Anda di halaman 1dari 27

The First

Neoclassical
Synthesis
Chapter 2
Makroekonomi

Pengantar
Bab ini bertujuan untuk membahas sifat dari model dinamis standar (standard
dynamic model), sebuah model yang menjelaskan pergerakan jangka pendek ke
jangka panjang (full eiquilibrium).
Model ini menggabungkan sifat dari Teori Klasik dan Teori Keynesian:
Kekakuan (rigidity) harga barang dan jasa dalam jangka pendek
Classical-dichotomy (natural rate) dalam kondisi full equilibrium (jangka panjang)
Model fluktuasi simultan dalam output dan inflasi ini memiliki dua persamaan:
Philip Curve dynamics supply function
IS-LM theory aggregate demand function
Istilah Neoclassical synthesis pertama kali disampaikan oleh Paul Samuelson
terhadap suatu pandangan konsensus atas teori makroekonomi

A Simple Dynamic Model


Analisis dinamika sederhana menggabungkan fungsi AD sederhana dan Kurva
Philips, dan mengabaikan unsur ekspektasi. Unsur AD nya adalah sebagai
berikut:

y g, m, dan p, adalah logaritma natural dari output riil, belanja pemerintah,


supply uang nominal, dan tingkat harga. r adalah tingkat bunga, baik riil dan
nominal (karena ekspektasi inflasi pada tahap ini diasumsikan nol). Huruf Yunani
mewakili parameter
Aggregate Demand:

A Simple Dynamic Model


Kurva
Philips:

natural rate of output


tingkat inflasi inti (diasumsikan 0)
adalah tingkat inflasi

Dalam kondisi full equilibrium, karena diasumsikan natural rate of ouput


maka inflasi inti sama dengan tingkat ekspansi moneter ()
,
dan
Tidak ada trade-off yang abadi antara inflasi dan output
Secara umum, model ini melingkupi fluktuasi pada inflasi dan output. Hal ini
memungkinkan sebuah prediksi bahwa disinflasi memerlukan resesi
sementara.

A Simple Dynamic Model


Pendekatan Keynes terhadap makroekonomi menekankan
bahwa konvergensi menuju full equilibrium seharusnya
tidak diasumsikan di awal.
Keynes beragumentasi bahwa tugas utama teori
makroekonomi adalah untuk mengidentifikasi kondisikondisi tertentu ketika konvergensi tidak mungkin terjadi,
sehingga kebijakan makro didesain untuk memastikan
bahwa ekonomi riil tidak masuk dalam kondisi tersebut

A Simple Dynamic Model


Model stabilitas, dengan menurunkan fungsi AD dan mensubstitusi
p dengan fungsi kurva Pihlips, kita akan dapatkan fungsi
konvergensi sebagai berikut:

Dengan model diatas, konvergensi dari real output ke natural


output mengharuskan y meningkat jika output terlalu rendah, dan y
turun jika terlalu tinggi. Hasil ini konsisten jika s > 0

A Simple Dynamic Model


AS dalam Teori Klasik adalah vertikal
(jangka panjang)
AS dalam Teori Keynesian adalah
horizontal (jangka pendek)
AD bergeser ke kiri ketika terjadi
penurunan pada belanja pemerintah
(IS) atau jumlah uang beredar (LM)
Keseimbangan bergerak dari A ke B
secara sepontan dalam jangka
pendek
Seiring waktu, keseimbangan
bergerak menuju C, dengan tingkat
harga yang lebih rendah dan kondisi
full equilibrium (natural rate)

The Correspondence Principle


Adalah sebuah prinsip yang menyatakan bahwa stabilitas keseimbangan
menyiratkan adanya prediksi yang bisa diuji (testable prediction) tentang
bagaimana keseimbangan akan berubah jika terjadi perubahan pada parameter
Model ini merupakan pengembangan dari model dinamis standar dengan:
memasukkan unsur ekspektasi terhadap inflasi yang dapat mempengaruhi AD
membedakan tingkat suku bunga nominal dan riil
Tingkat suku bunga riil fungsi IS. Karena merepresentasikan biaya yang sebenarnya dalam
menunda konsumsi dan pinjaman
Tingkat suku unga nominal fungsi LM. Asumsi hanya ada bond dan uang (ada real return)

