Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Banyak orangtua yang menganggap bahwa anak-anak yang memiliki kebutuhan
khusus merupakan suatu aib yang sngat besar dan memalukan bagi keluarga. Dan tidak
jarang mereka membuang atau menggugurkan janin yang ada di rahim mereka.
Salah satu dari anak yang memiliki kebutuhan khusus itu adalah anak yang memiliki
IQ di bawah 70, dan pada umumnya orangtua akan menganggap anak meeka bodoh.
Anak-anak yang memiliki IQ di bawah 70 ini jarang sekali dapat mengurus dirinya
sendiri dan berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Untuk itu peran orangtua sangat di
butuhkan namun jarang sekali orangtua sadar dan mengerti akan kebutuhan anaknya
Perawat dalam hal ini memiliki peran penting guna mewujudkan kesehatan yang
luhur. Dari paparan tersebut, maka dibuatlah makalah ini.
Selain itu, makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak I
mengenai Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Masalah Kognitif Dan Psikososial
B. Ruang Lingkup
a. Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Autisme
b. Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Retaradasi Mental
c. Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Down Syndrom
d. Asuhan Keperawatan pada Anak dengan hyperaktif
e. Asuhan Keperawatan pada Anak dengan child abuse
f. Asuhan Keperawatan pada Anak dengan gangguan pendengaran
g. Asuhan Keperawatan pada Anak dengan gangguan penglihatan
C. Tujuan
Adapaun tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Keperawatan Anak I tentang Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Masalah Kognitif
Dan Psikososial
D. Metode Penulisan
a. Literatur
b. Content Analisys (Browsing Internet)
c. Pemikiran Kami Sendiri

BAB II
PEMBAHASAN

A. Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Autisme


1. Definisi
Autisme menurut Rutter 1970 adalah Gangguan yang melibatkan kegagalan untuk
mengembangkan hubungan antar pribadi (umur 30 bulan), hambatan dalam pembicaraan,
perkembangan bahasa, fenomena ritualistik dan konvulsif.(Sacharin, R, M, 1996: 305).

2.

Autisme masa kanak-kanak dini adalah penarikan diri dan kehilangan kontak
dengan realitas atau orang lain. Pada bayi tidak terlihat tanda dan gejala.
(Sacharin, R, M, 1996 : 305). Autisme Infantil adalah Gangguan kualitatif pada
komunikasi verbal dan non verbal, aktifitas imajinatif dan interaksi sosial timbal
balik yang terjadi sebelum usia 30 bulan.(Behrman, 1999: 120).

Etiologi

Sepuluh tahun yang lalu penyebab autisme belum banyak diketahui dan hanya
terbatas pada faktor psikologis saja. Tetapi sekarang ini penelitian mengenai autisme
semakin maju dan menunjukkan bahwa autisme mempunyai penyebab neurobiologist yang
sangat kompleks. Gangguasn neurobiologist ini dapat disebabkan oleh interaksi faktor
genetik dan lingkungan seperti pengaruh negatif selama masa perkembangan otak. Banyak
faktor yang menyebabkan pengaruh negatif selama masa perkembangan otak, antara lain;
penyakit infeksi yang mengenai susunan saraf pusat, trauma, keracunan logam berat dan zat
kimia lain baik selama masa dalam kandungan maupun setelah dilahirkan, gangguan
imunologis, gangguan absorpsi protein tertentu akibat kelainan di usus (Suriviana, 2005).
3.

Patofisiologi

Sel saraf otak (neuron) terdiri atas badan sel dan serabut untuk mengalirkan impuls
listrik (akson) serta serabut untuk menerima impuls listrik (dendrit). Sel saraf terdapat di
lapisan luar otak yang berwarna kelabu (korteks). Akson dibungkus selaput bernama mielin,
terletak di bagian otak berwarna putih. Sel saraf berhubungan satu sama lain lewat sinaps.
Sel saraf terbentuk saat usia kandungan tiga sampai tujuh bulan. Pada trimester ketiga,
pembentukan sel saraf berhenti dan dimulai pembentukan akson, dendrit, dan sinaps yang
berlanjut sampai anak berusia sekitar dua tahun. Setelah anak lahir, terjadi proses pengaturan
pertumbuhan otak berupa bertambah dan berkurangnya struktur akson, dendrit, dan sinaps.
Proses ini dipengaruhi secara genetik melalui sejumlah zat kimia yang dikenal sebagai brain
growth factors dan proses belajar anak. Makin banyak sinaps terbentuk, anak makin cerdas.
Pembentukan akson, dendrit, dan sinaps sangat tergantung pada stimulasi dari lingkungan.
Bagian otak yang digunakan dalam belajar menunjukkan pertambahan akson, dendrit, dan
sinaps. Sedangkan bagian otak yang tak digunakan menunjukkan kematian sel,
berkurangnya akson, dendrit, dan sinaps. Kelainan genetis, keracunan logam berat, dan
nutrisi yang tidak adekuat dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada proses proses

tersebut. Sehingga akan menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel saraf. Pada


pemeriksaan darah bayi-bayi yang baru lahir, diketahui pertumbuhan abnormal pada
penderita autis dipicu oleh berlebihnya neurotropin dan neuropeptida otak (brain-derived
neurotrophic factor, neurotrophin-4, vasoactive intestinal peptide, calcitonin-related gene
peptide) yang merupakan zat kimia otak yang bertanggung jawab untuk mengatur
penambahan sel saraf, migrasi, diferensiasi, pertumbuhan, dan perkembangan jalinan sel
saraf. Brain growth factors ini penting bagi pertumbuhan otak.
Peningkatan neurokimia otak secara abnormal menyebabkan pertumbuhan abnormal
pada daerah tertentu. Pada gangguan autistik terjadi kondisi growth without guidance, di
mana bagian-bagian otak tumbuh dan mati secara tak beraturan. Pertumbuhan abnormal
bagian otak tertentu menekan pertumbuhan sel saraf lain. Hampir semua peneliti melaporkan
berkurangnya sel Purkinye (sel saraf tempat keluar hasil pemrosesan indera dan impuls
saraf) di otak kecil pada autisme. Berkurangnya sel Purkinye diduga merangsang
pertumbuhan akson, glia (jaringan penunjang pada sistem saraf pusat), dan mielin sehingga
terjadi pertumbuhan otak secara abnormal atau sebaliknya, pertumbuhan akson secara
abnormal mematikan sel Purkinye. Yang jelas, peningkatan brain derived neurotrophic factor
dan neurotrophin-4 menyebabkan kematian sel Purkinye. Gangguan pada sel Purkinye dapat
terjadi secara primer atau sekunder. Bila autisme disebabkan faktor genetik, gangguan sel
Purkinye merupakan gangguan primer yang terjadi sejak awal masa kehamilan. Degenerasi
sekunder terjadi bila sel Purkinye sudah berkembang, kemudian terjadi gangguan yang
menyebabkan kerusakan sel Purkinye. Kerusakan terjadi jika dalam masa kehamilan ibu
minum alkohol berlebihan atau obat seperti thalidomide.
Penelitian dengan MRI menunjukkan, otak kecil anak normal mengalami aktivasi
selama melakukan gerakan motorik, belajar sensori-motor, atensi, proses mengingat, serta
kegiatan bahasa. Gangguan pada otak kecil menyebabkan reaksi atensi lebih lambat,
kesulitan memproses persepsi atau membedakan target, overselektivitas, dan kegagalan
mengeksplorasi lingkungan. Pembesaran otak secara abnormal juga terjadi pada otak besar
bagian depan yang dikenal sebagai lobus frontalis. Kemper dan Bauman menemukan
berkurangnya ukuran sel neuron di hipokampus (bagian depan otak besar yang berperan
dalam fungsi luhur dan proses memori) dan amigdala (bagian samping depan otak besar
yang berperan dalam proses memori). Penelitian pada monyet dengan merusak hipokampus
dan amigdala mengakibatkan bayi monyet berusia dua bulan menunjukkan perilaku pasifagresif. Mereka tidak memulai kontak sosial, tetapi tidak menolaknya. Namun, pada usia
enam bulan perilaku berubah. Mereka menolak pendekatan sosial monyet lain, menarik diri,
mulai menunjukkan gerakan stereotipik dan hiperaktivitas mirip penyandang autisme. Selain
itu, mereka memperlihatkan gangguan kognitif.
Faktor lingkungan yang menentukan perkembangan otak antara lain kecukupan
oksigen, protein, energi, serta zat gizi mikro seperti zat besi, seng, yodium, hormon tiroid,
asam lemak esensial, serta asam folat.

Adapun hal yang merusak atau mengganggu perkembangan otak antara lain alkohol,
keracunan timah hitam, aluminium serta metilmerkuri, infeksi yang diderita ibu pada masa
kehamilan, radiasi, serta ko kain.
4. Manifestasi Klinis
Keterlambatan atau fungsi abnormal pada ketrampilan berikut, muncul sebelum umur 3
tahun.

Interaksi sosial.
Bahasa yang digunakan sebagai komunikasi sosial.
Bermain simbolik atau imajinatif.

Diagnosis harus memenuhi kriteria DSM IV (Diagnostic And Statistical Of Manual


Disorders 1992 Fourth Edition). Diagnosis autisme bisa ditegakkan apabila terdapat enam
atau lebih gejala dari (1), (2) dan (3) dengan paling sedikit 2 dari (1) dan 1 dari masingmasing (2) dan (3).
Gangguan kualitatif interaksi sosial, muncul paling sedikit 2 dari gejala berikut :
Gangguan yang jelas dalam perilaku non verbal (perilaku yang dilakukan tanpa
bicara) misalnya kontak mata, ekspresi wajah, posisi tubuh dan mimik untuk mengatur
interaksi sosial.

Tidak bermain dengan teman seumurnya, dengan cara yang sesuai.


Tidak berbagi kesenangan, minat atau kemampuan mencapai sesuatu hal dengan
orang lain.
Kurangnya interaksi sosial timbal balik.

Gangguan kualitatif komunikasi, paling sedikit satu dari gejala berikut :

Keterlambatan atau belum dapat mengucapkan kata-kata berbicara, tanpa disertai


usaha kompensasi dengan cara lain.
Bila dapat berbicara, terlihat gangguan kesanggupan memulai atau mempertahankan
komunikasi dengan orang lain.
Penggunaan bahasa yang stereotipik dan berulang, atau bahasa yang tidak dapat
dimengerti.
Tidak adanya cara bermain yang bervariasi dan spontan, atau bermain menirukan
secara sosial yang sesuai dengan umur perkembangannya.

Pola perilaku, minat dan aktivitas yang terbatas, berulang dan tidak berubah (stereotipik),
yang ditunjukkan dengan adanya 2 dari gejala berikut :

Minat yang terbatas, stereotipik dan meneetap dan abnormal dalam intensitas dan
fokus.

5.

Keterikatan pada ritual yang spesifik tetapi tidak fungsional secara kaku dan tidak
fleksibel.
Gerakan motorik yang stereotipik dan berulang, misalnya flapping tangan dan jari,
gerakan tubuh yang kompleks.
Preokupasi terhadap bagian dari benda.

