PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Temulawak dan kunyit merupakan salah satu tanaman yang banyak
digunakan sebagai bahan baku obat tradisional di industri jamu, industri farmasi,
serta industri makanan dan minuman. Tanaman ini terkenal khasiatnya sebagai
antioksidan (Hadi, 1985; Agusta & Chairul, 1994; Suksamrarn dkk, 1994).
Senyawa yang bertanggung jawab terhadap efek farmakologis tersebut adalah
kurkumin yang merupakan salah satu komponen kurkuminoid. Kurkumin
merupakan kandungan utama dalam rimpang temulawak dan kunyit (Jayaprakasha
dkk, 2006).
Melihat tingginya pemanfaatan temulawak dan kunyit dalam kehidupan
sehari-hari yang berfungsi sebagai antioksidan, sangat penting dilakukan analisis
senyawa kurkumin untuk menjamin efek farmakologis yang dihasilkan dari
produk olahan temulawak dan kunyit. Analisis kurkumin umumnya dilakukan
dengan metode kromatografi lapis tipis (Almeida dkk, 2005; Zhang dkk, 2008;
Anderson dkk, 2000, Cahyono dkk., 2008) atau kromatografi cair kinerja tinggi
(Jiang dkk, 2006; Jadhav dkk, 2007; Bos dkk, 2007; Lee dkk, 2011). Kedua
metode tersebut membutuhkan preparasi sampel yang cenderung rumit dan
pelaksanaannya cukup memakan waktu. Disamping itu, metode tersebut
menggunakan banyak reagen sehingga tidak ramah lingkungan. Berdasarkan hal
tersebut, maka diperlukan metode analisis yang lebih praktis. Dalam penelitian ini
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dibuat rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Apakah metode spektrofotometri FTIR dapat digunakan untuk analisis
kurkumin dalam ekstrak etanol temulawak dan kunyit?
2. Bagaimana hubungan antara kadar kurkumin dalam ekstrak etanol
temulawak dan kunyit yang dianalisis dengan metode KLT dan dengan
metode spektrofotometri FTIR?
D. Tujuan
Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk melakukan analisis
kurkumin dalam ekstrak etanolik kunyit dan temulawak dengan cepat
menggunakan spektrofotometer FTIR. Secara rinci, tujuan penelitian ini adalah:
1. Melakukan analisis kurkumin secara spektrofotometri FTIR yang
dikombinasikan dengan kalibrasi multivariat partial least square.
2. Mencari hubungan konsentrasi kurkumin dalam ekstrak etanol temulawak
dan ekstrak kunyit yang dianalisis dengan KLT dan dengan metode
spektrofotometri FTIR.
5. Tinjauan Pustaka
1. Temulawak (Curcuma xanthorrhiza)
Temulawak merupakan tanaman obat asli Indonesia yang berasal dari
daerah Jawa, Bali dan Maluku (Prana, 1985). Curcuma berasal dari bahasa Arab,
kurkum, yang berarti kuning, sedangkan xanthorrhiza berasal dari bahasa Yunani,
xantos yang berarti kuning dan rhiza yang berarti akar. Temulawak telah
digunakan oleh nenek moyang bangsa Indonesia sebagai komponen makanan,
tujuan pengobatan, dan sebagai penambah energi (Hwang dkk, 2006).
