Penanggung Jawab
Prof.,Drs., Win Darmanto, M.Si,Ph.D.
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Airlangga, Indonesia
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah yang Maha Esa, berkat rahmat dan hidayahNya
semata jurnal online edisi pertama ini dapat diterbitkan.
E-jurnal Fisika dan Terapannya ini merupakan media publikasi bagi sivitas di
lingkungan departemen Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga. Selain
itu melalui media ini diharapkan dapat mencegah terjadinya praktek plagiasi dalam penelitian.
Pada edisi pertama ini, diterbitkan sepuluh makalah hasil penelitian mahasiswa dari program
studi S1 Fisika dan program studi Teknobiomedik, masing-masing memberikan sumbangan
lima makalah. Topik makalah dari prodi S1 Fisika meliputi bidang biofisika, fisika material,
fotonik dan komputasi, sedangkan topik makalah dari prodi teknobiomedik meliputi bidang
biomaterial dan instrumentasi medis . Hal ini sesuai dengan kelompok bidang keahlian (KBK)
yang dikembangkan pada kedua program studi tersebut.
Semoga jurnal ini dapat bermanfaat bagi pembaca semua.
Drs. S i s w a n t o, M.Si.
DAFTAR ISI
Aurista Miftahatul I
Siswanto
Dyah Hikmawati
Hadi Suntaya
Samian
Supadi
Nike Dwi G. D.
Suryani Dyah Astuti
Moh. Yasin
Satya Bagus K.
Jan Ady
Djoni Izak R
Fatimatul Karimah
Endah Purwanti
Adri Supardi
14
37
92
e-mail: aurista.ilmah@yahoo.com
ABSTRAK
Telah dilakukan sintesis membran selulosa asetat dari eceng gondok sebagai
penyaring logam berat timbal (Pb) di udara. Metode yang digunakan adalah dengan
pembuatan selulosa asetat dari eceng gondok kemudian dilanjutkan pembuatan membran
dengan pelarut aseton dan formamida lalu mengkontaminasikan membran ke gas buangan
kendaraan bermotor. Hasil untuk selulosa asetat dikarakterisasi menggunakan FT-IR,
sedangkan hasil dari pembuatan membran dikarakterisasi dengan uji mikrostruktur
dengan mikroskop cahaya binokuler dan uji emisi gas buang kendaraan bermotor. Hasil
analisis data FT-IR membuktikan terbentuknya selulosa diasetat dengan pita serapan khas
yaitu adanya gugus karbonil (C=O) pada bilangan gelombang 1749,12 cm-1. Membran
yang memiliki kemampuan dalam menyaring timbal yang paling baik adalah membran
dengan perbandingan selulosa asetat 16%, formamida 8%, aseton 76% dengan persentase
emisi PbCO3 terabsorbsi 0,714%. Uji mikrostruktur juga memberikan hasil dengan
perbandingan tersebut diperoleh kerapatan pori-pori dan ketebalan yang tinggi. Membran
dengan selulosa asetat 16% dan aseton 76% berpotensi dalam menyaring timbal di udara.
ABSTRACT
1. PENDAHULUAN
Eceng gondok (Eichhornia crassipes) adalah sejenis tumbuhan yang tumbuh di
air tawar dan beraliran tenang. Masyarakat banyak menggolongkan eceng gondok
kedalam tumbuhan air yang merugikan, eceng gondok umumnya dianggap sebagai gulma
perairan, sehingga perannya sebagai penyangga ekosistem perairan kurang diperhatikan.
Penelitian Suwondo, 2005 membuktikan bahwa eceng gondok memiliki potensi
sebagai tumbuhan air yang dapat menanggulangi pencemaran air dengan nilai
bioakumulasi yang tinggi, eceng gondok mempunyai potensi sebagai pembersih perairan
dari limbah logam dan menurunkan tingkat toksisitas bahan pencemar yang terdapat
dalam perairan yang tercemar oleh limbah. Komposisi kimia eceng gondok tergantung
pada kandungan unsur hara tempatnya tumbuh, dan sifat daya serap tanaman tersebut.
Eceng gondok mempunyai sifat-sifat yang baik antara lain dapat menyerap logam-logam
berat, senyawa sulfida, selain itu mengandung protein lebih dari 11,5% dan mengandung
selulosa yang lebih besar dari non selulosanya seperti lignin, abu, lemak, dan zat-zat lain
(Kriswiyanti, 2009).
Eceng gondok termasuk salah satu tumbuhan yang mempunyai kadar selulosa
tinggi yakni mencapai 72,63% (Lowel, 1991) yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan
penyerap. Selulosa sendiri merupakan polimer sederhana, membentuk ikatan kimia yang
memiliki permukaan rantai selulosa seragam dan membentuk lapisan berpori. Material
padatan berpori inilah yang menyerap bahan bahan di sekelilingnya, sehingga dapat
dimanfaatkan sebagai material penyerap bahan berbahaya bagi lingkungan.
Selulosa asetat merupakan polimer turunan dari selulosa yang mempunyai derajat
substitusi asetil yang tinggi dengan kelarutan yang rendah dalam pelarut tetapi
menghasilkan produk yang mempunyai karakter fisik yang sangat baik dan dapat
digunakan sebagai material industri makanan, filter rokok serta pemanfaatanya sebagai
membran logam berat dengan komposisi selulosa asetat, pelarut aseton, dan formamida.
Membran adalah sebuah penghalang selektif antara dua fasa, ditinjau dari bahannya
membran terdiri dari bahan alami dan bahan sintesis. Bahan dari alam misalnya pulp dan
kapas, sedangkan bahan sintesis dibuat dari bahan kimia misalnya polimer. Membran
selama ini berfungsi memisahkan material berdasarkan ukuran dan bentuk molekul,
menahan komponen dari umpan yang mempunyai ukuran yang lebih besar dari pori-pori
membran dan melewatkan komponen yang mempunyai ukuran lebih kecil. Mekanisme
filtrasi membran adalah dengan mengumpulkan partikulat dari berbagai macam material
keuntungan dari jenis filter ini adalah efisiensi pengumpulan yang baik, partikulat
terkumpul pada permukaan filter.
Pencemaran lingkungan terutama oleh logam berat telah menjadi masalah yang
perlu diperhatikan. Timbal (Pb) atau yang sering dikenal dengan timah hitam termasuk
salah satu jenis logam berat yang membuat udara tercemar. Manusia menghirup timbal
melalui udara, debu, air dan makanan. Salah satu penyebab kehadiran timbal adalah
kegiatan transportasi darat yang juga menghasilkan bahan pencemar seperti gas CO2,
NOx, hidrokarbon, SO2, dan Tetraethyl lead. Pb merupakan logam timah hitam yang
ditambahkan ke dalam bahan bakar berkualitas rendah untuk meningkatkan nilai oktan.
Pada saat ini cara mengatasi pencemaran udara bagi pengguna jalan raya adalah
cukup dengan penggunaan masker udara yang berbahan kain atau handuk. Masker untuk
melindungi debu atau partikel-partikel yang lebih besar yang masuk ke dalam pernafasan,
dapat terbuat dari kain atau bahan dengan ukuran pori-pori tertentu. Menurut Suryanta
(2009) perbedaan masker kain dengan handuk adalah handuk mempunyai pori yang besar
atau 100 dan masker kain mempunyai pori-pori kecil atau 10 sedangkan partikel debu
yang dapat masuk ke dalam pernafasan manusia adalah yang berukuran 0,1 m - 10 m dan
berada di udara sebagai suspenden particulate matter (partikulat melayang dengan ukuran
10 m). Oleh sebab itu penelitian tentang membran selulosa asetat dengan memanfaatkan
eceng gondok sebagai alat penyaring Pb di udara merupakan kajian yang menarik.
2. METODE PENELITIAN
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah batang eceng gondok, natrium
asetat (CH3COONa), asam asetat (CH3COOH), aquades, Ca(OH)2 , NaOH, asam asetat
glacial (CH3COOH), asetat anhidrida (CH3CO)2O, asam sulfat (H2SO4) pekat,
Formamida, aseton, NaOCl 5% (v/v).
2.1 Pembuatan Selulosa Asetat dari Eceng Gondok
Tahap pertama pada pembuatan pulp adalah eceng gondok dibersihkan dan
dikeringkan, proses pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air. Setelah eceng
gondok dikeringkan dan dipotong dalam ukuran 2 cm lalu direndam dalam akuades
selama 2 minggu sampai batang eceng gondok tersebut lunak dan serat-seratnya terpisah.
Serat eceng gondok tersebut dicuci sampai bersih dan dikeringkan di udara terbuka.
Tahap kedua adalah pembuatan larutan, NaOH ditimbang sebanyak 17,5 gram
kemudian dimasukkan dalam gelas beker 100 ml dan dilarutkan dengan akuades. Setelah
semua NaOH larut, dipindahkan ke labu ukur 100 ml secara kuantitatif, diencerkan
sampai tanda batas dengan akuades. Lalu 2,5 gram Ca(OH)2 ditimbang dan dimasukkan
dalam gelas beker 100 ml selanjutnya dilarutkan dengan akuades. Setelah semua
Ca(OH)2 larut, dipindahkan kelabu ukur 100 ml secara Serat eceng gondok sebanyak 20
gram ditambahkan Ca(OH)2 2,5% (b/v) 150 ml dan direndam selama 3 hari setelah itu
dicuci dengan akuades lalu dimasukkan kedalam labu alas bulat yang sebelumnya sudah
diisi dengan 300 ml larutan NaOH 17,5% (b/v), kemudian direfluks selama 4 jam
Hasil refluks yang berupa selulosa dicuci dengan air sampai bebas basa (netral)
Selanjutnya dihaluskan dan di cetak dalam lembaran tipis serta dikeringkan dengan oven
pada temperatur 60O C, penghitungan kadar selulosa dari eceng gondok dapat dinyatakan
oleh persamaan 2.1.
% =
( )
( )
100%..
(2.1)
10 gram pulp kering ditambahkan dengan 88 ml aquades dalam gelas beker yang
telah dipanaskan pada temperatur 600C, kemudian campuran diaduk sampai terbentuk
bubur. Bubur yang terbentuk didinginkan hingga mencapai suhu kamar, dan ditambahkan
sekitar 100 ml NaOCl 5 % (v/v) didiamkan selama 30 menit (pengadukan terus
dilakukan). Campuran dibilas dengan akuades, kemudian direndam dengan NaOH 2 %
(v/v) dan didiamkan selama 30 menit. Campuran dicuci dengan akuades sampai bebas
basa dan dikeringkan di udara terbuka seperti yang ditunjukkan pada (Denia, 2011).
Pulp serat eceng gondok sebanyak 10 g ditambahkan asam asetat glasial 24 ml
dan di-sheker pada suhu 40oC selama 1 jam. lalu ditambahkan campuran asam asetat
glacial 60 ml dan asam sulfat pekat 0,5 ml lalu di-sheker lagi selama 45 menit pada suhu
yang sama. Kemudian campuran didinginkan sampai mencapai suhu 18oC. lalu
ditambahkan asetat anhidrida yang sudah didinginkan sebanyak 27 ml selama 2 jam pada
suhu 40oC.
Tahap selanjutnya larutan asam asetat 67% (b/v), ditambahkan ke dalam
campuran sebanyak 30ml tetes demi tetes selama 3 jam pada suhu 40oC dan di-sheker.
Selanjutnya dihidrolisis 15 jam, Lalu campuran diendapkan dengan menambahkan
akuades tetes demi tetes dan diaduk sehingga diperoleh endapan yang berbentuk serbuk
seperti yang dapat dilihat pada Gambar 3.5. Endapan disaring dan dicuci sampai netral,
endapan dikeringkan dalam oven pada suhu 6070oC kemudian diayak dengan
menggunakan saringan mikro (Denia, 2011).
Selulosa asetat dari eceng gondok setelah ditambah pelarut aseton kemudian
dimasukkan kedalam labu Erlenmeyer bertutup. Campuran tersebut diaduk dengan stirrer
selama 1 jam hingga larut sempurna. Setelah itu, formamida ditambahkan kedalam
campuran sambil terus diaduk selama 6 jam hingga larutan menjadi homogen
(wirawardani, 2009).
Prinsip pembuatan membran dengan menuangkan larutan dope ke atas pelat kaca.
Selanjutnya silinder stainless steel digerakkan ke bawah untuk membentuk lapisan tipis
dari larutan dope tersebut dan didiamkan selama semalam. Setelah itu membran dicuci
dengan air mengalir untuk menghilangkan kelebihan pelarut dan dipotong sesuai ukuran
sel filtrasinya (Gambar 2.1).
Gambar 2.1 Sampel hasil sintesis membran selulosa asetat dari eceng gondok
c
Gambar 3.3 Pori-pori permukaan membran selulosa diasetat (a) sampel A (b) Sampel C
(c) Sampel E
3.3 Hasil Uji Emisi Kendaraan Bermotor terhadap sampel
Uji emisi kendaraan bermotor dilakukan dengan meneliti sisa hasil pembakaran
bahan bakar di dalam mesin pembakaran kendaraan bermotor yang dikeluarkan melalui
sistem pembuangan mesin. Pengukuran kuantitas emisi gas buang dilakukan dengan
memasukkan pipa penghisap tecnotester ke dalam saluran gas buangan. Gas buang yang
berinteraksi diserap oleh tecnotester yang dapat menghitung secara otomatis.
Pb merupakan bahan pencemar yang ada pada gas buang, pada pembakaran bensin Pb
organik berubah bentuk menjadi Pb anorganik. Timbal (Pb) yang dikeluarkan sebagai gas
buang kendaraan bermotor merupakan partikel-partikel yang berukuran sekitar 0,01 m.