Penatalaksanaan Medis

Kimia otak yang kadarnya abnormal pada penyandang autis adalah serotonin 5hydroxytryptamine (5-HT), yaitu neurotransmiter atau penghantar sinyal di sel-sel saraf.
Sekitar 30-50 persen penyandang autis mempunyai kadar serotonin tinggi dalam darah.
Kadar norepinefrin, dopamin, dan serotonin 5-HT pada anak normal dalam keadaan stabil
dan saling berhubungan. Akan tetapi, tidak demikian pada penyandang autis. Terapi
psikofarmakologi tidak mengubah riwayat keadaan atau perjalanan gangguan autistik, tetapi
efektif mengurangi perilaku autistik seperti hiperaktivitas, penarikan diri, stereotipik,
menyakiti diri sendiri, agresivitas dan gangguan tidur.
6. Asuhan Keperawatan Paada Anak dengan Autisme
1). Pengkajian
data focus pada anak dengan gangguan perkembangan menurut Isaac, A (2005)
dan Townsend, M.C (1998) antara lain:
Tidak suka dipegang
Rutinitas yang berulang
Tangan digerak-gerakkan dan kepala diangguk-anggukan
Terpaku pada benda mati
Sulit berbahasa dan berbicara
50% diantaranya mengalami retardasi mental
Ketidakmampuan untuk memisahkan kebutuhan fisiologis dan emosi diri sendiri
dengan orang lain
Tingkat ansietas yang bertambah akibat dari kontak dengan dengan orang lain
Ketidakmampuan untuk membedakan batas-batas tubuh diri sendiri dengan orang
lain.

2). Diagnosa Keperawatan


Menurut Townsend, M.C (1998) diagnosa keperawatan yang dapat dirumuskan pada
pasien/anak dengan gangguan perkembangan pervasive autisme antara lain:
Risiko tinggi terhadap mutilasi diri berhubungan dengan:
1. Tugas-tugas perkembangan yang tidak terselesaikan dari rasa percaya terhadap rasa tidak
percaya.
2. Fiksasi pada fase prasimbiotik dari perkembangan.

3. Ketidakacuhan yang nyata terhadap lingkungan atau reaksi-reaksi yang histeris terhadap
perubahan-perubahan pada lingkungan.
Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan:
1. Gangguan konsep diri
2. Tidak adanya orang terdekat
3. Tugas perkembangan tidak terselesaikan dari percaya versus tidak percaya
Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan:
1. Ketidakmampuan untuk mempercayai
2. Penarikan diri dari diri
3. Stimulasi sensorik yang tidak sesuai
Gangguan identitas diri/pribadi berhubungan dengan:
1. Fiksasi pada fase prasimbiotik dari perkembangan
2. Tugas-tugas tidak terselesaikan dari rasa percaya versus rasa tidak percaya
3. Deprivasi ibu
4. Stimulasi sensorik yang tidak sesuai
3). Perencanaan Dan Rasionalisasi
Menurut Townsend, M.C (1998) perencanaan dan rasionalisasi untuk mengatasi
masalah keperawatan pada anak dengan gangguan perkembangan pervasife autisme antara
lain:
1. Resiko terhadap mutilasi diri
Tujuan: Pasien akan mendemonstrasikan perilaku-perilaku alternative
(misalnya memulai interaksi antara diri dengan perawat) sebagai respons terhadap
kecemasan dengan criteria hasil:
Rasa gelisah dipertahankan pada tingkat anak merasa tidak memerlukan
perilaku-perilaku mutilatif diri
2. Pasien memulai interaksi antara diri dan perawat apabila merasa cemas
Intervensi
Jamin keselamatan anak dengan memberi rasa aman, lingkungan yang kondusif
untuk mencegah perilaku merusak diri.
Rasional: Perawat bertanggun jawab untuk menjamin keselamatan anak)
- Kaji dan tentukan penyebab perilaku perilaku mutilatif sebagai respon
terhadap kecemasan
Rasional : Untuk menjaga bagian-bagian vital dari cidera
- Untuk membentuk kepercayaan satu anak dirawat oleh satu perawat

Rasional : dalam upaya untuk menurunkan kebutuhan pada perilaku-perilaku


mutilasi diri dan memberikan rasa aman

3. Kerusakan interaksi sosial


Tujuan : Anak akan mendemonstrasikan kepercayaan pada seorang pemberi
perawatan yang ditandai dengan sikap responsive pada wajah dan kontak mata dalam
waktu yang ditentukan dengan criteria hasil:
Anak mulai berinteraksi dengan diri dan orang lain
Pasien menggunakan kontak mata, sifat responsive pada wajah dan perilaku-perilaku
nonverbal lainnya dalam berinteraksi dengan orang lain
Pasien tidak menarik diri dari kontak fisik dengan orang lain
Intervensi
1 Jalin hubungan satu satu dengan anak untuk meningkatkan kepercayaan
Rasional : Interaksi staf dengan pasien yang konsisten meningkatkan
pembentukan kepercayaan
2 Berikan benda-benda yang dikenal (misalnya: mainan kesukaan, selimut)
untuk memberikan rasa aman dalam waktu-waktu tertentu agar anak tidak
mengalami distress
Rasional : Benda-benda ini memberikan rasa aman dalam waktu-waktu aman
bila anak merasa distres
3 Sampaikan sikap yang hangat, dukungan, dan kebersediaan ketika anak
berusaha untuk memenuhi kebutuhan kebutuhan dasarnya untuk
meningkatkan pembentukan dan mempertahankan hubungan saling percaya
Rasional: Karakteristik-karakteritik ini meningkatkan pembentukan dan
mempertahankan hubungan saling percaya
4 Lakukan dengan perlahan-lahan, jangan memaksakan interaksi-interaksi,
mulai dengan penguatan yang positif pada kontak mata, perkenalkan dengan
berangsur-angsur dengan sentuhan, senyuman , dan pelukan
Rasional : Pasien autisme dapat merasa terncam oleh suatu rangsangan yang
gencar pada pasien yang tidak terbiasa
5 Dengan kehadiran anda beri dukungan pada pasien yang berusaha keras
untuk membentuk hubungan dengan orang lain dilingkungannya
Rasional :Kehadiran seorang yang telah terbentuk hubungan saling percaya
dapat memberikan rasa aman
4.

Kerusakan komunikasi verbal


Tujuan : Anak akan membentuk kepercayaan dengan seorang pemberi
perawatan ditandai dengan sikap responsive dan kontak mata dalam waktu yang
telah ditentukan dengan kriteria hasil:

Pasien mampu berkomunikasi dengan cara yang dimengerti oleh orang lain
Pesan-pesan nonverbal pasien sesuai dengan pengungkapan verbal
Pasien memulai berinteraksi verbal dan non verbal dengan orang lain
Intervensi
1. Pertahankan konsistensi tugas staf untuk memahami tindakan-tindakan dan
komunikasi anak
Rasional: Hal ini memudahkan kepercayaan dan kemampuan untuk
memahami tindakan-tindakan dan komunikasi pasien
2. Antisipasi dan penuhi kebutuhan-kebutuhan anak sampai kepuasan pola
komunikasi terbentuk
Rasional : Pemenuhan kebutuhan pasien akan dapat mengurangi kecemasan
anak sehingga anak akan dapat mulai menjalin komunikasi dengan orang lain
dengan asertif
3. Gunakan tehnik validasi konsensual dan klarifikasi untuk menguraikan
kode pola komunikasi ( misalnya : Apakah anda bermaksud untuk
mengatakan bahwa..? )
Rasional: Teknik-teknik ini digunakan untuk memastikan akurasi dari pesan
yang diterima, menjelaskan pengertian-pengertian yang tersembunyi di dalam
pesan. Hati-hati untuk tidak berbicara atas nama pasien tanpa seinzinnya
4. Gunakan pendekatan tatap muka berhadapan untuk menyampaikan
ekspresi-ekspresi nonverbal yang benar dengan menggunakan contoh
Rasional: Kontak mata mengekspresikan minat yang murni terhadap dan
hormat kepada seseorang.

5. Gangguan Indentitas Pribadi


Tujuan: Pasien akan menyebutkan bagian-bagian tubuh diri sendiri dan bagianbagian tubuh dari pemberi perawatan dalam waktu yang ditentukan untuk mengenali fisik
dan emosi diri terpisah dari orang lain saat pulang dengan kriteria hasil:
Pasien mampu untuk membedakan bagian-bagian dari tubuhnya dengan bagian-bagian dari
tubuh orang lain.
Pasien menceritakan kemampuan untuk memisahkan diri dari lingkungannya dengan
menghentikan ekolalia (mengulangi kata-kata yang di dengar) dan ekopraksia (meniru
gerakan-gerakan yang dilihatnya)
Intervensi:
1 Fungsi pada hubungan satu-satu dengan anak
Rasional : Interaksi pasien staf meningkatkan pembentukan data kepercayaan
2 Membantu anak untuk mengetahui hal-hal yang terpisah selama kegiatankegiatan perawatan diri, seperti berpakaian dan makan
Rasional : Kegiatan-kegiatan ini dapat meningkatkan kewaspadaan anda
terhadap diri sebagai sesuatu yang terpisah dari orang lain
3 Jelaskan dan bantu anak dalam menyebutkan bagian-bagian tubuhnya

Rasional : Kegiatan-kegiatan ini dapat meningkatkan kewaspadaan anak


terhadap diri sebagai sesuatu yang terpisah dari orang lain
Tingkatkan kontak fisik secara bertahap demi tahap, menggunakan sentuhan
untuk menjelaskan perbedaan-perbedaan antara pasien dengan perawat.
Berhati-hati dengans entuhan sampai kepercayaan anak telah terbentuk
Rasional: Bila gerak isyarat ini dapat diintepretasikan sebagai suatu ancaman
oleh pasien
Tingkatkan upaya anak untuk mempelajari bagian-bagian dari batas-batas
tubuh dengan menggunakan cermin dan lukisan serta gambar-gambar dari
anak
Rasional: Dapat memberikan gambaran tentang bentuk tubuh dan gambaran
diri pada anak secara tepat.

B. Asuhan Keperawatan pada Anak Dengan Retardasi Mental (RM)


Kemampuan mental yang tidak mencukupi (WHO)
Suatu keadaan yang ditandai dengan fs. Intelektual berada dibawah normal,
timbul pada masa perkembangan/dibawah usia 18 tahun, berakibat lemahnya
proses belajar dan adaptasi sosial (D.S.M/Budiman M, 1991)
1. Pengkajian
a. Tanda dan gejala :
Mengenali sindrom seperti adanya DW atau mikrosepali
Adanya kegagalan perkembangan yang merupakan indikator
RM seperti anak RM berat biasanya mengalami kegagalan perkembanganpada tahu
n pertama kehidupannya, terutama psikomotor; RM sedang memperlihatkan penund
aan pada kemampuan bahasa dan bicara,dengan kemampuan motorik normal-lambat,
biasanya terjadi pada usia 2-3 tahun; RM ringan biasanya terjadi pada usia sekolah
denganmemperlihatkan kegagalan anak untuk mencapai kinerja yang diharapkan.
Gangguan neurologis yang progresif
Tingkatan/klasifikasi RM (APA dan Kaplan; Sadock dan Grebb, 1994)
1. Ringan ( IQ 52-69; umur mental 8-12 tahun)
Karakteristik :
Usia presekolah tidak tampak sebagai anak RM, ttp terlambat dalam kemamp
uan berjalan, bicara , makan sendiri, dll
Usia sekolah, dpt melakukan ketrampilan, membaca dan aritmatik dg pdd kh
usus, diarahkan pada kemampuan aktivitas sosial.
Usia dewasa, melakukan ketrampilan sosial dan vokasional, diperbolehkan m
enikah tdk dianjurkan memiliki anak. Ketrampilan psikomotortdk berpengaru
h kecuali koordinasi.
2. Sedang ( IQ 35- 40 hingga 50 - 55; umur mental 3 - 7 tahun)
Karakteristik :

Usia presekolah, kelambatan terlihat pada perkembangan motorik, terutama b


icara, respon saat belajar dan perawatan diri.
Usia sekolah, dpt mempelajari komunikasi sederhana, dasar kesehatan, perila
ku aman, serta ketrampilan mulai sederhana, Tdk adakemampuan membaca d
an berhitung.
Usia dewasa, melakukan aktivitas latihan tertentu, berpartisipasi dlm rekreasi
, dpt melakukan perjalanan sendiri ke tempat yg dikenal, tdkbisa membiayai s
endiri.

