PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Banyak orangtua yang menganggap bahwa anak-anak yang memiliki kebutuhan
khusus merupakan suatu aib yang sngat besar dan memalukan bagi keluarga. Dan tidak
jarang mereka membuang atau menggugurkan janin yang ada di rahim mereka.
Salah satu dari anak yang memiliki kebutuhan khusus itu adalah anak yang memiliki
IQ di bawah 70, dan pada umumnya orangtua akan menganggap anak meeka bodoh.
Anak-anak yang memiliki IQ di bawah 70 ini jarang sekali dapat mengurus dirinya
sendiri dan berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Untuk itu peran orangtua sangat di
butuhkan namun jarang sekali orangtua sadar dan mengerti akan kebutuhan anaknya
Perawat dalam hal ini memiliki peran penting guna mewujudkan kesehatan yang
luhur. Dari paparan tersebut, maka dibuatlah makalah ini.
Selain itu, makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak I
mengenai Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Masalah Kognitif Dan Psikososial
B. Ruang Lingkup
a. Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Autisme
b. Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Retaradasi Mental
c. Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Down Syndrom
d. Asuhan Keperawatan pada Anak dengan hyperaktif
e. Asuhan Keperawatan pada Anak dengan child abuse
f. Asuhan Keperawatan pada Anak dengan gangguan pendengaran
g. Asuhan Keperawatan pada Anak dengan gangguan penglihatan
C. Tujuan
Adapaun tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Keperawatan Anak I tentang Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Masalah Kognitif
Dan Psikososial
D. Metode Penulisan
a. Literatur
b. Content Analisys (Browsing Internet)
c. Pemikiran Kami Sendiri
BAB II
PEMBAHASAN
2.
Autisme masa kanak-kanak dini adalah penarikan diri dan kehilangan kontak
dengan realitas atau orang lain. Pada bayi tidak terlihat tanda dan gejala.
(Sacharin, R, M, 1996 : 305). Autisme Infantil adalah Gangguan kualitatif pada
komunikasi verbal dan non verbal, aktifitas imajinatif dan interaksi sosial timbal
balik yang terjadi sebelum usia 30 bulan.(Behrman, 1999: 120).
Etiologi
Sepuluh tahun yang lalu penyebab autisme belum banyak diketahui dan hanya
terbatas pada faktor psikologis saja. Tetapi sekarang ini penelitian mengenai autisme
semakin maju dan menunjukkan bahwa autisme mempunyai penyebab neurobiologist yang
sangat kompleks. Gangguasn neurobiologist ini dapat disebabkan oleh interaksi faktor
genetik dan lingkungan seperti pengaruh negatif selama masa perkembangan otak. Banyak
faktor yang menyebabkan pengaruh negatif selama masa perkembangan otak, antara lain;
penyakit infeksi yang mengenai susunan saraf pusat, trauma, keracunan logam berat dan zat
kimia lain baik selama masa dalam kandungan maupun setelah dilahirkan, gangguan
imunologis, gangguan absorpsi protein tertentu akibat kelainan di usus (Suriviana, 2005).
3.
Patofisiologi
Sel saraf otak (neuron) terdiri atas badan sel dan serabut untuk mengalirkan impuls
listrik (akson) serta serabut untuk menerima impuls listrik (dendrit). Sel saraf terdapat di
lapisan luar otak yang berwarna kelabu (korteks). Akson dibungkus selaput bernama mielin,
terletak di bagian otak berwarna putih. Sel saraf berhubungan satu sama lain lewat sinaps.
Sel saraf terbentuk saat usia kandungan tiga sampai tujuh bulan. Pada trimester ketiga,
pembentukan sel saraf berhenti dan dimulai pembentukan akson, dendrit, dan sinaps yang
berlanjut sampai anak berusia sekitar dua tahun. Setelah anak lahir, terjadi proses pengaturan
pertumbuhan otak berupa bertambah dan berkurangnya struktur akson, dendrit, dan sinaps.
Proses ini dipengaruhi secara genetik melalui sejumlah zat kimia yang dikenal sebagai brain
growth factors dan proses belajar anak. Makin banyak sinaps terbentuk, anak makin cerdas.
Pembentukan akson, dendrit, dan sinaps sangat tergantung pada stimulasi dari lingkungan.
Bagian otak yang digunakan dalam belajar menunjukkan pertambahan akson, dendrit, dan
sinaps. Sedangkan bagian otak yang tak digunakan menunjukkan kematian sel,
berkurangnya akson, dendrit, dan sinaps. Kelainan genetis, keracunan logam berat, dan
nutrisi yang tidak adekuat dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada proses proses
Adapun hal yang merusak atau mengganggu perkembangan otak antara lain alkohol,
keracunan timah hitam, aluminium serta metilmerkuri, infeksi yang diderita ibu pada masa
kehamilan, radiasi, serta ko kain.
4. Manifestasi Klinis
Keterlambatan atau fungsi abnormal pada ketrampilan berikut, muncul sebelum umur 3
tahun.
Interaksi sosial.
Bahasa yang digunakan sebagai komunikasi sosial.
Bermain simbolik atau imajinatif.
Pola perilaku, minat dan aktivitas yang terbatas, berulang dan tidak berubah (stereotipik),
yang ditunjukkan dengan adanya 2 dari gejala berikut :
Minat yang terbatas, stereotipik dan meneetap dan abnormal dalam intensitas dan
fokus.
5.
Keterikatan pada ritual yang spesifik tetapi tidak fungsional secara kaku dan tidak
fleksibel.
Gerakan motorik yang stereotipik dan berulang, misalnya flapping tangan dan jari,
gerakan tubuh yang kompleks.
Preokupasi terhadap bagian dari benda.
Penatalaksanaan Medis
Kimia otak yang kadarnya abnormal pada penyandang autis adalah serotonin 5hydroxytryptamine (5-HT), yaitu neurotransmiter atau penghantar sinyal di sel-sel saraf.
Sekitar 30-50 persen penyandang autis mempunyai kadar serotonin tinggi dalam darah.
