Oleh:
Dewiyani Mulyaning Tyas (2101409045)
Rombel 1
PENDAHULUAN
Buku merupakan salah satu sarana penting dalam upaya meningkatkan
mutu pendidikan. Salah satu permasalahan perbukuan dalam era otonomi daerah
dewasa ini adalah ketersediaan buku yang memenuhi standar nasional pendidikan
dengan harga murah yang dapat dijangkau oleh masyarakat luas. Untuk mengatasi
hal tersebut, Departemen Pendidikan Nasional telah membeli hak cipta buku teks
pelajaran dari penulis/penerbit. Selanjutnya buku-buku tersebut disajikan dalam
bentuk buku elektronik (ebook) dengan nama Buku Sekolah Elektronik atau BSE
(http://id.wikipedia.org/wiki/Buku_sekolah_elektronik, diakses pada tanggal 4
Juli 2011).
Buku-buku teks pelajaran ini telah dinilai kelayakan pakainya oleh Badan
Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dan telah ditetapkan sebagai Buku Teks
pelajaran yang memenuhi syarat kelayakan untuk digunakan dalam pembelajaran
melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 46 Tahun
2007, Permendiknas Nomor 12 Tahun 2008, Permendiknas Nomor 34 Tahun
2008, dan Permendiknas Nomor 41 Tahun 2008 (http://bse-indo.blogspot.com/,
diakses pada tanggal 4 Juli 2011)
Salah satu hal yang perlu diperhatikan di dalam buku teks adalah
keakuaratan penyajian konsep dan teori. Hal ini penting karena konsep dan teori
yang
disajikan
akan
mempengaruhi
pemahaman
siswa terhadap
suatu
pengetahuan. Apabila konsep dan teori yang sudah disajikan sudah tepat,
pemahaman siswa akan menjadi benar. Akan tetapi, apabila konsep dan teori yang
disajikan salah, maka pemahaman siswa pun akan menjadi salah pula. Apabila
terjadi demikian, tentu akan merugikan siswa. Hal tersebut berlaku bagi semua
buku teks pelajaran, termasuk buku teks Bahasa Indonesia.
Di dalam buku teks Bahasa Indonesia, terdapat berbagai macam konsep
dan teori tentang sastra dan bahasa. Salah satunya adalah konsep dan teori tentang
makna denotatif dan makna konotatif yang juga merupakan salah satu topik
bidang ilmu semantik. Materi tersebut dihadirkan pada BSE Bahasa Indonesia
untuk SMK Kelas XI.
Saya tertarik untuk menganalisis ketepatan materi semantik tersebut
karena seringkali terjadi kekeliruan dalam penyampaian konsep makna denotatif
dan makna konotatif. Seringkali penjelasan tentang makna konotatif menjadi
rancu dengan makna kiasan. Oleh karena itu, saya mengambil dua judul BSE
Bahasa Indonesia untuk Kelas XI SMK sebagai perbandingan sekaligus sampel
untuk dianalisis. Harapan saya, BSE sebagai buku yang sudah dinilai kelayakan
pakainya oleh Badan Standar Nasional Pendidikan memang benar-benar layak
digunakan sebagai buku ajar, khususnya dari segi keakuaratan konsep dan teori
yang disajikan.
KAJIAN TEORI
JENIS-JENIS MAKNA
Jenis-jenis makna dapat dibedakan apabila dilihat dari sudut pandang yang
berbeda. Berdasarkan ada dan tidaknya nilai rasa, makna dapat dibedakan menjadi
makna denotatif dan makna konotatif. Berdasarkan jenis semantiknya, makna
dapat dibedakan menjadi makna leksikal dan makna gramatikal. Berdasarkan ada
dan tidaknya referen pada sebuah kata, makna dapat dibedakan menjadi makna
referensial dan makna nonreferensial. Berdasarkan pada ada dan tidaknya
hubungan (asosiasi, refleksi), makna dapat dibedakan menjadi makna konseptual
dan makna asosiatif. Berdasarkan ketepatan maknanya, makna dibedakan menjadi
makna kata dan makna istilah. Selain itu, terdapat pula makna kiasan yang
terdapat di dalam idiom dan peribahasa (Pateda, 2001: 108). Yang akan menjadi
fokus dalam makalah ini adalah makna denotatif dan makna konotatif.