3. Berat ( IQ 20-25 s.d. 35-40; umur mental < 3 tahun)


Karakteristik :
Usia prasekolah kelambatan nyata pada perkembangan motorik, kemampuan
komunikasi sedikit bahkan tidak ada, bisa berespon dalamperawatan diri ting
kat dasar spt makan.
Usia sekolah, gangguan spesifik dlm kemampuan berjalan, memahami sejuml
ah komunikasi/berespon, membantu bila dilatih sistematis.
Usia dewasa, melakukan kegiatan rutin dan aktivitas berulang, perlu arahan b
erkelanjutan dan protektif lingkungan, kemampuan bicaraminimal, meggunak
an gerak tubuh.
4. Sangat Berat ( IQ dibawah 20-25; umur mental seperti bayi)
Karakteristik :
Usia prasekolah retardasi mencolok, fs. Sensorimotor minimal, butuh perawat
an total.
Usia sekolah, kelambatan nyata di semua area perkembangan, memperlihatka
n respon emosional dasar, ketrampilan latihan kaki, tangandan rahang. Butuh
pengawas pribadi. Usia mental bayi muda.
Usia dewasa, mungkin bisa berjalan, butuh perawatan total, biasanya diikuti d
engan kelainan fisik.
b. Klasifikasi Menurut Page
-Idiot (IQ dibawah 20; umur mental dibawah 3 tahun)
-Imbisil (IQ antara 20-50, umur mental 3-7,5 tahun)
-Moron ( IQ 50-70, umur mental 7,5-10,5 tahun)
c. Pemeriksaan fisik :
Kepala : Mikro/makrosepali, plagiosepali (btkkepalatdksimetris)
Rambut : Pusarganda, rambutjarang/tdkada, halus, mudahputusdancepatberubah
Mata : mikroftalmia, juling, nistagmus, dll
Hidung : jembatan/punggunghidungmendatar, ukurankecil, cupingmelengkungkeatas
Mulut : bentuk V yang terbalikdaribibiratas, langit-langitlebar/melengkungtinggi

Geligi : odontogenesis yang tdk normal


Telinga : keduanyaletakrendah; dll
Muka : panjangfiltrum yang bertambah, hipoplasia
Leher : pendek; tdkmempunyaikemampuangeraksempurna
Tangan : jaripendekdantegapataupanjangkecilmeruncing, ibujarigemukdanlebar, klinodaktil,
dll
Dada & Abdomen : tdpbeberapa putting, buncit, dll
Genitalia : mikropenis, testis tidakturun, dll
Kaki: jari kaki saling,tumpangtindih, panjang & tegap/panjang,kecil,meruncing
diujungnya, lebar, besar, gemuk
d. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaankromosom
Pemeriksaanurin, serum atau titer virus
Test diagnostikspt :EEG,CTScan untuk
identifikasiabnormalitasperkembanganjaringanotak,
yangmengakibatkanperubahan.

injury jaringanotakatau trauma

2. Diagnosis Keperawatan :
Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b.d kelainan fs. Kognitif
Gangguan komunikasi verbal b.d kelainan fs, kognitif
Risiko cedera b.d. perilaku agresif/ketidakseimbangan mobilitas fisik
Gangguan interaksi sosialb.d. kesulitan bicara /kesulitan adaptasi sosial
Gangguan proses keluarga b.d. memiliki anak RM
Defisit perawatan diri b.d. perubahan mobilitas fisik / kurangnya kematangan
perkembangan
3. Intervensi :
a. Kaji faktor penyebab gangguan perkembangan anak
b. identifiasigunakan sumber pendidikan untuk memfasilitasi perkembangan
anak yang optimal.
c. Berikan perawatan yang konsisten
d. Tingkatkan komunikasi verbal dan stimulasi taktil
e. Berikan intruksi berulang dan sederhana
f. Berikan reinforcement positif atas hasil yang dicapai anak
g. Dorong anak melakukan perawatan sendiri
h. Manajemen perilaku anak yang sulit
i. Dorong anak melakukan sosialisasi dengan kelompok
j. Ciptakan lingkungan yang aman
Pendidikan Pada Orangtua :

1. Perkembangan anak untuk tiap tahap usia


2. Dukung keterlibatan orangtua dalam perawatan anak
3. Bimbingan antisipasi dan manajemen menghadapi perilaku anak yang sulit
4. Informasikan sarana pendidikan yang ada dan kelompok, dll
Hasil yang diharapkan :
Anak berfs. Optimal sesuai tingkatannya
Klg dan anak mampu menggunakan koping thd tantangan karena adanya ketidakma
mpuan
Klg mampu mendapatkan sumber-sumber sarana komunitas
C. Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Down Syndrom
1. Pengertian
Sindrom Down adalah suatu kumpulan gejala akibat dari abnormalitas
kromosom, biasanya kromosom 21, yang tidak berhasil memisahkan diri selama
meiosis sehingga terjadi individu dengan 47 kromosom. Sindrom ini pertama kali
diuraikan oleh Langdon Down pada tahun 1866.
Down Syndrom merupakan kelainan kromosom autosomal yang paling
banyak terjadi pada manusia. Diperkirakan 20 % anak dengan down syndrom
dilahirkan oleh ibu yang berusia diatas 35 tahun. Synrom down merupakan cacat
bawaan yang disebabkan oleh adanya kelebiha kromosom x. Syndrom ini juga
disebut Trisomy 21, karena 3 dari 21 kromosom menggantikan yang normal.95 %
kasus syndrom down disebabkan oleh kelebihan kromosom.
sindrom down terbagi dalam 3 jenis, antara lain :
Trisomi 21 : hal ini terjadi karena salah satu orang tua memberikan dua
kromosom nomor 21 melalui sel telur / sel sperma sehingga pada kromosom
21 terdapat 3 kromosom.
Translokasi : hal ini terjadi ketika bagian atas yang kecil dari kromosom
21 dan sebuah kromosom lain pecah, dan kedua bagian yang tersisa saling
melekat satu sama lain pada ujung-ujungnya.
Mosaik
: individu ini menunjukan gambaran mosaik, karena sel-sel
tubuh mereka seperti sebuah mosaik yang tersusun dari potongan yang
berbeda, sebagian normal, dan sebagian dengan kromosom tambahan.
2. Etiologi
Sindroma Down (Mongolisme) penyebabnya adalah kelebihan kromosom 21
3. Patofisiologi
kromosom 21, yang tidak berhasil memisahkan diri selama meiosis > kelainan pada
kromosom 21 shg tubuh mmpnyai 47 kromosom (sel-sel tubuh tidak membelah
secepat yang normal) > protein terbentuk secara berlebih didalam sel > sel-sel
tubuh yang terbentuk jumlahnya sedikit terutama pada otak > terbentuk bayi yang
lebih kecil > Dengan IQ 20-50 > sindroma down

4. Manifestasi Klinis
a.Biasanya tubuhnya kelihatan pendek
b.
Muka seringkali lebih ke arah bentuk bulat
c.Mulut biasanya terbuka, ujung lidah membesar
d.
Hidung biasanya lebar dan datar
e.ibu jari kaki dan jari kedua dari kaki biasanya tidak rapat
f. Biasanya mempunyai kelainan jantung, dan tidak resisten terhadap
penyakit
g.
Mempunyai IQ sangat rendah (antara 20 - 50)
h.
Kebanyakan selalu memperlihatkan wajah gembira
i. Kelopak mata yang atas mempunyai lipatan epikantus (seperti bulan
sabit) maka dinamakan Mongolisme
5. Komplikasi
Penyakit Alzheimers (penyakit kemunduran susunan syaraf pusat).
Leukimia (penyakit dimana sel darah putih melipat ganda tanpa
terkendalikan).
Kelainan jantung
6. Penatalaksanaan
Konseling Genetik maupun amniosentesis pada kehamilan yang dicurigai
akan sangat membantu mengurangi angka kejadian Sindrom Down.
Dengan Biologi Molekuler, misalnya dengan gene targeting atau yang
dikenal juga sebagai homologous recombination sebuah gen dapat
dinonaktifkan.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN SINDROM DOWN
1. Pengkajian
Selama Masa Neonatal Yang Perlu Dikaji:
Keadaan suhu tubuh terutama masa neonatal
Kebutuhan nutrisi / makan
Keadaan indera pendengaran dan penglihatan
Pengkajian tentang kemampuan kognitif dan perkembangan mental anak
Kemampuan anak dalam berkomunikasi dan bersosialisasi
Kemampuan motorik
Kemampuan keluarga dalam merawat anak denga syndrom down terutama
tentang kemajuan perkembangan mental anak
Pengkajian terhadap kemampuan motorik kasar dan halus
Pengkajian kemampuan kognitif dan perkembangan mental
Pengkajian terhadap kemampuan anak untuk berkomunikasi
Tes pendengaran, penglihatan dan adanya kelainan tulang

Bagaimana penyesuaian keluarga terhadap diagnosis dan kemajuan


perkembangan mental anak.

2. Diagnosa Keperawatan
Perubahan nutrisi (pada neonatus) : kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan kesulitan pemberian makanan karena lidah yang menjulur dan
palatum yang tinggi.
Tidak efektifnya koping keluarga berhubungan dengan faktor finansial yang
dibutuhkan dalam perawatan dan mempuyai anak yang tidak normal.
Kurangnya interaksi sosial anak berhubungan dengan keterbatasan fisik dan
mental yang mereka miliki.
Defisit pengetahuan (orang tua) berhubungan dengan perawatan anak
syndrom down.

D. Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Hyperaktif


Adalah anak yang mengalami gangguan pemusatan perhatian dengan hiperaktivitas
(GPPH)
Adalah termasuk gangguan yang disebabkan oleh perkembangan otaknya yang tidak
normal
Adalah gangguan yang ditandai dengan gangguan konsentrasi, sifat impulsive, dan
hiperaktivitas
Dari beberapa pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa gangguan hiperaktivitas
yaitu gangguan pemusatan perhatian yang disebabkan oleh perkembangan otak yang
tidak normal yang ditandai dengan gangguan konsentrasi, sifat impulsive dan
hiperaktivitas
1. Identitas Klien
2. . Faktor Predisposisi
a. Riwayat penyakit lalu
Keluarga klien mengatakan klien tidak pernah menunjukkan perilaku yang aneh
sebelumnya. Dua tahun terakhir klien mulai menunjukkan gejala yang aneh tersebut
seperti duduk tidak pernah tenang, berlari-lari tanpa tujuan dan gejala lainnya yang
kadang-kadang timbul tanpa sebab.
b. Riwayat psikososial
Hubungan dengan keluarga
Klien tinggal bersama kedua orangtuanya, dan dua orang saudara laki-laki. Orang tua
klien memperlakukan klien dengan memberikan perhatian lebih kepada klien
misalnya dalam hal pemenuhan kebutuhan sehari-hari, komunikasi, serta interaksi.