Actual inflation = expected inflation

The Correspondence Principle


Fungsi
IS-LM yang baru:

Secara intuitif, rasionalitas dasar dari adalah bahwa permintaan aggregate


(AD) akan lebih tinggi, jika expected (equal to actual) inflation meningkat,
karena masyarakat ingin mengalahkan kenaikan harga dengan membeli
barang-barang sekarang juga.
Pada sisi supply, selama diasumsikan bahwa natural rate output adalah
konstan, maka tingkat inflasi inti adalah sama dengan tingkat pertumbuhan
uang. Sehingga tidak ada perubahan pada fungsi AS

The Correspondence Principle


Bagaimana perekonomian sederhana ini bereaksi terhadap shock pada
autonomous spending (missal belanja pemerintah)?
Apa yang menentukan bagaimana output riil dipengaruhi dalam jangka
pendek?
Dalam kondisi apa perekonomian akan mampu melakukan selfcorrection?
Apakah argument Keynes benar bahwa kekakuan harga (sticky price)
adalah hal yang baik?
Apakah durasi resesi akan diperburuk jika kurva Philips dalam jangka
pendek adalah lebih curam?

The Correspondence Principle


Dampak dari perubahan autonomous expenditure terhadap output
dapat diperoleh dari proses substitusi dua persaman AD dan AS
untuk mengeliminasi tingkat inflasi, yang hasilnya adalah:

Kemudian diturunkan terhadap g:


Nilainya akan positif jika penyebutnya positif

The Correspondence Principle


Permasalahannya adalah bahwa asumsi dasar tentang tanda dari
parameter tidak cukup untuk menentukan tanda (arah) pengali
(multiplier) kebijakan yang paling mendasar
Untuk itu muncul copprespondence principle:
Diasumsikan bahwa sistem tersebut pada akhirnya akan
mengalami konvergensi ke titik keseimbangan penuh.
Menurunkan (derive) dynamic stability condition dari sistem, dan
menggunakannya sebagai batasan untuk membantu memberikan
arah the corresponding comparative static multipliers.

The Correspondence Principle


Beberapa masalah:
Dapat memunculkan arbitrase asumsi
Dalam mikroekonomi digunakan second-order condition sebagai solusi
ambiguitas tanda dalam analisis
Dalam model makro, ekonom memiliki kebebasan untuk menggunakan
asumsi lebih dari satu

Beberapa ekonom tidak siap untuk mengasumsikan terjadinya


stabilitas. Mereka beragumen bahwa kita harus membandingkan
kondisi stabilitas dalam beberapa rezim kebijakan yang berbeda,
untuk mengetahui apakah kebijakan tertentu mampu
menciptakan stabilitas atau tidak. Rezim kebijakan yang tidak bisa
mengarahkan pada stabilitas harus dihindari.
Parameter stabilitas:

Can Increased Price Flexibility


be De-Stabilizing?
Terdapat dua aspek (baik dan buruk) ketika fleksbilitas harga
meningkat:
Baik: Kemampuan sebuah perekonomian semakin meningkat
(cepat) untuk menyesuaikan kembali ke titik full equilibrium
Buruk:
skala resesi awal akan sangat besar, karena menurunnya autonomous
expenditure akan berdampak secara langsung pada rendahnya ouput dan
secara tidak langsung rendahnya investasi (g turun -> y turun -> inflasi turun
-> r naik -> I turun)
kemungkinan untuk instabilitas sangat tinggi

Keynes berekspetasi bahwa dampak buruknya lebih besar daripada


dampak baiknya.

