Anda di halaman 1dari 10

TINJAUAN PUSTAKA

TINEA KRURIS

DEFINISI
Tinea kruris adalah dematofitosis pada lipat paha, daerah perineum, dan
sekitar anus. Dermatofitosis merupakan penyakit pada jaringan yang mengandung
zat tanduk, misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut, dan kuku, yang
disebabkan oleh golongan jamur dermatofita.
SINONIM
Eczema marginatum, dhobie itch, jockey itch, ringworm of the groin.
EPIDEMIOLOGI
Tinea kruris merupakan salah satu bentuk klinis yang sering dilihat di
Indonesia.
ETIOLOGI
Dermatofita adalah golongan jamur yang menyebabkan dermatifitosis.
Golongan jamur ini mempunyai sifat mencernakan keratin. Dermatofita termasuk
kelas Fungi imperfecti, yang terbagi 3 genus, yaitu Microsporum, Trichophyton,
dan Epidermophyton (EMMONS, 1934). Menurut RIPPON (1974) selain sifat
keratolitik masih banyak sifat yang sama diantara dermatofita, misalnya sifat faali,
taksonomis, antigenik, kebutuhan zat makanan untuk pertumbuhannya, dan
penyebab penyakit.
Hingga kini dikenal sekitar 40 spesies dermatofita, masing-masing 2 spesies
Epidermophyton, 17 spesies Microsporum, dan 21 spesies Trichophyton. Pada
tahun-tahun terakhir ditemukan bentuk sempurna (perfect stage), yang terbentuk

oleh 2 koloni yang berlainan jenis kelaminnya. Adanya bentuk sempurna ini
menyebabkan dermatofita dapat dimasukkan ke dalam famili Gymnoascaceae.
Dikenal genus Nannizzia dan Arthroderma yang masing-masing dihubungkan
dengan genus Microsporum dan Trichophyton.
KLASIFIKASI
Dermatofitosis dibagi oleh beberapa penulis, misalnya SIMONS dan
GOHAR (1954), menjadi dermatomikosis, trikomikosis, dan onikomikosis
berdasatkan bagian tubuh manusia yang terserang. Pembagian yang lebih praktis
dan dianut oleh para spesialis kulit adalah yang berdasarkan lokasi. Termasuk
tinea kruris yang merupakan dermatifitosis pada daerah genitokrural, sekitar anus,
bokong, dan kadang-kadang sampai perut bagian bawah. Bentuk-bentuk lainnya
seperti tinea kapitis, tinea barbae, tinea pedis et manum, tinea unguium, tinea
korporis serta 6 bentuk tinea yang mempunyai arti khusus yaitu tinea imbrikata,
tinea favosa, tinea fasialis, tinea akralis, tinea sirsinata. Pada akhir-akhir ini
dikenal nama tinea incognito, yang berarti dermatofitosis dengan bentuk klinis
tidak khas oleh karena telah diobati dengan steroid topikal kuat.
GEJALA KLINIS
Tinea kruris dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat merupakan
penyakit yang berlangsung seumur hidup. Lesi kulit dapat terbatas pada daerah
genito-krural saja, atau meluas ke daerah sekitar anus, daerah gluteus dan perut
bagian bawah, atau bagian tubuh yang lain.
Kelainan kulit yang tampak pada sela paha merupakan lesi berbatas tegas.
Peradangan pada tepi lebih nyata daripada daerah tengahnya. Efloresensi terdiri
atas macam-macam bentuk yang primer dan sekunder (polimorfi). Bila penyakit
ini menjadi menahun, dapat berupa bercak hitam disertai sedkit sisik. Erosi dan
keluarnya cairan biasanya akibat garukan. Tinea kruris merupakan salah satu
bentuk klinis yang sering dilihat di Indonesia. (BUDI MULJA dkk, 1972;1974;
HUTAPEA dkk, 1974).

PEMBANTU DIAGNOSIS
Pemeriksaan mikologik untuk membantu menegakkan diagnosis terdiri atas
pemeriksaan langsung sediaan basah dan biakan. Pemeriksaan lain, misalnya
pemeriksaan