Semua kebutuhan klien terpenuhi. Klien kurang dapat memperhatikan aturan atau
perintah yang telah diberikan keluarga.
Hubungan dengan lingkungan sekitar
Klien mengatakan bahwa klien tidak punya teman bermain di sekitar lingkungannya.
Biasanya klien bermain dengan kakak atau adiknya di dalam rumah. Di sekolah,
menurut gurunya, klien tidak bisa duduk tenang klien kurang dapat memperhatikan
pelajaran yang diberikan oleh guru, klien sering mengganggu temannya dengan
merebut barang-barang yang dipegang oleh temannya tanpa rasa bersalah yang
akhirnya membuat temannya merasa jengkel dan akhirnya membuat klien berkelahi
dengan temannya. Begitu juga ketika klien sedang berada di lingkungan rumahnya,
klien biasanya senang sekali mengganggu temannya dengan acuh tak acuh, klien
sering mengerjakan sesuatu tanpa pernah menyelesaikannya, jadi pekerjaan yang
sedang dilakukan biasanya tengah perjalanan ditinggalkannya.
Stabilitas emosi
Emosi klien saat pengkajian dilakukan kurang stabil karena klien sering menangis
karena dilarang berlari-lari dan berteriak di dalam rumah.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Orang tua klien mengatakan tidak ada riwayat kelainan yang sama dengan anaknya
dari garis keturunan baik dari ayah maupun dari ibu klien.

3. Faktor Presipitasi
Keluarga klien berkata bahwa klien tinggal di rumah bersama pembantu selagi kedua
orangtuanya bekerja. Klien sering bermain apapun yang ada di dalam rumahnya. Pembantu
yang tinggal di rumahnya pun tidak terlalu mengurusinya karena pembantu sibuk di dapur
dan mengurusi pekerjaan rumah tangga lainnya. Klien berusaha mencari perhatian orangorang yang ada di sekitarnya dengan membuat keonaran yang dapat membuat orang lain
memperhatikannya. Dalam keluarga, klien biasanya mengganggu kakaknya yang sedang
belajar atau adiknya yang sedang bermain. Orang tua klien sadar bahwa anak keduanya ini
punya suatu gangguan kejiwaan karena kurangnya kasih sayang dan perhatian dari orangorang terdekatnya termasuk keluarganya. Yang akhirnya klien dibawa ke psikiater untuk
memeriksakan kelainan yang dideritanya, dan psikiater pun berkata bahwa klien mengalami
hiperaktif.
4. Mekanisme Koping
Biasanya klien bersikap tenang dan acuh tak acuh ketika menjawab pertanyaan dari
orang lain. Ketika klien menghadapi suatu masalah klien menaggapinya dengan tenang,
tidak ada perasaan bersalah yang dialami klien. Tetapi ketika orangtuanya memarahinya
karena klien berbuat salah, klien menangis sekeras-kerasnya.
5. Gambaran Perilaku

Klien sering mengganggu temannya di sekolah dengan merebut barang yang sedang
dipegang oleh temannya, klien juga banyak bertanya tentang segala sesuatu yang ganjil yang
ada di sekelilingnya tetapi klien tidak pernah memperhatikan penjelasan yang diberikan
kepadanya. Klien mengaku bosan sekolah karena pelajaran yang diberikan di sekolah tidak
menarik dan selalu diulang-ulang. Klien sering melakukan pekerjaan yang pada tengah
perjalanan berhenti secara tiba-tiba dan kemudian klien melakukan pekerjaan yang lain.
Klien juga sering melakukan sesuatu yang dilarang oleh orangtuanya dan orang yang ada di
sekitarnya. Perilaku klien selalu tenang tanpa rasa bersalah ketika klien melakukan suatu
kesalahan. Klien tidak pernah sabar dalam menunggu giliran ketika akan pulang dari
sekolah. Biasanya klien menjawab pertanyaan dari orang lain dengan seenaknya yang bisa
dibilang asal mengo tanpa ada pemikiran yang panjang dan tanpa ada rasa bersalah.
6. Masalah
Perkembangan ego yang terlambat
Hubungan orangtua-anak tidak memuaskan
Disfungsi dari sistem keluarga
Model peran negatif
Kurang umpan balik
Lingkungan tidak terorganisir dan semrawut
Koping individu tidak efektif
Sistem pendukung tidak memadai
7. Diagnosa Keperawatan
Dx. 1. Kerusakan interaksi sosial
Dx. 2. Koping individu tidak efektif
Dx. 3. Koping defensif
Dx. 4. Risiko tinggi mencederai diri sendiri atau orang lain
8. Nursing Care Plan
Dx. 1. Kerusakan interaksi sosial
- Tujuan jangka pendek:
Klien akan berinteraksi dengan cara yang sesuai usia dengan perawat dalam hubungan satu
per satu selama waktu 1 minggu.
- Tujuan jangka panjang:
Klien akan mampu berinteraksi dengan teman sebaya dengan tidak ada indikasi
ketidakyamanan
Intervensi:

1. Bina hubungan saling percaya dengan klien, bersikap jujur dan tepati semua janji
sampaikan sikap menerima terhadap seseorang, pisahkan perilaku yang tidak dapat diterima.
Rasional: penerimaan terhadap klien meningkatkan perasaannya terhadap nilai diri.
2. Tawarkan diri untuk tetap bersama klien selama permulaan interaksi-interaksi dengan
orang lain di lingkungan sekitar.
Rasional: kehadiran seseorang yang dipercaya memberikan rasa aman.
3. Berikan situasi-situasi kelompok bagi pasien.
Rasional: melalui interaksi kelompok ini dimana klien akan mempelajari perilaku yang
dapat diterima sosial, dengan umpan balik yang positif dan negatif dari teman-teman
sebayanya.
Dx. 2. Koping individu tidak efektif
- Tujuan jangka pendek:
Klien mendemonstrasikan kemampuan dan kesediaan untuk mengikuti/menaati peraturanperaturan unit dalam waktu 7 hari
- Tujuan jangka panjang:
Klien mengembangkan, dan menggunakan keterampilan koping yang sesuai dengan umur
dan dapat diterima oleh lingkungan sosial
Intervensi:
1. Buat lingkungannya aman untuk gerakan otot besar yang terus-menerus. Atur kembali
posisi perabotan dan benda-benda lainnya untuk mencegah terjadinya cedera.
Rasional: keselamatan fisik klien adalah prioritas keperawatan
2. Berikan aktivitas-aktivitas motor yang besar dimana pasien dapat berpartisipasi. Perawat
dapat ikut dalam beberapa aktivitas-aktivitas ini.
Rasional: untuk mempermudah perkembangan hubungan. Tegangan dapat dilepaskan
dengan aman dan dengan manfaat bagi klien melalui aktivitas-aktivitas fisik.
3. Jangan mendebat, bertengkar mulut, merasionalisasikan, atau melakukan tawar-menawar
dengan klien.
Rasional: mengesampingkan usaha-usaha ini mungkin berhasil mengurangi perilakuperilaku manipulatif.
4. Hadapi penggunaan perilaku-perilaku manipulatif oleh klien dan periksa efek-efek yang
merusak pada hubungan antarpribadi.
Rasional: klien-klien dengan sifat manipulatif seringkali mengingkari tanggung jawab
terhadap perilaku-perilaku mereka.
5. Berikan dorongan semangat untuk mendiskusikan perasaan-perasaan marah. Bantu pasien
untuk mengidentifikasi objek sebenarnya dari sikap permusuhan.
Rasional: menghadapi perasaan-perasaan secara jujur dan langsung mencegah pemindahan
rasa marah kepada orang lain.
Dx. 3. Koping defensif
- Tujuan jangka pendek:

Klien akan mengungkapkan tanggung jawab pribadi terhadap kesulitan yang dialami dalam
hubungan antarpribadi dalam waktu 2 minggu
- Tujuan jangka panjang:
Klien akan mendemonstrasikan kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain tanpa
menjadi defensif, perilaku merasionalisasi, atau mengekspresikan pikiran.
Intervensi:
1. Kenali dan dukung kekuatan-kekuatan ego dasar.
Rasional: memfokuskan pada aspek-aspek positif dari kepribadian dapat membantu untuk
memperbaiki konsep diri.
2. Berikan segera, sebenarnya, umpan balik yang tidak mengancam untuk perilaku-perilaku
yang tidak dapat diterima.
Rasional: klien mungkin kurang pengetahuan tentang bagaimana dia diterima oleh orang
lain. Berikan informasi ini dengan cara yang tidak mengancam dapat membantu untuk
mengeliminasi perilaku yang tidak diinginkan.
3. Berikan dengan segera umpan balik positif bagi perilaku-perilaku yang dapat diterima.
Rasional: umpan balik positif meningkatkan harga diri dan memberi semangat untuk
mengulangi perilaku-perilaku yang diinginkan.
4. Evaluasi dengan klien kefektifan perilaku-perilaku yang baru dan diskusikan adanya
perubahan-perubahan untuk perbaikan.
Rasional: karena keterbatasan kemampuan untuk memecahkan masalah, bantuan mungkin
diperlukan untuk menetapkan kembali dan mengembangkan strategi baru.
Dx. 4. Risiko tinggi mencederai diri sendiri atau orang lain
- Tujuan jangka pendek:
Klien akan mencari anggota keluarga yang lain setiap saat jika diperkirakan akan terjadi
tindakan yang melukai diri sendiri
- Tujuan jangka panjang:
Klien tidak akan melukai diri sendiri
Intervensi:
1. Amati perilaku klien secara sering. Lakukan hal ini melalui aktivitas sehari-hari dan
interaksi untuk menghindari timbulnya rasa waspada dan kecurigaan.
Rasional: klien dengan Risiko tinggi untuk melakukan pelanggaran memerlukan
pengamatan yang seksama untuk mencegah tindakan yang membahayakan bagi diri sendiri
atau orang lain.
2. Dapatkan kontrak verbal maupun tertulis dari klien yang menyatakan persetujuannya
untuk tidak mencelakakan diri sendiri.
Rasional: suatu perjanjian membuat permasalahan menjadi terbuka dan menempatkan
tanggung jawab bagi keselamatannya dengan klien. Suatu sikap menerima klien sebagai
seseorang yang patut diperhatikan telah disampaikan.
3. Bertindak sebagai role model untuk ekspresi yang sesuai dari perasaan marah, dan berikan
penguatan positif pada klien untuk mencoba memastikan.

