Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Fisiologi Retina
2.1.1 Anatomi Retina
Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan, dan multilapis
yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata, mengandung
reseptor yang menerima rangsangan cahaya (Ilyas, 2008) .
Menurut Guyton & Hall (1997), retina merupakan bagian mata yang peka
terhadap cahaya, mengandung sel-sel kerucut yang berfungsi untuk penglihatan warna
dan sel-sel batang yang terutama berfungsi untuk penglihatan dalam gelap.
Retina terdiri atas pars pigmentosa disebelah luar dan pars nervosa di sebelah
dalam. Permukaan luar retina sensorik bertumpuk dengan lapisan epitel berpigmen retina
sehingga juga bertumpuk dengan membrana Bruch, khoroid, dan sclera, dan permukaan
dalam berhubungan dengan corpus vitreum (Snell, 2006).
Lapisan-lapisan retina, mulai dari sisi dalamnya, adalah sebagai berikut:
1.

Membrana limitans interna

2.

Lapisan serat saraf, yang mengandung akson-akson sel ganglion yang berjalan
menuju ke nervus optikus

3.

Lapisan sel ganglion

4.

Lapisan pleksiformis dalam, yang mengandung sambungan-sambungan sel ganglion


dengan sel amakrin dan sel bipolar

5.

Lapisan inti dalam badan sel bipolar, amakrin dan sel horizontal

6.

Lapisan pleksiformis luar, yang mengandung sambungan-sambungan sel bipolar dan


sel horizontal dengan fotoreseptor

7.

Lapisan inti luar sel fotoreseptor

8.

Mambrana limitans eksterna

9.

Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar sel kerucut

10. Epithelium pigmen retina. Lapisan dalam membrane Bruch sebenarnya adalah
membrane basalis epithelium pigmen retina (Vaughan, 2000).

Retina mempunyai tebal 0,1 mm pada ora serrata dan 0,23 mm pada kutub
posterior (Vaughan, 2000). Tiga per empat posterior retina merupakan organ reseptor.
Pinggir anteriornya membentuk cincing berombak, disebut ora serrata, yang merupakan
ujung akhir pars nervosa. Bagian anterior retina bersifat tidak peka dan hanya terdiri atas
sel-sel berpigmen dengan lapisan silindris di bawahnya. Bagian anterior retina ini
menutupi prosessus siliaris dan belakang iris (Snell, 2006).
Pada pertengahan bagian posterior retina terdapat daerah lonjong kekuningan,
disebut macula lutea, yang merupakan area retina dengan daya lihat paling jelas (Snell,
2006). Secara klinis, makula adalah daerah yang dibatasi oleh arkade-arkade pembuluh
darah retina temporal. Di tengah makula, sekitar 3,5 mm di sebelah lateral diskus optikus,
terdapat lekukan, disebut fovea centralis. Secara histologis, fovea ditandai dengan
menipisnya lapisan inti luar dan tidak adanya lapisan-lapisan parenkim karena aksonakson sel fotoreseptor (lapisan serat Henle) berjalan oblik dan pengeseran secara
sentrifugal lapisan retina yang lebih dekat ke permukaan dalam retina. Foveola adalah

bagian paling tengah pada fovea, di sini fotoreseptornya adalah sel kerucut, dan bagian
retina paling tipis (Vaughan, 2000)
Retina menerima darah dari dua sumber: khoriokapilaria yang berada tepat di
luar membrana Bruch, yang mendarahi sepertiga luar retina, termasuk lapisan
pleksiformis luar dan lapisan inti luar, foto reseptor, dan lapisan epitel pigmen retina;
serta cabang-cabang dari arteri sentralis retina, yang mendarahi dua per tiga sebelah
dalam (Vaughan, 2000).