Can Increased Price Flexibility


be De-Stabilizing?
Grafik disamping mengilustrasikan
dampak perbedaan fleksiblitas
harga terhadap output, baik dalam
jangka pendek maupun jangka
panjang
Fleksbilitas harga yang tinggi akan
menyebabkan resesi yang dalam,
tapi cepat pulih ke keseimbangan
awal
Fleksbilitas harga yang rendah tidak
menyebabkan resesi yang parah,
tapi lambat dalam proses
pemulihannya

Can Increased Price Flexibility


be De-Stabilizing?
Ekonom klasik berargumen bahwa meningkatnya fleksbilitas harga
berdampak lebih baik dalam menciptakan stabilitas
Ini didukung oleh kalkulasi total undiscounted output loss yang
terjadi akibat menurunnya AD, yang secara geometri merupakan
luas antara output time path dan natural rate line
Sementara ekonom Keynesian berargumen sebaliknya, justru
stabilitas perekonomian dapat dicapai ketika harga tidak terlalu
fleksibel
Penghitungannya tidak menggunakan undiscounted, tapi
discounted value yang memberikan bobot lebih besar pada
kerugian di jangka pendek

Can Increased Price Flexibility


be De-Stabilizing?
Dalam kerangka monetary aggregate targeting, efektivitas mekanisme self-correction
sebuah perekonomian sangat tergantung pada elastisitas suku bunga dari
permintaan uang.
Secara intuisi: harga yang rendah mempunyai dua dampak bagi AD:
Turunnya harga aktual akan meningkatkan permintaan, dan mengakhiri resesi
Ekspektasi terhadap turunnya harga akan meningkatkan tingkat suku bunga riil, dan
dapat memperparah resesi
Dampak stabilisasi turunnya harga aktual bekerja melalui dampak ekspansi pada
penawaran uang riil (real money supply), sementara dampak destabilisasi dari
expected deflation bekerja melalui tingkat suku bunga dan meningkatnya permintaan
uang.

Can Increased Price Flexibility


be De-Stabilizing?
Kesimpulannya, model ini memungkinkan bahwa menurunya harga
dan upah dapat memperparah terjadi resesi yang lebih dalam
melalui dampak ekspektasi
Disisi lain, model ini tidak mengharuskan terjadinya instbilitas
dalam perekonomian
Beberapa ekonom, berpendapat bahwa perekonomian mempunyai
koridor, untuk menggambarkan bahwa sistem ekonomi dapat
stabil dalam menghadapi gejolak kecil yang tidak mendorong pada
aktivitas ekonomi yang diluar jangkauan operasionalnya.
Tapi, masih sangat mungkin adanya gejolak yang besar dan
menyebabkan ekonomi keluar dari koridor stabilnya

Monetary Policy as a Substitute


for Price Flexibility
Sejauh ini, kita mengasumsikan bahwa pemerintah memiliki
kemampuan untuk mengatur tingkat fleksibilitas harga.
Padahal dalam banyak hal, pemerintah tidak bisa mempengaruhi
fleksibilitas harga, dan harus menggunakan instrumen-instrumen
kebijakan tertentu seperti insentif pajak yang secara tidak langsung
akan mempengaruhi fleksibilitas harga.
Kebijakan moneter merupakan salah kebijakan yang bisa dikontrol
oleh pemerintah, lantas bisakah kebijakan moneter menggantikan
fleksibilitas harga?
Keynes yakin bahwa hal tersebut bisa dilakukan. Bahkan Milton
Friedman setuju dan adanya nilai tukar fleksibel didasari oleh
asumsi ini.