Kadar norepinefrin, dopamin, dan serotonin 5-HT pada anak normal dalam keadaan stabil
dan saling berhubungan. Akan tetapi, tidak demikian pada penyandang autis. Terapi
psikofarmakologi tidak mengubah riwayat keadaan atau perjalanan gangguan autistik, tetapi
efektif mengurangi perilaku autistik seperti hiperaktivitas, penarikan diri, stereotipik,
menyakiti diri sendiri, agresivitas dan gangguan tidur.
6. Asuhan Keperawatan Paada Anak dengan Autisme
1). Pengkajian
data focus pada anak dengan gangguan perkembangan menurut Isaac, A (2005)
dan Townsend, M.C (1998) antara lain:
Tidak suka dipegang
Rutinitas yang berulang
Tangan digerak-gerakkan dan kepala diangguk-anggukan
Terpaku pada benda mati
Sulit berbahasa dan berbicara
50% diantaranya mengalami retardasi mental
Ketidakmampuan untuk memisahkan kebutuhan fisiologis dan emosi diri sendiri
dengan orang lain
Tingkat ansietas yang bertambah akibat dari kontak dengan dengan orang lain
Ketidakmampuan untuk membedakan batas-batas tubuh diri sendiri dengan orang
lain.
3. Ketidakacuhan yang nyata terhadap lingkungan atau reaksi-reaksi yang histeris terhadap
perubahan-perubahan pada lingkungan.
Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan:
1. Gangguan konsep diri
2. Tidak adanya orang terdekat
3. Tugas perkembangan tidak terselesaikan dari percaya versus tidak percaya
Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan:
1. Ketidakmampuan untuk mempercayai
2. Penarikan diri dari diri
3. Stimulasi sensorik yang tidak sesuai
Gangguan identitas diri/pribadi berhubungan dengan:
1. Fiksasi pada fase prasimbiotik dari perkembangan
2. Tugas-tugas tidak terselesaikan dari rasa percaya versus rasa tidak percaya
3. Deprivasi ibu
4. Stimulasi sensorik yang tidak sesuai
3). Perencanaan Dan Rasionalisasi
Menurut Townsend, M.C (1998) perencanaan dan rasionalisasi untuk mengatasi
masalah keperawatan pada anak dengan gangguan perkembangan pervasife autisme antara
lain:
1. Resiko terhadap mutilasi diri
Tujuan: Pasien akan mendemonstrasikan perilaku-perilaku alternative
(misalnya memulai interaksi antara diri dengan perawat) sebagai respons terhadap
kecemasan dengan criteria hasil:
Rasa gelisah dipertahankan pada tingkat anak merasa tidak memerlukan
perilaku-perilaku mutilatif diri
2. Pasien memulai interaksi antara diri dan perawat apabila merasa cemas
Intervensi
Jamin keselamatan anak dengan memberi rasa aman, lingkungan yang kondusif
untuk mencegah perilaku merusak diri.
Rasional: Perawat bertanggun jawab untuk menjamin keselamatan anak)
- Kaji dan tentukan penyebab perilaku perilaku mutilatif sebagai respon
terhadap kecemasan
Rasional : Untuk menjaga bagian-bagian vital dari cidera
- Untuk membentuk kepercayaan satu anak dirawat oleh satu perawat
Pasien mampu berkomunikasi dengan cara yang dimengerti oleh orang lain
Pesan-pesan nonverbal pasien sesuai dengan pengungkapan verbal
Pasien memulai berinteraksi verbal dan non verbal dengan orang lain
Intervensi
1. Pertahankan konsistensi tugas staf untuk memahami tindakan-tindakan dan
komunikasi anak
Rasional: Hal ini memudahkan kepercayaan dan kemampuan untuk
memahami tindakan-tindakan dan komunikasi pasien
2. Antisipasi dan penuhi kebutuhan-kebutuhan anak sampai kepuasan pola
komunikasi terbentuk
Rasional : Pemenuhan kebutuhan pasien akan dapat mengurangi kecemasan
anak sehingga anak akan dapat mulai menjalin komunikasi dengan orang lain
dengan asertif
3. Gunakan tehnik validasi konsensual dan klarifikasi untuk menguraikan
kode pola komunikasi ( misalnya : Apakah anda bermaksud untuk
mengatakan bahwa..? )
Rasional: Teknik-teknik ini digunakan untuk memastikan akurasi dari pesan
yang diterima, menjelaskan pengertian-pengertian yang tersembunyi di dalam
pesan. Hati-hati untuk tidak berbicara atas nama pasien tanpa seinzinnya
4. Gunakan pendekatan tatap muka berhadapan untuk menyampaikan
ekspresi-ekspresi nonverbal yang benar dengan menggunakan contoh
Rasional: Kontak mata mengekspresikan minat yang murni terhadap dan
hormat kepada seseorang.
2. Diagnosis Keperawatan :
Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b.d kelainan fs. Kognitif
Gangguan komunikasi verbal b.d kelainan fs, kognitif
Risiko cedera b.d. perilaku agresif/ketidakseimbangan mobilitas fisik
Gangguan interaksi sosialb.d. kesulitan bicara /kesulitan adaptasi sosial
Gangguan proses keluarga b.d. memiliki anak RM
Defisit perawatan diri b.d. perubahan mobilitas fisik / kurangnya kematangan
perkembangan
3. Intervensi :
a. Kaji faktor penyebab gangguan perkembangan anak
b. identifiasigunakan sumber pendidikan untuk memfasilitasi perkembangan
anak yang optimal.
c. Berikan perawatan yang konsisten
d. Tingkatkan komunikasi verbal dan stimulasi taktil
e. Berikan intruksi berulang dan sederhana
f. Berikan reinforcement positif atas hasil yang dicapai anak
g. Dorong anak melakukan perawatan sendiri
h. Manajemen perilaku anak yang sulit
i. Dorong anak melakukan sosialisasi dengan kelompok
j. Ciptakan lingkungan yang aman
Pendidikan Pada Orangtua :
4. Manifestasi Klinis
a.Biasanya tubuhnya kelihatan pendek
b.