Rasional: hal ini vital bahwa klien mengekspresikan perasaan-perasaan marah, karena
perilaku merusak diri sendiri seringkali terlihat sebagai suatu akibat dari kemarahan
diarahkan pada diri sendiri
4. Singkirkan benda-benda berbahaya dari lingkungan klien.
Rasional: keselamatan fisik klien adalah prioritas keperawatan

E. Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Tindakan Kekerasan (Child Abuse)


CHILD ABUSE
Pengertian
Child abuse atau perlakuan yang salah terhadap anak didefinisikan sebagai segala
perlakuan buruk terhadap anak ataupun adolens oleh orang tua, wali, atau orang lain yang
seharusnya memelihara, menjaga, dan merawat mereka.
Child abuse adalah suatu kelalaian tindakan atau perbuatan orangtua atau orang yang
merawat anak yang mengakibatkan anak menjadi terganggu mental maupun fisik,
perkembangan emosional, dan perkembangan anak secara umum.
Sementara menurut U.S Departement of Health, Education and Wolfare memberikan
definisi Child abuse sebagai kekerasan fisik atau mental, kekerasan seksual dan penelantaran
terhadap anak dibawah usia 18 tahun yang dilakukan oleh orang yang seharusnya
bertanggung jawab terhadap kesejahteraan anak, sehingga keselamatan dan kesejahteraan
anak terancam.
Klasifikasi
Terdapat 2 golongan besar, yaitu:
Dalam keluarga
Penganiayaan fisik, non Accidental injury mulai dari ringan bruiser laserasi
sampai pada trauma neurologik yang berat dan kematian. Cedera fisik akibat hukuman
badan di luar batas, kekejaman atau pemberian racun.
Penelantantaran anak/kelalaian, yaitu: kegiatan atau behavior yang langsung dapat
menyebabkan efek merusak pada kondisi fisik anak dan perkembangan psikologisnya.
Kelalaian dapat berupa:

Pemeliharaan yang kurang memadai. Menyebabkan gagal tumbuh, anak merasa


kehilangan kasih sayang, gangguan kejiwaan, keterlambatan perkembangan
Pengawasan yang kurang memadai. Menyebabkan anak gagal mengalami resiko
untuk terjadinya trauma fisik dan jiwa.
Kelalaian dalam mendapatkan pengobatan

Kegagalan dalam merawat anak dengan baik


Kelalaian dalam pendidikan, meliputi kegagalan dalam mendidik anak agar mampu
berinteraksi dengan lingkungannya, gagal menyekolahkan atau menyuruh anak
mencari nafkah untuk keluarga sehingga anak terpaksa putus sekolah.

Penganiayaan emosional
Ditandai dengan kecaman/kata-kata yang merendahkan anak, tidak mengakui
sebagai anak. Penganiayaan seperti ini umumnya selalu diikuti bentuk penganiayaan lain.
Penganiayaan seksual mempergunakan pendekatan persuasif. Paksaan pada
seseorang anak untuk mengajak berperilaku/mengadakan kegiatan seksual yang nyata,
sehingga menggambarkan kegiatan seperti: aktivitas seksual (oral genital, genital, anal, atau
sodomi) termasuk incest. Di luar rumah. Dalam institusi/ lembaga, di tempat kerja, di jalan,
di medan perang.
Etiologi
Ada beberapa faktor yang menyebabkan anak mengalami kekerasan. Baik kekerasan fisik
maupun kekerasan psikis, diantaranya adalah:

Stress yang berasal dari anak.


a. Fisik berbeda, yang dimaksud dengan fisik berbeda adalah kondisi fisik anak
berbeda dengan anak yang lainnya. Contoh yang bisa dilihat adalah anak
mengalami cacat fisik. Anak mempunyai kelainan fisik dan berbeda dengan anak
lain yang mempunyai fisik yang sempurna.
b. Mental berbeda, yaitu anak mengalami keterbelakangan mental sehingga anak
mengalami masalah pada perkembangan dan sulit berinteraksi dengan
lingkungan di sekitarnya.
c. Temperamen berbeda, anak dengan temperamen yang lemah cenderung
mengalami banyak kekerasan bila dibandingkan dengan anak yang memiliki
temperamen keras. Hal ini disebabkan karena anak yang memiliki temperamen
keras cenderung akan melawan bila dibandingkan dengan anak bertemperamen
lemah.
d. Tingkah laku berbeda, yaitu anak memiliki tingkah laku yang tidak sewajarnya
dan berbeda dengan anak lain. Misalnya anak berperilaku dan bertingkah aneh di
dalam keluarga dan lingkungan sekitarnya.
e. Anak angkat, anak angkat cenderung mendapatkan perlakuan kasar disebabkan
orangtua menganggap bahwa anak angkat bukanlah buah hati dari hasil
perkawinan sendiri, sehingga secara naluriah tidak ada hubungan emosional yang
kuat antara anak angkat dan orang tua.
Stress keluarga.
a. Kemiskinan dan pengangguran, kedua faktor ini merupakan faktor terkuat yang
menyebabkan terjadinya kekerasan pada anak, sebab kedua faktor ini
berhubungan kuat dengan kelangsungan hidup. Sehingga apapun akan dilakukan

oleh orangtua terutama demi mencukupi kebutuhan hidupnya termasuk harus


mengorbankan keluarga.
b. Mobilitas, isolasi, dan perumahan tidak memadai, ketiga faktor ini juga
berpengaruh besar terhadap terjadinya kekerasan pada anak, sebab lingkungan
sekitarlah yang menjadi faktor terbesar dalam membentuk kepribadian dan
tingkah laku anak.
c. Perceraian, perceraian mengakibatkan stress pada anak, sebab anak akan
kehilangan kasih sayang dari kedua orangtua.
d. Anak yang tidak diharapkan, hal ini juga akan mengakibatkan munculnya
perilaku kekerasan pada anak, sebab anak tidak sesuai dengan apa yang
diinginkan oleh orangtua, misalnya kekurangan fisik, lemah mental, dsb.

Stress berasal dari orangtua, yaitu:


a. Rendah diri, anak dengan rendah diri akan sering mendapatkan kekerasan, sebab
anak selalu merasa dirinya tidak berguna dan selalu mengecewakan orang lain.
b. Waktu kecil mendapat perlakuan salah, orangtua yang mengalami perlakuan
salah pada masa kecil akan melakuakan hal yang sama terhadap orang lain atau
anaknya sebagai bentuk pelampiasan atas kejadian yang pernah dialaminya.
c. Harapan pada anak yang tidak realistis, harapan yang tidak realistis akan
membuat orangtua mengalami stress berat sehingga ketika tidak mampu
memenuhi memenuhi kebutuhan anak, orangtua cenderung menjadikan anak
sebagai pelampiasan kekesalannya dengan melakukan tindakan kekerasan.

Manifestasi Klinis
Akibat pada fisik anak
a. Lecet, hematom, luka bekas gigitan, luka bakar, patah tulang, perdarahan
retinaakibat dari adanya subdural hematom dan adanya kerusakan organ
dalam lainnya.
b. Sekuel/cacat sebagai akibat trauma, misalnya jaringan parut, kerusakan saraf,
gangguan pendengaran, kerusakan mata dan cacat lainnya.
c. Kematian. Akibat pada tumbuh kembang anak pertumbuhan dan
perkembangan anak yang mengalami perlakuan salah, pada umumnya lebih
lambat dari anak yang normal, yaitu:
Pertumbuhan fisik anak pada umumnya kurang dari anak2 sebayanya
yang tidak mendaapat perlakuan salah.
Perkembangan kejiwaan juga mengalami gangguan, yaitu:
Kecerdasan
Berbagai penelitian melaporkan terdapat keterlambatan dalam
perkembangan kognitif, bahasa, membaca, dan motorik.
Retardasi mental dapat diakibatkan trauma langsung pada kepala,
juga karena malnutrisi.

Pada beberapa kasus keterlambatan ini diperkuat oleh tidak


adanya stimulasi yang adekuat atau karena gangguan emosi.
Emosi
Terdapat gangguan emosi pada: perkembangan kosnep diri yang
positif, atau bermusuh dalam mengatasi sifat agresif,
perkembangan hubungan sosial dengan orang lain, termasuk
kemampuan untuk percaya diri.
Terjadi pseudomaturitas emosi. Beberapa anak menjadi agresif
atau bermusuhan dengan orang dewasa, sedang yang lainnya
menjadi menarik diri/menjauhi pergaulan. Anak suka ngompol,
hiperaktif, perilaku aneh, kesulitan belajar, gagal sekolah, sulit
tidur, tempretantrum, dsb.
Konsep diri
Anak yang mendapat perlakuan salah merasa dirinya jelek, tidak
dicintai, tidak dikehendaki, muram, dan tidak bahagia, tidak
mampu menyenangi aktifitas dan bahkan ada yang mencoba
bunuh diri.
Agresif
Anak yang mendapat perlakuan salah secara badani, lebih
agresifterhadap teman sebayanya. Sering tindakan egresif tersebut
meniru tindakan orangtua mereka atau mengalihkan perasaan
agresif kepada teman sebayanya sebagai hasil miskinnya konsep
diri.
Hubungan sosial
Pada anak2 ini sering kurang dapat bergaul dengan teman
sebayanya atau dengan orang dewasa. Mereka mempunyai sedikit
teman dan suka mengganggu orang dewasa, misalnya dengan
melempari batu atau perbuatan2 kriminal lainnya.

Akibat dari penganiayaan seksual


Tanda2penganiayaan seksual antara lain:

Tanda akibat trauma atau infeksi lokal, misalnya nyeri perianal, sekret vagina, dan
perdarahan anus.
Tanda gangguan emosi, misalnya konsentrasi berkurang, enuresis, enkopresis,
anoreksia, atau perubahan tingkah laku.
Tingkah laku atau pengetahuan seksual anak yang tidak sesuai dengan umurnya.
Pemeriksaan alat kelamin dilakuak dengan memperhatikan vulva, himen, dan anus
anak.

Sindrom munchausen
Gambaran sindrom ini terdiri dari gejala:
-

Gejala yang tidak biasa/tidak spesifik


Gejala terlihat hanya kalau ada orangtuanya
Cara pengobatan oleh orangtuanya yang luar biasa
Tingkah laku orangtua yang berlebihan

Evaluasi Diagnostik
Diagnostik perlakuan salah dapat ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik yang teliti, dokumentasi riwayat psikologik yang lengkap, dan
laboratorium.
Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik
Penganiayaan fisik
Tanda patogomonik akibat penganiayaan anak dapat berupa:

Luka memar, terutama di wajah, bibir, mulut, telinga, kepala, atau punggung.
Luka bakar yang patogomonik dan sering terjadi: rokok, pencelupan kaki-tangan
dalam air panas, atau luka bakar berbentuk lingkaran pada bokong. Luka bakar
akibat aliran listrik seperti oven atau setrika.
Trauma kepala, seperti fraktur tengkorak, trauma intrakranial, perdarahan retina, dan
fraktur tulang panjang yang multipel dengan tingkat penyembuhan yang berbeda.
Trauma abdomen dan toraks lebih jarang dibanding trauma kepala dan tulang pada
penganiayaan anak. Penganiayaan fisik lebih dominan pada anak di atas usia 2 tahun.
Pengabaian
Pengabaian non organic failure to thrive, yaitu suatu kondisi yang mengakibatkan
kegagalan mengikuti pola pertumbuhan dan perkembangan anak yang seharusnya,
tetapi respons baik terhadap pemenuhan makanan dan kebutuhan emosi anak.
Pengabaian medis, yaitu tidak mendapat pengobatan yang memadai pada anak
penderita penyakit kronik karena orangtua menyangkal anak menderita penyakit
kronik. Tidak mampu imunisasi dan perawatan kesehatan lainnya. Kegagalan yang
disengaja oleh orangtua juga mencakup kelalaian merawat kesehatan gigi dan mulut
anak sehingga mengalami kerusakan gigi.
Penganiayaan seksual
o Tnda dan gejala dari penganiayaan seksual terdiri dari:
o Nyeri vagina, anus, dan penis serta adanya perdarahan atau sekret di vagina.
o Disuria kronik, enuresis, konstipasi atau encopresis.
Pubertas prematur pada wanita

o Tingkah laku yang spesifik: melakukan aktivitas seksual dengan teman


sebaya, binatang, atau objek tertentu. Tidak sesuai dengan pengetahuan
seksual dengan umur anak serta tingkah laku yang menggairahkan.
o Tingkah laku yang tidak spesifik: percobaan bunuh diri, perasaan takut pada
orang dewasa, mimpi buruk, gangguan tidur, menarik diri, rendah diri,
depresi, gangguan stres post-traumatik, prostitusi, gangguan makan, dsb.
Laboratorium
Jika dijumpai luka memar, perlu dilakuak skrining perdarahan. Pada penganiayaan
seksual, dilakukan pemeriksaan:
- Swab untuk analisa asam fosfatase, spermatozoa dalam 72 jam setelah
penganiayaan seksual.
- Kultur spesimen dari oral, anal, dan vaginal untuk genokokus
- Tes untuk sifilis, HIV, dan hepatitis B
- Analisa rambut pubis

