwulanan.
Untuk mendukung proses perumusan kebijakan moneter oleh
Dewan Gubernur, kualitas analisis dan prakiraan terus
ditingkatkan. Di samping sejumlah indikator, survey, riset, dan
pemodelan ekonomi di tingkat nasional, juga Kajian Ekonomi
Regional (KER) di KBI berbagai daerah.
19

Strategi Komunikasi:
Lebih Transparan

Pengelolaan ekspektasi inflasi sangat penting dalam


kerangka kerja kebijakan moneter yang baru.

Semakin penting di Indonesia mengingat besarnya pengaruh


ekspektasi inflasi sebagai faktor penyebab inflasi
Perilaku ekspektasi inflasi sangat bersifat adaptif, lebih
ditentukan oleh inflasi yang telah terjadi (inertia) dan belum
mendasarkan pada sasaran inflasi yang telah ditetapkan
Pemerintah.

Tujuan utama dari penguatan strategi komunikasi adalah


untuk membantu secara bertahap menurunkan dan
mengarahkan ekspektasi inflasi di masyarakat ke sasaran
inflasi yang telah ditetapkan.
Selain pengumuman keputusan RDG secara reguler,
penguatan strategi komunikasi dilakukan melalui penerbitan
Laporan Kebijakan Moneter secara triwulanan.
Strategi komunikasi lain yang lazim dipraktekkan bank-bank
sentral yang menerapkan ITF juga akan dilakukan.
20

Komunikasi Kebijakan Moneter


PRINSIP DASAR:
CONSISTENT
POLICY
RESPONSE

SMART
COMMUNICATION
STRATEGY

? Time to build credibility

POLICY
CREDIBILITY

INFLATION
EXPECTATION
= TARGET

IMMEDIATE KEY ACTIONS:


Penjelasan kerangka kerja dan metode perumusan dan pelaksanaan
kebijakan moneter yang baru.
Kepastian jadwal RDG, khususnya RGD Triwulanan, untuk pengumuman
outlook inflasi dan respon kebijakan moneter yang ditempuh.
Press conference oleh Gubernur segera setelah RDG Triwulanan untuk
penjelasan respon kebijakan moneter (dan Siaran Pers untuk setiap
keputusan RDG Bulanan).
Penerbitan Laporan Kebijakan Moneter (Inflation Report).
21

Koordinasi Kebijakan dengan Pemerintah:


Lebih Erat

Koordinasi kebijakan dengan Pemerintah yang selama ini


telah berjalan erat akan diteruskan dan ditingkatkan.
ditingkatkan Di
samping untuk meminimalkan besarnya tekanan inflasi yang
berasal dari kenaikan administered prices dan volatile foods,
koordinasi kebijakan sangat penting untuk penguatan sinergi
dalam pengelolaan ekonomi secara keseluruhan.
Untuk koordinasi dalam penetapan, pemantauan, dan
pengendalian inflasi, Pemerintah dan Bank Indonesia telah
membentuk Tim yang melibatkan pejabat-pejabat dari
berbagai instansi terkait. Tim telah menyusun roadmap
langkah-langkah koordinasi kebijakan antara instansi
Pemerintah terkait dan Bank Indonesia untuk peningkatan
pengendalian inflasi ke depan.
Koordinasi kebijakan juga dilakukan melalui pertemuan
berkala antara Menteri-Menteri di bidang perekonomian dan
Dewan Gubernur Bank Indonesia.
Indonesia Pertemuan dimaksud
membahas berbagai permasalahan dan sinergi kebijakan
yang diperlukan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi
dan memperkuat stabilitas makroekonomi.
22

Konsep
Konsep Operasi
Operasi Moneter
Moneter

Operasi moneter dilakukan untuk mengatur jumlah likuiditas


dan ditujukan untuk mendukung krediblitas BI Rate yang sudah
ditetapkan:
OPT Reguler utama (lelang SBI 1 bulan secara mingguan) diarahkan
agar rate hasil lelang memiliki deviasi yang minimal dari BI Rate
termasuk agar incoming bid rates semakin konvergen ke level BI
Rate
OPT yang lain (lelang SBI 3 bulan, FASBI, FTK dan FTE) diarahkan untuk
menjaga struktur suku bunga pasar uang jangka pendek yang wajar
mewujudkan pasar uang yang efisien dan mengurangi perilaku
spekulatif (arbitrage) dilakukan secara bertahap !
Prosedur dan mekanisme pelaksanaan lelang SBI (termasuk besarnya incremental bid rate
lelang) tidak berbeda dengan praktik yang berjalan selama ini.