Muka seringkali lebih ke arah bentuk bulat
c.Mulut biasanya terbuka, ujung lidah membesar
d.
Hidung biasanya lebar dan datar
e.ibu jari kaki dan jari kedua dari kaki biasanya tidak rapat
f. Biasanya mempunyai kelainan jantung, dan tidak resisten terhadap
penyakit
g.
Mempunyai IQ sangat rendah (antara 20 - 50)
h.
Kebanyakan selalu memperlihatkan wajah gembira
i. Kelopak mata yang atas mempunyai lipatan epikantus (seperti bulan
sabit) maka dinamakan Mongolisme
5. Komplikasi
Penyakit Alzheimers (penyakit kemunduran susunan syaraf pusat).
Leukimia (penyakit dimana sel darah putih melipat ganda tanpa
terkendalikan).
Kelainan jantung
6. Penatalaksanaan
Konseling Genetik maupun amniosentesis pada kehamilan yang dicurigai
akan sangat membantu mengurangi angka kejadian Sindrom Down.
Dengan Biologi Molekuler, misalnya dengan gene targeting atau yang
dikenal juga sebagai homologous recombination sebuah gen dapat
dinonaktifkan.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN SINDROM DOWN
1. Pengkajian
Selama Masa Neonatal Yang Perlu Dikaji:
Keadaan suhu tubuh terutama masa neonatal
Kebutuhan nutrisi / makan
Keadaan indera pendengaran dan penglihatan
Pengkajian tentang kemampuan kognitif dan perkembangan mental anak
Kemampuan anak dalam berkomunikasi dan bersosialisasi
Kemampuan motorik
Kemampuan keluarga dalam merawat anak denga syndrom down terutama
tentang kemajuan perkembangan mental anak
Pengkajian terhadap kemampuan motorik kasar dan halus
Pengkajian kemampuan kognitif dan perkembangan mental
Pengkajian terhadap kemampuan anak untuk berkomunikasi
Tes pendengaran, penglihatan dan adanya kelainan tulang
2. Diagnosa Keperawatan
Perubahan nutrisi (pada neonatus) : kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan kesulitan pemberian makanan karena lidah yang menjulur dan
palatum yang tinggi.
Tidak efektifnya koping keluarga berhubungan dengan faktor finansial yang
dibutuhkan dalam perawatan dan mempuyai anak yang tidak normal.
Kurangnya interaksi sosial anak berhubungan dengan keterbatasan fisik dan
mental yang mereka miliki.
Defisit pengetahuan (orang tua) berhubungan dengan perawatan anak
syndrom down.
Semua kebutuhan klien terpenuhi. Klien kurang dapat memperhatikan aturan atau
perintah yang telah diberikan keluarga.
Hubungan dengan lingkungan sekitar
Klien mengatakan bahwa klien tidak punya teman bermain di sekitar lingkungannya.
Biasanya klien bermain dengan kakak atau adiknya di dalam rumah. Di sekolah,
menurut gurunya, klien tidak bisa duduk tenang klien kurang dapat memperhatikan
pelajaran yang diberikan oleh guru, klien sering mengganggu temannya dengan
merebut barang-barang yang dipegang oleh temannya tanpa rasa bersalah yang
akhirnya membuat temannya merasa jengkel dan akhirnya membuat klien berkelahi
dengan temannya. Begitu juga ketika klien sedang berada di lingkungan rumahnya,
klien biasanya senang sekali mengganggu temannya dengan acuh tak acuh, klien
sering mengerjakan sesuatu tanpa pernah menyelesaikannya, jadi pekerjaan yang
sedang dilakukan biasanya tengah perjalanan ditinggalkannya.
Stabilitas emosi
Emosi klien saat pengkajian dilakukan kurang stabil karena klien sering menangis
karena dilarang berlari-lari dan berteriak di dalam rumah.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Orang tua klien mengatakan tidak ada riwayat kelainan yang sama dengan anaknya
dari garis keturunan baik dari ayah maupun dari ibu klien.
3. Faktor Presipitasi
Keluarga klien berkata bahwa klien tinggal di rumah bersama pembantu selagi kedua
orangtuanya bekerja. Klien sering bermain apapun yang ada di dalam rumahnya. Pembantu
yang tinggal di rumahnya pun tidak terlalu mengurusinya karena pembantu sibuk di dapur
dan mengurusi pekerjaan rumah tangga lainnya. Klien berusaha mencari perhatian orangorang yang ada di sekitarnya dengan membuat keonaran yang dapat membuat orang lain
memperhatikannya. Dalam keluarga, klien biasanya mengganggu kakaknya yang sedang
belajar atau adiknya yang sedang bermain. Orang tua klien sadar bahwa anak keduanya ini
punya suatu gangguan kejiwaan karena kurangnya kasih sayang dan perhatian dari orangorang terdekatnya termasuk keluarganya. Yang akhirnya klien dibawa ke psikiater untuk
memeriksakan kelainan yang dideritanya, dan psikiater pun berkata bahwa klien mengalami
hiperaktif.
4. Mekanisme Koping
Biasanya klien bersikap tenang dan acuh tak acuh ketika menjawab pertanyaan dari
orang lain. Ketika klien menghadapi suatu masalah klien menaggapinya dengan tenang,
tidak ada perasaan bersalah yang dialami klien. Tetapi ketika orangtuanya memarahinya
karena klien berbuat salah, klien menangis sekeras-kerasnya.
5. Gambaran Perilaku
Klien sering mengganggu temannya di sekolah dengan merebut barang yang sedang
dipegang oleh temannya, klien juga banyak bertanya tentang segala sesuatu yang ganjil yang
ada di sekelilingnya tetapi klien tidak pernah memperhatikan penjelasan yang diberikan
kepadanya. Klien mengaku bosan sekolah karena pelajaran yang diberikan di sekolah tidak
menarik dan selalu diulang-ulang. Klien sering melakukan pekerjaan yang pada tengah
perjalanan berhenti secara tiba-tiba dan kemudian klien melakukan pekerjaan yang lain.