Tabel I. Daftar komponen minyak atsiri pada rimpang temulawak (Sumber: Liang
dkk, 1985)
Kariofilena
-kadinena
-pinena
Allo-aromadendrena
-seskuifelandrena
Kamfena
Trans--farnesena
Ar-kurkumena
-pinena
Berneol
Isofuranoger
Sabrinena
Gerwakrena D
Turmerone
Mirsena
Zingiberena
Turmerol
Felandren
-bisabolen
Ar-turmeron
limonena
-curcumene
Xantorizol
1,8-sineol
-simen
Kamfor
-terpinena
terpionlena
-bergamolena
1. Kunyit
Kunyit dikenal dengan beberapa nama daerah antara lain Kunyit (Jawa),
Kunyet (Sumatera), Kunyik (Nusa Tenggara), Kuni (Sulawesi) dan Kulin
(Maluku). Kunyit merupakan tumbuhan daerah subtropis sampai tropis dan
tumbuh subur di dataran rendah antara 90 meter sampai dengan 2000 meter di atas
permukaan laut. Tinggi tanaman kunyit sekitar 70 cm. Batang tanaman ini semu
dan basah. Pelepah daunnya membentuk batang dengan helaian daun berbentuk
bulat telur. Rimpangnya memiliki banyak cabang dengan kulit luarnya berwarna
jingga kecoklatan. Buah daging rimpang kunyit berwarna merah jingga kekuningkuningan (Thomas, 1989). Klasifikasi kunyit menurut Linnaeus adalah:
Kingdom
: Plantae
Phylum
: Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Subkelas
: Zingiberidae
Ordo : Zingiberales
Famili
: Zingiberaceae
Genus: Curcuma
Spesies
Tabel II. Kandungan minyak atsiri pada rimpang kunyit (Sumber: Jayaprakasha dkk,
2005)
Curlone
Curdione
Turmeronol B
1,8 cineole
-Zingiberene
-pinene
-bisabolene
p-cymene
Curcumene
2. Kurkumin
Kurkumin merupakan senyawa kurkuminoid yang merupakan pigmen
warna kuning pada rimpang temulawak dan kunyit. Senyawa ini termasuk
golongan fenolik. Kurkuminoid yang sudah diisolasi bewarna kuning atau kuning
jingga, dan berasa pahit. Kurkuminoid mempunyai aroma yang khas dan tidak
bersifat toksik. Kelarutan kurkumin sangat rendah dalam air dan eter, namun larut
dalam pelarut organik seperti etanol dan asam asetat glasial. Kurkumin stabil pada
suasana asam, tidak stabil pada kondisi basa dan adanya cahaya. Pada kondisi
basa dengan pH di atas 7,45, 90% kurkumin terdegradasi membentuk produk
samping
berupa
trans-6-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2,4-diokso-5-heksenal
(mayoritas), vanilin, asam ferulat dan feruloil metan. Sementara dengan adanya
cahaya, kurkumin terdegradasi menjadi vanilin, asam vanilat, aldehid ferulat,
asam ferulat dan 4-vinilguaiakol (Brat dkk, 2008). Struktur kimia kurkuminoid
yang terdiri atas kurkumin, demetoksikurkumin dan bis-demetoksikurkumin
ditampilkan pada Gambar 1.
3. Ekstraksi
Ekstraksi merupakan proses pemisahan dua zat atau lebih dengan pelarut
yang tidak saling campur, baik itu dari zat cair ke zat cair atau zat padat ke zat cair
(Harbone, 1987). Ekstraksi biasanya dilakukan untuk mengisolasi suatu senyawa
alam dari jaringan asli tumbuh-tumbuhan yang sudah dikeringkan (Kusnaeni,
2008).
Berdasarkan fase yang terlibat, terdapat 2 macam ekstraksi yakni ekstraksi
cair-cair dan ekstraksi padat-cair. Pemindahan komponen dari padatan ke pelarut
pada ekstraksi padat-cair melalui 3 tahapan, yakni difusi pelarut ke pori-pori
padatan atau dinding sel, kemudian di dalam dinding sel terjadi pelarutan padatan
oleh pelarut, dan tahapan terakhir adalah pemindahan larutan dari pori-pori
menjadi larutan ekstrak. Ekstraksi padat-cair dipengaruhi oleh waktu ekstraksi,
suhu yang digunakan, pengadukan dan banyaknya pelarut yang digunakan.