Monetary Policy as a Substitute


for Price Flexibility
Kita menggunakan nominal income targeting untuk menguji
pemasalahan ini, dan kita bisa membuat spesifikasi reaksi
kebijakan moneter sebagai berikut:
Dimana bar menunjukkan nilai yang ditargetkan, sementara
parameter X adalah kebijakan alternatif. Jika X 0, menunjukkan
constant money supply, dan jika X , menunjukkan menetapkan
nominal income.
Fungsi reaksi kebijakan ini dapat dikombinasikan dengan 2 fungsi
lainnya:

Monetary Policy as a Substitute


for Price Flexibility
Akan menghasilkan pengali dampak belanja autonomos (impact
autonomous spending multiplier) :

Dan parameter stabilitas dan kecepatan penyesuaian (stability and


adjustment speed parameter):
Cumulative output loss is
Tugas: Turunkan fungsi reaksi kebijakan (pada slide
sebelumnya) hingga menjadi persamaan diatas dengan
mengkombinaskan fungsi AD dan AS

Monetary Policy as a Substitute


for Price Flexibility
Hasil ini menunjukkan bahwa
Nominal income targeting (peningkatan variable X) mengurangi pengaruh
dampak akibat shock yang terjadi pada AD
Dampak terhadap kecepatan penyesuaian bersifat ambigu
Dampak ini tidak terlalu sama dengan hasil yang diperoleh jika terjadi
peningkatan fleksibilitas harga, akan tetapi net effect terhadap undiscounted
cumulative output outcome memiliki kesamaan
Output secara keseluruhan dapat diperkecil melalui kebijakan nominal
income targeting
Dengan demikian, kebijakan nominal income targeting yang semakin aktif
dapat menggantikan upaya untuk memvariasikan tingkat fleksibilitas harga

Monetary Policy as a Substitute


for Price Flexibility
Saat ini, hampir semua bank sentral tidak lagi menetapkan monetary
aggregate sebagai acuan kebijakan moneter mereka, melainkan beralih ke
inflation targeting dengan instrumen suku bunga.
Bank sentral melakukan riset untuk mengetahui apakah fungsi reaksi
kebijakan tingkat suku bunga mereka difokuskan pada:

Deviasi tingkat inflasi terhadap target


Deviasi tingkat harga terhadap target
Deviasi nominal GDP terhadap target

Sejauh ini kita melihat dampak dari satu fenomena ekonomi secara
terisolasi, dan pada model selanjutkan kita akan melihat secara lebih
meyuluruh pada ongoing process yang terjadi pada suatu perekonomian

Monetary Policy as a Substitute


for Price Flexibility
Revisi terhadap model dilakukan dengan memasukkan hubungan IS,
aturan tingkat suku bunga bank sentral, kurva Philips, dan spesifikasi
siklus berjalan (ongoing cycle)

Persamaan LM tidak digunakan, karena fungsi utamanya merupakan


residu menentukan jumlah uang beredar yang dibutuhkan dengan
tingkat suku bunga yang telah ditentukan oleh fungsi reaksi kebijakan
Karena kita fokus pada stabilitas harga, maka kita set agar inflasi inti
sama dengan nol (pada Philips)

Monetary Policy as a Substitute


for Price Flexibility
Pada persamaan penentuan tingkat suku bunga
Nilai (lambda) tergantung pada pilihan kebijakan. policy parameter
Inflation targeting, maka = 1
Price level targeting, maka = 0
Pada inflation targeting memunkingkan long-run drift pada tingkat
harga, sementara hal itu tidak bisa terjadi pada prive level targeting.
Sehingga, jika tujuan kebijakannya adalah untuk mempertahankan
daya beli uang (purchasing power of money), maka kebijakan yang
tepat adalah price level targeting.

Monetary Policy as a Substitute


for Price Flexibility
Melalui sebuah proses penurunan dan kombinasi semua fungsi
yang disebutkan sebelumnya, diperoleh fungsi output sebagai
berikut:

Dengan B dan C sebagai berikut:


Fungsi output di atas menujukkan bahwa dampak perubahan
autonomous spending pada output lebih besar jika menggunakan
kebijakan price level targeting, dengan demikian inflation targeting
cenderung mampu menstabilkan perekonomian.

The End

Anda mungkin juga menyukai