Partikel-partikel timbal ini akan bergabung satu sama lain membentuk ukuran yang lebih
besar, dan keluar sebagai gas buang atau mengendap pada knalpot. Berdasarkan
perhitungan persamaan (2.2) dapat diketahui bahwa pengukuran kadar timbal (Pb)
sebelum dan sesudah diberi membran selulosa asetat dapat dilihat pada Tabel 3.2 dan
dibuat grafik seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.4.
Tabel 3.2 Kadar timbal (Pb) sebelum dan sesudah diberi membran selulosa asetat
10
% emisi Pb terabsorbsi
% emisi Pb terabsorbsi
1
0.5
0
A
C
SAMPEL D
% emisi Pb
asetat, hasil uji emisi juga dilakukan tanpa filter dan dengan menggunakan filter masker
biasa. Hal ini dapat ditunjukkan pada Gambar 3.5.
0.002
0
TF DF A B C
sampel
11
Berdasarkan hasil data-data tersebut dapat diketahui bahwa selulosa asetat tidak
hanya dapat menyaring logam berat berjenis timbal (Pb) di udara. Hal ini dibuktikan
dengan adanya unsur atau senyawa lain yang ikut tersaring dalam asap kendaraan
bermotor. Namun dari beberapa sampel yang dibuat, hanya konsentrasi tertentu yang
mampu mengurangi emisi lebih baik daripada filter masker biasa.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil yang diperoleh pada penelitian ini, dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut:
a. Membran selulosa asetat pada komposisi 16% Ca dan 76% aseton mempunyai poripori yang paling rapat sehingga lebih efektif dalam menyerap Pb.
b. Sintesis membran selulosa asetat dari eceng gondok mampu mengurangi logam
berat Pb dalam senyawa PbCO3 pada uji emisi gas buangan kendaraan bermotor
dengan persentase emisi Pb terabsorbsi paling baik adalah 0,714% pada sampel
dengan komposisi selulosa asetat 16% dan 76% aseton.
12
DAFTAR PUSTAKA
Denia, Pradita, 2011, Pengaruh Penambahan Selulosa Diasetat Dari Serat Nanas
Terhadap Sifat Mekanik (Edible Plastic) Berbasis Pati Tapioka, Skripsi, Jurusan
Fisika FMIPA Universitas Airlangga, Surabaya
Gusnita, dessy, 2012, pencemaran Logam Berat TImbal (Pb) di Udara Dan Upaya
Penghapusan Bensin Bertimbal, Berita Dirgantara Vol. 13 No. 3:95-101, Bidang
Komposisi atmosfer, LAPAN, Jakarta
Kriswiyanti, Enny, 2009, Kinetika Hidrolisis Selulosa Dari Eceng Gondok Dengan
Metode Arkenol Untuk Variable Perbandingan Berat Eceng Gondon dan Volume
Pemasakan, UNS, Solo
Lowel, 1991, Powder Surface and porosity. 3rd, London
Ronaldo, Rici., 2008, Zeolit Alam dan Chitosan sebagai Adsorben catalytzc converter
Monolitik untuk Pereduksi Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor, Skripsi,
Jurusan Teknologi Perikanan Institut pertanian Bogor, Bogor
Suwondo, 2005, Akumulasi Logam Cuprum (Cu) Dan Zincum (Zn) Di Perairan Sungai
Siak Dengan Menggunakan Bioakumulator Eceng Gondok (Eichhornia
Crassipes), Universitas Riau, Pekanbaru
Wirawardani, Agnes Diah, 2009, Aplikasi Membran Selulosa Diasetat Dari Ampas Tebu
(Saccharum Officinorum) Untuk Penjernihan Nira Tebu, Skripsi, jurusan Kimia
Universitas Airlangga, Surabaya.
13
ABSTRAK
Terwujudnya aplikasi fiber coupler sebagai sensor pergeseran menginspirasi
pengembangan selanjutnya sebagai sensor ketinggian permukaan oli karena sifatnya yang
mudah serta dapat dimonitor jarak jauh. Dengan berbasis pada prinsip deteksi pergeseran
target yang bersifat reflektif, ketinggian permukaan oli dideteksi melalui mekanisme
tekanan hidrostatisnya terhadap membran yang berada di bagian bawah tangki oli.
Dengan menempelkan alumonium foil pada membran sehingga bersifat seperti cermin
yang dapat berubah bentuk, perubahan tekanan oli yang bergantung pada perubahan
ketinggian permukaannya akan merubah bentuk membran dari bentuk cermin datar ke
cembung atau sebaliknya. Perubahan bentuk membran tersebut akan memberikan
perubahan daya optis cahaya pantulan dari membran yang masuk ke kanal sensing fiber
coupler. Karena detektor optis digunakan untuk mendeteksi perubahan daya optis cahaya,
perubahan ketinggian permukaan oli akan terdeteksi melalui perubahan tegangan
keluaran detektor optis. Dengan menggunakan laser He-Ne (10 mW), fiber coupler,
silicon detector (Newport), mikrovoltmeter (Leybold), membran berbahan nitrile
polymer, tangki oli dengan tinggi 75 cm dan perangkat pendukung eksperimen lainnya,
konstruksi sensor menghasilkan deteksi ketinggian terkecil sebesar 0,5 cm.
Untuk
jangkauan, daerah linier serta sensitivitas sensor yang dihasilkan masing-masing sebesar
4 74 cm, 24 74 cm, dan 38.51 V/cm.
Kata kunci: fiber coupler, sensor pergeseran fiber coupler , sensor ketinggian permukaan
oli
14
1.
Pendahuluan
Deteksi ketinggian zat cair secara umum menggunakan prinsip kapasitif,
15
yang sebelumnya berbahan latex dengan bahan nitrile polymer. Bahan nitrile polymer
tidak rusak ketika berinteraksi dengan oli dan bahan bakar lainnya.
2.
prinsip hidrostatis serta sensor pergeseran yang berbasis modulasi intensitas diperlihatkan
pada gambar berikut :
16
3.
Eksperimen
Susunan peralatan eksperimen diperlihatkan pada Gambar 2. Peralatan yang
digunakan terdiri dari laser He-Ne (Klasse DIN 58126, 632,8 nm, Uniphase) dengan daya
keluaran 30 mW, multimode fiber coupler, silicon detector (Newport), mikrometer posisi
beresolusi 5 m (Uniphase), mikrovoltmeter (Leybold), dan tangki air dari bahan gelas
berdiameter 5,7 cm dan tinggi 76 cm yang dilengkapi dengan skala (skala terkecil 1 mm).
Pada bagian dasar tangki terdapat pipa yang dilengkapi dengan membran dari bahan
nitrile polymer (tebal 80 m dan berdiamter 14,625 mm) serta keran yang berfungsi
untuk mengeluarkan zat cair dari tangki. Dibagian tengah membran direkatkan reflektor
dari bahan aluminium foil berdiameter 5 mm. Multimode Fiber coupler yang digunakan
berstruktur 2 x 2 dari bahan serat optik plastik berdiameter 1 mm (diameter core 960 m,
tebal cladding 20 m) dan panjang 50 cm. Nilai coupling ratio, directivity, dan exces loss
dari Multimode Fiber coupler yang digunakan masing-masing sebesar 0,25, 25 dB, dan
1,37 dB.
Sebelum melakukan pengambilan data, terlebih dahulu dilakukan setup alat seperti
gambar berikut
17
4.
permukaan oli berbasis sensor pergeseran adalah berupa data tegangan keluaran detektor
sebagai fungsi ketinggian oli dapat dilihat pada Gambar 3. Hubungan linier antara
tegangan keluaran detektor terhadap ketinggian oli diperlihatkan oleh grafik pada Gambar
4. Rentang daerah linier yang dihasilkan nilainya 24 cm 74 cm.
Permukaan Oli.
0.35
0.30
y = 0.385x + 0.004
R = 0.992
0.25
0.20
0.15
0.10
0.24 - 0.74 (m) cm
0.05
0.00
0.0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
18
Ketinggian
Permukaan Oli.
Parameter
Resolusi (cm)
Rentang pengukuran (cm)
5.
Nilai
0,5
4 74
24 74
Sensitivitas (V/cm)
38.51
Kesimpulan
Dengan menggunakan prinsip hidrostatis, multimode fiber coupler dan membrane
nitrile polymer, dapat mendeteksi ketinggian oli secara kontinyu dengan rentang deteksi 4
cm 74 cm dan resolusi sebesar 0,5 cm. Metode yang telah dihasilkan tersebut sangat
memungkinkan dikembangkan sebagai sensor ketinggian oli.
6.
Daftar Pustaka
19
20
Email : grevika@gmail.com
Abstrak
Pengaruh medan magnet dalam sistem biologis mengakibatkan konversi keadaan
energi singlet ke triplet dengan interaksi hyperfine. Dengan menginduksikan kuat medan
magnet dalam fotoinaktivasi dapat mempercepat proses intersystem crossing sehingga
mampu menghasilkan banyak spesies oksigen reaktif. Untuk mengetahui potensi kuat
medan magnet dalam fotoinaktivasi dilakukan penyinaran cahaya biru dengan variasi
kuat medan magnet B<1mT yang dihasilkan oleh kumparan Helmholtz. Hasil
pengamatan
menunjukkan
diperoleh
berupa
data
penurunan
jumlah
koloni
bakteri
untuk
Hasil analisis
data menunjukkan adanya perbedaan bermakna dari koloni kontrol dengan koloni dari
masing-masing perlakuan dengan penurunan jumlah koloni semakin besar selaras dengan
bertambahnya kuat medan magnet.
21
PENDAHULUAN
Mengontrol
pertumbuhan
Resistant
untuk terapi antimikroba. Fotoinaktivasi merupakan salah satu bagian dari terapi
fotodinamik yang menggunakan cahaya dan molekul photosensitizer mengalami proses
fotosensitasi untuk menghasilkan suatu radikal bebas yaitu spesies oksigen reaktif
yang berfungsi untuk menonaktifkan sel mikroba.
Keberhasilan terapi fotoinaktivasi ditandai oleh banyaknya spesies oksigen reaktif
yang dihasilkan dengan memenuhi pemilihan panjang gelombang dan dosis energi
yang sesuai dengan spektrum serap molekul photosensitizer (Papageorgiou et al, 2000).
Nitzan el al (2004) melaporkan sebagian besar molekul photosensitizer dapat diperoleh di
dalam sel bakteri, misal bakteri Gram (+) Staphylococcus aureus
yaitu
molekul
porphyrin endogen dengan jenis coproporphyrin III yang memiliki spektrum serap di
wilayah panjang gelombang cahaya biru. Penelitian ini pun diperkuat dengan hasil analisis
absorpsi
molekul
porphyrin
berada
di
(ic).
sehingga ada kemungkinan untuk kembali ke keadaan dasar. Ada pula kemungkinan dapat
bereksitasi ke level keadaan triplet. Proses ini disebut dengan intersystem crossing
22
(isc). Ciri dari terjadinya proses ini adalah pembalikan salah satu spin dari pasangan spin
elektron. Level keadaan eksitasi triplet bersifat reaktif, sehingga dapat berinteraksi dengan
molekul disekitarnya misal lipid atau oksigen, sehingga menghasilkan berbagai spesies
oksigen reaktif.
Namun, untuk proses isc tidak mudah, karena transisi level keadaan eksitasi
singlet ke level triplet dilarang. Bagaimanapun, level keadaan triplet sangat berperan
penting di dalam mekanisme fotosensitasi, karena hanya
di wilayah
ini,
berbagai
spesies oksigen reaktif dapat diperoleh. Untuk itu, dibutuhkan tambahan energi lain
seperti menginduksikan kuat medan magnet dalam proses fotosensitasi. Penelusuran
pengaruh medan magnet dalam sistem biologis telah diselidiki, salah satunya adalah efek
pasangan
radikal
bebas.
Pengaruh medan
magbet
dalam
sel
biologis
METODE
Penyinaran Cahaya Biru
Penyinaran cahaya biru diberikan oleh 200 LED biru 430 nm yang dipasang
pada sebuat papan dengan
luas
20cm20cm.
Dosis
dari rapat energi 135 J/cm2 yang diatur oleh mikrokontroler tipe AVR 8535 dan jarak
penyinaran diatur 5 cm dari sampel.
Perlakuan Medan Magnet
Pemaparan induksi medan magnet
diberikan oleh
kumparan Helmholtz
(diameter dalam 15 cm, diameter luar 19 cm, jumlah lilitan 350) dengan pengaturan
Power Supply DC (Arus 6 Ampere, voltase 110 Volt dan frekuensi 50/60 Hz). Variasi
perlakuan medan magnet diberikan yaitu 0,12 mT; 0,15 mT; 0,2 mT; 0,24 mT yang
diukur menggunakan Teslameter analog LEYBOLD- HERAUS 530 7S.
Kultur Bakteri dan porphyrin
Bakteri Staphylococcus aureus diperoleh
Fakultas Sains dan Teknologi Unair dalam agar miring. Metode yang digunakan dalam
penghitungan jumlah koloni adalah total plate counting (TPC) dengan nilai OD660nm
= 0,46 diukur dengan menggunakan spektroferometer dan
tahap
pengenceran=10-4
dari koloni bakteri. Media bakteri dalam pengenceran digunakan vortex selama 1 menit.
23
Eksperimental
Persiapan set up alat ditunjukkan dalam
Gambar 1 dan diradiasi sinar-UV agar steril. Penyinaran dan induksi medan magnet
dipaparkan dalam sampel bakteri (cair) yang ditempatkan dalam cawan petri (diameter 6
cm) sebagai perlakuan dan sampel bakteri lain tanpa dilakukan penyinaran dan medan
magnet
sebagai
kontrol.
didiamkan selama 24 jam. Untuk memaksimalkan hasil data, selama perlakuan dilakukan
di tempat gelap dan dikondisikan pada suhu ruang.
digambarkan
terhadap masing- masing perlakuan kuat medan magnet. Data pengamatan dianalisis
menggunakan uji independent sample test untuk mengetahui perbedaan antara koloni
kontrol
dengan
koloni
=0,05.
hasil
data
pengamatan,
diperoleh
penurunan
jumlah
koloni
Gambar 2. Grafik Penurunan koloni bakteri terhadap variasi kuat medan magnet
24
yang
dihasilkan.