Tingkat ekstraksi bahan ditentukan oleh ukuran partikel dari bahan tersebut, dan
ukuran bahan yang diekstrak harus homogen agar kontak antara material dengan
pelarut berjalan dengan mudah, dan ekstraksi berlangsung baik (Harborne, 1987).
Ekstraksi padat-cair dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu cara Soxhlet dan
perkolasi dengan atau tanpa pemanasan. Cara lain yang lebih sederhana untuk
10
mengekstrak zat aktif dari padatan adalah dengan maserasi (Muchsony, 1997).
Maserasi merupakan proses perendaman sampel dengan pelarut organik pada
temperatur ruangan. Teknik ini dilakukan untuk mengekstrak jaringan tanaman
yang belum diketahui kandungan senyawanya yang mungkin bersifat tidak tahan
panas (Harbone, 1987). Prinsip teknik pemisahan secara maserasi adalah prinsip
kelarutan like dissolve like yang mana pelarut polar akan melarutkan senyawa
polar, dan pelarut nonpolar akan melarutkan senyawa nonpolar. Oleh karena itu,
pemilihan pelarut sangat berpengaruh terhadap hasil ektraksi. Pelarut yang
digunakan harus dapat menarik komponen yang diinginkan semaksimal mungkin.
Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam memilih pelarut antara lain:
selektivitas, sifat pelarut dan kemampuan mengekstraksi, tidak toksik, mudah
diuapkan dan relatif murah. Pelarut untuk ekstraksi maserasi yang umumnya
digunakan antara lain: etil asetat, etanol, aseton dan air (Simpen, 2008).
Untuk memperoleh ekstrak kental perlu dilakukan penguapan pelarut, yang
dapat dilakukan dengan alat vaccum rotary evaporator. Mekanisme kerja alat
tersebut berdasarkan pada prinsip destilasi serta penurunan tekanan pada labu alas
bulat dan pemutaran labu alas bulat pada kecepatan tertentu, hingga menyebabkan
pelarut menguap lebih cepat di bawah titik didihnya. Bagian lain dari alat ini
adalah evaporator yang berfungsi mengubah sebagian atau keseluruhan pelarut
dari cair menjadi uap. Evaporator memiliki 3 bagian yakni penukar panas, bagian
evaporasi (tempat yang mana cairan mendidih lalu menguap) dan pemisah untuk
memisahkan uap dari cairan lalu dimasukkan ke dalam condenser agar mengalami
kondesasi atau pendinginan. Pada sistem
1
1
4. Spektroskopi inframerah
Spektrofotometri inframerah (IR) merupakan salah satu jenis
spektrofotometri vibrasional yang didasarkan pada serapan molekul terhadap
radiasi inframerah. Daerah IR terdiri dari tiga bagian yakni daerah IR jauh (400-1
-1
12
C
H
-1
H
-1
Gambar 2. Vibrasi uluran simetris (kiri) dan asimetris (kanan) (Gambar diadaptasi dari
Pavia dkk, 2009)
13
H
C
H
C
H
-1
H
-1
H
H
C
H
H
C
H
Vibrasi
kibasa
n (v =
1250
-1
-1
cm )
H
H
C
Vibrasi 1); Dalam
goyangabidang (inn (v = plane)
720 cm
-1
Gambar 3. Berbagai
jenis
vibrasi
untuk
gugus
metilen
(Gambar
diadaptasi
dari Pavia
dkk, 2009)
bentuk
un
yan jumlah,
absorbansi,
l me
y mpu
tepa frekuensi
a nyai
n bent
sam Identifikasi
g uk
a,
a sera
baikanalisis puncak-puncak
k pan
dari spesifik
a IR
segi ketiga
intensitas
atau
eksak
tiap
dari
puncak.
dapat
dilakukan
dengan
berdasarkan
hal
tersebut.
Spektroskopi IR jugad
14
radiasi
mencapai
detektor.