histopatologik,

percobaan

binatang,

dan

imunologik

tidak

diperlukan. Pada pemeriksaan mikologik untuk mendapatkan jamur diperlukan


bahan klinis, yang dapat berupa kerokan kulit, rambut, dan kuku. Bahan untuk
pemeriksaan mikologik diambil dan dikumpulkan sebagai berikut : terlebih
dahulu tempat kelainan dibersihkan dengan spiritus 70 %, kemudian untuk :
1. Kulit tidak berambut (glabrous skin) : dari bagian tepi kelainan sampai
dengan bagian sedikit di luar kelainan sisik kulit dan kulit dikerok dengan
pisau tumpul steril.
2. Kulit berambut : rambut dicabut pada bagian kulit yang mengalami
kelainan.
Pemeriksaan langsung sediaan basah dilakukan dengan mikroskop, mulamula dengan pembesaran 10 x 10, kemudian dengan pembesaran 10 x 45.
Pemeriksan dengan pembesaran 10 x 100 biasanya tida diperlukan. Sediaan basah
dibuat dengan meletakan bahan diatas gelas alas, kemudian dtambah 1-2 tetes
larutan KOH. Konsentrasi larutan KOH untuk sediaan rambut adalah 10 % dan
untuk kulit dan kuku adalah 20 %. Setelah sediaan dicampur dengan larutan KOH,
ditunggu 15-20 menit hal ini diperlukan untuk melarutkan jaringan. Untuk
mempercepat proses pelarutan dapat dilakukan pemanasan sediaan basah di atas
api kecil. Pada saat mulai keluar uap dari sediaan tersebut, pemanasan sudah
cukup. Bila terjadi penguapan, maka akan terbentuk kristal KOH, sehingga tujuan
yang di inginkan tidak tercapai. Untuk melihat elemen jamur lebih nyata dapat
ditambahkan zat warna pada sediaan KOH, isalnya tinta Parker superchroom blue
black.
Pada sediaan kulit dan kuku yang terlihat adalah hifa, sebagai dua garis
sejajar, terbagi oleh sekat, dan bercabang, maupun spora berderet (artrospora)
pada kelainan kulit lama dan/ atau sudah diobati. Pada sediaan rambut yang dilihat

adalah spora kecil (mikrospora) atau besar (makrospora). Spora dapat tersusun
diluar rambut (ektotriks) atau di dalam rambut (endotriks). Kadang-kadang dapat
terlihat juga hifa pada sediaan rambut.
Pemeriksaan dengan pembiakan diperlukan untuk menyokong pemeriksaan
langsung sediaan basah dan untuk menentukan spesies jamur. Pemeriksaan ini
dilakukan dengan mananamkan bahan klinis pada media buatan. Yang dianggap
paling baik pada waktu ini adalah medium agar dekstrosa Sabouraud. Pada agar
Sabouraud dapat ditambahkan antibiotik saja (kloramfenikol) atau ditambah pula
klorheksimid. Kedua zat tersebut diperlukan untuk menghindarkan kontaminasi
bakterial maupun jamur kontaminan.
DIAGNOSIS BANDING
Psoriasis pada sela paha dapat menyerupai tinea kruris. Lesi-lesi pada
psoriasis biasanya lebih merah, skuama lebih banyak, lamelar. Adanya lesi
psoriasis pada tempat lain dapat membantu menentukan diagnosis. Kandidosis
pada daerah lipat paha mempunyai konfigurasi hen and chicken. Kelainan ini
biasanya basah dan berkrusta. Pada wanita ada tidaknya fluaor albus dapat
membantu pengarahan diagnosis. Pada penderita-penderita diabetes melitus,
kandidosis merupakan penyakit yang sering dijumpai. Eritrasma merupakan
penyakit yang tersering berlokasi di sela paha. Efloresensi yang sama, yaitu
eritema dan skuama, pada seluruh lesi merupakan tanda-tanda khas pada penyakit
ini. Pemeriksaan dengan lampu wood menolong dengan adanya fluoresensi merah
(coral red).
PENGOBATAN DAN PROGNOSIS
Pada masa sekarang, dermatofitosis pada umumnya dapat diatasi dengan
pemberian griseofulvin yang bersifat fungistatik. Bagan dosis pengobatan
griseofulvin berbeda-beda. Secara umum, griseofulvin dalam membentuk fine
particle dapat diberikan dengan dosis 0,-1 g untuk orang dewasa dan 0,25-0,5 g
untuk anak-anak sehari atau 10-25 mg per kg berat badan. Lama pengobatan
bergantung pada lokasi penyakit, penyebab penyakit, dan keadaan imunitas

penderita (BEARE dkk 1972; EMMONS dkk 1970; CONANT dkk 1971;
CANIZARES 1975). Setelah sembuh klinis dilanjutkan 2 minggu agar tidak
residif. BEARE dkk (1972) menganjurkan dosis harian dibagi menjadi 4 kali
sehari. Di dalam klinik cara pemberian dengan dosis tunggal harian memberi hasil
yang cukup baik pada sebagian besar penderita (MEDANSKY 1968;
BUDIMULJA dkk 1976). Untuk mempertinggi absorpsi obat dalam usus,
sebaiknya obat dimakan bersama-sama makanan yang banyak mengandung lemak
(CROUNSE, 1963). Untuk mempercepat waktu penyembuhan, kadang-kadang
diperluka tindakan khusus atau pemberian obat topikal tambahan.
Efek samping griseofulvin jarang dijumpai, yang merupakan keluhan utama
ialah sefalgia yang didapati pada 15% penderita. Efek samping yang lain dapat
berupa gangguan traktus digestifus ialah nausea, vomitus, dan diare. Obat tersebut
juga bersifat fotosensitif dan dapat mengganggu hepar. Obat peroral yang juga
efektif untuk dermatofitosis yaitu ketokonazol yang bersifat fungistatik. Pada
kasus-kasus resisten terhadap griseofulvin dapat diberikan obat tersebut sebanyak
200 mg per hari setelah makan. Ketokonazol merupakan kontraindikasi untuk
penderita kelainan hepar.
Pada saat kini selain obat-obat topikal konvensional, misalnya asam salisilat
2-4%, asam benzoat 6-12%, sulfur 4-6%, vioform 3%, asam undesilenat 2-5%,
dan zat warna (hijau brilian 1% dalam cat Castellani) dikenal banyak obat topikal
baru. Obat-obat baru ini di antaranya tolnaftat 2%; tolsiklat, haloprogin, derivatderivat imidazol, siklopiroksolamin, dan naftifine masing-masing 1%. Selain
pemilihan obat yang begitu banyak ragamnya perlu juga diterapkan cara
pengobatan yang efektif dengan menggunakan vehikulum yang sesuai.