Spesies
oksigen
diperoleh dari proses fotokimia dengan dua jalur yaitu jalur I adalah foto-oksidasi antara
molekul dalam sel atau jaringan dengan photosensitizer triplet meghasilkan oksigen
radikal sedangkan jalur II adalah interaksi transfer energi photosensitizer triplet dengan
molekul oksigen menghasilkan oksigen singlet (Grossweiner, 2005).
dalam
Tabel
I.
Hasil keluaran
data
menunjukkan
analisis
prosentase
penurunan untuk masing-masing perlakuan terdistribusi normal dan hasil Levenes test for
equality variances (uji homogenitas) menunjukkan untuk perlakuan 0,12 mT; 0,2 mT
dan 0,24 mT memiliki signifikasi (p)<0,05
menyatakan
bahwa
kelompok
varians
antara setiap perlakuan dan kontrol tidak sama besar sehingga keluaran independent
sample test ditunjukkan oleh Equel variances not assumed, sedangkan perlakuan 0,15
mT
kontrol sama besar sehingga keluaran independent sample test ditunjukkan oleh Equel
variances assumed. Hasil keluaran independent sample test dari masing-masing
perlakuan memiliki signifikan yang sama yaitu (p)=0,000 lebih kecil dari 0,05 sehingga
diperoleh kesimpulan bahwa terdapat perbedaan bermakna pada setiap perlakuan yang
dilakukan.
25
Pada Tabel 1 juga menunjukkan bahwa kombinasi penyinaran LED biru dosis
energi 75% dan induksi kuat medan magnet menghasilkan prosentase
jumlah
koloni
medan
magnet
0,24 mT.
Dari
simpangan
baku
penurunan
medan magnet dapat berpotensi membantu menurunkan jumlah koloni dalam terapi
fotoinaktivasi bakteri.
Penurunan koloni bakteri yang banyak ditunjukkan oleh banyaknya spesies
oksigen reaktif yang dihasilkan. Dalam hasil data yang diperoleh, menunjukkan
banyaknya penurunan jumlah koloni selaras dengan bertambahnya kuat medan magnet.
Pengaruh medan magnet dalam sistem bilogis dan kimia mendorong Interaksi hyperfine
sehingga menyebabkan konversi singlet ke triplet melalui pembagian beberapa tingkat
energi dari pengurangan dan penambahan energi dari medan magnet (Demtroder, 2010).
Konversi singlet ke triplet sebenarnya dilarang oleh aturan kaidah seleksi
namun akibat pengaruh medan magnet menyebabkan spin orbit coupling meningkat
sehingga terjadi pembagian energi. Interaksi hyperfine relevan terjadi pada kuat medan
magnet minimal 1-10 mT atau lebih besar dari ini (Engstrom, 2006). Namun terdapat
probabilitas induksi medan magnet dengan besar < 1mT dapat mengaplikasikan
mekanisme
spin
relaksasi
akibat
modulasi isotropik interaksi hyperfine dan modulasi interaksi spin- rotasi (Fedin et
al, 2003). Gnaydin-Sen et al (2011) melaporkan bahwa pengaruh medan magnet dapat
memperkecil celah tingkat energi singlet ke triplet dalam proses fotokimia. Jika celah
tingkat energi singlettriplet kecil memungkinkan lifetime intersystem crossing semakin
cepat sehingga semakin cepat menghasilkan spesies oksigen reaktif.
KESIMPULAN
Pemaparan induksi kuat medan magnet dalam fotoinaktivasi telah berpotensi
dalam menurunkan jumlah koloni bakteri dengan adanya perbedaan dari hasil pada setiap
perlakuan. Penelitian ini merupakan langkah awal dalam mencapai keberhasilan terapi
fotoinaktivasi. Diperlukan penelitian lanjut seperti optimasi kombinasi dosis energi cahaya
dan kuat medan magnet serta eksperimental in vivo untuk mengetahui pengaruh keduanya
dalam sel biologis dan penentuan dosismetri.
26
DAFTAR PUSTAKA
Ashkenzi H., Malik Z., Harth Y., Nitzan Y., 2003,Eradication of Propionibacterium
acnes by its endogenic porphyrin after illumination with high intensity blue light,
FEMS Imunol. Med. Micobiol 35 p. 684-688
Astuti, Suryani Dyah., 2010. POTENSI LIGHT EMITTING DIODE (LED) BIRU
UNTUK FOTOINAKTIVASI BAKTERI Staphylococcus
aureus
DENGAN
and
methalloporphyrin.
Doi:10.1016/j.dyepig.2006.02.018, pp.357-362
Nitzan Y., Divon M.S., Shporen E., Malik Z., 2004, ALA Induced Photodynamic Effect
on Gram Positive and Negative bacteria, Journal Photochem.&Photobiol., vol 3,
pp. 430-435
Papageorgiu, P. et al. 1999. Phototherapy with Blue (415nm) and Red (660nm) Light in
The Treatment of Acne Vulgaris, British Journal of Dermatology: 2000.
Gnaydin-Sen ., Fosso-Tande J., Chen P., White J. L.,
Tokumoto T., Lahti
P.M.,
McGill
S.,
Allen
Harrison
T.L., Cherian
J.,
27
e-mail : satya-b-k-08@fst.unair.ac.id
Abstrak
Sekam tebu merupakan material alternatif pengganti semen yang mengandung
SiO 2 yang tinggi dan jumlahnya sangat melimpah. Pada penelitian ini silika amorf
telah diekstraksi dari ampas tebu
dengan
Sekam
tebu
ayak
ukuran
75
dan
tanpa
ayak
ditambahkan
28
PENDAHULUAN
Mortar adalah sebuah material yang tersusun dari bahan pengikat, agregat, dan
terkadang aditif. Mortar berbahan dasar mineral pengikat seperti kapur, semen atau
gypsum telah digunakan selama lebih dari 800
tahun
pada
konstruksi
bangunan.
Mortar ini sebagian besar digunakan untuk membaringkan batu dan bata dan untuk
mantel pada dinding. Sampai pada tahun 1950-an mortar berbahan dasar semen
diproduksi secara eksklusif dan diaplikasikan (Bayer dan Luth,2005). Portland
semen tipe I sekarang ini digunakan secara luas untuk mendirikan macam-macam
konstruksi karena memiliki kuat tekan yang tinggi. Akan tetapi, kuantitas semen yang
diperlukan untuk proyek konstruksi mengalami peningkatan, peningkatan sejumlah
material mentah dari alam dapat dihabiskan. Jika beberapa material mentah tersebut dapat
digantikan dengan material yang lebih murah untuk komposisi yang sama, maka
biaya produksi beton dapat dikurangi tanpa
mempengaruhi
kualitasnya
(Chusilp et
al,2009).Oleh karena itu perlu dilakukan terobosan baru dalam mencari material
alternatif untuk mengganti penggunaan semen sebagai bahan ikat utama, memiliki sifat
mekanik yang bagus baik kuat tekan maupun ketangguhan, serta memiliki porositas yang
baik pula.
Penelitian sebelumnya telah dilakukan pemanfaatan abu ampas tebu pada
pembuatan mortar menggunakan penambahan 0wt%, 3wt%, 6wt%, 9wt%,12wt%, dan
15wt% dari berat bahan pengikat utama (Sihotang, 2010). Dalam penelitian tersebut tidak
dicantumkan secara jelas bagaimana sekam tebunya apakah diayak atau tanpa diayak.
Hasilnya porositas mortar semakin menurun seiring dengan bertambahnya variasi
campuran sekam tebu. Penelitian lain yang menggunakan sekam tebu dilakukan oleh
Chusilp et al (2009). Sekam tebu ditambahkan 10wt%, 20wt%,30wt% dari berat
bahan pengikat dengan menggunakan mesin Ball mill dalam proses pencampuran dan
penghalusan sekam tebunya. Sehingga diperoleh ukuran partikel sekam tebu mencapai 45
m. Kuat tekan maksimal pada penambahan sekam tebu 20% dari berat bahan pengikat
utama.
Pada
makalah
ini
akan
dilakukan
0wt%, 10wt%, 15wt% dan 20wt% dengan melakukan uji fisis berupa uji porositas dan
uji mekanik meliputi uji kuat tekan dan uji impak.Penambahan persentase sekam tebu
tersebut diharapkan dapat memperbaiki sifat mekanik mortar normal tanpa penambahan
sekam tebu.
29
METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan dengan dua tahap yaitu:
a. Pembuatan sampel
Material pozzolan berupa ampas tebu ditumbuk sampai halus lalu diuji dengan
menggunakan XRD untuk memastikan bahwa sekam tebu tersebut mengandung silika
yang berbentuk amorf. Material bahan pengikat berupa semen Portland tipe-1, agregat
halus berupa pasir yang telah diayak hingga halus dan air PDAM ditimbang terlebih
dahulu. Komposisi perbandingannya 1 semen : 2,75 pasir : 0,5 air PDAM serta serbuk
silika amorf (SiO2) dari sekam tebu ayak dan tanpa ayak dengan persentase masingmasing berkisar 0wt%, 10wt%, 15wt%, 20wt% dari berat bahan pengikat utama.
Kemudian mortar dicetak dan dikeringkan selama 24 jam lalu direndam selama 27
hari di bak perendaman.
b. Pengujian sampel
Pengujian menggunakan uji fisis berupa uji porositas dan Uji mekanik meliputi uji
kuat tekan dan uji impak. bagan alur penelitian disajikan pada Gambar 1.
30
Gambar 2. Grafik hasil uji XRD sampel pada suhu pembakaran 500 600 C
Berdasarkan Gambar 2, dapat diamati bahwa terdapat dua puncak yang tidak
teridentifikasi sehingga bentuk dari sekam tebu tersebut dinyatakan berbentuk amorf.
Puncak yang tidak teridentifikasi ini dikarenakan suhu sintering yang berkisar antara
500-600C. Bentuk SiO2
C adalah rendah
dibandingkan dengan pada suhu pengabuan 700 dan 800o C, artinya pada daerah ini
fasa SiO2-amorf masih mendominasi bentuk SiO2
Nandang, 2010). Puncak ini akan semakin tinggi ketika suhu pengabuan dinaikkan. Hal
ini sesuai dengan teori pertumbuhan kristal yang
b. Uji Porositas
Hasil uji porositas disajikan pada gambar 3
31
Gambar 3. Grafik perbandingan hasil uji porositas mortar dengan sekam tebu ayak dan
tanpa ayak
Berdasarkan Gambar 3 diatas dapat diamati bahwa pengaruh penambahan
persentase 10wt% sekam tebu tanpa ayak menghasilkan porositas rata rata sekitar
32,98% yang lebih besar daripada penambahan persentase 10wt% sekam tebu ayak, yaitu
rata rata sebesar 27,34%. Hal ini dikarenakan pengaruh ukuran dari sekam tebu tanpa
ayak yang ditambahkan. Menurut Chusilp et al (2009), sekam tebu asli memiliki partikel
yang permukaannya kasar dengan porositas yang tinggi (spongy) dan permukaan yang
luas.
Selain itu dapat diketahui bahwa pengaruh penambahan sekam tebu ayak dan
tanpa ayak dengan persentase 10wt%, 15wt%, 20wt% tidak menghasilkan porositas
mortar yang lebih baik dari mortar normal tanpa penambahan sekam tebu. Persentase
porositas mortar dengan penambahan persentase sekam tebu ayak dan tanpa ayak justru
menghasilkan porositas mortar yang besar. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor
diantaranya adalah homogenitas dari bahan pengikat utama (semen Portland), pasir, air
dan sekam tebu ayak yang kurang sewaktu pengadukan. Sewaktu pengadukan dilakukan
dengan menggunakan tangan tanpa bantuan mesin sehingga hasilnya kurang maksimal.
Sekam tebu ayak dengan ayakan ukuran 75 m sangat sulit bercampur secara homogen
dengan bahan pengikat utama (semen Portland), pasir dan air.
Faktor lain lain yang menyebabkan besarnya porositas mortar dengan
penambahan persentase sekam tebu ayak dan tanpa ayak adalah kurang padatnya
mortar sewaktu pencetakan. Hal ini sangat berpengaruh sehingga menyebabkan
terbentuknya ruang terbuka kosong di dalam mortar.
32
Berdasarkan hasil analisis diatas dapat diamati bahwa pada penelitian ini
porositas mortar normal tanpa penambahan sekam tebu masih lebih baik atau lebih
rendah daripada porositas mortar dengan penambahan persentase sekam tebu baik ayak
maupun tanpa ayak.
Gambar 4. Grafik perbandingan hasil uji kuat tekan mortar dengan sekam tebu ayak dan
tanpa ayak.
Pada
Gambar
dapat
diamati
bahwa
kuat tekan
mortar
dengan
penambahan persentase sekam tebu 10wt% ayak menghasilkan nilai kuat tekan sebesar
1,533x10-2 N/mm2. Nilai ini lebih besar dibandingkan dengan nilai kuat tekan mortar
dengan penambahan persentase sekam tebu 10wt% tanpa ayak, yaitu sebesar 0,6x10-2
N/mm2. Hal ini disebabkan karena pengaruh ukuran sekam tebu yang ditambahkan.
Menurut Chusilp et al (2009), sekam tebu dengan ukuran partikel yang kecil dapat
mengisi kekosongan ruang udara di dalam struktur beton.