Pada
spektrofotometer
FTIR,
15
analisis
sampel-sampel
yang
sulit
dianalisis
dengan
metode
16
1
7
6. Analisis Multivariat
Analisis multivariat merupakan analisis yang dilakukan terhadap data
multivariat. Data tersebut dihasilkan dari spesimen-spesimen yang masing-masing
memiliki beberapa variabel yang harus diukur (Miller & Miller, 2005).
Kalibrasi multivariat dibagi menjadi metode linier dan non-linier. Metode
linier terdiri dari: classical least square (CLS), inverse least square (ILS),
principal component regression (PCR), dan partial least square (PLS). Metodemetode tersebut berdasarkan pada model persamaan multiple linier regression
(MLR) yang merupakan lanjutan dari regresi linier biasa. Model MLR
menggunakan lebih dari satu variabel untuk memprediksi konsentrasi analit,
namun variabel-variabel tersebut tidak berkorelasi satu sama lain (Miller & Miller,
2005).
18
19
20
21
F. Landasan Teori
Temulawak dan kunyit merupakan tanaman obat Indonesia yang memiliki
kandungan aktif kurkuminoid. Terdapat 2 jenis kurkuminoid dalam ekstrak
temulawak, yakni kurkumin dan demetoksikurkumin, sedangkan pada kunyit
mengandung 1 turunan kurkuminoid lagi yakni bis-demetoksikurkumin.
Kurkumin memiliki beragam aktivitas farmakologis yang baik bagi kesehatan.
Kurkumin diperoleh melalui ekstraksi temulawak atau kunyit. Senyawa ini larut
dalam etanol sehingga proses ekstraksinya dapat menggunakan pelarut etanol.
Analisis kurkumin umumnya menggunakan metode kromatografi, namun
metode tersebut membutuhkan waktu yang panjang dikarenakan tahap pengerjaan
yang cukup banyak, meliputi optimasi fase gerak, pengaktifan lempeng,
penjenuhan, pelarutan sampel, dan elusi analit. Preparasi sampel yang harus
dilakukan juga cukup rumit karena membutuhkan ketelitian tinggi sehingga
meningkatkan potensi kesalahan. Untuk itu, diperlukan metode yang lebih praktis
untuk dapat mengkuantifikasi kurkumin dalam ekstrak temulawak dan kunyit.
Metode spektrofotometri FTIR merupakan metode yang tepat untuk
diterapkan dalam analisis ini karena metode tersebut dapat menyajikan profil
22
spektra yang bersifat sidik jari, yakni tidak ada senyawa oganik yang berbeda
yang memiliki spektra IR yang sama. Dilengkapi dengan teknik penanganan
sampel ATR, maka preparasi sampel yang dibutuhkan sangat minimal.
Prinsip kerja instrumen spektrofotometer FTIR adalah berdasarkan serapan
molekul terhadap radiasi inframerah. Hanya molekul yang ikatannya memiliki
perbedaan momen dipol saja yang mampu menyerap radiasi inframerah. Serapan
tersebut menyebabkan ikatan molekul bervibrasi. Vibrasi ikatan molekul ini
kemudian diolah secara digital di komputer dan keluar dalam bentuk spektrum IR.
Setiap struktur molekul akan memberikan intensitas penyerapan yang berbedabeda sehingga menghasilkan bentuk spektrum yang spesifik.
Analisis kurkumin dengan spektroskopi FTIR biasanya dilakukan pada
-1
23
7. HIPOTESIS
1. Metode spektrofotometri inframerah pada bilangan gelombang tertentu
dapat memberikan hasil yang memuaskan untuk analisis kurkumin dalam
ekstrak etanol temulawak dan kunyit.
2. Metode pengolahan data dengan kalibrasi multivariat PLS dapat digunakan
untuk menghasilkan korelasi yang baik dalam penentuan kandungan
kurkumin dengan metode spektrofotometri FTIR dan dengan metode KLT.
2
4