Radiologi
Ada dua peranan radiologi dalam menegakkan diagnosis perlakuan salah
pada anak, yaitu untuk:
a. Identifiaksi fokus dari jejas
b. Dokumentasi
Pemeriksaan radiologi pada anak di bawah usia 2 tahun sebaiknya dilakukan
untuk meneliti tulang, sedangkan pada anak diatas 4-5 tahun hanya perlu dilakukan
jika ada rasa nyeri tulang, keterbatasan dalam pergerakan pada saat pemeriksaan
fisik. Adanya fraktur multiple dengan tingkat penyembuhan adanya penyaniayaan
fisik.
o CT-scan lebih sensitif dan spesifik untuk lesi serebral akut dan kronik, hanya
diindikasikan pada pengniayaan anak atau seorang bayi yang mengalami trauma
kepala yang berat.
o MRI (Magnetik Resonance Imaging) lebih sensitif pada lesi yang subakut dan
kronik seperti perdarahan subdural dan sub arakhnoid.
o Ultrasonografi digunakan untuk mendiagnosis adanya lesi viseral
o Pemeriksaan kolposkopi untuk mengevaluasi anak yang
penganiayaan seksual.

mengalami

Penatalaksanaan
Pencegahan dan penanggulangan penganiayaan dan kekerasan pada anak adalah
melalui:
- Pelayanan kesehatan
Pelayanan kesehatan dapat melakukan berbagai kegiatan dan program yang
ditujukan pada individu, keluarga, dan masyarakat.
- Prevensi primer-tujuan: promosi orangtua dan keluarga sejahtera.
o Individu
- Pendidikan kehidupan keluarga di sekolah, tempat ibadah, dan masyarakat

Pendidikan pada anak tentang cara penyelesaian konflik


Pendidikan seksual pada remaja yang beresiko
Pendidikan perawatan bayi bagi remaja yang merawat bayi
Pelayanan referensi perawatan jiwa
Pelatihan bagi tenaga profesional untuk deteksi dini perilaku kekerasan.

o Keluarga
- Kelas persiapan menjadi orangtua di RS, sekolah, institusi di masyarakat
- Memfasilitasi jalinan kasih sayang pada orangtua baru
- Rujuk orangtua baru pada perawat Puskesmas untuk tindak lanjut (follow up)
- Pelayanan sosial untuk keluarga
o
-

Komunitas
Pendidikan kesehatan tentang kekerasan dalam keluarga
Mengurangi media yang berisi kekerasan
Mengembangkan pelayanan dukungan masyarakat, seperti: pelayanan krisis,
tempat penampungan anak/keluarga/usia lanjut/wanita yang dianiaya
Kontrol pemegang senjata api dan tajam

Prevensi sekunder-tujuan: diagnosa dan tindakan bagi keluarga yang stress


o Individu
- Pengkajian yang lengkap pada tiap kejadian kekerasan pada keluarga pada
tiap pelayanan kesehatan
- Rencana penyelamatan diri bagi korban secara adekuat
- Pengetahuan tentang hukuman untuk meminta bantuan dan perlindungan
- Tempat perawatan atau Foster home untuk korban
o Keluarga
- Pelayanan masyarakat untuk individu dan keluarga
- Rujuk pada kelompok pendukung di masyarakat (self-help-group).
Misalnya: kelompok pemerhati keluarga sejahtera
- Rujuk pada lembaga/institusi di masyarakat yang memberikan pelayanan
pada korban
o Komunitas
- Semua profesi kesehatan terampil memberikan pelayanan pada korban
dengan standar prosedur dalam menolong korban
- Unit gawat darurat dan unit pelayanan 24 jam memberi respon, melaporkan,
pelayanan kasus, koordinasi dengan penegak hukum/dinas sosial untuk
pelayanan segera.
- Tim pemeriksa mayat akibat kecelakaan/cedera khususnya bayi dan anak.
- Peran serta pemerintah: polisi, pengadilan, dan pemerintah setempat
- Pendekatan epidemiologi untuk evaluasi
- Kontrol pemegang senjata api dan tajam
o Prevensi tertier-tujuan: redukasi dan rehabilitasi keluarga dengan kekerasan
o Individu
- Strategi pemulihan kekuatan dan percaya diri bagi korban
- Konseling profesional pada individu

- Keluarga
- Reedukasi orangtua dalam pola asuh anak
- Konseling profesional bagi keluarga
- Self-help-group (kelompok peduli)
o Komunitas
- Foster home, tempat perlindungan
- Peran serta pemerintah
- follow up pada kasus penganiayaan dan kekerasan
- Kontrol pemegang senjata api dan tajam

Pendidikan
Sekolah mempunyai hak istimewa dalam mengajarkan bagian badan yang
sangat pribadi, yaitu penis, vagina, anus, mammae dalam pelajaran biologi. Perlu
ditekankan bahwa bagian tersebut sifatnya sangat pribadi dan harud dijaga agar tidak
diganggu orang lain. Sekolah juga perlu meningkatkan keamanan anak di sekolah.
Sikap atau cara mendidik anak juga perlu diperhatikan agar tidak terjadi aniaya
emosional. Guru juga dapat membantu mendeteksi tanda2 aniaya fisik dan
pengabaian perawatan pada anak.
Penegak hukum dan keamanan
Hendaknya UU no.4 thn 1979, tentang kesejahteraan anak cepat ditegakkan
secara konsekuen. Hal ini akan melindungi anak dari semua bentuk penganiayaan
dan kekerasan. Bab II pasal 2 menyebutkan bahwa anak berhak atas perlindungan
terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat
pertumbuhan dan perkembangannya secara wajar.
Media massa
Pemberitaan penganiayaan dan kekerasan pada anak hendaknya diikuti oleh
artikel2 pencegahan dan penanggulangannya. Dampak pada anak baik jangka pendek
maupun jangka panjang diberitakan agar program pencegahan lebih ditekankan.
Pengkajian
Fokus pengkajian secara keseluruhan untuk
keperawatan berkaitan dengan child abuse, antara lain:

menegakkan

diagnosa

Psikososial
1)
2)
3)
4)

Melalaikan diri (neglect), baju dan rambut kotor, bau


Gagal tumbuh dengan baik
Keterlambatan perkembangan tingkat kognitif, psikomotor, dan psikososial
With drawl (memisahkan diri) dari orang2 dewasa

Muskuloskeletal
1) Fraktur
2) Dislokasi

3) Keseleo (sprain)
Genito Urinaria
1)
2)
3)
4)
5)

Infeksi saluran kemih


Perdarahan per vagina
Luka pada vagina/penis
Nyeri waktu miksi
Laserasi pada organ genetalia eksternal, vagina, dan anus.

Integumen
1)
2)
3)
4)

Lesi sirkulasi (biasanya pada kasus luka bakar oleh karena rokok)
Luka bakar pada kulit, memar dan abrasi
Adanya tanda2 gigitan manusia yang tidak dapat dijelaskan
Bengkak

Dx Keperawatan
a. Kerusakan pengasuhan b.d. usia muda terutama remaja, kurang pengetahuan
mengenai pemenuhan kesehatan anak dan ketidakadekuatan pengaturan perawatan
anak.
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan
memasukkan, mencerna, dan mengabsorpsi makanan karena faktor psikologis
Intervensi

Dx I: Kerusakan pengasuhan b.d. usia muda terutama remaja, kurang pengetahuan


mengenai pemenuhan kesehatan anak dan ketidakadekuatan pengaturan perawatan
anak.
o NOC: Setelah dilakukan asuhan keperawatan maka orangtua akan menujukan
disiplin yang konstruktif, mengidentifikasi cara yang efektif untuk
mengungkapkan marah atau frustasi yang tidak membahayakan anak,
berpartisipasi aktif dalam konseling dan atau kelas orangtua.
o Intervensi:
o Dukung pengungkapan perasaan
o Bantu orangtua mengidentifikasi deficit atau perubahan menjadi orangtua
o Berikan kesempatan interaksi yang sering untuk orangtua atau anak
o Keterampilan model peran menjadi orangtua
Dx II: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan
memasukkan, mencerna, dan mengabsorpsi makanan karena faktor psikologis.
o NOC: Setelah dilakukan asuhan keperawatan maka klien akan menunjukkan
status gizia; asupan makanan, cairan, dan gizi, ditandai dengan indicator
berikut (rentang nilai 1-5: tidak adekuat, ringan, sedang, kuat, atau adekuat
total). Makanan oral, pemberian makanan lewat selang, atau nutrisi parenteral
total. Asupan cairan secara oral atau IV

o Intervensi:
Identifikasi faktor2 yang dapat berpengaruh terhadap hilangnya nafsu makan
pasien
Pantau nilai laboratorium, khususnya transferin, albumin dan elektrolit
Pengelolaan nutrisi: ketahui makanan kesukaan klien, pantau kandungan nutrisi
dan kalori pada cetakan asupan, timbang klien pada interval yang tepat
Ajarkan metode untuk perencanaan makanan
Ajarkan klien/keluarga tentang makanan bergizi dan tidak mahal
Pengelolaan nutrisi: berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan
bagaimana memenuhinya

F. Asuhan Keperawatan pada Anak dengan gangguan pendengaran


- Konsep Dasar
Gangguan Pendengaran adalah istilah umum yang

menandakan

ketidakmampuan dengan rentang keparahan dari ringan sampai sangat berat dan
meliputi tuli sebagian dan kesulitan mendengar (Donna L.Wong, 2001).
Gangguan Pendengaran adalah suatu keadaan kehilangan pendengaran yang
mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai rangsangan, terutama
melalui indera pendengarannya (Somantri, 2006).
Gangguan pendengaran dibedakan dua kategori, yaitu tuli (deaf) dan kurang
dengar (low of hearing), dimana deaf adalah mereka yang indera pendengarannya
mengalami kerusakan dalam taraf berat sehingga pendengarannya tidak berfungsi.
Dan low of hearing adalah mereka yang indera pendengarannya mengalami
kerusakan tetapi masih berfungsi untuk mendengar, baik menggunakan maupun
tanpa menggunakan alat bantu dengar (hearing aids). (Dwidjosumarto (Somantri,
2006).
-

Etiologi
1. Masa prenatal

Genetik Herediter

Non Genetik, seperti gangguan pada masa kehamilan ( Infeksi bakteri atau
virus : TORCHS, campak), kelainan struktur anatomic (misalnya akibat
obat obat ototoksik, atresia liang telinga, aplasia koklea, dankekurangan
zat gizi.