23

Perubahan Signaling Suku Bunga


Dengan BI Rate:

Bank
Indonesia

Pengumuman arah kebijakan - berdasarkan Keputusan RDG


yang diumumkan setiap bulan yang diwakili oleh berubah /
tidaknya level BI Rate arah kebijakan suku bunga
diumumkan secara jelas / transparan

Stakeholders
lain

Peserta OPT
(Lelang SBI)
Penyampaian bidding rate SBI oleh para peserta lelang SBI
sesuai strategi masing-masing berdasarkan level BI Rate

Penetapan hasil lelang SBI dan pengumuman rate SBI


hasil lelang
Rate (RRT) hasil lelang SBI pada setiap kali lelang SBI tidak lagi
diinterpretasikan oleh stakeholders lain sebagai sinyal kebijakan BI

24

Konsep Struktur Suku Bunga

SUKU BUNGA

PUAB O/N Aktual

Instrumen Ekspansi Likuiditas

Rate RRT SBI 1 m

KORIDOR SUKU BUNGA

BATAS
ATAS
(O/N)

BI Rate (Rate yang diumumkan BI


sebagai bagian dari komunikasi BI
dalam menyampaikan respon
kebijakan moneter)

8.50

BATAS
BAWAH
(O/N)

BI Rate menjadi acuan dalam


lelang mingguan SBI 1 bulan dengan
variable rate tender

Instrumen Kontraksi Likuiditas


RDG 1

RDG 2

Catatan:
Penetapan lebar koridor suku bunga sesuai dengan toleransi terhadap volatilitas suku
bunga PUAB
FTO dilakukan agar suku bunga di pasar berada dalam koridor dan sejalan dengan
struktur suku bunga yang diinginkan (yang wajar)

waktu

25

Tahapan Implementasi :

Contoh
Contoh Pengumuman
Pengumuman Rencana
Rencana Lelang
Lelang SBI
SBI
Pengumuman Rencana Lelang SBI 1 bulan
Berdasarkan proyeksi perkembangan likuiditas periode minggu pertama
bulan Juli 2005, Bank Indonesia akan melaksanakan lelang SBI 1 bulan pada
hari Rabu tanggal 6 Juli 2005 sebagai berikut:
Target indikatif

Rp 16 triliun

Jangka waktu

28 hari

Tanggal Setelmen :

7 Juli 2005

Jatuh waktu

4 Agustus 2005

Metode lelang

Variable rate tender

Metode alokasi

Multiple price allotment

BI Rate berdasarkan keputusan Dewan Gubernur tanggal 5 Juli 2005


adalah sebesar 8,50 %
Jakarta, 5 Juli 2005
Direktorat Pengelolaan Moneter
BANK INDONESIA
26

BI rate dan aktual lelang SBI


10.0000

9.7500

RRT

BI Rate

SOR

9.5000
9.2500
9.0000
8.7500
8.5000
8.2500
6-Jul

13-Jul

20-Jul

27-Jul

3-Aug

10-Aug 16-Aug 24-Aug 31-Aug

Lelang SBI tenor 1 bulan diharapkan mengikuti arah BI Rate


27

Key Message

Mulai Juli 2005 Bank Indonesia mengimplementasikan


kerangka kerja kebijakan moneter yang baru konsisten
dengan Inflation Targeting Framework (ITF)

Empat elemen mendasar dalam kebijakan yang baru:


1. penggunaan suku bunga BI Rate sebagai policy
reference rate,
2. proses perumusan kebijakan moneter yang antisipatif,
3. strategi komunikasi yang lebih transparan, dan
4. penguatan koordinasi kebijakan dengan Pemerintah.

Ditujukan untuk meningkatkan efektifitas dan tata kelola


(governance) kebijakan moneter dalam mencapai
kestabilan harga untuk mendukung pertumbuhan ekonomi
yang berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat.
28

Kesimpulan :
Langkah Penguatan Kebijakan Moneter

Inflasi yang rendah dan stabil merupakan prasyarat


mendasar dalam mencapai pertumbuhan ekonomi
secara berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat.

Kerangka kerja kebijakan moneter yang baru yang


ditempuh Bank Indonesia merupakan bagian integral
dan berperan penting dalam langkah-langkah
penguatan untuk mencapai kestabilan harga
tersebut.

Kerangka kerja yang baru tersebut tidak saja akan


meningkatkan efektivitas dan good governance
kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia,
tetapi juga semakin mempererat koordinasi
kebijakan dengan Pemerintah.
29

Respon Kebijakan Moneter


BI Rate dinaikkan 50 bps menjadi 10,0%.
Untuk mengoptimalkan penyerapan ekses likuiditas, FTK O/N
perlu terus dilanjutkan.
Intervensi valas khususnya
Pertamina perlu dilanjutkan.

untuk

memenuhi

kebutuhan

Koordinasi dengan pemerintah semakin ditingkatkan.

Sekian dan Terima Kasih


30

Anda mungkin juga menyukai