Kuat tekan mortar dengan penambahan persentase sekam tebu ayak dan tanpa
tanpa ayak juga masih lebih rendah daripada kuat tekan mortar normal tanpa
penambahan sekam tebu. Mortar normal tanpa penambahan sekam tebu menghasilkan
kuat
tekan sekitar 2,5x10-2 N/mm2. Pengaruh tingginya nilai porositas mortar pada
sampel yang telah diuji porositas sebelumnya juga berpengaruh terhadap kuat tekan
mortar tersebut. Terjadi hubungan langsung antara nilai kekuatan tekan dengan nilai
33
porositas. Semakin tinggi angka pori dalam beton akan menyebabkan turunnya kekuatan
beton (Mulyono dalam Sitorus, 2009). Adanya celah atau ruang kosong yang berlebihan
menyebabkan kepadatan atau densitas dari mortar menjadi rendah.
Kuat tekan mortar dengan penambahan persentase sekam tebu ayak dan tanpa
tanpa ayak juga masih lebih rendah daripada kuat tekan mortar normal tanpa
penambahan sekam tebu. Mortar normal tanpa penambahan sekam tebu menghasilkan
kuat
tekan sekitar 2,5x10-2 N/mm2. Pengaruh tingginya nilai porositas mortar pada
sampel yang telah diuji porositas sebelumnya juga berpengaruh terhadap kuat tekan
mortar tersebut. Terjadi hubungan langsung antara nilai kekuatan tekan dengan nilai
porositas. Semakin tinggi angka pori dalam beton akan menyebabkan turunnya kekuatan
beton (Mulyono dalam Sitorus, 2009). Adanya celah atau ruang kosong yang berlebihan
menyebabkan kepadatan atau densitas dari mortar menjadi rendah.
Berdasarkan analisis diatas dapat diamati bahwa pada penelitian ini kuat
tekan mortar normal tanpa penambahan sekam tebu lebih tinggi daripada
kuat tekan mortar dengan penambahan persentase sekam tebu baik ayak maupun
tanpa ayak.
a. Uji impak
Hasil uji impak disajikan pada gambar 5.
Gambar 5. Grafik perbandingan hasil uji impak mortar dengan sekamtebu ayak dan tanpa
ayak
Berdasarkan Gambar 4.4 dapat diamati bahwa mortar
persentase
sekam
menghasilkan
dengan penambahan
nilai
impak
sebesar
2,197x10-4 J/mm2. Nilai ini lebih rendah dibandingkan dengan nilai impak mortar
34
dengan penambahan persentase sekam tebu 10wt% ayak, yaitu sebesar 2,49x10-4
J/mm2. Hal ini dikarenakan pengaruh ukuran dari sekam tebu tanpa ayak yang
ditambahkan. Menurut Chusilp et al (2009), sekam tebu dengan ukuran partikel yang
kecil dapat mengisi kekosongan ruang udara di dalam struktur beton.
Nilai kekuatan impak mortar umumnya sangat rendah disebabkan oleh sifat
mortar yang rapuh. Nilai kekuatan impak mortar normal tanpa penambahan sekam
tebu sekitar 2,781x10-4
nilai kekuatan impak mortar dengan penambahan 10wt% sekam tebu ayak yaitu sekitar
2,49x10-4 J/mm2, serta mortar dengan penambahan 10wt% sekam tebu tanpa ayak yaitu
sekitar 2,197x10-4 J/mm2.
Rendahnya nilai impak mortar dengan penambahan sekam tebu ayak dan tanpa
ayak ini diduga disebabkan oleh faktor yang sama dengan faktor penyebab rendahnya
nilai porositas yaitu faktor homogenitas dari bahan pengikat utama (semen Portland),
pasir, air dan sekam tebu ayak yang kurang sewaktu pengadukan. Sewaktu pengadukan
dilakukan dengan menggunakan tangan tanpa bantuan mesin sehingga hasilnya kurang
maksimal. Sekam tebu ayak dengan ayakan ukuran 75 m sangat sulit bercampur
secara homogen dengan bahan pengikat utama (semen Portland), pasir dan air.
Faktor lain lain yang diduga menyebabkan besarnya porositas mortar dengan
penambahan persentase sekam tebu ayak dan tanpa ayak adalah kurang padatnya mortar
sewaktu pencetakan. Hal ini sangat berpengaruh sehingga menyebabkan terbentuknya
ruang terbuka kosong di dalam mortar.
Berdasarkan analisis diatas dapat diamati bahwa pada penelitian ini kekuatan
impak mortar normal tanpa penambahan sekam tebu lebih besar daripada kekuatan impak
mortar dengan penambahan persentase sekam tebu baik ayak maupun tanpa ayak.
KESIMPULAN
Berdasarkan eksperimen, hasil dan pembahasan yang telah dilakukan dalam
penelitian Sintesis dan Karakterisasi Mortar Berbasis Material Komposit Silika
Amorf dengan Variasi Penambahan Sekam tebu, dapat diambil kesimpulan bahwa
hasil dari nilai kuat tekan dan nilai kekuatan impak diatas maka mortar berbasis material
komposit silika amorf dengan variasi penambahan sekam tebu belum memperbaiki sifat
mekanik dari mortar normal tanpa penambahan sekam tebu.
35
DAFTAR PUSTAKA
Asmuni. 2001. Karakterisasi Pasir Kuarsa (SiO2) Dengan Metode XRD. Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Medan.
Bayer, R., Lutz, H. 2005. Dry Mortars. Wiley-VCH Verlag GmbH &Co. KGaA.
Weinheim
Chusilp, N., Jaturapitakkul, C., Kiattikomol, K. 2009.Utilization of Bagasse Ash as
A Pozzolanic Material in Concrete.
Cindika, Afifa. 2008. Penggunaan High Strength Composite Dalam Pembuatan Beton.
Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Depok.
Cordeiro, G. C., Toledo Filho, R. D., Tavares, L. M., Fairbairn, E. M. R. 2008.
Pozzolanic Activity and Filler Effect of Sugar Cane Bagasse Ash in Portland
Cement and Lime Mortars.
Dvorkin,
L.,
Dvorkin,
O.
2006.
Basic
of
Petersburg.
Ganesan, K., Rajagopal, K., Thangavel, K. 2007.Evaluation of Bagasse Ash as
Supplementary Cementitious Material.
Hanafi, A. S., dan Nandang, A. R. 2010. Studi Pengaruh Bentuk Silika dari Abu Ampas
Tebu terhadap Kekuatan Produk Keramik,
Hendra, M. S., Ginting, S. Pengendalian Bahan Komposit. 2002. Jurusan Teknik Kimia
Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Medan
Mulyati, S., Dahlan, D., Adril, E. 2011. Pengaruh Persen Massa Hasil Pembakaran
Serbuk Kayu dan Ampas Tebu Pada Mortar Terhadap Sifat Mekanik dan Sifat
Fisisnya. Laboratorium Material dan Strukstur Jurusan Fisika Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Andalas. Padang.
Papayianni, I., Stefanidou, M. 2006. Strength Porosity Relationship in Lime Pozzolan
Mortars.
Pramono, Agus. 2010. Komposit Sebagai Tren Teknologi Masa Depan. Fakultas
Teknik Metalurgi & Material Universitas Ageng Tirtayasa. Banten.
Rahman, I., Sukmawati, R. 2010. Kajian Eksperimental Pengaruh Aspek Lekatan
Agregat Kasar Terhadap Mortar Pada Kuat Tekan Beton. Tugas Akhir Jurusan
Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Diponegoro. Semarang.
Ratnasari, D., Hermanihadi, S., Indriyanto, W. 2009. Tugas Kimia Fisika Jurusan
Teknik
Kimia Fakultas
Teknik
Universitas
Sebelas
Maret Surakarta.
Surakarta.
36
Abstrak
Pengukuran profil potensial titik akupunktur dilakukan pada titik Feishu,
Xinshu, Ganshu, Pishu, dan Shenshu pada testi sehat dan testi diabetes masingmasing terdiri dari 5 orang didapatkan dari obervasi data sekunder di Puskesmas
Mulyorejo, Surabaya. Profil potensial listrik dalam bentuk sinyal listrik diperoleh
dari hasil perekaman profil potensial listrik domain waktu. Perekaman dilakukan
selama 50 detik. Hasil perekaman profil potensial domain waktu tidak dapat
dibedakan secara nyata sehingga dilakukan pemrosesan sinyal dengan metode
analisis FFT (Fast Fourier Transform) dengan pencuplikan setiap bingkai data
dilakukan setiap 3,29 detik. Pemberian terapi dilakukan sebanyak 9 kali, pada
masing- masing terapi testi diabetes dipapari laserpunktur selama 500 detik dengan
energi 2,5 Joule dan daya 10 mW. Setelah pemberian terapi, testi diabetes
direkam kembali profil potensialnya sebagai keadaan setelah terapi dan hasilnya
akan dibandingkan dengan testi sehat. Berdasarkan hasil penelitian didapatakan
paparan dengan menggunakan laserpunktur memberikan perubahan profil potensial
titik akupunktur testi penderita diabetes mellitus secara statistik sama dengan profil
potensial testi sehat. Perubahan terjadi pada terapi dan titik akupunktur yang tidak
selalu sama pada tiap testi. Untuk testi A perubahan terjadi pada titik Pishu, titik
Shenshu dan titik Ganshu pada terapi ke-6. Untuk testi B perubahan terjadi pada titik
Pishu pada terapi ke-6 dan titik Xinshu pada terapi ke-9. Untuk testi C perubahan
terjadi pada titik Pishu dan titik Ganshu pada terapi ke-6. Untuk testi D perubahan
terjadi pada titik Ganshu pada terapi ke-6. Sedangkan untuk testi E perubahan tidak
terjadi. Karena perubahan terjadi pada sebagian besar testi, maka pemberian
laserpunktur ini dapat digunakan sebagai salah satu metode terapi bagi penderita
diabetes mellitus.
Kata Kunci : diabetes mellitus , laserpunktur, potensial listrik tubuh, Fast Fourier
Transform ( FFT).
37
PENDAHULUAN
Diabetes mellitus adalah suatu penyakit
gangguan
kesehatan
di mana kadar
gula dalam darah seseorang menjadi tinggi karena gula dalam darah tidak dapat
digunakan oleh tubuh. Setiap tahun jumlah penderita diabetes mellitus semakin
meningkat. Menurut laporan WHO, jumlah penderita DM di dunia pada tahun 1987
kurang
lebih
30
juta.
ternyata jumlah penderia DM di dunia meningkat tajam menjadi 100 juta lebih
dengan prevalensi sebesar 6%. Laporan terakhir oleh McCarty et al., 1994: jumlah
penderita DM tahun 1994 di dunia 110,4 juta, tahun 2000 meningkat kurang lebih 1,5
kali lipat menjadi kurang lebih 175,4 juta, tahun 2010 meningkat kurang lebih 2 kali
lipat menjadi kurang lebih 239,3 juta, dan hingga tahun 2020 diperkirakan menjadi
300 juta (Tjokroprawiro
dari
penyakit
ini,
salah
satu pengobatan
dengan
mengukur
(Saputra, 2002). Saat ini pengobatan dengan menggunakan teknik akupunktur telah
banyak dikembangkan, salah satunya dengan penambahan laserpunktur. Alasan
menggunakan laser di sini mengingat bahwa laser tidak memiliki efek samping dan
cara kerja laser lebih efektif dibandingkan dengan listrik, yaitu penggunaan laser pada
terapi akupunktur secara non invasive, tidak menimbulkan nyeri,
lingkungan bersih, adalah
sangat
sesuai
untuk
tidak panas,
pada
mencit
dengan
menggunakan titik akupunktur pi-shu. Daya yang divariasikan 0 mW, 2 mW, 5 mW,
dan 10 mW. Untuk pengulangan terapinya divariasi mulai nol kali hingga lima kali
pemberian terapi. Waktu paparan yang digunakan 0 detik, 100 detik, 200 detik, dan
500 detik. Hasil yang didapatkan adalah daya optimasi 2 mW, pengulangan terapi
sebanyak lima kali dan waktu paparan laserpunktur 500 detik memiliki kemampuan
38
untuk meningkatkan sel beta yang normal pada pankreas dan mengurangi tipe kematian
sel berupa kariopiknosis, karioreksis, kariolisis melalui regenerasi dan recovery. Pada
jurnal ini dilakukan pemberian laserpunktur pada titik akupunktur pi-shu penderita
diabetes
mellitus
pada
METODOLOGI PENELITIAN
Perangkat yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya: alat pengukur kadar
gula darah, laser He-Ne dengan panjang gelombang 632,8 nm dan daya 10 mW,
perangkat keras IWX/214, komputer dengan perangkat lunak
IWORX Labscribe,
elektrode, probe dan kabel penghubung, serta pasta elektrolit yang berfungsi
menghilangkan gelembung- gelembung udara yang terdapat antara permukaan
kulit
gula darah testi. Dimana testi yang memiliki kadar GDA 200mg/dl atau
kadar GDP 126mg/dl dikelompokkan sebagai testi sakit atau testi penderita
diabetes mellitus.
3. Memberi pasta elektrolit dan menempelkan elektrode pada titik Feishu testi
Jurnal Fisika dan Terapannya | Vol. 1, No. 3, Agustus 2013
39
titik
Pishu
untuk
melakukan
sebagai berikut:
1. Mengaktifkan
program
2. pada desktop.
3. Menekan tombol on pada hardware iWorx 214 untuk menyalakan.
4. Klik Settings pada toolbar dan pilih EMG Grip-Strength.
5. Klik tools pada toolbar dan pilih find hardware, lalu klik ok.
6. Menempelkan
elektrode
profil
potensial
sebelum dan sesudah pemberian terapi untuk testi sakit dan uji t sampel bebas untuk
mengetahui apakah profil potensial setelah pemberian terapi sama dengan profil
potensial testi sehat.