Klien juga sering melakukan sesuatu yang dilarang oleh orangtuanya dan orang yang ada di
sekitarnya. Perilaku klien selalu tenang tanpa rasa bersalah ketika klien melakukan suatu
kesalahan. Klien tidak pernah sabar dalam menunggu giliran ketika akan pulang dari
sekolah. Biasanya klien menjawab pertanyaan dari orang lain dengan seenaknya yang bisa
dibilang asal mengo tanpa ada pemikiran yang panjang dan tanpa ada rasa bersalah.
6. Masalah
Perkembangan ego yang terlambat
Hubungan orangtua-anak tidak memuaskan
Disfungsi dari sistem keluarga
Model peran negatif
Kurang umpan balik
Lingkungan tidak terorganisir dan semrawut
Koping individu tidak efektif
Sistem pendukung tidak memadai
7. Diagnosa Keperawatan
Dx. 1. Kerusakan interaksi sosial
Dx. 2. Koping individu tidak efektif
Dx. 3. Koping defensif
Dx. 4. Risiko tinggi mencederai diri sendiri atau orang lain
8. Nursing Care Plan
Dx. 1. Kerusakan interaksi sosial
- Tujuan jangka pendek:
Klien akan berinteraksi dengan cara yang sesuai usia dengan perawat dalam hubungan satu
per satu selama waktu 1 minggu.
- Tujuan jangka panjang:
Klien akan mampu berinteraksi dengan teman sebaya dengan tidak ada indikasi
ketidakyamanan
Intervensi:
1. Bina hubungan saling percaya dengan klien, bersikap jujur dan tepati semua janji
sampaikan sikap menerima terhadap seseorang, pisahkan perilaku yang tidak dapat diterima.
Rasional: penerimaan terhadap klien meningkatkan perasaannya terhadap nilai diri.
2. Tawarkan diri untuk tetap bersama klien selama permulaan interaksi-interaksi dengan
orang lain di lingkungan sekitar.
Rasional: kehadiran seseorang yang dipercaya memberikan rasa aman.
3. Berikan situasi-situasi kelompok bagi pasien.
Rasional: melalui interaksi kelompok ini dimana klien akan mempelajari perilaku yang
dapat diterima sosial, dengan umpan balik yang positif dan negatif dari teman-teman
sebayanya.
Dx. 2. Koping individu tidak efektif
- Tujuan jangka pendek:
Klien mendemonstrasikan kemampuan dan kesediaan untuk mengikuti/menaati peraturanperaturan unit dalam waktu 7 hari
- Tujuan jangka panjang:
Klien mengembangkan, dan menggunakan keterampilan koping yang sesuai dengan umur
dan dapat diterima oleh lingkungan sosial
Intervensi:
1. Buat lingkungannya aman untuk gerakan otot besar yang terus-menerus. Atur kembali
posisi perabotan dan benda-benda lainnya untuk mencegah terjadinya cedera.
Rasional: keselamatan fisik klien adalah prioritas keperawatan
2. Berikan aktivitas-aktivitas motor yang besar dimana pasien dapat berpartisipasi. Perawat
dapat ikut dalam beberapa aktivitas-aktivitas ini.
Rasional: untuk mempermudah perkembangan hubungan. Tegangan dapat dilepaskan
dengan aman dan dengan manfaat bagi klien melalui aktivitas-aktivitas fisik.
3. Jangan mendebat, bertengkar mulut, merasionalisasikan, atau melakukan tawar-menawar
dengan klien.
Rasional: mengesampingkan usaha-usaha ini mungkin berhasil mengurangi perilakuperilaku manipulatif.
4. Hadapi penggunaan perilaku-perilaku manipulatif oleh klien dan periksa efek-efek yang
merusak pada hubungan antarpribadi.
Rasional: klien-klien dengan sifat manipulatif seringkali mengingkari tanggung jawab
terhadap perilaku-perilaku mereka.
5. Berikan dorongan semangat untuk mendiskusikan perasaan-perasaan marah. Bantu pasien
untuk mengidentifikasi objek sebenarnya dari sikap permusuhan.
Rasional: menghadapi perasaan-perasaan secara jujur dan langsung mencegah pemindahan
rasa marah kepada orang lain.
Dx. 3. Koping defensif
- Tujuan jangka pendek:
Klien akan mengungkapkan tanggung jawab pribadi terhadap kesulitan yang dialami dalam
hubungan antarpribadi dalam waktu 2 minggu
- Tujuan jangka panjang:
Klien akan mendemonstrasikan kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain tanpa
menjadi defensif, perilaku merasionalisasi, atau mengekspresikan pikiran.
Intervensi:
1. Kenali dan dukung kekuatan-kekuatan ego dasar.
Rasional: memfokuskan pada aspek-aspek positif dari kepribadian dapat membantu untuk
memperbaiki konsep diri.
2. Berikan segera, sebenarnya, umpan balik yang tidak mengancam untuk perilaku-perilaku
yang tidak dapat diterima.
Rasional: klien mungkin kurang pengetahuan tentang bagaimana dia diterima oleh orang
lain. Berikan informasi ini dengan cara yang tidak mengancam dapat membantu untuk
mengeliminasi perilaku yang tidak diinginkan.
3. Berikan dengan segera umpan balik positif bagi perilaku-perilaku yang dapat diterima.
Rasional: umpan balik positif meningkatkan harga diri dan memberi semangat untuk
mengulangi perilaku-perilaku yang diinginkan.
4. Evaluasi dengan klien kefektifan perilaku-perilaku yang baru dan diskusikan adanya
perubahan-perubahan untuk perbaikan.
Rasional: karena keterbatasan kemampuan untuk memecahkan masalah, bantuan mungkin
diperlukan untuk menetapkan kembali dan mengembangkan strategi baru.