2.1.2 Fisiologi Retina


Penglihatan bergantung pada stimulasi fotoreseptor retina oleh cahaya. Bendabenda tertentu di lingkungan, misalnya matahari, api, dan bola lampu, memancarkan
cahaya. Pigmen-pigmen di berbagai benda secara selektif menyerap panjang gelombang
tertentu cahaya yang datang dari sumber-sumber cahaya, dan panjang gelombang yang
tidak diserap dipantulkan dari permukaan benda. Berkas-berkas cahaya yang dipantulkan

inilah yang memungkinkan kita melihat benda tersebut. Suatu benda yang tampak biru
menyerap panjang gelombang cahaya merah dan hijau yang lebih panjang dan
memantulkan panjang gelombang biru yang lebih pendek, yang dapat diserap oleh
fotopigmen di sel-sel kerucut biru mata, sehingga terjadi pengaktifan sel-sel tersebut
(Sherwood, 2001).
Penglihatan warna diperankan oleh sel kerucut yang mempunyai pigmen
terutama cis aldehida A2. Penglihatan warna merupakan kemampuan membedakan
gelombang sinar yang berbeda. Warna ini terlihat akibat gelombang elektromagnetnya
mempunyai panjang gelombang yang terletak antara 440-700 (Ilyas, 2008).
Warna primer yaitu warna dasar yang dapat memberikan jenis warna yang
terlihat dengan campuran ukuran tertentu. Pada sel kerucut terdapat 3 macam pigmen
yang dapat membedakan warna dasar merah, hijau dan biru.
1.

Sel kerucut yang menyerap long-wavelength light (red)

2.

Sel kerucut yang menyerap middle- wavelength light (green)

3.

Sel kerucut yang menyerap short-wavelength light (blue)


Ketiga macam pigmen tersebut membuat kita dapat membedakan warna mulai

dari ungu sampai merah. Untuk dapat melihat normal, ketiga pigmen sel kerucut harus
bekerja dengan baik. Jika salah satu pigmen mengalami kelainan atau tidak ada, maka
terjadi buta warna.
Warna komplemen ialah warna yang bila dicampur dengan warna primer akan
berwarna putih. Putih adalah campuran semua panjang gelombang cahaya, sedangkan
hitam tidak ada cahaya (Ilyas, 2008).
Gelombang elektromagnit yang diterima pigmen akan diteruskan rangsangannya
pada korteks pusat penglihatan warna di otak. Bila panjang gelombang terletak di antara
kedua pigmen maka akan terjadi penggabungan warna (Ilyas, 2008).
Seseorang yang mampu membedakan ketiga macam warna, disebut sebagai
trikromat. Dikromat adalah orang yang dapat membedakan 2 komponen warna dan
mengalami kerusakan pada 1 jenis pigmen kerucut. Kerusakan pada 2 pigmen sel kerucut
akan menyebabkan orang hanya mampu melihat satu komponen yang disebut
monokromat. Pada keadaan tertentu dapat terjadi seluruh komponen pigmen warna
kerucut tidak normal sehingga pasien tidak dapat mengenal warna sama sekali yang
disebut sebagai akromatopsia (Ilyas, 2008).

2.2 Definisi Buta Warna


Buta warna adalah penglihatan warna-warna yang tidak
sempurna. Buta warna juga dapat diartikan sebagai suatu kelainan
penglihatan yang disebabkan ketidakmampuan sel-sel kerucut
4

(cone cell) pada retina mata untuk menangkap suatu spektrum


warna tertentu sehingga objek yang terlihat bukan warna yang
sesungguhnya (Nina Karina, 2007).
Buta warna adalah suatu kelainan yang disebabkan ketidak
mampuan sel-sel kerucut

mata untuk

menangkap

suatu

pektrum warna tertentu akibat faktor genetis.