1. Makna Denotatif dan Makna Konotatif
Berdasarkan ada dan tidaknya nilai rasa, makna dapat dibedakan menjadi
makna denotatif dan makna konotatif. Makna denotatif dan makna konotatif
dibedakan oleh ada dan tidaknya nilai rasa pada sebuah kata. Menurut
Kridalaksana (dalam Tarigan, 1991:495), makna denotatif adalah makna pada kata
atau keolompok kata yang didasarkan atas penunjukan yang lugas pada sesuatu di
luar bahasa atau yang didasarkan atas konvensi tertentu dan bersifat objektif.
Sesuatu yang berada di luar bahasa itu ialah referen, konsep, atau ide tertentu
(Keraf dalam Tarigan, 1991:495). Makna denotatif disebut juga dengan makna
asal, makna asli, tau makna sebenarnya yang dimiliki oleh sebuah leksikon.
Dengan kata lain, makna denotatif sama dengan makna leksikal. Makna denotatif
juga
disebut
sebagai
makna
yang
objektif
karena
berlaku
umum
kata mangkat mengandung nilai rasa kebesaran, kata wafat mengandung nilai rasa
keluhuran atau kemuliaan, sedangkan kata gugur mengandung nilai rasa
kepahlawanan.
Konotasi dapat dibagi menjadi beberapa ragam. Tarigan memnbagi
konotasi menjadi dua bagian utama, yaitu:
a. Konotasi individual (nilai rasa yang hanya menonjolkan diri bagi orang
perorangan); dan
b. Konotasi kolektif (nilai rasa yang berlaku untuk para anggota suatu golongan
atau masyarakat)
Menurutnya, ragam kolektif dibagi lagi menjadi:
1) Konotasi baik, yang meliputi konotasi tinggi dan konotasi ramah
2) Konotasi tidak baik, yang meliputi konotasi berbahaya, konotaasi tidak
pantas, konotasi tidak enak, konotasi kasar, dan konotasi keras
3) Konotasi netral atau biasa, melingkupi: konotasi bentukan sekolah,
konotasi kanak-kanak, konotasi hipokoristik, dan konotasi bentuk nonsen
Adapun Soedjito (dalam Tarigan, 1991: 497) membagi konotasi menjadi
dua golongan, yaitu:
a. Konotasi positif, yaitu konotasi yang mengandung nilai rasa tinggi, baik,
halus,sopan, menyenangkan, sacral, dan sebagainya; dan
b. Konotasi negative, yaitu konotasi yang mengandung nilai rasa rendah, jelek,
kasar, kotor, porno, dan sebagainya
Konotasi Positif
Konotasi Negative
suami istri
laki bini
pegawai/karyawan
buruh/pekerja
jenazah
mayat, bangkai
kiai-nenek
harimau
tali
ular
wanita
perempuan
orang desa
orang udik
Makna konotatif merupakan hasil perkembangan suatu kosakata.
Turun/naiknya suatu kosakata amat tergantung pada masyarakat pemakai bahasa
itu. Konotasi yang dulu bernilai buruk, lama-kelamaan dapat menjadi bernilai rasa
baik, begitu pula ssbaliknya.
Adapun makna asosiatif adalah makna yang dimiliki oleh sebuah kata atau
leksem berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan sesuatu yang berada
di luar bahasa. Misalnya, kata amplop diasosiasikan dengan uang suap.
Asosiasi antara amplop dengan uang berkenaan dengan wadah. Ke dalam amplop
biasanya selain dimasukkan kertas, bisa pula dimasukkan benda lain, misalnya
uang.
5. Makna Kata dan Makna Istilah
Berdasarkan ketepatan maknanya, makna dibedakan menjadi makna kata
dan makna istilah. Makna kata adalah makna pada suatu kata yang dipakai secara
umum. Dalam penggunaannya, makna kata itu baru menjadi jelas kalau kata itu
sudah berada dalam konteks kalimatnya.
Adapun makna istilah adalah makna yang terdapat di dalam kata yang
hanya digunakan dalam bidang kegiatan tertentu atau keilmuan tertentu. Makna
istilah memiliki makna yang pasti, jelas,tidak meragukan, meskipun tanpa konteks
kalimat. Oleh krena itu, sering dikatakan bahwa istilah itu bebas konteks.