Dx. 4. Risiko tinggi mencederai diri sendiri atau orang lain
- Tujuan jangka pendek:
Klien akan mencari anggota keluarga yang lain setiap saat jika diperkirakan akan terjadi
tindakan yang melukai diri sendiri
- Tujuan jangka panjang:
Klien tidak akan melukai diri sendiri
Intervensi:
1. Amati perilaku klien secara sering. Lakukan hal ini melalui aktivitas sehari-hari dan
interaksi untuk menghindari timbulnya rasa waspada dan kecurigaan.
Rasional: klien dengan Risiko tinggi untuk melakukan pelanggaran memerlukan
pengamatan yang seksama untuk mencegah tindakan yang membahayakan bagi diri sendiri
atau orang lain.
2. Dapatkan kontrak verbal maupun tertulis dari klien yang menyatakan persetujuannya
untuk tidak mencelakakan diri sendiri.
Rasional: suatu perjanjian membuat permasalahan menjadi terbuka dan menempatkan
tanggung jawab bagi keselamatannya dengan klien. Suatu sikap menerima klien sebagai
seseorang yang patut diperhatikan telah disampaikan.
3. Bertindak sebagai role model untuk ekspresi yang sesuai dari perasaan marah, dan berikan
penguatan positif pada klien untuk mencoba memastikan.
Rasional: hal ini vital bahwa klien mengekspresikan perasaan-perasaan marah, karena
perilaku merusak diri sendiri seringkali terlihat sebagai suatu akibat dari kemarahan
diarahkan pada diri sendiri
4. Singkirkan benda-benda berbahaya dari lingkungan klien.
Rasional: keselamatan fisik klien adalah prioritas keperawatan
Penganiayaan emosional
Ditandai dengan kecaman/kata-kata yang merendahkan anak, tidak mengakui
sebagai anak. Penganiayaan seperti ini umumnya selalu diikuti bentuk penganiayaan lain.
Penganiayaan seksual mempergunakan pendekatan persuasif. Paksaan pada
seseorang anak untuk mengajak berperilaku/mengadakan kegiatan seksual yang nyata,
sehingga menggambarkan kegiatan seperti: aktivitas seksual (oral genital, genital, anal, atau
sodomi) termasuk incest. Di luar rumah. Dalam institusi/ lembaga, di tempat kerja, di jalan,
di medan perang.
Etiologi
Ada beberapa faktor yang menyebabkan anak mengalami kekerasan. Baik kekerasan fisik
maupun kekerasan psikis, diantaranya adalah:
Manifestasi Klinis
Akibat pada fisik anak
a. Lecet, hematom, luka bekas gigitan, luka bakar, patah tulang, perdarahan
retinaakibat dari adanya subdural hematom dan adanya kerusakan organ
dalam lainnya.
b. Sekuel/cacat sebagai akibat trauma, misalnya jaringan parut, kerusakan saraf,
gangguan pendengaran, kerusakan mata dan cacat lainnya.
c. Kematian. Akibat pada tumbuh kembang anak pertumbuhan dan
perkembangan anak yang mengalami perlakuan salah, pada umumnya lebih
lambat dari anak yang normal, yaitu:
Pertumbuhan fisik anak pada umumnya kurang dari anak2 sebayanya
yang tidak mendaapat perlakuan salah.
Perkembangan kejiwaan juga mengalami gangguan, yaitu:
Kecerdasan
Berbagai penelitian melaporkan terdapat keterlambatan dalam
perkembangan kognitif, bahasa, membaca, dan motorik.
Retardasi mental dapat diakibatkan trauma langsung pada kepala,
juga karena malnutrisi.
Tanda akibat trauma atau infeksi lokal, misalnya nyeri perianal, sekret vagina, dan
perdarahan anus.
Tanda gangguan emosi, misalnya konsentrasi berkurang, enuresis, enkopresis,
anoreksia, atau perubahan tingkah laku.
Tingkah laku atau pengetahuan seksual anak yang tidak sesuai dengan umurnya.
Pemeriksaan alat kelamin dilakuak dengan memperhatikan vulva, himen, dan anus
anak.
Sindrom munchausen
Gambaran sindrom ini terdiri dari gejala:
-
Evaluasi Diagnostik
Diagnostik perlakuan salah dapat ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik yang teliti, dokumentasi riwayat psikologik yang lengkap, dan
laboratorium.
Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik
Penganiayaan fisik
Tanda patogomonik akibat penganiayaan anak dapat berupa:
Luka memar, terutama di wajah, bibir, mulut, telinga, kepala, atau punggung.
Luka bakar yang patogomonik dan sering terjadi: rokok, pencelupan kaki-tangan
dalam air panas, atau luka bakar berbentuk lingkaran pada bokong. Luka bakar
akibat aliran listrik seperti oven atau setrika.
Trauma kepala, seperti fraktur tengkorak, trauma intrakranial, perdarahan retina, dan
fraktur tulang panjang yang multipel dengan tingkat penyembuhan yang berbeda.
Trauma abdomen dan toraks lebih jarang dibanding trauma kepala dan tulang pada
penganiayaan anak. Penganiayaan fisik lebih dominan pada anak di atas usia 2 tahun.
Pengabaian
Pengabaian non organic failure to thrive, yaitu suatu kondisi yang mengakibatkan
kegagalan mengikuti pola pertumbuhan dan perkembangan anak yang seharusnya,
tetapi respons baik terhadap pemenuhan makanan dan kebutuhan emosi anak.
Pengabaian medis, yaitu tidak mendapat pengobatan yang memadai pada anak
penderita penyakit kronik karena orangtua menyangkal anak menderita penyakit
kronik. Tidak mampu imunisasi dan perawatan kesehatan lainnya. Kegagalan yang
disengaja oleh orangtua juga mencakup kelalaian merawat kesehatan gigi dan mulut
anak sehingga mengalami kerusakan gigi.
Penganiayaan seksual
o Tnda dan gejala dari penganiayaan seksual terdiri dari:
o Nyeri vagina, anus, dan penis serta adanya perdarahan atau sekret di vagina.
o Disuria kronik, enuresis, konstipasi atau encopresis.