Buta warna merupakan kelainan genetik / bawaan yang
diturunkan dari orang tua kepada anaknya, kelainan ini sering juga
disebaut sex linked, karena kelainan ini dibawa olehkromosom X.
Artinya kromosom Y tidak membawa faktor buta warna. Hal inilah
yang membedakan antara penderita buta warna pada laki dan
wanita. Seorang wanita terdapat istilah 'pembawa sifat' hal ini
menujukkan ada satu kromosom X yang membawa sifat buta
warna. Wanita dengan pembawa sifat, secara fisik tidak mengalami
kelalinan buta warna sebagaimana wanita normal pada umumnya.
Tetapi wanita dengan pembawa sifat berpotensi menurunkan faktor
buta warna kepada anaknya kelak. Apabila pada kedua kromosom
X mengandung faktor buta warna maka seorang wanita tsb
menderita buta warna.
Saraf sel di retina terdiri atas sel batang yang peka terhadap
hitam dan putih, serta sel kerucut yang peka terhadap warna
lainnya. Buta warna terjadi ketika syaraf reseptor cahaya di retina
mengalami perubahan, terutama sel kerucut.
2.3 Etiologi Buta Warna
Buta warna karena herediter dibagi menjadi tiga: monokromasi (buta warna total),
dikromasi (hanya dua sel kerucut yang berfungsi), dan anomalus trikromasi (tiga sel kerucut
berfungsi, salah satunya kurang baik). Dari semua jenis buta warna, kasus yang paling umum
adalah anomalus trikromasi, khususnya deutranomali, yang mencapai angka 5% dari pria.
Sebenarnya, penyebab buta warna tidak hanya karena ada kelainan pada kromosom X,
namun dapat mempunyai kaitan dengan 19 kromosom dan gen-gen lain yang berbeda.
Beberapa penyakit yang diturunkan seperti distrofi sel kerucut dan akromatopsia juga dapat
menyebabkan seseorang menjadi buta warna (Anonim, 2008)
Gen buta warna terkait dengan dengan kromosom X (X-linked genes). Jadi
kemungkinan seorang pria yang memiliki genotif XY untuk terkena buta warna secara
turunan lebih besar dibandingkan wanita yang bergenotif XX untuk terkena buta warna. Jika

hanya terkait pada salah satu kromosom X nya saja, wanita disebut carrier atau pembawa,
yang bisa menurunkan gen buta warna pada anak-anaknya. Menurut salah satu riset 5-8%
pria dan 0,5% wanita dilahirkan buta warna. Dan 99% penderita buta warna termasuk
dikromasi, protanopia, dan deuteranopia (Nina Karina, 2007).
Dua gen yang berhubungan dengan munculnya buta warna adalah OPN1LW (Opsin
1 Long Wave), yang menyandi pigmen merah dan OPN1MW (Opsin 1 Middle Wave), yang
menyandi pigmen hijau (Samir S. Deeb dan Arno G. Motulsky, 2005).
Buta warna dapat juga ditemukan pada penyakit makula, saraf optik, sedang pada
kelainan retina ditemukan cacat relative penglihatan warna biru dan kuning sedang kelainan
saraf optik memberikan kelainan melihat warna merah dan hijau (Ilyas, 2008).
2.4 Klasifikasi Buta Warna
Buta warna dikenal berdasarkan istilah Yunani protos (pertama), deutros (kedua),
dan tritos (ketiga) yang pada warna 1. Merah, 2. Hijau, 3. Biru.
1.

Anomalous trichromacy
Anomalous trichromacy adalah gangguan penglihatan warna yang dapat
disebabkan oleh faktor keturunan atau kerusakan pada mata setelah dewasa. Penderita
anomalous trichromacy memiliki tiga sel kerucut yang lengkap, namun terjadi kerusakan
mekanisme sensitivitas terhadap salah satu dari tiga sel reseptor warna tersebut.
Pasien buta warna dapat melihat berbagai warna akan tetapi dengan interpretasi
berbeda daripada normal yang paling sering ditemukan adalah:

a.