40
fungsi
waktu
yang
masih sulit
untuk dianalisis secara langsung, seperti ditunjukkan pada gambar 2. Oleh karena
itu
hasil
perekaman
menggunakan
profil
dianalisis
awalnya
sebagai
41
yang
signifikan
pada
uji
ANOVA
Repeated
Measure
untuk masing-masing testi telah dirangkum pada tabel 1. Hasil uji ANOVA Repeated
Measure juga berupa grafik yang dapat menggambarkan kondisi profil potensial titik
akupunktur testi penderita diabetes mellitus pada setiap kali terapi. Grafik rata-rata
amplitudo puncak pada setiap kali terapi untuk titik Pishu masing- masing testi
penderita diabetes mellitus tersaji
pada
gambar
4. untuk
testi
A, gambar 5.
untuk testi B, gambar 6. untuk testi C, gambar 7. untuk testi D dan gambar 8.
untuk testi E.
Setelah dilakukan uji ANOVA Repeated Measure, untuk melihat apakah profil
potensial testi penderita diabetes mellitus
mengalami
perbaikan
seperti profil
potensial testi sehat perlu diuji lagi menggunakan uji t sampel bebas. Jika pada
pengujian ini didapatkan nilai p > 0,05 maka tidak terdapat perbedaan antara
profil potensial testi penderita diabetes mellitus setelah diberi terapi dengan profil
potensial testi sehat. Hasil dari uji t sampel bebas telah dirangkum pada tabel 2.
42
43
44
Titik
Pishu
Shenshu
Ganshu
Xinshu
Feishu
Pishu
Shenshu
Ganshu
Xinshu
Feishu
Pishu
Shenshu
Ganshu
Xinshu
Feishu
Pishu
Shenshu
Ganshu
Xinshu
Feishu
Pishu
Shenshu
Ganshu
Xinshu
Feishu
p
0,000
0,000
0,000
0,000
0,000
0,000
0,000
0,000
0,000
0,000
0,000
0,000
0,000
0,000
0,000
0,000
0,000
0,000
0,000
0,000
0,000
0,000
0,000
0,000
0,000
Keterangan
Ada beda
Ada beda
Ada beda
Ada beda
Ada beda
Ada beda
Ada beda
Ada beda
Ada beda
Ada beda
Ada beda
Ada beda
Ada beda
Ada beda
Ada beda
Ada beda
Ada beda
Ada beda
Ada beda
Ada beda
Ada beda
Ada beda
Ada beda
Ada beda
Ada beda
6
A
9
Titik
Keterangan
Pishu
Shenshu
Ganshu
Xinshu
Feishu
0,268
0,705
0,171
0,000
0,011
Tidak beda
Tidak beda
Tidak beda
Ada beda
Ada beda
Pishu
Shenshu
Ganshu
Xinshu
Feishu
0,000
0,000
0,000
0,000
0,000
Ada beda
Ada beda
Ada beda
Ada beda
Ada beda
Pishu
Shenshu
Ganshu
Xinshu
Feishu
0,738
0,000
0,000
0,000
0,048
Tidak beda
Ada beda
Ada beda
Ada beda
Ada beda
45
3
E
Pishu
Shenshu
Ganshu
Xinshu
Feishu
0,000
0,000
0,000
0,120
0,006
Ada beda
Ada beda
Ada beda
Tidak beda
Ada beda
Pishu
Shenshu
Ganshu
Xinshu
Feishu
0,764
0,000
0,079
0,000
0,000
Tidak beda
Ada beda
Tidak beda
Ada beda
Ada beda
Pishu
Shenshu
Ganshu
Xinshu
Feishu
0,000
0,001
0,000
0,000
0,000
Ada beda
Ada beda
Ada beda
Ada beda
Ada beda
Pishu
Shenshu
Ganshu
Xinshu
Feishu
0,014
0,003
0,135
0,000
0,006
Ada beda
Ada beda
Tidak beda
Ada beda
Ada beda
Pishu
Shenshu
Ganshu
Xinshu
Feishu
0,000
0,003
0,000
0,000
0,006
Ada beda
Ada beda
Ada beda
Ada beda
Ada beda
Pishu
Shenshu
Ganshu
Xinshu
Feishu
0,000
0,003
0,000
0,000
0,006
Ada beda
Ada beda
Ada beda
Ada beda
Ada beda
Pishu
Shenshu
Ganshu
Xinshu
Feishu
0,000
0,003
0,000
0,000
0,006
Ada beda
Ada beda
Ada beda
Ada beda
Ada beda
Laserpunktur yang digunakan untuk terapi dalam penelitian ini adalah laser HeNe berdaya 10 mW. Laserpunktur ini tergolong laser berdaya rendah. Terdapat dua
macam laser yang biasa digunakan dalam bidang kedokteran, yang pertama adalah laser
berdaya tinggi. Laser berdaya tinggi ini biasanya digunakan untuk memotong jaringan.
Yang kedua adalah laser berdaya rendah, yaitu antara 1 mW sampai dengan 500 mW,
yang berfungsi untuk menstimulasi jaringan dan memperbaiki jaringan yang rusak.
Dengan daya 10 mW diperoleh energi per foton yang dikeluarkan oleh laser
adalah 1,96 eV, sehingga energi tersebut tidak mampu untuk mengionisasi molekul
yang ada di dalam tubuh.
Analisis perubahan dimulai dengan menganalisis profil potensial titik Pishu
karena pemaparan dengan laserpunktur dilakukan pada titik Pishu. Setelah itu analisis
perubahan dilanjutkan pada profil potensial titik lainya, yaitu titik Shenshu, titik Ganshu,
titik Xinshu, dan titik Feishu. Pemberian rangsangan
46
pengobatan, terutama pada organ yang berhubungan langsung dengan titik akupunktur
yang dirangsang (Gellman dalam Abdurachmah, 2005), dalam penelitian ini adalah titik
Pishu. Rangsang pada titik Pishu akan diteruskan menuju titik akupunktur lainnya,
terutama sepanjang meridian yang sama, dalam penelitian ini adalah meridian kandung
kemih (Bladder).
Foton yang berasal dari laser akan diserap oleh titik Pishu sehingga
menyebabkan membran sel mengalami depolarisasi. Membran yang menyerap energi
mengalami penurunan potensial sehingga ada aliran ion natrium masuk ke dalam sel
dan ion kalium keluar sel. Pada saat membran dalam keadaan potensial ambang,
membran sel dalam kondisi tidak stabil, maka akan kembali ke posisi dasar dalam
waktu yang sangat cepat (10 -15 sekon) dengan memancarkan radiasi ke lingkungan
yang biasa disebut dengan hiperpolarisasi dan repolarisasi. Foton yang dipancarkan
akan diserap oleh sel tetangga yang memiliki frekuensi sama. Demikian seterusnya
sehingga membentuk suatu tempat kedudukan sejumlah sel yang memiliki energi
kuantum sama. Tempat kedudukan sejumlah sel tersebut yang disebut meridian,
sedangkan energi chi adalah energi kuantum yang mengalir dari sel
ke
sel
yang
potensial
testi
sehat,
namun
perubahan tidak selalu terjadi pada terapi terakhir atau terapi ke-9. Jika dibuat suatu
grafik maka akan nampak naik turunya rata-rata amplitudo pada masing-masing
terapi seperti terlihat pada gambar 4. sampai 8. Perubahan juga tidak terjadi
pada semua testi dan pada semua titik. Perubahan profil potensial untuk testi A terjadi
pada titik Shenshu, titik Pishu, dan titik Ganshu yang terjadi setelah terapi ke-6.
Untuk testi B perubahan profil potensialterjadi pada titik Pishu saat setelah terapi
ke-6 dan titik Xinshu saat setelah terapi ke-9. Pada testi C perubahan profil potensial
terjadi pada titik Pishu dan titik Ganshu setelah terapi ke-6. Perubahan profil potensial
untuk testi D hanya terjadi pada titik Ganshu saat setelah terapi ke-6. Sedangkan untuk
testi E tidak terdapat perubahan profil potensial menurut hasil uji statistik.
Profil potensial titik Pishu testi penderita diabetes mellitus yang mengalami
perubahan seperti profil potensial titik Pishu testi sehat merupakan efek dari
pemberian paparan laserpunktur. Dalam teknik akupunktur, titik akupunktur Pishu
dinyatakan sebagai sumber chi dari organ pankreas (Yanfu, dkk dalam Abdurachman,
2005). Dari titik akupunktur
tersebut,
gelombang
yangsesuai, dirambatkan
47
menuju
organ pankreas
melalui
jalur
komunikasi meridian
(Wirya
dalam
tingkat
inti,
untuk
mengatasi
Abdurachman,
2005),
sehingga dapat
48
terjadi pada titik Shenshu dan titik Ganshu sedangkan untuk titik Xinshu dan titik
Feishu tidak terjadi perubahan. Untuk testi B selain titik Pishu, perubahan juga terjadi
pada titik Xinshu, pada terap ke-9. Sedangkan untuk testi C selain pada titik Pishu,
perubahan profil potensial juga ditunjukkan pada titik Ganshu. Hal tersebut dapat
disebabkan oleh:
a) Yang
tidak
mengalami
dengan
organ
ginjal.
penelitian ini rajin mengkonsumsi obat, maka secara kedokteran konvensional obat
dapat membawa dampak buruk pada ginjal.
b) Yang
tidak
mengalami
perubahan
profil potensial adalah titik Xinshu dapat disebabkan karena titik ini berkaitan
dengan organ jantung. Jika testi pada penelitian ini memiliki gejala hipertensi dan
testi
berada
Yang
tidak
mengalami
dapat disebabkan karena titik ini berkaitan dengan organ hati. Jika testi pada penelitian
ini memiliki pola hidup yang buruk terutama dalam hal mengkonsumsi makanan maka
bisa berdampak buruk pada hati karena hati terus
bekerja
keras
untuk
menjaga
tidak
mengalami
dapat disebabkan karena titik ini berkaitan dengan organ paru. Jika testi pada
penelitian
ini
telah
terjadi
komplikasi diabetes mellitus seperti Tuberkolosis. Saat terapi dapat dimungkinkan kadar
gula darah bisa turun namun untuk komplikasinya belum tentu dapat membaik pula.
Untuk testi B sebelumnya telah terjadi perubahan di titik Pishu tepatnya pada
terapi ke-6, namun pada terapi ke-9 perubahan justru terjadi pada titik Xinshu.
Sedangkan untuk testi D tidak pernah terjadi perubahan pada titik Pishu, perubahan
justru terjadi pada titik Ganshu pada terapi ke-6. Hal ini dapat dijelaskan sebagai
berikut, untuk testi B dimungkinkan setelah menjalani terapi ke6 testi mulai lepas kontrol dalam menjaga pola makan karena testi merasakan
kondisi yang lebih baik dari kondisi awal, seperti intensitas buang air kecil menjadi
berkurang, sehingga testi yang awalnya menjaga pola makan menjadi lepas kontrol yang
dapat menyebabkan kadar gula testi meningkat dan gambaran profil potensial titik Pishu
pun secara statistik tidak mengalami perubahan. Sedangkan untuk testi
Jurnal Fisika dan Terapannya | Vol. 1, No. 3, Agustus 2013
dapat
49
dimungkinkan saat melakukan terapi, penulis tidak tepat meletakkan laserpunktur pada
titik Pishu. Karena letak titik Pishu dan titik Ganshu yang
berdekatan,
bisa saja
laserpunktur yang diberikan oleh penulis justru malah cenderung menuju titik Ganshu,
sehingga profil potensial yang mengalami perubahan pada titik Ganshu.
Kondisi lain ditunjukkan oleh testi E. Testi E sama sekali tidak menunjukkan
perubahan profil potensial di titik manapun dan pada terapi keberapun. Hal ini
dimungkinkan dapat disebabkan oleh dua hal, yang pertama terapi yang dilakukan belum
mencapai
titik optimum,
potensial pada testi E. Yang kedua dimungkinkan adanaya faktor pengendali yang tidak
dapat dikendalikan oleh penulis seperti yang telah dijelaskan sebelumnya yang bersifat
lebih dominan sehingga pemberian laserpunktur tidak dapat merubah profil potensial
titik akupunktur testi E. Namun, dari keseluruhan hasil penelitian yang didapatkan
laserpunktur dapat menyebabkan perubahan profil potensial testi penderita diabetes
mellitus, meskipun masih terdapat faktor-faktor kendali yang seharusnya dikendalikan
seperti mengadakan rawat inap untuk semua testi penderita diabetes mellitus dan
melakukan
tes laboraturium
cara
pengendalian itu masih belum dapat dilakukan oleh penulis, sehingga sekiranya
diperlukan penelitian dengan melakukan pengendalian seperti tersebut di atas.
KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil penelitian
1. Pemberian paparan laserpunktur pada titik Pishu testi penderita diabetes mellitus
menyebabkan perubahan profil potensial titik akupunktur testi penderita diabetes
mellitus.
2. Perubahan
profil
potensial
paparan
laserpunktur, kondisi fisik dan mental testi, serta pola hidup testi.
50
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman,
Fungsi
2005,
Pengaruh
sel Pankreas
Terapi,
R.,
2008,
Optimasi
Daya,
dan Waktu
Paparan Laserpunktur pada Mencit untuk Normalisasi Sel Beta Pankreas sebagai
Pemasok Insulin, Skripsi, Departemen
Teknologi
and Boyd.
Gabriel, J. F, 1996, Fisika Kedokteran, EGC, Fisika Universitas Udayana, Bali.