Pubertas prematur pada wanita
Radiologi
Ada dua peranan radiologi dalam menegakkan diagnosis perlakuan salah
pada anak, yaitu untuk:
a. Identifiaksi fokus dari jejas
b. Dokumentasi
Pemeriksaan radiologi pada anak di bawah usia 2 tahun sebaiknya dilakukan
untuk meneliti tulang, sedangkan pada anak diatas 4-5 tahun hanya perlu dilakukan
jika ada rasa nyeri tulang, keterbatasan dalam pergerakan pada saat pemeriksaan
fisik. Adanya fraktur multiple dengan tingkat penyembuhan adanya penyaniayaan
fisik.
o CT-scan lebih sensitif dan spesifik untuk lesi serebral akut dan kronik, hanya
diindikasikan pada pengniayaan anak atau seorang bayi yang mengalami trauma
kepala yang berat.
o MRI (Magnetik Resonance Imaging) lebih sensitif pada lesi yang subakut dan
kronik seperti perdarahan subdural dan sub arakhnoid.
o Ultrasonografi digunakan untuk mendiagnosis adanya lesi viseral
o Pemeriksaan kolposkopi untuk mengevaluasi anak yang
penganiayaan seksual.
mengalami
Penatalaksanaan
Pencegahan dan penanggulangan penganiayaan dan kekerasan pada anak adalah
melalui:
- Pelayanan kesehatan
Pelayanan kesehatan dapat melakukan berbagai kegiatan dan program yang
ditujukan pada individu, keluarga, dan masyarakat.
- Prevensi primer-tujuan: promosi orangtua dan keluarga sejahtera.
o Individu
- Pendidikan kehidupan keluarga di sekolah, tempat ibadah, dan masyarakat
o Keluarga
- Kelas persiapan menjadi orangtua di RS, sekolah, institusi di masyarakat
- Memfasilitasi jalinan kasih sayang pada orangtua baru
- Rujuk orangtua baru pada perawat Puskesmas untuk tindak lanjut (follow up)
- Pelayanan sosial untuk keluarga
o
-
Komunitas
Pendidikan kesehatan tentang kekerasan dalam keluarga
Mengurangi media yang berisi kekerasan
Mengembangkan pelayanan dukungan masyarakat, seperti: pelayanan krisis,
tempat penampungan anak/keluarga/usia lanjut/wanita yang dianiaya
Kontrol pemegang senjata api dan tajam
- Keluarga
- Reedukasi orangtua dalam pola asuh anak
- Konseling profesional bagi keluarga
- Self-help-group (kelompok peduli)
o Komunitas
- Foster home, tempat perlindungan
- Peran serta pemerintah
- follow up pada kasus penganiayaan dan kekerasan
- Kontrol pemegang senjata api dan tajam
Pendidikan
Sekolah mempunyai hak istimewa dalam mengajarkan bagian badan yang
sangat pribadi, yaitu penis, vagina, anus, mammae dalam pelajaran biologi. Perlu
ditekankan bahwa bagian tersebut sifatnya sangat pribadi dan harud dijaga agar tidak
diganggu orang lain. Sekolah juga perlu meningkatkan keamanan anak di sekolah.
Sikap atau cara mendidik anak juga perlu diperhatikan agar tidak terjadi aniaya
emosional. Guru juga dapat membantu mendeteksi tanda2 aniaya fisik dan
pengabaian perawatan pada anak.
Penegak hukum dan keamanan
Hendaknya UU no.4 thn 1979, tentang kesejahteraan anak cepat ditegakkan
secara konsekuen. Hal ini akan melindungi anak dari semua bentuk penganiayaan
dan kekerasan. Bab II pasal 2 menyebutkan bahwa anak berhak atas perlindungan
terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat
pertumbuhan dan perkembangannya secara wajar.
Media massa
Pemberitaan penganiayaan dan kekerasan pada anak hendaknya diikuti oleh
artikel2 pencegahan dan penanggulangannya. Dampak pada anak baik jangka pendek
maupun jangka panjang diberitakan agar program pencegahan lebih ditekankan.
Pengkajian
Fokus pengkajian secara keseluruhan untuk
keperawatan berkaitan dengan child abuse, antara lain:
menegakkan
diagnosa
Psikososial
1)
2)
3)
4)
Muskuloskeletal
1) Fraktur
2) Dislokasi
3) Keseleo (sprain)
Genito Urinaria
1)
2)
3)
4)
5)
Integumen
1)
2)
3)
4)
Lesi sirkulasi (biasanya pada kasus luka bakar oleh karena rokok)
Luka bakar pada kulit, memar dan abrasi
Adanya tanda2 gigitan manusia yang tidak dapat dijelaskan
Bengkak
Dx Keperawatan
a. Kerusakan pengasuhan b.d. usia muda terutama remaja, kurang pengetahuan
mengenai pemenuhan kesehatan anak dan ketidakadekuatan pengaturan perawatan
anak.
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan
memasukkan, mencerna, dan mengabsorpsi makanan karena faktor psikologis
Intervensi
o Intervensi:
Identifikasi faktor2 yang dapat berpengaruh terhadap hilangnya nafsu makan
pasien
Pantau nilai laboratorium, khususnya transferin, albumin dan elektrolit
Pengelolaan nutrisi: ketahui makanan kesukaan klien, pantau kandungan nutrisi
dan kalori pada cetakan asupan, timbang klien pada interval yang tepat
Ajarkan metode untuk perencanaan makanan
Ajarkan klien/keluarga tentang makanan bergizi dan tidak mahal
Pengelolaan nutrisi: berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan
bagaimana memenuhinya
menandakan
ketidakmampuan dengan rentang keparahan dari ringan sampai sangat berat dan
meliputi tuli sebagian dan kesulitan mendengar (Donna L.Wong, 2001).
Gangguan Pendengaran adalah suatu keadaan kehilangan pendengaran yang
mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai rangsangan, terutama
melalui indera pendengarannya (Somantri, 2006).
