(draft 2009)
Propinsi Nusa Tenggara Barat, merupakan daerah penghasil garam utama diwilayah timur
Indonesia. Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) memiliki lebih dari 750 hektar lading garam dan
lebih dari 1.100 petani/pengolah garam. Produksi garam rakyat seluruh propinsi NTB adalah
60.000 Metrik Ton/pertahun, jumlah yang teserap oleh Industri adalah kurang lebih 30.000
metric ton/tahun, sisanya sebesar 20.000 metrik ton tanpa melalui proses yodisasi langsung
merembes kepasar -untuk konsumsi- ke wilayah NTB sendiri serta ke Propinsi tetangga seperti
Bali, NTT, Sulawesi Selatan dan Maluku.
Sejak tahun 2007, The Micronutrient Initiative (MI) bersama dengan UNICEF telah mendukung
Pemerintah Propinsi NTB untuk mengatasi permasalahan Gangguan Akibat Kekurangan
Yodium (GAKY) melalui program percepatan yodisasi garam universal (Universal Salt
Iodization/USI) atau lebih dikenal dengan Konsumsi Garam Beryodium untuk Semua (KGBS).
Strategi KGBS yang ditempuh adalah berusaha untuk meyerap atau meyodiasi semua garam
baku yang diproduksi petani garam di Pulau Lombok. MI memiliki peranan penting dalam
mendukung Pemerintah Daerah untuk melakukan yodisasi di tempat dengan cara menyediakan
fasilitas dan peralatan yodisasi. MI menyediakan dukungannya kepada para petani sekala kecil
untuk secara langsung meyodisasi garam baku dengan menggunakan unit mobil bergerak dititik
pengumpulan garam. Selain itu MI juga menyediakan fasilitas hand-mixers yang dilengkapi
dengan handsprayers untuk petani/pengumpul garam yang ada pada wilayah yang sulit di
jangkau kendaraan serta peralatan yodisasi manual untuk para pemasak garam. Garam
beryodium yang diproduksi oleh kegiatan yodisasi ditempat ini dilakukan tanpa pemrosesan
serta packing seperti layaknya dipabrik, karena itu ia dinamakan “garam beryodium generik”.
Selain dari program yodisasi ditempat, dalam rangka menjaga kesinambungan program
penanggulangan GAKY di pulau Lombok MI akan menginisiasikan kegiatan pengembangan
kelompok petani garam mandiri dan pengembangan model usaha petani garam pulau Lombok.
Pada umumnya petani dan pengumpul garam dilombok adalah unist usaha skala mikro yang
hidup dibawah garis kemiskinan. Hampir semua terperangkap kedalam jeratan hutang dan tidak
memiliki kekuatan tawar (bargaining power) terhadap para pembeli/pedagang yang kadangkala
juga bertidak sebagai pemberi pinjaman//tengkulak. Bersama dengan mitra/LSM local dan
pemerintah daerah NTB, MI akan memberikan dukungan terhadap usaha pembentukan dan
pemberdayaan kelompok petani garam mandiri agar mereka lebih memiliki posisi tawar dan
lebih mempu meningkatkan penghasilannya seiring dengan berlangsungnya program KGBS di
pulau Lombok.
2. TUJUAN
Tujuan utama yang ingin dicapai adalah membentuk kelompok petani garam mandiri (KPGM) di
daearah-daerah penghasil garam pulau Lombok melalui pengembangan kelembagaan dan
keikutsertaan masyarakat setempat, menyediakan dukungan kelembagaan guna peningkatan
penghasilan KPGM melalui:
:
• Akses berkesinambungan terhadap kredit mikro,
• Penguatan daya tawar kolektif KPGM,
• Dukungan pemasaran,
• Perbaikan taraf hidup secara umum
The Micronutrient Initiative (MI) will akan menidentifikasi dan melakukan seleksi LSM local yang
memeiliki kapasitas dan kapabilitas untuk melkasanakan proyek KPGM dipulau Lombok.
Secara khusus, LSM lokal terpilih akan bertanggung jawab untuk melakukan:
1) Melakukan penilaian cepat (rapid assessment) tentang area implementasi proyek dan
peta produsen/petani garam mikro dan melakukan penilaian terhadap kapasaitas
mereka untuk memproduksi garam beryodium..
2) Mengidentifakasi petani garam yang dapat dikut sertakan kedalam proyek
berdasarkan kriteria seleksi yang dikembangkan oleh LSM local dan MI.
3) Pembentukan KPGM dengan petani garam yang terpilih. Jumlah KPGM yang dibentuk
ditentukan bersama oleh LSM Lokal dan MI berdasarkan wilayah domisili petani
garam dan sumberdaya yang tersedia.