Trikromat anomali, kelainan terdapat pada short-wavelenght pigment (blue). Pigmen biru
ini bergeser ke area hijau dari spectrum merah. pasien mempunyai ketiga pigmen kerucut
akan tetapi satu tidak normal, kemungkinan gangguan dapat terletak hanya pada satu atau
lebih pigmen kerucut. Pada anomali ini perbandingan merah hijau yang dipilih pada
anomaloskop berbeda dibanding dengan orang normal.

b.

Deutronomali, disebabkan oleh kelainan bentuk pigmen middle-wavelenght (green).


Dengan cacat pada hijau sehingga diperlukan lebih banyak hijau, karena terjadi gangguan
lebih banyak daripada warna hijau.

c.

Protanomali adalah tipe anomalous trichromacy dimana terjadi kelainan terhadap longwavelenght (red) pigmen, sehingga menyebabkan rendahnya sensitifitas warna merah.
Artinya penderita protanomali tidak akan mempu membedakan warna dan melihat
campuran warna yang dilihat oleh mata normal. Penderita juga akan mengalami
penglihatan yang buram terhadap warna spektrum merah. Hal ini mengakibatkan mereka
dapat salah membedakan warna merah dan hitam.

2.

Dichromacy
Dichromacy adalah jenis buta warna di mana salah satu dari tiga sel kerucut
tidak ada atau tidak berfungsi. Akibat dari disfungsi salah satu sel pigmen pada kerucut,

seseorang yang menderita dikromatis akan mengalami gangguan penglihatan terhadap


warna-warna tertentu.
Dichromacy dibagi menjadi tiga bagian berdasarkan pigmen yang rusak:
a.

Protanopia adalah salah satu tipe dichromacy yang disebabkan oleh tidak adanya
photoreceptor retina merah. Pada penderita protonopia, penglihatan terhadap warna
merah tidak ada. Dichromacy tipe ini terjadi pada 1 % dari seluruh pria. Keadaan yang
paling sering ditemukan dengan cacat pada warna merah hijau sehingga sering dikenal
dengan buta warna merah - hijau..

b.

Deutranopia adalah gangguan penglihatan terhadap warna yang disebabkan tidak adanya
photoreceptor retina hijau. Hal ini menimbulkan kesulitan dalam membedakan hue pada
warna merah dan hijau (red-green hue discrimination).

c.

Tritanopia adalah keadaan dimana seseorang tidak memiliki short-wavelength cone.


Seseorang yang menderita tritanopia akan kesulitan dalam membedakan warna biru dan
kuning dari spektrum cahaya tanpak. Tritanopia disebut juga buta warna biru-kuning dan
merupakan tipe dichromacy yang sangat jarang dijumpai.

3.

Monochromacy
Monochromacy atau akromatopsia adalah keadaan dimana seseorang hanya
memiliki sebuah pigmen cones atau tidak berfungsinya semua sel cones. Pasien hanya
mempunyai satu pigmen kerucut (monokromat rod atau batang). Pada monokromat
kerucut hanya dapat membedakan warna dalam arti intensitasnya saja dan biasanya 6/30.
Pada orang dengan buta warna total atau akromatopsia akan terdapat keluhan silau dan
nistagmus dan bersifat autosomal resesif (Kurnia, 2009).
Bentuk buta warna dikenal juga :

a.

Monokromatisme rod (batang) atau disebut juga suatu akromatopsia di mana terdapat
kelainan pada kedua mata bersama dengan keadaan lain seperti tajam penglihatan kurang
dari 6/60, nistagmus, fotofobia, skotoma sentral, dan mungkin terjadi akibat kelainan
sentral hingga terdapat gangguan penglihatan warna total, hemeralopia (buta silang) tidak
terdapat buta senja, dengan kelainan refraksi tinggi. Pada pemeriksaan dapat dilihat
adanya makula dengan pigmen abnormal.

b.