Guyton & Hall, 1997, Bahan Ajar Fisiologi Kedokteran (Textbook of Medical
Physiology), Diterjemahkan oleh
Irawati
Setiawan,
Edisi
1,Penerbit Buku
dan
Itadah,
N.,
51
Kurniawan, A., 2009, Belajar Mudah SPSS untuk Pemula, Mediakon, Yogyakarta.
Maschede, D., 2004, Optics, Light andLasers, WILEY-VCH Verlag GmbH & Co.
K GaA, Weinheim.
Niemz, M. H., 2004, Laser-Tissue Interactions,
Third,
Penurunan Kadar Gula Darah Mencit, Departemen Fisika Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Airlangga, Surabaya.
Saptatinovi, 2005, Efektifitas Laserpunktur pada Terapi Penurunan Kadar Gula Darah,
Skripsi FMIPA Unair, Surabaya.
Saputra, K., 2002, Akpunktur Klinik, Airlangga University Press, Surabaya.
Sirohi, R. S., 1985, A Course of Experiments with He-Ne Laser, Wiley Eastern
Limited, New Delhi.
Sobel, M. L., 1987, Light, The University of Chicago, USA.
Suhariningsih,
1999,
Profil
Disertasi
Program Pascasarjana
untuk
Mengatasi Gangguan
2008,
Care
Your
Penebar
Plus,
Jakarta.
Widjaya, Dr. Witjahyakarta, Sp.S, 2012, EEG dan EMG: Teknik Pemeriksaan Syaraf,
RS Pondok Indah Group, Jakarta.
Wijayanto, Y. Nur. dan Hastuti, D., 2006, Rangkaian Bioamplifier untuk Mendeteksi
Sifat Elektris Otot, Jurnal Elektronika No. 2 Juli- Desember 2006, Volume 6.
52
Email: yulanda.d.fajarwati@gmail.com
Abstract
This study aim to make an electrode as a substitute for standard ECG electrodes.
The electrodes were made from pieces of aluminum and innovation did in 2 ways, the
diameter and the addition of a magnetic field. Data retrieval is done by recording the
acupuncture points PC 6 (Neiguan) associated with the heart. Recording done using
software and data generated IWORX/214 data such as voltage function of time. Potential
profile patterned recording ECG results because it is the acupuncture point of
pericardial heart. ECG pattern was observed amplitude of frequency appears. The
success rate of the electrode measured ability raises the maximum amplitude in the
frequency appears. The results of the analysis stated there are several dominant
frequencies that arise from the potential profile recording acupuncture points, the
frequency of 0-2 Hz and 50 Hz. The best electrode for detecting the frequency of 0-2 Hz
is the electrode with a diameter of 2.8 cm with a value of amplitude A = (1 0.16).
While the electrode is best to minimize the noise frequency is 50 Hz electrode with a
diameter of 2.8 cm and with the addition of 1 to the value of the magnetic plate
amplitude A = (0.03 0.01). Based on the results obtained, the electrodes have been
made in this study can replace the standard electrode because it can detect the
electrical potential profile in acupuncture point PC 6 quite well when compared to the
standard ECG electrodes manufactured
53
PENDAHULUAN
Elektrokardiogram atau EKG merupakan alat yang digunakan untuk merekam
aktivitas listrik sel otot jantung. Elektrokardiogram menggunakan elektroda sebagai
transduser. Elektrode yang digunakan pada ECG untuk merekam aktivitas jantung pada
umumnya bersifat disposable. Elektrode disposable memiliki keunggulan yaitu ketika
digunakan gerakan pasien tidak
elektrode disposable dapat menempel dengan kuat pada permukaan kulit oleh adanya
perekat. Elektrode disposable memiliki kekurangan yaitu hanya dapat digunakan untuk
sekali pakai sehingga pasien yang membutuhkan perekaman aktivitas jantung harus
mengeluarkan biaya ekstra untuk membeli dan mengganti elektrode setiap kali
perekaman. Pada penelitian ini, peneliti akan membuat suatu inovasi berupa elektroda
baru yang kedepannya diharapkan dapat digunakan sebagai elektroda alternatif elektrode
standart yang bersifat disposable. Penelitian ini menggunakan konsep keping
aluminium yang divariasi diameter dan ditambahkan keping magnet. Elektroda dengan
beberapa variasi kemudian digunakan untuk perekaman aktivitas listrik jantung. Hasil
perekaman aktivitas listrik jantung menggunakan elektrode yang telah dibuat pada
penelitian ini kemudian dibandingkan dengan hasil perekaman aktivitas listrik jantung
menggunakan elektrode standart. Perbandingan dilakukan untuk mengetahui apakah
elektrode yang telah dibuat pada penelitian ini berhasil menggantikan elektrode standart.
Pada penelitian sebelumnya (Erawati, 2003) telah diamati perbedaan profil
potensial listik titik akupunktur hati untuk organ hati. Hasil penelitian menunjukkan
adanya perbedaan profil potensial listrik titik akupunktur hati untuk penderita hepatitis
kronik dan sirosis hati melalui grafik fungsi frekuensi. Telah diteliti juga sebelumnya oleh
dosen biofisika Universitas Airlangga Surabaya tentang pengukuran tegangan dan
frekuensi
dengan
menggunakan
elektrostimulator.
Dari
pengukuran
tersebut
elektrostimulator dapat digunakan untuk mengetahui respon sel syaraf dan otot terhadap
rangsangan (stimulasi) listrik yang diberikan, terutama untuk mendapatkan gambaran
mengenai mekanisme
terjadinya
potensial
aksi
akupunktur
berdasarkan
sifatnya
potensial
listrik.
Profil
potensial listrik yang dihasilkan selanjutnya dianalisis untuk indikator kelainan fungsi
organ (jantung).
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat observasional komparatif.
Pengambilan vounteer dilakukan secara random. Adapun variabel penelitian :
1. Variabel bebas: diameter elektrode, penambahan magnet pada elektrode.
2. Variabel
terikat:
amplitudo
(Neiguan).
3. Variabel
terkendali:
lama
(6 detik).
55
kemudian
akan tampak sebagai sinyal biasa, dimana sinyal yang berada disekitar area akan
berbeda pada konfigurasi ini (Carlo dan Deluca, 2000).
Sinyal yang diperoleh rentan terhadap gangguan (noise). Hal tersebut
dikarenakan, elektrode yang digunakan merupakan elektrode non-invasif sehingga sangat
56
mudah terjadi gangguan yang berasal dari adanya gangguan inheren komponen
elektronik, ketidakstabilan sinyal yang bersifat inheren karena elektrode bersifat
sensitive
terhadap
perekaman. Pada perangkat Iworx, sinyal yang dikeluarkan merupakan hasil dari
penguatan sinyal yang dilakukan 1000x dari sinyal bioelektrik masukan.
Setting alat yang digunakan adalah :
bioelektrik
organ
57
dengan :
(t) :
fungsi
gelombang
sebagai
fungsi waktu
Ai : Amplitudo
: frekuensi penyusun gelombang
t : waktu penjalaran
Deret
Fourier
frekuensi dari
bentuk sinus dan cosinus pertama adalah suatu fungsi frekuensi, dan kenaikan frekuensi
antara pembentuk-pembentuknya kenaikan n yang sebanding dengan fungsi frekuensi.
Periode pembentuk sinus dan cosinus pertama adalah sebuah fungsi, dan setiap
pembentuk dalam deret tersebut memperlihatkan sebuah bilangan bulat dari gelombang
sinus dan cosinus yang sesuai dengan periode fungsi tersebut.
Suatu fungsi f(t) dengan variasi waktu dapat ditulis sebagai sebuah persamaan
dengan parameter waktu. Fungsi tersebut juga digambarkan dalam bentuk grafik terhadap
58
waktu. Deret Fourier menawarkan sebuah representasi alternative untuk fungsi dalam
domain frekuensi. Meskipun penggambaran fungsi terhadap waktu sebuah histogram
yang dapatdiperbaiki dengan sumbu x sebagai frekuensi dan sumbu y sebagai amplitude
tiap frekuensi. Bentuk tersebut merupakan representasi domain frekuensi. Dengan
menggunakan identitas Euler,
59
kurva berubah pada sumbu absis merupakan frekuensi (), sedangkan sumbu ordinat
merupakan Amplitudo yang ternormalisasi sebagai fungsi frekuensi F().
Fast Fourier Transform merupakan suatu bentuk analisis data dengan
memanfaatkan operasi matematika yang digunakan dalam pemrosesan sinyal untuk
mengubah data dari domain waktu kontinyu menjadi domain frekuensi dengan cepat.
Konvolusi pada transformasi Fourier menunjukkan bahwa
,
Teorema Parseval secara fisis menunjukkan hubungan antara rata-rata dari kuadrat f(t)
dan koefisien Fourier (a0, an, dan bn) seperti pada persamaan berikut:
Dalam analisis sinyal ini, perangkat lunak yang digunakan adalah program
Labscribe. Pada tampilan terdapat nilai T2-T1 merupakan fasilitas untuk memudahkan
membaca rentang skala yang memiliki satuan format hh:mm:ss. Display time
menunjukkan kurun waktu perekaman. Setelah hasil perekaman ditampilkan, selanjutnya
mengklik icon analisis FFT pada program Labscribe, yaitu fungsi analisis yang mengubah
sinyal profil potensial listrik domain waktu ke domain frekuensi. Hasil yang muncul
adalah pulsa-pulsa yang menunjukkan frekuensi (sumbu-x) dari fungsi gelombang pada
sinyal listrik hasil perekaman yaitu 0-2 Hz dan 50 Hz dengan masing-masing amplitudo
mulai dari 0 sampai 1 (sumbu-y). Data diolah dengan mencuplik pada rentang waktu
yang sama, yaitu 6 sekon kemudian klik menu FFT lalu menempatkan 2 kursor sampai
mendapatkan beberapa nilai frekuensi dan amplitudonya.
Pada penelitian dilakukan variasi elektrode agar dapat diketahui elektrode yang
paling optimal untuk perekaman profil potensial listrik. Variasi yang digunakan yaitu
60
Simbol
E1TM
E1M1
E1M2
E2TM
E2M1
E2M2
E3TM
E3M1
E3M2
Amplitudo
Standart
0,54 0,1
E1 TM
0,946 0,15
E1 M1
0,996 0,16
E1 TM
M2
E2
0,984 1 0,16
0,16
E2 M1
1 0,16
E2 TM
M2
E3
1 0,16
E3 M1
1 0,16
E3 M2
1 0,16 50 Hz
Tabel
3. Rerata Amplitudo pada rentang frekuensi
elektrode
Standart
Amplitudo
0,42 0,09
1 TM
1 M1
1 M2
0,23 0,05
0,3 0,06
0,21 0,05
2 TM
2 M1
2 M2
0,16 0,04
0,14 0,03
0,06 0,01
3 TM
3 M1
3 M2
0,03 0,01
0,03 0,01
0,11 0,02
61
Dari hasil yang diperoleh pengaruh variasi diameter terlihat pada tabel yaitu pada
frekuensi 0-2 Hz amplitude maksimal ditunjukkan oleh elektrode diameter 2 serta
diameter 3 dengan nilai 1 0,16. Dari hasil yang diperoleh bisa disimpulkan bahwa
variasi diameter tidak mengubah pola grafik fungsi frekuensi, namun mempengaruhi
amplitudo/puncak frekuensi. Nilai maksimal ditunjukkan pada elektrode dengan diameter
yang lebih besar karena semakin besar diameter maka distribusi muatan cairan elektrolit
akan membentuk potensial yang lebih besar sehingga dapat merepresentasikan pola
potensial listrik yang lebih baik. Pada frekuensi noise 50 Hz amplitude minimal
ditunjukkan oleh elektrode dengan diameter 3 dengan nilai 0,03 0,01. Hal ini
menunjukkan bahwa elektrode dengan diameter yang lebih besar dapat memperkecil
noise karena potensial elektrode permukaan yang diberikan akan semakin besar untuk
merepresentasikan aktivitas listrik jantung yang lebih baik sehingga dapat meminimalisir
munculnya potensial noise.
Variasi penambahan magnet tidak terlalu menimbulkan pengaruh pada hasil
perekaman profil potensial. Dari hasil tersebut bisa disimpulkan penambahan medan
magnet tidak menimbulkan pengaruh terhadap nilai amplitude dari pola-pola grafik
fungsi frekuensi. Hal ini dikarenakan medan magnet yang diberikan pada penelitian ini
tidak cukup kuat untuk memperbesar potensial elektrode permukaan. Namun medan
magnet pada dasarnya dapat mempercepat terjadinya polarisasi muatan pada cairan
elektrolit sehingga terbentuk potensial listrik yang semakin besar. Potensial listrik yang
semakin besar akan merepresentasikan aktivitas listrik jantung dengan lebih baik pada
ECG. Sedangkan untuk frekuensi noise 50 Hz amplitudo minimal ditunjukkan oleh
elektroda dengan penambahan 1 magnet dengan nilai 0,03 0,005. Ada sedikit
kecenderungan semakin besar penambahan medan magnet maka semakin kecil amplitude
dari frekuensi noise. Sehingga penambahan medan magnet juga memiliki tujuan untuk
memperkecil noise yang muncul. Ketidakpengaruhan yang signifikan pada elektrode
dengan penambahan medan magnet terhadap amplitude pada frekuensi yang muncul
dapat disebabkan kuat medan magnet yang terlalu lemah, yaitu sekitar 1,69 miligauss.
Jika dibandingkan nilai amplitude pada masing-masing variasi elektrode dengan
nilai amplitudo yang dihasilkan elektrode standart, maka dapat disimpulkan elektrode
baru yang telah dibuat memiliki amplitude yang tidak berbeda jauh dengan amplitude
yang dihasilkan elektrode standart ECG yang bersifat disposable sehingga elektrode yang
telah dibuat pada penelitian ini dapat digunakan sebagai pengganti elektrode standart.