Gangguan pendengaran dibedakan dua kategori, yaitu tuli (deaf) dan kurang
dengar (low of hearing), dimana deaf adalah mereka yang indera pendengarannya
mengalami kerusakan dalam taraf berat sehingga pendengarannya tidak berfungsi.
Dan low of hearing adalah mereka yang indera pendengarannya mengalami
kerusakan tetapi masih berfungsi untuk mendengar, baik menggunakan maupun
tanpa menggunakan alat bantu dengar (hearing aids). (Dwidjosumarto (Somantri,
2006).
-
Etiologi
1. Masa prenatal
Genetik Herediter
Non Genetik, seperti gangguan pada masa kehamilan ( Infeksi bakteri atau
virus : TORCHS, campak), kelainan struktur anatomic (misalnya akibat
obat obat ototoksik, atresia liang telinga, aplasia koklea, dankekurangan
zat gizi.
Masa perinatal
Prematuritas, berat badan lahir rendah ( < 2.500 gram), tindakan dengan
alat pada proses kelahiran (ekstraksi vakum, fosrep), hiperbilirubinemia
( > 20 mg/ 100 ml), asfiksia, dan anoksia otak merupakan factor resiko
tejadinya ketulian.
3
Masa postnatal
Adanya infeksi bacterial / viral seperti rubella, campak, parotis, infeksi
otak, perdarahan pada telinga tengah, dan trauma temporal dapat
menyebabkan tuli saraf atau tuli konduktif.
Patosifiologi
Gangguan pendengaran
dibagi
berdasarkan
lokasi
defek.
Gangguan
komplikasinya.
Gangguan pendengaran saraf disebabkan oleh tidak adanya atau rusaknya
saraf pendengaran sehingga tidak dapat meneruskan informasi bunyi ke otak.
Tingkat Pendengaran (dB)
Apa
yang
dengar
dapat
di Efek
tanpa
pengerasan
Sangat Ringan : 16 25 Semua suara bicara , Mempunyai kesulitan
( Sulit Mendengar)
suara
huruf
atau
jauh,
tidak
kesulitan
pendengaran,
mungkin
bersekolah
dalam
kemampuan bicara.
Ringan : 26 40
Mendengar
hanya Disfungsi
beberapa
suara pendengaran
belajar,
Gagal
bicara ringan
mengenali Masalah
bicara,
kemampuan
bicara
pada
tingkat bicara,
percakapan normal
disfungsi
belajar,
tidak
perhatian.
Berat : 66 95
Tidak
mendengar Dapat
mendengar
pembicaraan
percakapan normal,
mungkin
mampu
membedakan
bunyi
vocal
tidak
tetapi
dapat
membedakan
membedakan sebagian
besar
konsonan.
Memerlukan
latihan
wicara
Sangat Berat : < 91 ( Tuli)
dapat
suara
lain
keras,
memerlukan
disfungsi
tidak
perhatian.
-
Komplikasi
a. Infeksi telinga tengah,
b. Otosklerosis,
c. rheumatoid arthritis Virus infeksi pada saraf pendengaran (yang disebabkan
oleh virus seperti gondok dan rubela)
d. Meningitis (infeksi selaput otak)
e. ensefalitis (infeksi di otak)
Pemeriksaan Penunjang
1. TES BERA (Brainstem Evoked Response Auditory) atau ABR
(Auditory Brainstem Response
Menguji kinerja seluruh alat pendengaran dari gendang telinga
(telinga luar) sampai ke otak. Cara kerjanya dengan memberikan
bunyik klik pada frekuensi yang berbedabeda pada tingkat kekerasan
yang berbedabeda pula responnya ditangkap langsung oleh sensor di
otak. Tesnya tidak menyakitkan (un-invasive), Dimana bayi akan di
bius di tidurkan. Kemudian akan dilihat responnya terhadap suara
yang di ujikan. tidak perlu respon aktif dari pasien dan hasilnya
menyeluruh. Tes ini adalah tes paling umum dalam mendeteksi
gangguan pendengaran..
2. TES OAE (Oto Acoustic Emission).
Menguji kinerja alat pendengaran dari gendang sampai rumah siput
tetapi terutama rumah siput. Cara kerjanya dengan memberikan nada
murni ke telinga dan menangkap responnya melalui perubahan
tekanan di saluran telinga. Tesnya juga tidak menyakitkan dan tidak
memerlukan respon aktif dari pasien serta obyektif. Biasanya
digunakan untuk mendeteksi gangguan pendengaran khususnya akibat
Penatalaksanaan
1 Bila kehilangan pendengaran teridentifikasi , evaluasi perkembangan ,
bicara dan kemampuan bicara penuh diperlukan.
2
Anak dengan tuli saraf berat harus segera mulai memakai alat bantu
dengar, penilaian tingkat kescerdasan anak oleh psikolog untuk dirujuk
dalam pendidikannya.
Pemasangan implan koklea ( dilakukan pada keadaan tuli saraf berat baik
anak maupun dewasa yang tidak mendapat manfaat dengan alat bantu
dengar konvensional.untuk anak dengan tuli saraf sejak lahir implant
sebaiknya dipasang pada usia 2 tahun.
berkala ( mapping) setiap 6 bulan untuk anak < 6 tahun dan setiap 12
bulan untuk anak yang berusia > 6 tahun.
Pengkajian
1
Kaji riwayat prenatal dan perinatal (tentang penyakit dan obat masa gestasi, tipe
dan durasi kelahiran, skor apgar, hipoksia dan hiperbilirubinemia.
Tidak ada suara gumam atau nada suara pada usia pada usia 7 bulan.
Diagnosa Keperawatan
1
menggunakan huruf berukuran normal. Penglihatan dekat hampir selalu lebih balk
dari penglihatan jauh. Legal blindness, ketajaman penglihatan 20/200 atau kurang
dan/atau lapang pandang 20 derajat atau kurang pada mata yang lebih balk, berguna
hanya sebagai definisi legal, bukan sebagai diagnosis medic. lni memungkinkan
pertimbangan khusus dengan tidak rnengabaikan tuntutan, masuk ke sekolah khusus,
memenuhi syarat untuk mendapat bantuan, dan manfaat lain.