Misalnya, kata tahanan. Akan tetapi, sebagi istilah, misalnya di bidang hokum,
makna kata tahanan sudah pasti, yaitu orang yang ditahan sehubungan dengan
suatu perkara. Sebagai istilah dalam kelistrikan, kata tahanan bermakna daya
yang menahan arus listrik.
6. Makna Kiasan, Idiom dan Peribahasa
Makna kiasan adalah pemakaian kata yang maknanya tidak sebenarnya
(Harimurti dalam Pateda, 2001: 108). Makna kiasan tidak lagi sesuai dengan
konsep yang terdapat di dalam kata tersebut. Makna kiasan sudah bergeser dari
makna sebenarnya, tetapi kalau dipikir secara mendalam, masih ada kaitan dengan
makna sebenarnya. Makna kias banyak terdapat di dalam idiom, peribahasa, dan
ungkapan.
Idiom adalah suatu ujaran yang maknanya tidak dapat diramalkan dari
unsure-unsurnya, baik secara leksikal maupun gramatikal. Misalnya, membanting
tulang dengan makna bekerja keras, meja hijau dengan makna pengadilan, dan
sudah beratap seng bermakna sudah tua (Chaer, 1994:296).
Biasanya dibedakan orang adanya dua macam idiom, yaitu idiom penuh
dan idiom sebagian. Idiom penuh adalah idiom yang semua unsurnya sudah
melebur menjadi satu kesatuan, sehingga makna yang dimiliki berasal dari seluruh
kesatuan itu. Contohnya, membanting tulang dan meja hijau. Adapun idiom
sebagian adalah idiom yang salah satu unsurnya masih memiliki makna leksikal
sendiri. Misalnya, buku putih bermakna buku yang memuat keterangan resmi
tentang suatu kasus, daftar hitam yang bermakna daftar yang memuat namanama orang yang diduga atau dicurigai berbuat kejahatan, dan koran kuning
bermakna koran yang biasa memuat berita sensasi. Pada contoh tersebut, kata
buku, daftar, dan koran masih memiliki makna leksikalnya.
Berbeda dengan idiom, maka yang disebut peribahasa memiliki makna
yang masih dapat ditelusuri dari makna unsure-unsurnya karena adanya asosiasi
antara makna asli dengan makna maknanya sebagai peribahasa. Misalnya,
peribahasa seperti anjing dengan kucing yang bermakna dua orang yang tidak
pernah akur.
PEMBAHASAN
1. Penyajian Materi Makna Denotatif dan Makna Konotatif di dalam BSE
Karangan Mokhamad Irman, Tri Wahyu Prastowo, dan Nurdin
.
Makna Kata Berdasarkan Hubungan Referensial
Makna kata ini dibedakan menjadi:
a. Makna denotatif
Makna denotatif ialah makna yang paling dekat dengan bendanya (makna
konseptual), atau kata yang mengandung arti sebenarnya.
Contoh:
1) Bunga mawar itu dipetik Sita dan disuntingkan di rambutnya.
2) Untuk menakahi kedua anaknya, ia menjual sayuran di pasar
3) Penjual menawarkan barang kepada pembeli
4) Bajunya basah kuyup terkena keringat.
b. Makna konotatif
Makna konotatif ialah makna kiasan atau diartikan makna yang cenderung lain
dengan benda nyata (makna kontekstual) disebut juga makna tambahan.
Contoh :
1) Ayahnya mendapat kursi sebagai anggota dewan (kursi artinya jabatan/
kekuasaan)
2) Hatiku berbunga-bunga setelah anakku mendapat juara pertama.
(berbunga-bunga artinya gembira)
3) Sekarang ia bekerja di tempat yang basah.( basah artinya selalu
menghasilkan uang)
Dalam pengertian lain makna konotasi berkaitan dengan cakupan makna halus
dan cakupan makna kasar.
Contoh cakupan makna halus:
1) Neneknya sudah meninggal dua hari yang lalu
2) Istri Pak Dadang seorang perawat di rumah sakit pusat.
3) Ibunya Rosita sedang hamil lima bulan.
4) Mari kita doakan para pahlawan yang telah gugur agar arwahnya diterima
oleh Allah.
Contoh cakupan makna kasar:
1) Pamannya sudah mampus seminggu yang lalu.
2) Kakakku sedang bunting, dia harus berhati-hati.
3) Bininya seorang dokter.