62
Amplitudoyang dihasilkan
elektrode standart
0,54 0,1
0,42 0,09
Namun pola hasil perekaman menggunakan elektrode yang telah dibuat masih
terganggu oleh gerakan volunteer karena elektrode hanya ditempelkan dan diikatkan di
pergelangan tangan menggunakan pita, berbeda dengan elektrode standart yang sudah
dilengkapi perekat sehingga elektrode dapat menempel dengan kuat dan tidak terganggu
dengan gerakan volunteer. Dari hasil yang diperoleh diharapkan untuk kedepannya
elektrode yang telah dibuat dapat digunakan sebagai pengganti elektrode standart, dengan
berbagai penyempurnaan.
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian dapat disimpulkan bahwa elektrode yang telah dibuat
dapat digunakan untuk mengganti elektrode standart karena hasil perekaman potensial
listrik menggunakan elektrode penelitian menunjukkan pola yang sama dan dapat
memunculkan nilai frekuensi yang sama dengan hasil perekaman potensial listrik namun
memiliki nilai amplitudo yang berbeda. Pengaruh diameter terhadap profil potensial
listrik titik akupunktur terlihat pada amplitude dari frekuensi yang muncul. Untuk
frekuensi 0-2 Hz amplitudo maksimal ditunjukkan oleh elektrode dengan diameter 2,5 cm
dan 2,8 cm dengan nilai A = 1 0,16. Untuk frekuensi 50 Hz amplitude minimal
ditunjukkan oleh elektrode dengan diameter 2,8 cm dengan nilai amplitude A =0,03
0,01. Dapat disimpulkan bahwa semakin besar diameter maka amplitudo akan semakin
tinggi dan menghasilkan noise minimal. Hal ini disebabkan distribusi muatan yang
dihasilkan dengan diameter lebih besar menyebabkan potensial listrik yang lebih tinggi
sehingga dapat merepresentasikan pola potensial listrik jantung yang lebih baik.
Pengaruh medan magnet terhadap profil potensial listrik titik akupunktur tidak
terlihat pada amplitude dari frekuensifrekuensi yang muncul. Pada frekuensi 0-2 Hz
amplitudo maksimal ditunjukkan oleh semua variasi dengan nilai A = 1 0,16. Untuk
frekuensi 50 Hz amplitude minimal ditunjukkan oleh elektrode dengan penambahan 1
lempeng magnet dengan nilai A = 0,03 0,005. Dapat disimpulkan penambahan lempeng
magnet dapat mempercepat terjadinya polarisasi muatan pada cairan elektrolit sehingga
menimbulkan potensial listrik yang lebih besar dan dapat mempresentasikan profil
potensial yang lebih baik.
Jurnal Fisika dan Terapannya | Vol. 1, No. 3, Agustus 2013
63
DAFTAR PUSTAKA
Aminatun, Izak, 2002. Bahan Ajar Fisika Zat Padat, Fisika Universitas Airlangga,
Surabaya
Aston, R, 1990, Principles of Biomedical Instrumentation and Measurement,
Merrill Publishing Company, New York.
Boas, Mary L., 1983, Mathematical Methods in the Physical Sciences Second Edition,
John Wiley & Son,Inc, Canada
Erawati, P., Astuti, S. D., dan Prijo, T. A. dkk, 2003, Analisis Profil Potensial Untuk
Kelainan Fungsional Organ, Lembaga Penelitian Universitas Airlangga, Surabaya.
Gabriel, J. F, 1996, Fisika Kedokteran,EGC, Fisika Universitas Udayana, Bali
Griffiths, D. J., 1999, Introduction to Electrodynamics, 3rd Edition, Prentice-Hall, Inc.,
New Jersey
Hall, Guyton A., 1997, Bahan Ajar Fisiologi Kedokteran (Textbook of Medical
Physiology), Diterjemahkan oleh Irawati Setiawan, Edisi 1, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta
Haqque,P. A. Aditta, 2012, Analisis Profil Potensial Listrik Pada Titik Akupunktur untuk
Diagnosis Penyakit Diabetes Mellitus, Fisika Universitas Airlangga, Surabaya
Hobbie, R. K. and Roth, B. J., 2007, Intermediate Physics For Medicine and Biology, 4th
Edition, Springer Science+Bussines Media, New York.
Labscribe Data Acquisition Software Manual.iWorx/ CB Sciences, Inc, Washington.
http://www.iworx.com.
Martini, H., Frederic and Nath, L., Judi,2012, Fundamentals of Anatomy and Physiology,
Ninth Edition.Sansome St, San Francisco
Saputra, Kosnadi and Idayanti, Agustin, 2005, Akupuntur Dasar, Airlangga University
Press, Surabaya.
Sinatra, L., francy, 2010, Understanding the Interaction Between Blood Flow an an
Applied Magnetic Field,University of South Florida, Florida.
Suhariningsih, 1999, desertasi, Profil Tegangan Listrik Titik Akupunktur Sebagai
Indikator Kelainan Fungsi Organ, Program Pasca Sarjana Unair, Surabaya.
Tipler, Paul, 2001, Fisika Untuk Sains dan Teknik, Edisi 3, Erlangga, Jakarta.
Petujuk Praktikum Fisika Eksperimental (Biofisika)
Venturin, Dott., Andrea, 2002, Magnetotherapy Theory and Practical Applications,
University of Padua, Italy.
64
Email : karimahfatimatul@gmail.com
ABSTRACT
Heart disease is one of the most deathly disease in the world. One of the way to
detect this disease is by reading the graph output of electrocardiograph (ECG) signal.
But, to read ECG signal isnt easy and need an expert people to read that. To help read
the ECG signal in this research has been design a software based on artificial neural
networks by Learning Vector Quantization method (LVQ) as a tool for identification of
cardiac abnormalities. Input of the software is a digital image of an electrocardiogram.
The electrocardiogram image, process by the method of digital image processing (preprocessing, segmentation, morphology, and image feature extraction) obtained images of
the electrocardiogram graph ordinate represents the heart's electrical potential. The output
of the software is divided into three classes, namely the condition of normal heart,
coronary and atrial fibrillation. The maximum accuracy of this software is about 96%
with learning rate 0.1 and 0.5 of learning rate reduction.
65
ABSTRAK
Penyakit jantung adalah penyakit yang menyebabkan angka kematian yang tinggi
di dunia. Salah satu cara pendeteksian penyakit jantung dapat dilakukan dengan
pembacaan sinyal Electrocardiograph (ECG). Namun, pembacaan perekaman ECG
(elektrokardiogram) ini cukup sulit karena memerlukan keahlian khusus. Untuk
membantu pembacaan elektrokardiogram maka, pada penelitian ini dilakukan
perancangan perangkat lunak berbasis jaringan saraf tiruan dengan metode Learning
Vector Quantization (LVQ) sebagai alat bantu identifikasi kelainan jantung. Input
perangkat lunak ini adalah citra digital elektrokardiogram. Citra elektrokardiogram
tersebut diolah menggunakan metode pengolahan citra (pre-processing, segmentasi,
morfologi citra
grafik citra
96%
dengan parameter optimal LVQ yaitu, laju pembelajaran 0,1 dan pengurangan laju
pembelajaran 0,5.
66
PENDAHULUAN
Berdasarkan data yang dikemukakan World Heart Federation (WHF), penyakit
jantung mencapai 29,1 persen atau sebanyak 17,1 juta pasien setiap tahunnya meninggal
diseluruh dunia. Faktor risiko penyakit jantung adalah kebiasaan merokok, stress,
kurang olah raga, diabetes, obesitas, hipertensi serta hiperlipidemia atau kelebihan
lemak dalam darah, keturunan, usia, dan jenis kelamin.
Pendeteksian penyakit jantung ini dilakukan dengan melakukan perekaman
aktifitas listrik jantung menggunakan alat elektrokardiograf (ECG). Hasil perekaman
ECG ini berupa grafik waktu terhadap tegangan yang disebut elektrokardiogram.
Pembacaan elektrokardiogram ini
Pembacaan
elektrokardiogram ini tidak mudah, karena diperlukan keahlian khusus dan pengalaman.
Selain itu kesalahan yang terjadi dalam pembacaan elektrokardiogram juga tidak lepas
dari faktor human error. Maka dalam penelitian ini dikembangkan suatu metode jaringan
saraf untuk mengidentifikasi beberapa kelainan jantung.
Jaringan saraf tiruan merupakan model komputasi yang meniru cara kerja otak
manusia. Jaringan saraf ini menerima masukan berupa data numerik dari struktur objek
yang mengalami proses pengolahan citra yaitu, grayscalling, pencerahan, segmentasi,
morfologi citra dan ekstraksi fitur. Metode jaringan saraf yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Learning Vector Quantization (LVQ). Metode ini dipilih karena
algoritma yang digunakan sederhana, cepat dan mempunyai keakuratan yang tinggi untuk
mendeteksi kelainan jantung.
67
68
METODE PENELITIAN
Studi literatur dilakukan dengan mengkaji tentang kelainan pada jantung,
mempelajari diagnosa penyakit jantung terhadap hasil pemeriksaan ECG, mempelajari
metode pengolahan citra ECG dan mempelajari algoritma LVQ untuk pendeteksian
kelainan jatung. Studi literatur ini dilakukan dengan mengumpulkan jurnal dan buku
mengenai informasi terkait, selain itu juga dilakukan konsultasi dengan dokter.
Persiapan data pada penelitian ini dimulai dengan data ECG yang didapat dari Rumah
Sakit diubah dalam bentuk digital menggunakan scanner. Setelah didapatkan data ECG
dalam bentuk digital, proses persiapan data ini dilanjutkan dengan pemotongan citra.
Citra yang ada dipotong sehingga menjadi citra sepanjang 157 pixel, berdasarkan data
yang didapatkan pada penelitian ini dengan panjang citra 157 pixel cukup untuk
mendapatkan citra ECG sepanjang 1 siklus.
Setelah dilakukan persiapan data, citra tersebut lalu melalui metode pengolahan citra
sehingga didapatkan informasi yang penting pada data tersebut, selain untuk menghemat
waktu dalam proses pelatihan jaringan hal ini dilakukan juga untuk meningkatkan
keakurasian perangkat lunak.
Hasil dari pengolahan citra yang dilakukan dijadikan sebagai masukan perangkat
lunak yang kemudian akan dilakukan proses pelatihan dan pengujian untuk mendapatkan
hasil tingkat akurasi dari perangkat lunak yang dirancang.
69
70
Tingkat Akurasi
(%)
0,01
0,1
0,25
0,5
0,75
0,1
96%
0,01
96%
0,001
92%
0,1
92%
0,01
92%
0,001
56%
0,1
88%
0,01
84%
0,001
52%
0,1
96%
0,01
76%
0,001
52%
0,1
92%
0,01
64%
0,001
52%
71
Target
Hasil
Keterangan
Normal
Normal
Cocok
Normal
Normal
Cocok
Normal
Normal
Cocok
Normal
Normal
Cocok
Normal
Normal
Cocok
Normal
Normal
Cocok
Normal
Normal
Cocok
Normal
Normal
Cocok
Normal
Normal
Cocok
10
Normal
Normal
Cocok
11
Normal
Normal
Cocok
12
Normal
Normal
Cocok
13
Normal
Normal
Cocok
14
Koroner
Koroner
Cocok
15
Koroner
Koroner
Cocok
16
Koroner
Koroner
Cocok
17
Koroner
18
Koroner
Koroner
Cocok
19
Fibrilasi atrium
Fibrilasi atrium
Cocok
20
Fibrilasi atrium
Fibrilasi atrium
Cocok
21
Fibrilasi atrium
Fibrilasi atrium
Cocok
22
Fibrilasi atrium
Fibrilasi atrium
Cocok
23
Fibrilasi atrium
Fibrilasi atrium
Cocok
24
Fibrilasi atrium
Fibrilasi atrium
Cocok
25
Fibrilasi atrium
Fibrilasi atrium
Cocok
Tampilan antar muka perangkat lunak yang dibangun pada penelitian ini dapat
dilihat pada Gambar 4, pada tampilan program ini ada tombol browse untuk memilih file
citra yang ingin diidentifikasi, tombol pengolahan citra untuk melakukan proses
pengolahan citra pada citra yang dipilih, selain itu juga ada tombol Identifikasi untuk
mengidentifikasi kelainan pada citra yang dipilih. Hasil identifikasi perangkat lunak ini
ditampilkan dalam bentuk teks.
72
KESIMPULAN
1. Pada penelitian ini diperoleh parameter optimal jaringan LVQ yaitu, laju pembelajaran
sebesar 0,1 dan pengurangan laju pembelajaran 0,5.
2. Tingkat akurasi maksimal dari pengujian terhadap 25 data uji sebesar 96% untuk laju
pembelajaran sebesar 0,1 dan pengurangan laju pembelajaran sebesar 0,5.
DAFTAR PUSTAKA
Endarko, et al. 2006. Aplikasi Pengolahan Citra Elektrokardiograf dan Jaringan Saraf
Tiruan untuk Identifikasi Penyakit Jantung Koroner. Jurnal Fisika dan
Aplikasinya. Surabaya.
Gao Qi, George. 2003. Computerized Detection and Classification of Five Cardiac
Condition, Auckland university of technology, new Zealand
Kusumadewi, Sri. 2004. Membangun Jaringan Syaraf Tiruan Menggunakan Matlab dan
Excellink. Graha Ilmu, edisi 1. Jogjakarta
Pratanu, sunoto. 1999. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, FK UI. Jilid 1 edisi ke3.(halaman 88-934). Jakarta.
Pratt, William K. 2007. Digital Image Processing. John Wiley and Sons, Hoboken, New
Jersey.