Monokromatisme cone (kerucut), di mana terdapat hanya sedikit cacat, hal yang jarang,
tajam penglihatan normal, tidak nistagmus (Ilyas, 2008).

2.5 Patofisiologi Buta Warna

Buta warna adalah kondisi yang diturunkan secara genetik.


Dibawa oleh kromosom X pada perempuan, buta warna diturunkan
kepada anak-anaknya. Ketika seseorang mengalami buta warna,
7

mata mereka tidak mampu menghasilkan keseluruhan pigmen


yang dibutuhkan untuk mata berfungsi dengan normal.
Pada bagian tengah retina, terdapat photoreceptor atau
cone (seperti kantung) yang memungkinkan kita untuk bisa
membedakan warna. Photoreceptor ini terdiri dari tiga pigmen
warna ; yaitu merah, hijau dan biru. Gangguan persepsi terhadap
warna terjadi apabila satu atau lebih dari pigmen tersebut tidak
ada atau sangat kurang. Mereka dengan persepsi warna normal
disebut Trichromats. Mereka yang mengalami defisiensi salah satu
pigmen warna disebut dengan Anomalous Trichromats. Type ini
adalah yang paling sering ditemukan. Sedangkan mereka yang
sama sekali tidak memiliki salah satu dari pigmen warna itu
disebut drichromat.

2.6 WOC

Terlampir
2.7 Manifestasi Klinis Buta Warna
Tanda seorang mengalami buta warna tergandung pada
beberapa factor; apakah kondisinya disebabkan factor genetik,
penyakit, dan tingkat buta warnanya; sebagian atau total. Gejala
umumnya adalah kesulitan membedakan warna merah dan hijau
(yang paling sering terjadi), atau kesulitan membedakan warna
biru dan hijau (jarang ditemukan).Gejala untuk kasus yang lebih
serius berupa; objek terlihat dalam bentuk bayangan abu-abu
(kondisi ini sangat jarang ditemukan), dan penglihatan berkurang.
Gangguan

persepsi

warna

dapat

dideteksi

dengan

menggunakan table warna khusus yang disebut dengan Ishuhara

Test Plate. Pada setiap gambar terdapat angka yang dibentuk dari
titik-titik berwarna. Gambar digantung di bawah pencahayaan yang
baik dan pasien diminta untuk mengidentifikasi angka yang ada
pada gambar tersebut. Ketika pada tahap ini ditemukan adanya
kelainan, test yang lebih detail laggi akan diberikan.

2.8 Mekanisme Buta Warna


Untuk memahami bagaimana buta warna bekerja, Anda
pertama kali harus memahami komponen-komponen mata yang
menggabungkan untuk memberikan gambar yang Anda lihat.
Anda mungkin akrab dengan komponen seperti retina, iris,
lensa, kornea etc. Menggabungkan bagian-bagian yang terakhir
untuk fokus dan proyek gelombang cahaya ke retina. Disfungsi
dalam

hasil

kornea

sightedness

pendek

atau

panjang

sightedness etc; Namun penyebab buta warna terletak di retina.


Retina yang bertanggung jawab untuk melewati cahaya
apa pun informasi yang itu tiba di bawah saraf optik ke otak.
Retina terdiri dari kedua batang dan kerucut sel. Sel-sel
batang sangat sensitif terhadap cahaya, dalam kenyataannya
lebih dari 100x sensitif seperti sel-sel kerucut. Sel batang
menjadi aktif dalam kondisi cahaya rendah dan biasanya dalam
penglihatan tepi. Demonstrasi sederhana ini adalah untuk pergi
ke luar pada awan-free berikutnya malam dan melihat bintangbintang. Jika Anda melihat langsung ke arah mereka, Anda
mungkin tidak melihat banyak, tetapi jika Anda mencoba untuk
mempelajari visi periferal Anda, Anda akan menemukan bahwa
jauh lebih terang terdeteksi, karena ini adalah di mana fungsi sel
batang. Akan tetapi, sel-sel batang tidak ada hubungannya
dengan apakah seseorang buta warna, seluruh kegiatan yang
terjadi dengan sel kerucut.
2.9 Pemeriksaan Penunjang Buta Warna