: Ton, penampilan grup band sekolah kita kemarin malam sangat bagus.
: Benar sekali katamu, aku suka sekali dengan suara emas vokalisnya.
: Melihat mereka, aku... jadi teringat dengan pecahnya grup kita.
: Ya... aku juga sedikit memikirkan hal itu. Tapi... Kita jangan lagi
menoleh ke belakang.
Coba kalian cermati kata-kata yang dicetak miring dalam percakapan di
atas!
a. suara emas vokalisnya
b. pecahnya grup kita
c. kita jangan lagi menoleh ke belakang
Kata atau frasa tersebut tidak dapat dimaknai secara leksikal/gramatikal
atau makna sesungguhnya. Kata-kata tersebut memiliki makna lain yang
ditimbulkan karena mempunyai nilai rasa. Makna kata itu digolongkan sebagai
makna konotatif.
Makna Denotatif dan Konotatif
Setiap kata mengandung konsep makna. Untuk mengetahui makna kata
kita dapat menggunakan kamus sebagai salah satu alat bantu.
Kita tahu bahwa suatu kata tidak selalu mengacu pada pengertian
dasarnya, tetapi juga dapat merujuk pada tautan atau asosiasi dengan hal yang
lain. Sehubungan dengan hal ini kita mengenal makna denotatif dan makna
konotatif.
Makna denotatif adalah makna yang mengacu pada makna sesungguhnya.
Makna konotatif adalah makna yang timbul karena mempunyai nilai rasa. Nilai
rasa ini bisa positif seperti indah, terhormat, tinggi lucu, sakral, atau
menyenangkan; bisa juga negative seperti jelek, tidak beradab, hina, rendah,
kasar, jorok, porno, atau menakutkan.
Perhatikan contoh berikut:
1. Dia sedang makan pisang (denotatif)
2. Honor anak buahnya, dia makan juga (konotatif)
3. Sudah lima tahun dia bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Arab Saudi.
(denotatif)
4. sudah lima tahun dia bekerja sebagai budak di Arab Saudi. (konotatif)
5. Dia adalah wanita cantik.(denotatif)
6. Dia adalah wanita manis (konotatif)
7. Ia harus membanting tulang untuk dapat melanjutkan hidupnya.
(konotatif/idiom)
Sumber:
Marthasari, Kristari Yuningsih , F. X. Sumarjo. 2008. Bahasa dan Sastra
Indonesia 2: SMK/MAK Kelas XI. Jakarta: Pusat Perbukuan Depdiknas.
Analisis:
Di dalam uraian di atas, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan:
a. Ketepatan contoh yang disajikan di bagian awal uraian.
Contoh yang disajikan di bagian awal kurang tepat. Contoh tersebut (suara
emas vokalisnya, pecahnya grup kita, kita jangan lagi menoleh ke belakang)
bukan merupakan contoh dari makna konotatif melainkan contoh dari makna
kiasan. Kasus yang sama dengan BSE karangan Irman dkk.
b. Kesesuaian definisi makna konotatif di awal uraian dengan contoh di awal
uraian
. Kata-kata tersebut memiliki makna lain yang ditimbulkan karena
mempunyai nilai rasa. Makna kata itu digolongkan sebagai makna
konotatif..
Definisi tersebut sebenarnya sudah tepat. Akan tetapi, tidak ada kesesuaian
antara contoh di awal bacaan dengan definisi yang disajikan di bawahnya.
Contoh yang disajikan adalah contoh kata-kata atau frase yang di dalamnya
SIMPULAN
1. Penyajian materi tentang makna denotatif dan makna konotatif di dalam BSE
Bahasa Indonesia untuk Kelas XI SMK yang dijadikan sampel masih kurang
tepat. Di kedua buku tersebut, terdapat kekeliruan yang secara garis besar
sama, yakni kerancuan antara definisi makna konotatif dengan makna kiasan
dan ketidaktepatan contoh yang disajikan. Adapun definisi dan contoh makna
denotatif sudah benar.
2. Materi di dalam buku tersebut perlu ditinjau ulang agar tidak memberikan
pemahaman yang salah kepada siswa tentang konsep dari makna denotatif dan
makna konotatif.
DAFTAR PUSTAKA
Admin.
2010.
Buku
Sekolah
http://id.wikipedia.org/wiki/Buku_sekolah_elektronik,
Elektronik.
diakses
pada