Masa perinatal

Prematuritas, berat badan lahir rendah ( < 2.500 gram), tindakan dengan
alat pada proses kelahiran (ekstraksi vakum, fosrep), hiperbilirubinemia
( > 20 mg/ 100 ml), asfiksia, dan anoksia otak merupakan factor resiko
tejadinya ketulian.
3

Masa postnatal
Adanya infeksi bacterial / viral seperti rubella, campak, parotis, infeksi
otak, perdarahan pada telinga tengah, dan trauma temporal dapat
menyebabkan tuli saraf atau tuli konduktif.

Patosifiologi
Gangguan pendengaran

dibagi

berdasarkan

lokasi

defek.

Gangguan

pendengaran telinga bagian tengah atau konduktif disebabkan karena


terganggunya transmisi suara ke telinga bagian tengah. Gangguan ini adalah yang
paling umum dari semua jenis kehilangan pendengaran dan yang paling sering
disebabkan oleh otitis media serosa. Gangguan pendengaran konduktif terutama
-

disebabkan oleh kekerasan suara.


Gangguan pendengaran sensorineural, disebut juga tuli saraf / perseptif,
melibatkan kerusakan pada struktur telinga bagian dalam dan atau saraf auditirius
(pendengaran), penyebab paling umum adalah defek kongenital pada struktur
telinga bagian dalam atau akibat kondisi yang didapat, seperti kernicterus,
infeksi, pemberian obat obat oto toksik, , atau terpajan bunyi yang berlebihan.
Kehilangan pendengaran sensori neural menyebabkan distiorsi suara dan masalah
dalam membedakan suara. Walaupun anak mendengar beberapa hal yang
berlangsung disekitarnya, namun suara tersebut terdistorsi, sehingga sangat

mempengaruhi pembedahan dan poemahaman.


Gangguan pendengaran sensorineural konduktif (campuran) disebabkan
karena gangguan transmisi suara pada telinga bagian tengah dan disepanjang
jaras neural. Sering diakibatkan oleh otitis media yang berulang dan

komplikasinya.
Gangguan pendengaran saraf disebabkan oleh tidak adanya atau rusaknya
saraf pendengaran sehingga tidak dapat meneruskan informasi bunyi ke otak.
Tingkat Pendengaran (dB)

Apa

yang

dengar

dapat

di Efek

tanpa

pengerasan
Sangat Ringan : 16 25 Semua suara bicara , Mempunyai kesulitan
( Sulit Mendengar)

suara

huruf

hidup mendengar suara yang

terdengar jelas,, dapat kecil

atau

jauh,

tidak mendengar suara biasanya

tidak

konsonan yang tidak menyadari


disuarakan.

kesulitan

pendengaran,
mungkin

bersekolah

tetapi dapat memiliki


masalah. Tidak ada
defek

dalam

kemampuan bicara.
Ringan : 26 40

Mendengar

hanya Disfungsi

beberapa

suara pendengaran

belajar,

pembicaraan,suara yang retardasi kemampuan


diucapkan lebih keras.
Sedang : 41 65

Gagal

bicara ringan

mengenali Masalah

bicara,

sebagian besar suara etardasi

kemampuan

bicara

pada

tingkat bicara,

percakapan normal

disfungsi

belajar,

tidak

perhatian.
Berat : 66 95

Tidak

mendengar Dapat

mendengar

pembicaraan

suara keras jika dekat,

percakapan normal,

mungkin

mampu

mengenali bunyi yang


bising di lingkungan,
deapat

membedakan

bunyi

vocal

tidak

tetapi
dapat

membedakan
membedakan sebagian
besar

konsonan.

Memerlukan

latihan

wicara
Sangat Berat : < 91 ( Tuli)

Tidak dapat mendengar Hanya

dapat

pembicaraan atau suara mendengar

suara

lain

keras,

memerlukan

latihan wicara yang


ekstensif,
belajar,

disfungsi
tidak

perhatian.
-

Komplikasi
a. Infeksi telinga tengah,
b. Otosklerosis,
c. rheumatoid arthritis Virus infeksi pada saraf pendengaran (yang disebabkan
oleh virus seperti gondok dan rubela)
d. Meningitis (infeksi selaput otak)
e. ensefalitis (infeksi di otak)

Pemeriksaan Penunjang
1. TES BERA (Brainstem Evoked Response Auditory) atau ABR
(Auditory Brainstem Response
Menguji kinerja seluruh alat pendengaran dari gendang telinga
(telinga luar) sampai ke otak. Cara kerjanya dengan memberikan
bunyik klik pada frekuensi yang berbedabeda pada tingkat kekerasan
yang berbedabeda pula responnya ditangkap langsung oleh sensor di
otak. Tesnya tidak menyakitkan (un-invasive), Dimana bayi akan di
bius di tidurkan. Kemudian akan dilihat responnya terhadap suara
yang di ujikan. tidak perlu respon aktif dari pasien dan hasilnya
menyeluruh. Tes ini adalah tes paling umum dalam mendeteksi
gangguan pendengaran..
2. TES OAE (Oto Acoustic Emission).
Menguji kinerja alat pendengaran dari gendang sampai rumah siput
tetapi terutama rumah siput. Cara kerjanya dengan memberikan nada
murni ke telinga dan menangkap responnya melalui perubahan
tekanan di saluran telinga. Tesnya juga tidak menyakitkan dan tidak
memerlukan respon aktif dari pasien serta obyektif. Biasanya
digunakan untuk mendeteksi gangguan pendengaran khususnya akibat

gangguan di telinga tengah karena OME, OMA atau sensorinerual


hearing loss (SNHL) yaitu kerusakan sel saraf di rumah siput.
3. Tes Tympanometri
Menguji kinerja alat pendengaran dari gendang sampai telinga tengah
(tulang sanggurdi). Caranya mirip dengan OAE tapi responnya dari
defleksi (perubahan gerak) gendang telinga. Tesnya juga tidak
menyakitkan, obyektif dan tidak perlu respon aktif dari pasien.
Biasanya digunakan untuk mengeliminasi kemungkinan gangguan
telinga tengah jika hasil OAE menunjukkan respon negatif.
4. Tes Audiometri
Audiometry, yaitu pemeriksaan untuk menunjukan berapa besar
gangguan dengar yang di derita. Bagi yang sudah berusia 10 tahun
cukup dilakukan audiometric. Caranya yaitu dengan masuk keruang
kedap suara, kemudian di pasangkan headphone dan diuji berbagai
nada. Mulai dari yang rendah hingga nada yang tinggi, dalam test ini
diharapkan harus jujur dengan apa yang di dengarnya. Untuk
memudahkan dalam menentukan berapa besar tingkat gangguan
dengar yang di derita.
5. TES ASSR (Auditory Steady State Response).
Menguji kinerja seluruh alat pendengaran dari gendang telinga sampai
ke otak. Cara kerjanya seperti BERA tapi yang diberikan adalah nada
murni seperti layaknya tes audiometri. Namun tidak diperlukan
partisipasi aktif dari pasien karena respon langsung dicatat oleh sensor
yang menangkap aktifitas otak. Tes ini tidak menyakitkan dan tidak
memerlukan respon aktif namun pasien harus diam dan tenang dalam
waktu yang cukup lama, kurang lebih 1 jam. Seringkali dianjurkan
agar pasien ditidurkan atau diberi obat tidur jika memang sulit,
diminta untuk tetap tenang dan diam. Digunakan untuk mendeteksi
gangguan pendengaran pada bayi dan anak - anak yang masih kecil.
-

Penatalaksanaan
1 Bila kehilangan pendengaran teridentifikasi , evaluasi perkembangan ,
bicara dan kemampuan bicara penuh diperlukan.
2

Anak dengan tuli saraf berat harus segera mulai memakai alat bantu
dengar, penilaian tingkat kescerdasan anak oleh psikolog untuk dirujuk
dalam pendidikannya.

Pemasangan implan koklea ( dilakukan pada keadaan tuli saraf berat baik
anak maupun dewasa yang tidak mendapat manfaat dengan alat bantu
dengar konvensional.untuk anak dengan tuli saraf sejak lahir implant
sebaiknya dipasang pada usia 2 tahun.

Pasca bedah ( dilakukan program rehabilitasi berupa latihan mendengar,


terapi wicara, dll selama kurang lebih 6 bulan. Juga dilakukan evaluasi
pasca bedah. Perangkat elektronik tersebut harus diperiksa dan dikalibrasi

berkala ( mapping) setiap 6 bulan untuk anak < 6 tahun dan setiap 12
bulan untuk anak yang berusia > 6 tahun.

Pengkajian
1

Kaji fisik ; perhatikan adanya anomali ( misalnya susunan telinga rendah )

Kaji riwayat keluarga, terutama mengenai kerusakan pendengaran

Kaji riwayat prenatal dan perinatal (tentang penyakit dan obat masa gestasi, tipe
dan durasi kelahiran, skor apgar, hipoksia dan hiperbilirubinemia.

Kaji riwayat kesehatan, (terutama mengenai imunisasi, penyakit serius, kejang,


demam tinggi, obat oksotoksik, infeksi telinga.

Kaji riwayat respon terhadap stimulus auditori, tes audiometric sebelumnya.

Kaji riwayat perkembangan motoric, perawatan diri, perilaki adaptif, sosialisasi,


perilaku ( mis, tenper tantrum, stimulasi vibratory, keras kepala, perubahan
perilaku / kepribadian baru.

Observasi adanya manifestasi kerusakan pendengaran.


1

Pemeriksaan Fisik pada bayi


a

Kurangya reflex berkedip / terkejut pada bunyi keras.

Tidak bangun oleh kebisingan yang keras

Kegagalan melokalisasi sumber bunyi pada usia 6 bulan

Tidak ada suara gumam atau nada suara pada usia pada usia 7 bulan.

Tidak membedakan bunyi secara umum

Kurangnya respons terhadap kata kata yang diucapkan : gagal untuk


mengikuti petunjuk verbal

Pemeriksaan fisik pada anak anak


a. Gagal mengembangkan keterampilan berbicara yang dapat dimengerti
pada usia 24 bulan
b. Kualitas bicara monoton, tidak dapat dimengerti, dan kurangnya
tertawa
c. Meminta untuk mengulang pernyataan atau menjawabnya dengan
tidak tepat
d. Berespon lebih terhadap ekspresi wajah dan sikap tubuh dari pada
penjelasan verbal

e. menghindari interaksi social; seringkali membingungkan dan tidak


senang dalam situasi tertentu, lebih senang bermain sendiri.
f. Sering keras kepala karena kurang pemahaman
g. Peka jika dirinya tidak paham, malu, takut dan menarik diri

Diagnosa Keperawatan
1

Perubahan sensori/ persepsi (auditorius) berhubungan dengan kerusakan


pendengaran

Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan ketidakmampuan


mendengar stimulus suara

Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan gangguan


komunikasi

Risiko Tinggi Cedera berhubungan dengan bahaya lingkungan

Perubahan proses keluarga berhubungan dengan diagnose ketulian pada anak

Intervensi dan implementasi


o Menurut
Dongoes
(2000),
implementasi
adalah
perawat
mengimplementasikan intervensi intervensi yang terdapat dalam rencana
perawatan.
o Menurut Allen (1998), komponen dalam tahap implementasi melipui
tindakan keperawatan, mandiri,kolaboratif, dokumentasi, dan respon pasien
terhadap asuhan keperawatan.