DAFTAR PUSTAKA

Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 4. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2006.
Gunawan, Sulistia Gan. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta : Departemen
Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
2007.
Harahap, Marwali. Ilmu Penyakit kulit. Jakarta : Hipokrates, 2000.
Siregar. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi 2. Jakarta : EGC, 2005.

STATUS PASIEN

IDENTITAS
Nama Lengkap
Usia
Jenis Kelamin

: Ny. H
: 54 tahun
: Perempuan

Agama

: Islam

Suku

: Sunda

Pendidikan
Pekerjaan
Alamat
Berobat tanggal

: SLTA
: IRT
: Ciheuleut Indah, PasirKareumbi
: 20 januari 2012

ANAMNESIS
Keluhan Utama
Gatal pada daerah selangkangan dan bokong
Keluhan Tambahan
(-)
Riwayat Penyakit Sekarang
Gatal pada daerah selangkangan dan bokong sejak 1 minggu yang lalu. Os mengeluh
gatal dirasakan sudah 3 tahun dan hilang timbul. Selama ini os memakai salep racikan
yang di berikan dari Rumah sakit. Os mengaku gatal dirasakan pada saat siang hari
ketika udara panas dan berkeringat. Os juga mengatakan keluhan gatal tersebut sering
timbul namun jika sudah di oleskan obat, gatal berkurang dan dalam waktu kurang
dari seminggu keluhan gatal menghilang.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pada tahun 2008 keluhan seperti ini pernah dialami os pada daerah selangkangannya.
Riwayat Penyakit Keluarga
Di keluarga tidak ada yang mengalami keluhan yang sama. Os tinggal bersama suami dan
satu anaknya di rumah.
Riwayat Alergi
Makanan (-)
Obat (-)

PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran

: komposmentis

Keadaan Umum

: sakit sedang

BB

: tidak dilakukan

TB

: tidak dilakukan

Tanda-Tanda Vital

: Tidak dilakukan

STATUS GENERALIS
Kepala

: dalam batas normal

Telinga

: dalam batas normal

Hidung

: dalam batas normal

Mulut

: dalam batas normal

Leher

: dalam batas normal

Kelenjar Getah Bening

: dalam batas normal

Thoraks

: dalam batas normal

Abdomen

: dalam batas normal

Ekstremitas

: dalam batas normal

STATUS DERMATOLOGI
Distribusi

: Regional

Lokasi

: Pada regio inguinal bilateral dan gluteus

Sifat Lesi

: Lesi hiperpigmentasi berukuran plakat, berbatas tegas,


dengan bagian tepi lesi lebih aktif dan skuama halus di
bagian tengah

Efloresensi

: Makula Eritem

RESUME
Gatal pada daerah selangkangan dan bokong sejak 1 minggu yang lalu. Gatal
dirasakan sudah 3 tahun dan hilang timbul. Selama ini os memakai salep racikan
yang di berikan dari Rumah sakit. Os mengaku gatal dirasakan pada saat siang hari
ketika udara panas dan berkeringat. Hasil pemeriksaan dermatologi didapatkan pada
regio inguinal bilateral dan gluteus terdapat lesi hiperpigmentasi berukuran plakat,
berbatas tegas, dengan bagian tepi lesi lebih aktif.
DIAGNOSA KERJA
Tinea kruris
DIAGNOSA BANDING
Kandidosis intertriginosa
RENCANA PEMERIKSAAN
Kerokan kulit dengan larutan KOH 10%
TERAPI

a. Medikamentosa
- Krim mikonazol 2 % dioleskan 2 kali sehari, selama 2 minggu.
- Ketokonazol 200 mg 1x1 setelah makan, selama 14 hari.
- Interhistin 1x1 (bila gatal)

b. Nonmedikamentosa
- Hindari menggunakan celana bahan atau pakaian dalam yang tidak
menyerap keringat
- Menjaga daerah lipat paha agar tetap kering
- Menurunkan berat badan :
1. Konsumsi makanan yang banyak mengandung serat
2.

Olah raga minimal seminggu 3 kali.

PROGNOSIS
Quo at vitam

: ad bonam

Quo at fungsionam

: ad bonam

Quo at sanationam

: ad bonam

Anda mungkin juga menyukai