a) oftalmoskop
Suatu alat dengan system pencahayaan khusus, untuk melihat
bagian dalam mata terutama retina dan struktur terkaitnya
b) tes penglihatan warna
1.
Uji Ishihara
Merupakan uji untuk mengetahui adanya defek penglihatan warna,
didasarkan pada menentukan angka atau pola yang ada pada kartu dengan
berbagai ragam warna (Ilyas, 2008).
Menurut Guyton (1997) Metode Ishihara yaitu metode yang dapat
dipakai untuk menentukan dengan cepat suatu kelainan buta warna didasarkan
pada pengunaan kartu bertitik-titik. Kartu ini disusun dengan menyatukan titiktitik yang mempunyai bermacam-macam warna.
Merupakan pemeriksaan untuk penglihatan warna dengan memakai
satu seri gambar titik bola kecil dengan warna dan besar berbeda (gambar
pseudokromatik), sehingga dalam keseluruhan terlihat warna pucat dan
menyukarkan pasien dengan kelainan penglihatan warna melihatnya. Penderita
buta warna atau dengan kelainan penglihatan warna dapat melihat sebagian
ataupun sama sekali tidak dapat melihat gambaran yang diperlihatkan. Pada
pemeriksaan pasien diminta melihat dan mengenali tanda gambar yang
diperlihatkan dalam waktu 10 detik (Ilyas, 2008).
Penyakit tertentu dapat terjadi ganguan penglihatan warna seperti buta
warna merah dan hijau pada atrofi saraf optik, optik neuropati toksi dengan
pengecualian neuropati iskemik, glaukoma dengan atrofi optik yang memberikan
ganguan penglihatan biru kuning (Ilyas, 2008).

Salah satu bentuk


tes uji ishihara

2.

Uji

Pencocokan Benang
Pasie
n diberi sebuah gelendong benang dan diminta untuk
mengambilgelendong

yang

warnanya

cocok

dari

setumpuk gelendong yang berwarna-warni


c)

Tes Sensitivitas Kontras

10

Adalah kesanggupan mata melihat perbedaan kontras


yang halus, dimana pada pasien dengan gangguan pada retina,
nervus optikus atau kekeruhan media mata tidak sanggup
melihat perbedaan kontras tersebut
d) Tes Elektrofisiologik
1. Elektroletingrafi (ERG)
untuk mengukur respon listrik retina terhadap
kilatan

cahaya

bagian

awal

respon

flash

ERG

mencerminkan fungsi fotoreseptor sel krucut dan sel


batang
2. Elektro okulografi (EOG)
untuk

mengukur

potensial

korneoretina

tetap.

Kelainan EOG terutama terjadi pada penyakit secara dipus


mempengaruhi epitel pigmen retina dan fotoreseptor

2.10

Penatalaksanaan Medis

Tidak

ada

pengobatan

atau

tindakan

yang

dapat

dilakukan untuk mengobati masalah gangguan persepsi warna.


Untuk mengurangi gejala dapat digunakan kacamata berlensa
dengan

filter

warna

khusus

yang

memungkinkan

pasien

melakukan interpretasi kembali warna

2.11

Penatalaksanaan Keperawatan
Bentuk tindakan keperawatan yang dapat dilakukan pada
pasien

buta

menyesuaikan

warna
diri

adalah
dalam

pasien

mengatasi

dapat

diajarkan

untuk

kelemahannya

dalam

membedakan warna, seperti dengan menghafal bentuk, ukuran.


Sumber:
Guyton, H. 1997. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Jakarta:
EGC
Ilyas, S. 2008. Ilmu Penyakit Mata Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
11

12

Anda mungkin juga menyukai