G. Asuhan Keperawatan pada Anak dengan gangguan penglihatan


Gangguan Penglihatan
Gangguan penglihatan adalah masalah umum yang terjadi selama masa
kanak-kanak. Di Amerika Serikat prevalensi kebutaan dan gangguan penglihatan
senus pada populasi pediatrik diperkirakan 30 sampai 64 anak per 100.000 populasi.
100 anak lain per 100.000 populasi mengalami gangguan yang tidak terlalu serius
(Davidson, 1992). Peran perawat jelas salah satu dari pengkajian, pencegahan,
perujukan. dan pada beberapa kasus rehabilitasi.
Definisi dan Klasilikasi
Gangguan penglihatan adalah istilah umum yang berarti kehilangan
penglihatan yang tidak dapat diperbaiki dengan lensa yang biasanya diresepkan.
Namun, definisi yang lebih berguna untuk mengklasifikasi gangguan penglihatan
meliputi beberapa istilah berikut ini. School vision (juga dikenal sebagai penglihatan
parsia1) merujuk pada ketajaman penglihatan antara 20/70 dan 20/200. Anak harus
mampu mendapatkan pendidikan pada sistem sekolah umum reguler dengan

menggunakan huruf berukuran normal. Penglihatan dekat hampir selalu lebih balk
dari penglihatan jauh. Legal blindness, ketajaman penglihatan 20/200 atau kurang
dan/atau lapang pandang 20 derajat atau kurang pada mata yang lebih balk, berguna
hanya sebagai definisi legal, bukan sebagai diagnosis medic. lni memungkinkan
pertimbangan khusus dengan tidak rnengabaikan tuntutan, masuk ke sekolah khusus,
memenuhi syarat untuk mendapat bantuan, dan manfaat lain.
Etiologi
Gangguan penglihatan dapat disebabkan oleh sejumlah kondisi genetik dan
masa pranatal atau pascanatal. Penyebab ini termasuk infeksi perinatal (herpes,
klamidia. gonokokus, rubela, sifilis, toksoplasmosis), retinopati prematuritas, trauma,
infeksi pascanatal (meningitis), dan kelainan seperti penyakit sel sabit. artritis
rematoid juvenil, penyakit Tay-Sachs, albinisme, dan retinoblastoma. Pada banyak
kasus, seperti kesalahan refraktif (pembiasan), penyebab gangguan tidak diketahui.
Kesalahan refraktif adalah tipe gangguan penglihatan pada anak yang paling
umum. Istilah refraksi berarti kelengkungan dan rnerujuk pada kelengkungan sinar
cahaya ketika melewati lensa mata. Normalnya, sinar cahaya memasuki lensa dan
jatuh tepat pada retina. Namun pada gangguan refraktif, sinar cahaya jatuh balk di
depan retina (miopi) maupun di belakang retina (hiperopia). Masalah mata lain,
seperti strabismus. dapat atau tidak termasuk kesalahan refraktif, tetapi strabismus
sangat penting karena jika tidak diobati, dapat menyebabkan kebutaan karena
myopia.
Trauma adalah penyebab umum kebutaan pada anak. Cedera pada bola mata
dan adneksa (struktur penyokong atau aksesoris, mis., kelopak mata, konjungtiva,
kelenjar lakrimal) dapat diklasifikasikan sebagai penetrasi atau nonpenetrasi. Luka
penetrasi paling senng terjadi akibat instrumen tajam, seperti tongkat, pisau, atau
gunting; objek terdorong, seperti petasan, senjata, busur dan panah, atau ketapel; atau
kontusi berat akibat objek tumpul, yang mungkin terjadi selama perkelahian atau
karena kecelakaan mobil serius. Cedera nonpenetrasi mungkin disebabkan oleh objek
asing dalam mata, laserasi, serangan dan objek tumpul seperti bola (olah raga kasti,
sepak bola, bola basket. bulu tangkis) atau tinju. atau luka bakar karena panas atau
bahan kimia

Pengkajian
o Pengkajian

Sejak kapan sakit mata dirasakan.

Penting

untuk mengetahui

perkembangan penyakitnya, dan sejauhmana perhatian klien dan


keluarganya terhadap masalah yang dialami.
o Riwayat trauma sebelum atau sesudah ada keluhan

Trauma dapat memberikan kerusakan pada seluruh lapis kelopak ataupun


bola mata. Trauma sebelumnya dapat juga memberikan kelainan
pada mata tersebut sebelum meminta pertolongan.

Apakah ada keluarga yang menderita penyakit yang sama sebelumnya.


yang bersifat herediter yang diwariskan melalui kromosom, protein
yang selamat memiliki kemungkinan 50 %

Apakah pasien merasakan adanya perubahan dalam matanya.

Apakah ada keluhan lain yang menyertai

o Keluhan sakit kepala merupakan keluhan paling sering diberikan oleh


penderita. Adanya keluhan pada organ lain juga bisa diakibatkan oleh tumor
yang bermetastase.
o Penyakit mata sebelumnya

Kadang-kadang
sebelumnya

dengan

akan

mengetahui

dapat

menerangkan

riwayat

penyakit

tambahan

mata

gejala-gejala

penyakit yang dikeluhkan penderita.


o Penyakit lain yang sedang diderita

Bila sedang menderita penyakit lain dengan keadaan yang buruk, dapat
pula memperburuk keadaan klien

o Usia penderita

Dikenal beberapa jenis penyakit yang terjadi pada usia

tertentu.

o Riwayat Psikologi

Reaksi pasien dana keluarganya terhadap gangguan penglihatan yang


dialami pasien: cemas, takut, gelisah, sering menangis, sering
bertanya.

o Mekanisme koping

Pemeriksaan Fisik Umum

o Diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya keadaan umum yang


dapat merupakan penyebab penyakit mata yang sedang diderita.
o Pemeriksaan Khusus Mata :
a

Pemeriksaan tajam penglihatan


Tumor dapat menyebar luas di dalam bola mata sehingga dapat merusak
semua organ di mata yang menyebabkan tajam penglihatan sangat
menurun.

Pemeriksaan gerakan bola mata

Pembesaran tumor dalam rongga mata akan menekan saraf dan bahkan
dapat merusak saraf tersebut dan apabila mengenai saraf III, IV, dan VI
maka akan menyebabkan mata juling.
c

Pemeriksaan susunan mata luar dan lakrimal


o Pemeriksaan dimulai dari kelopak mata, sistem
lakrimal, konjungtiva, kornea,

bilik

mata depan,

iris, lensa dan pupil.


o Leukokoria, Yaitu reflek pupil yang berwarna putih.
o Hipopion, Yaitu terdapatnya nanah di bilik mata depan
o Hifema, Yaitu terdapatnya darah di bilik mata depan
o Uveitis, Yaitu terdapatnya darah di bilik mata depan
d

Pemeriksaan Pupil
Leukokoria (refleks pupil yang berwarna putih)

Pemeriksaan funduskopi
Menggunakan oftalmoskopi untuk pemeriksaan media, papil saraf
optik, dan retina. Refleksi tak ada (atau gelap) akibat perdarahan yang
banyak dalam badan kaca.

Pemeriksaan tekanan bola mata


Pertumbuhan tumor ke dalam bola mata menyebabkan tekanan bola mata
meningkat.

Pengelompokan Data
1. Data Subjektif
-

Mengeluh nyeri pada mata

Sulit melihat dengan jelas

Mengeluh sakit kepala

Merasa takut

2. Data Objektif
-

Mata juling (strabismus)

Mata merah

B.

Bola mata besar

Aktivitas kurang

Tekanan bola mata meningkat

Gelisah

Refleks pupil berwarna putih (leukokoria)

Tajam penglihatan menurun

Sering menangis

Keluarga sering bertanya

Ekspresi meringis

Tak akurat mengikuti instruksi

Keluarga nampak murung

Keluarga nampak gelisah

Pertanyaan/pernyataan keluarga salah konsepsi

Diagnose

1.

Nyeri b/d proses penyakit, inflamasi

2.

Gangguan persepsi sensori : visual b/d gangguan penerimaan sensori

3.

Resiko cedera b/d keterbatasan lapang pandang

4.

Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d status hipermetabolik

5.

Ansietas b/d perubahan status kesehatan

6.

Gangguan harga diri b/d kecacatan bedah


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Autisme menurut Rutter 1970 adalah Gangguan yang melibatkan kegagalan
untuk mengembangkan hubungan antar pribadi (umur 30 bulan), hambatan
dalam pembicaraan, perkembangan bahasa, fenomena ritualistik dan konvulsif.
(Sacharin, R, M, 1996: 305).
Kemampuan mental yang tidak mencukupi (WHO)
Suatu keadaan yang ditandai dengan fs. Intelektual berada dibawah normal,
timbul pada masa perkembangan/dibawah usia 18 tahun, berakibat lemahnya
proses belajar dan adaptasi sosial (D.S.M/Budiman M, 1991)

Sindrom Down adalah suatu kumpulan gejala akibat dari abnormalitas kromosom,
biasanya kromosom 21, yang tidak berhasil memisahkan diri selama meiosis
sehingga terjadi individu dengan 47 kromosom. Sindrom ini pertama kali
diuraikan oleh Langdon Down pada tahun 1866.
Adalah anak yang mengalami gangguan pemusatan perhatian dengan
hiperaktivitas (GPPH)
Adalah termasuk gangguan yang disebabkan oleh perkembangan otaknya yang
tidak normal
Adalah gangguan yang ditandai dengan gangguan konsentrasi, sifat impulsive,
dan hiperaktivitas
Dari beberapa pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa gangguan
hiperaktivitas yaitu gangguan pemusatan perhatian yang disebabkan oleh
perkembangan otak yang tidak normal yang ditandai dengan gangguan
konsentrasi, sifat impulsive dan hiperaktivitas
Child abuse atau perlakuan yang salah terhadap anak didefinisikan sebagai segala
perlakuan buruk terhadap anak ataupun adolens oleh orang tua, wali, atau orang
lain yang seharusnya memelihara, menjaga, dan merawat mereka.

DAFTAR PUSTAKA

Green, S. D, Thomas, J. D. (2008). Interdisciplinary collaboration and the electronic


medical record, Journal Pediatric Nursing, vol. 34 pp. 225-228, diperoleh melalui
http://proquest.umi.com/pqdweb (di akses 8 des 2012)

Mansjoer, A., et. al. 2001, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I, Edisi III, Cetakan IV,
Media Aekulapius. FK-UI, Jakarta.

Doenges, Marilynn, E., et. al., 1999, Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, EGC, Jakarta.

Wong,

Donna

6.Jakarta:EGC
http://ayam65.wordpress.com/2008/06/16/askep-remaja-2/ (di akses 8 des 2012)
http://komunitasradit.blogspot.com/2009/11/asuhan-keperawatan-pada-kelompok-

khusus.html (di akses 8 des 2012)


http://yuudi.blogspot.com/2011/05/asuhan-keperawatan-keluarga-dengan-anak.html

(di akses 8 des 2012)


http://ikhwanramadansiregar.blogspot.com/2011/06/masalah-yang-sering-terjadi-

pada-para.html (di akses 8 des 2012)


http://luviony.blogspot.com/2011/06/asuhan-keperawatan-pada-remaja-dengan.html
(di akses 8 des 2012)

(2008).Buku

Ajar

Keperawatan

Pedeatrik

Wong.Edisi

Anda mungkin juga menyukai