4) Pelaksanaan dan pemantauan/pengawasan proyek
5) Mobilisasi Komunitas (kampanye)
6) Pengembangan material komunikasi yang sesuai dan mengorganisir kampanye yang
efektif dalam untuk meningkatkan kebutuhan masyarakat mendorong konsumsi
masyarakat akan garam beryodium
7) Pengembangan kapasitas dari KPGM yang baru terbentuk dalam hal kelompok
dinamis, mendaftar/registrasi, memperbaiki system pencatatan/pembukuan usaha dan
pengelolaan usaha tani garam serta mengorganisir pelatihan bagi KPGM yang telah
terbentuk.
8) Malakukan pelatihan teknis dan manajerial agar KPGM dapat menjadi proyek
wirausaha mandiri.
9) Menjadi semacam “Depot Pengelola” KIO3 dan mendistribusikanya secara gratis
kepada KPMG. Pada walanya LSM local akan mendistribusikan subsidy 100% KIO3
kepada KPMG yang akan berkurang secara bertahap berdasarkan rekomendasi yang
disepakati MI dan LSM lokal (Kewajiban untuk memantau penggunaan KIO3 yang
tepat dan jumlah garam beryodium yang diproduksi tetap ada pada MI).
10) Pengelolaan sumberdaya bergerak (Resource flow management)
11) Memperkuat aspek keuangan dan keterkaitan paemasaran dengan Asosiasi garam
melalui pengembangan dan operasionalisasi rencana keuangan dan rencana
pemasaran (advanced financial plan and marketing plan) untuk menjamin kegiatan
federasi berkelanjutan.
12) Menghubungkan KPGM yang baru terbentuk dengan Federasi KPGM, sehingga dapat
diperoleh manfaat akses keuangan dan dukungan pemasaran.
13) Mengembangan exist strategy sebagai perode “project phase out” sehingga KPGM
yang terbentuk oleh proyek dapat mandiri dan berkesinambungan melalui dukungan
financial dan pemasaran Fedarasi KPMG
14) Mengkoordinir stakeholder yang berbeda
15) Monitoring kemajuan proyek dan pelaporan
LSM Lokal terpilih akan menyampaikan laporan rutin kepada MI melalui laporan bulanan
dan 3 bulanan serta mekanisme pelaporan informal lainnya.
Akan ada komite pengarah (steering committee) yang terdiri dari perwakilan MI dan
(Pemda/Bappeda) yang akan memantau kemajuan proyek secara periodik.
Rencana kerja detail beserta indicator kemajuannya akan dirumuskan oleh LSM local
bersama MI dan Bappeda diawal proyek, sebagai acuan seluruh implementasi kegiatan dan
proses monitoring. Indikator kinerja kunci sebagaimana tertera dalam seksi A dibawah.
Berdasarkan Indikator-indikator tersebut mitra proyek akan mengembangkan siste
monitoring dan dokumentasi kemajuan yang dihasilkan serta pelajaran (lessons learnt) yang
yang selama pelaksanaan proyek.
.
Berdasarkan komponen kunci proyek, rencana implementasi proyek dan tingkat kinerja
optimal, diharapkan dalam periode dua tahun akan dapat dicapai hal-hal sebagai berikut:
4. Jumlah Tonase garam baku base yang di Yodisasi secara kolektif dalam
setahun:….
6. Jumlah kelompok tani garam mandiri yang menjadi anggota asosiasi petani
garam dipulau Lombok:
10. Pada akhir program Pedoman operasional diserahkan kep[ada MI, BAPEDA dan
Dinas Indag Propinsi dan kabuptaen Lombok Timur sebagai bentuk dari kelompok
tani mandiri yang berkelanjutan.
B. Sistem Pelaporan
Salt Extender MI (petugas lapangan MI) dan LSM Lokal akan bekerja bersama sebagai suatu
tim dan saling mendukung dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh kelompok petani
garam mandiri (KPMG) sehari-hari.Masing-masing pihak akan bekerja dalam system yang
harmoni dan saling bertukar inforemasi terhadap kemajuan proyek dalam laporan triwulanan
bulanan.
Berdasarkan Laporan-laporan tersebut LSM Lokal menyusun dan mengkompilasi Laporan akhir
yang akan disampiakan kepada MI dan BAPPEDA Propinsi NTB..
Item Pembiayaan Proyek (selama kurang lebih 2 tahun/24 bulan)
Harga Jumlah
No Items Unit
Rp Rp
T ot al Rp XXXXX