Etiologi
Gangguan penglihatan dapat disebabkan oleh sejumlah kondisi genetik dan
masa pranatal atau pascanatal. Penyebab ini termasuk infeksi perinatal (herpes,
klamidia. gonokokus, rubela, sifilis, toksoplasmosis), retinopati prematuritas, trauma,
infeksi pascanatal (meningitis), dan kelainan seperti penyakit sel sabit. artritis
rematoid juvenil, penyakit Tay-Sachs, albinisme, dan retinoblastoma. Pada banyak
kasus, seperti kesalahan refraktif (pembiasan), penyebab gangguan tidak diketahui.
Kesalahan refraktif adalah tipe gangguan penglihatan pada anak yang paling
umum. Istilah refraksi berarti kelengkungan dan rnerujuk pada kelengkungan sinar
cahaya ketika melewati lensa mata. Normalnya, sinar cahaya memasuki lensa dan
jatuh tepat pada retina. Namun pada gangguan refraktif, sinar cahaya jatuh balk di
depan retina (miopi) maupun di belakang retina (hiperopia). Masalah mata lain,
seperti strabismus. dapat atau tidak termasuk kesalahan refraktif, tetapi strabismus
sangat penting karena jika tidak diobati, dapat menyebabkan kebutaan karena
myopia.
Trauma adalah penyebab umum kebutaan pada anak. Cedera pada bola mata
dan adneksa (struktur penyokong atau aksesoris, mis., kelopak mata, konjungtiva,
kelenjar lakrimal) dapat diklasifikasikan sebagai penetrasi atau nonpenetrasi. Luka
penetrasi paling senng terjadi akibat instrumen tajam, seperti tongkat, pisau, atau
gunting; objek terdorong, seperti petasan, senjata, busur dan panah, atau ketapel; atau
kontusi berat akibat objek tumpul, yang mungkin terjadi selama perkelahian atau
karena kecelakaan mobil serius. Cedera nonpenetrasi mungkin disebabkan oleh objek
asing dalam mata, laserasi, serangan dan objek tumpul seperti bola (olah raga kasti,
sepak bola, bola basket. bulu tangkis) atau tinju. atau luka bakar karena panas atau
bahan kimia
Pengkajian
o Pengkajian
Penting
untuk mengetahui
Kadang-kadang
sebelumnya
dengan
akan
mengetahui
dapat
menerangkan
riwayat
penyakit
tambahan
mata
gejala-gejala
Bila sedang menderita penyakit lain dengan keadaan yang buruk, dapat
pula memperburuk keadaan klien
o Usia penderita
tertentu.
o Riwayat Psikologi
o Mekanisme koping
Pembesaran tumor dalam rongga mata akan menekan saraf dan bahkan
dapat merusak saraf tersebut dan apabila mengenai saraf III, IV, dan VI
maka akan menyebabkan mata juling.
c
bilik
mata depan,
Pemeriksaan Pupil
Leukokoria (refleks pupil yang berwarna putih)
Pemeriksaan funduskopi
Menggunakan oftalmoskopi untuk pemeriksaan media, papil saraf
optik, dan retina. Refleksi tak ada (atau gelap) akibat perdarahan yang
banyak dalam badan kaca.
Pengelompokan Data
1. Data Subjektif
-
Merasa takut
2. Data Objektif
-
Mata merah
B.
Aktivitas kurang
Gelisah
Sering menangis
Ekspresi meringis
Diagnose
1.
2.
3.
4.
Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d status hipermetabolik
5.
6.
Kesimpulan
Autisme menurut Rutter 1970 adalah Gangguan yang melibatkan kegagalan
untuk mengembangkan hubungan antar pribadi (umur 30 bulan), hambatan
dalam pembicaraan, perkembangan bahasa, fenomena ritualistik dan konvulsif.
(Sacharin, R, M, 1996: 305).
Kemampuan mental yang tidak mencukupi (WHO)
Suatu keadaan yang ditandai dengan fs. Intelektual berada dibawah normal,
timbul pada masa perkembangan/dibawah usia 18 tahun, berakibat lemahnya
proses belajar dan adaptasi sosial (D.S.M/Budiman M, 1991)
Sindrom Down adalah suatu kumpulan gejala akibat dari abnormalitas kromosom,
biasanya kromosom 21, yang tidak berhasil memisahkan diri selama meiosis
sehingga terjadi individu dengan 47 kromosom. Sindrom ini pertama kali
diuraikan oleh Langdon Down pada tahun 1866.
Adalah anak yang mengalami gangguan pemusatan perhatian dengan
hiperaktivitas (GPPH)
Adalah termasuk gangguan yang disebabkan oleh perkembangan otaknya yang
tidak normal
Adalah gangguan yang ditandai dengan gangguan konsentrasi, sifat impulsive,
dan hiperaktivitas
Dari beberapa pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa gangguan
hiperaktivitas yaitu gangguan pemusatan perhatian yang disebabkan oleh
perkembangan otak yang tidak normal yang ditandai dengan gangguan
konsentrasi, sifat impulsive dan hiperaktivitas
Child abuse atau perlakuan yang salah terhadap anak didefinisikan sebagai segala
perlakuan buruk terhadap anak ataupun adolens oleh orang tua, wali, atau orang
lain yang seharusnya memelihara, menjaga, dan merawat mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, A., et. al. 2001, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I, Edisi III, Cetakan IV,
Media Aekulapius. FK-UI, Jakarta.
Doenges, Marilynn, E., et. al., 1999, Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, EGC, Jakarta.
Wong,
Donna
6.Jakarta:EGC
http://ayam65.wordpress.com/2008/06/16/askep-remaja-2/ (di akses 8 des 2012)
http://komunitasradit.blogspot.com/2009/11/asuhan-keperawatan-pada-kelompok-
(2008).Buku
Ajar
Keperawatan
Pedeatrik
Wong.Edisi