73
Email : nada_fasola@yahoo.com
Abstract
A research has been made to design a syringe pump tool equipped with an
occlusion detector as well as a load cell as the sensor. Syringe pump equipped with a
menu of drug volume and flow rate for injection that makes it easier for nurses to control
drug, and is equipped with a circuit for detecting the occurrence of occlusion. The
operation of syringe pump is driven by motor, so that nurses only need to determine the
drug volume dosage that will be given to the patients in the range of 1 ml to 50 ml and
flow rate in the range of 1 ml/hour to 50 ml/hour. Syringe pump that has been created, is
equipped with buzzer that is used as an alarm informing nearly empty and occlusion
stages, and final drug fluid volume has been injected. This device has a high degree of
accuracy in injecting drug fluid volume, while the flow rate variable have an accuracy
rate of 98.92% and precision rate of 99,88%. In the occlusion detector system, a load cell
sensor was used, and was able to detect the occurrence of occlusion at a pressure of 100
mmHg with an accuracy rate of 91.60%.
74
Abstrak
Telah berhasil dibuat syringe pump yang dilengkapi dengan detektor oklusi
dengan load cell sebagai sensor. Syringe pump yang berhasil dibuat dilengkapi dengan
menu volume obat dan flow rate untuk injeksi sehingga memudahkan perawat dalam
mengontrol obat, serta dilengkapi dengan rangkaian untuk mendeteksi terjadinya oklusi.
Cara pengoperasian syringe pump ini sudah digerakkan oleh motor, sehingga perawat
hanya menentukan dosis volume obat dengan rentang 1 ml hingga 50 ml dan flow rate
dengan rentang 1 ml/jam hingga 50 ml/jam yang perlu diberikan kepada pasien.
Syringe pump yang telah dibuat dilengkapi dengan buzzer yang digunakan sebagai
alarm nearly empty, oklusi, dan volume akhir cairan obat yang diinjeksikan. Alat ini
mempunyai tingkat keakuratan yang tinggi dalam menginjeksikan volume cairan obat,
sedangkan untuk variabel flow rate mempunyai tingkat akurasi sebesar 98,92% dan
tingkat presisi 99,88%. Pada sistem detektor oklusi menggunakan sensor load cell
mendeteksi terjadinya oklusi pada tekanan 100 mmHg dengan tingkat akurasi sebesar
91,60%.
Kata kunci : syringe pump, oklusi, volume, flow rate, load cell
75
I. PENDAHULUAN
Rumah sakit merupakan sistem yang sangat kompleks sehingga sulit
untuk mengontrol setiap pasien. Bagi pasien yang membutuhkan pengobatan ekstra dan
intensif, maka diperlukan suatu alat yang dapat mengontrol dosis volume penggunaan
obat dan flow rate obat yang akan diinjeksikan. Flow rate adalah banyaknya fluida
yang mengalir per satuan waktu. Alat medis yang dapat melakukan injeksi secara
otomatis adalah syringe pump. Dalam hal ini, perawat hanya memberi input pada alat
berupa volume obat yang dibutuhkan serta flow rate yang dibutuhkan pasien.
Pada beberapa kasus pasien seperti hipertensi menjelang operasi, penyakit jantung,
dan penyakit saraf, pemberian cairan obat harus dilakukan secara intensif yaitu volume
cairan obat harus tepat dengan flow rate konstan. Pada pasien kondisi kritis diperlukan
adanya perawatan intensif agar tidak terjadi ketidakseimbangan cairan pada tubuh
(Royan, 2007). Cairan obat dimasukkan ke dalam tubuh pasien melalui injeksi
intravenous untuk durasi waktu yang lama dengan flow rate disesuaikan dengan tingkat
yang tepat sehingga diperlukan jarum suntik yang dapat diprogram secara otomatis.
Syringe pump merupakan alat medis yang difungsikan untuk melakukan injeksi cairan
obat secara terus-menerus dengan tujuan terapeutik maupun diagnostik (Saidi et al.,
2010).
Sistem syringe pump dirancang dengan mekanisme pergerakan motor
(Kobayashi,2006). Pergerakan motor akan menyebabkan ulir maju sehingga mendorong
plunger (pendorong suntikan) dan proses injeksi mulai terjadi. Secara keseluruhan, sistem
syringe pump terdiri dari plunger, sebuah motor, mekanisme pompa, pengontrol
mekanisme pompa, dan alarm (Wang, 2010). Mekanisme pompa menggunakan gaya
yang mendorong plunger sehingga cairan obat pada selang terdorong menuju pembuluh
darah pasien.
Masalah yang sering timbul saat penggunaan syringe pump adalah oklusi
(penyumbatan) selama mekanisme pompa. Penggunaan syringe pump yang dipasang
secara berkelanjutan dapat menyebabkan terjadinya oklusi yang menyebabkan cairan obat
yang masuk ke dalam tubuh tidak mengalir secara konstan dan terbentuk tekanan
besar pada syringe dan aliran cairan (Wang, 2010) yang jika dibiarkan akan terjadi
pembengkakan. Oklusi dipengaruhi oleh sifat darah pasien yaitu mudahnya terjadi
koagulasi (penggumpalan), selang yang terjepit, dan adanya penggumpalan darah di
jarum menuju pembuluh darah pasien. Meninjau dari hal tersebut, maka dirancang
syringe pump dilengkapi dengan mekanisme alarm deteksi oklusi.
76
Peralatan medis termasuk syringe pump yang terdapat di rumah sakit merupakan
produk impor. Oleh karena itu, penulis telah menghasilkan syringe pump produk lokal
yang harapannya
dapat
dikembangkan
oleh
produsen
instrumentasi
medis
di
Indonesia yaitu syringe pump dilengkapi dengan alarm sebagai indikasi adanya oklusi
dan nearly empty volume obat pada sistem tersebut. Alarm nearly empty merupakan
indikasi untuk mendeteksi volume akhir obat yang diinjeksikan syringe pump. Penelitian
yang telah berhasil dikembangkan adalah pembuatan syringe pump berbasis
mikrokontroler ATmega8535 dilengkapi dengan detektor oklusi dan nearly empty.
77
1. Push button untuk menentukan jumlah obat yang akan diinjeksikan pada pasien
dengan rentang volume dari 1 ml hingga 50 ml serta untuk menentukan flow rate proses
penginjeksian obat dengan laju 1 ml/jam hingga 50 ml/jam.
2. LCD digunakan sebagai tampilan volume (ml) dan flow rate (ml/jam) penginjeksian
obat.
3. Saat proses injeksi dimulai, driver motor berfungsi untuk menguatkan arus kendali
dari mikrokontroler ke motor stepper.
4. Mikrokontroler akan menggerakkan motor stepper dengan driver motor sesuai dengan
masukan volume dan flow rate.
5. Optocoupler mendeteksi putaran motor stepper untuk mengetahui jumlah cairan obat
yang telah diinjeksi. Selama mekanisme pompa berjalan, sensor nearly empty mendeteksi
volume akhir obat yang diinjeksikan dan sensor oklusi mendeteksi adanya penyumbatan
selama proses injeksi.
6. Jumlah count yang telah dideteksi oleh optocoupler dikirim ke mikrokontroler untuk
dibandingkan dengan input volume. Selama proses ini, sensor nearlu empty dan
sensor oklusi mengirimkan data bit hasil ADC ke mikrokontroler untuk diproses adanya
indikasi error.
7. Mikrokontroler mengolah data-data bit yang diterima dari sensor optocoupler, nearly
empty, dan oklusi. Alarm akan berbunyi jika nilai counter yang dideteksi optocoupler
sama dengan input volume, sensor
obat, atau sensor oklusi mendeteksi adanya penyumbatan tekanan di pembuluh darah
yang nilainya telah ditentukan.
B. Rancangan Hardware
1. Rangkaian catu daya
Catu daya yang digunakan pada alat syringe pump ini adalah 5V. Rangkaian catu
daya terdiri dari trafo 12V/2A, regulator 7805 untuk menstabilkan tegangan menjadi 5V,
regulator 7812, regulator 7912, diode 1N4002, kapasitor, resistor, dan LED.
2. Rangkaian minimum sistem ATmega8535
Fungsi mikrokontroler adalah sebagai otak dari suatu alat sehingga mampu
menjalankan proses yang telah diprogram. Pada rangkaian mikrokontroler membutuhkan
rangkaian RESET yang berfungsi untuk membuat mikrokontroler memulai kembali
pembacaan program. Hal tersebut dibutuhkan pada saat mikrokontroler mengalami
gangguan dalam mengeksekusi program.
78
amplifier
ditentukan
berdasarkan
besarnya
nilai
resistor R1 yang dihubungkan pada pin 1 dan 8 (pin RG, Resistor Gain) dari IC AD620.
Rangkaian deteksi oklusi ini dilengkapi dengan rangkaian low pass filter untuk
menghilangkan noise yang akan timbul dari sensor oklusi yang digunakan.
79
C. Rancangan Software
Syringe pump dihidupkan dengan menekan tombol ON, kemudian memasukkan
data jumlah volume obat yang akan diinjeksikan kepada pasien, lalu memasukkan
setting flow rate. Jumlah volume obat antara 1 ml sampai 50 ml. Flow rate penginjeksian
obat antara 1 ml/jam sampai 50 ml/jam. Motor stepper lalu berjalan sesuai dengan input
data volume dan flow rate. Selama motor stepper berjalan, sensor deteksi oklusi
mendeteksi adanya penyumbatan. Jika oklusi mencapai nilai yang ditentukan maka
motor stepper akan berhenti dan mikrokontroler akan membunyikan alarm. Reset alarm
dilakukan sehingga motor stepper kembali bekerja.
Jika tidak terjadi oklusi atau oklusi belum mencapai nilai yang ditentukan, maka
counter pada mikrokontroler akan mendeteksi volume cairan obat yang tersisa. Jika
volume cairan obat belum mencapai nilai nearly empty atau belum habis, maka motor
stepper akan terus berjalan. Namun, jika volume cairan obat telah mencapai nilai
nearly empty atau volume cairan obat telah habis, maka motor stepper akan berhenti
berjalan dan alarm akan berbunyi. Diagram alir software syringe pump ditunjukkan pada
Gambar 2.
80
81
D. Tahap Pengujian
Pada tahap ini dilakukan pengujian mekanik, hardware, dan software.
Untuk pengujian hardware syringe pump dilakukan pada setiap rangkaian pendukung
syringe pump. Setelah hardware, dan software selesai dikerjakan, langkah berikutnya
dilakukan uji kinerja alat meliputi uji linieritas, kalibrasi motor stepper, pengujian
volume, pengujian flow rate, dan pengujian tekanan.
1. Uji linieritas sensor nealr empty dan sensor oklusi dilakukan untuk mengetahui
kinerja sensor nearly empty berdasarkan perubahan resistansi terhadap volume cairan obat
dan kinerja sensor oklusi berdasarkan perubahan tekanan terhadap tegangan.
2. Kalibrasi motor stepper dilakukan untuk mengetahui jumlah count atau cacahan yang
dicacah oleh mikrokontroler dalam menghasilkan injeksi volume sebesar 1 ml.
Jumlah count ini didapatkan dari putaran piringan optocoupler. Alat yang diperlukan
untuk pengujian ini yaitu stopwatch dan gelas ukur 10 ml. Stopwatch yang digunakan
memiliki skala terkecil 0,01 sekon, sedangkan gelas ukur yang digunakan memiliki
skala terkecil 0,2 ml. Volume 1 ml diperoleh berdasarkan analisis perbandingan gear
(roda gigi) yang digunakan dalam sistem mekanik alat syringe pump. Nilai kecepatan
rpm motor dibandingkan dengan kecepatan rpm gear yang bersinggungan sehingga akan
diketahui jumlah count yang diperlukan untuk menghasilkan 1 ml.
3. Pengujian volume adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui ketepatan
penginjeksian volume cairan obat. Pengujian ini diperlukan gelas ukur 10 ml dengan
skala terkecil 0,2 ml.
4. Pengujian flow rate bertujuan untuk mengetahui ketepatan laju alat syringe pump
dalam menginjeksikan cairan obat. Nilai flow rate (ml/jam) diperoleh dari hasil perhingan
volume (ml) dengan waktu (jam). Alat yang diperlukan untuk pengujian ini yaitu
stopwatch dengan skala terkecil 0,01 sekon dan gelas ukur 10 ml dengan skala terkecil
0,2 ml.
5. Pengujian tekanan bertujuan untuk mengetahui tegangan keluaran dari rangkaian
deteksi oklusi terhadap tekanan yang dikondisikan pada nilai-nilai tertentu. Alat yang
diperlukan untuk pengujian ini yaitu tensimeter dengan skala terkecil 2 mmHg dan
tabung pemodelan pembuluh darah intravena. Pengujian tekanan dengan tabung
pemodelan intravena ditunjukkan pada Gambar 3.
82
83
B. Hasil Hardware
1. Rangkaian catu daya
Rangkaian catu daya yang telah dibuat mampu menghasilkan tegangan keluaran
stabil +5,06 V dan -5,06 V. Pada rangkaian catu daya menggunakan trafo step down
dengan tegangan primer 220 V dan arus 2 A. Arus yang digunakan 2 A karena
dibutuhkan untuk suplai arus motor agar dapat bekerja. Pada rangkaian catu daya
ini menghasilkan daya sebesar 10,12 watt.
2. Rangkaian main board
Rangkaian main board alat syringe pump merupakan gabungan dari beberapa
rangkaian penyusun alat syringe pump yang terdiri dari rangkaian driver motor L298,
LCD, alarm, deteksi nearly empty, penghitung count, dan minimum sistem AVR
ATmega8535. Rangkaian main board ditunjukkan pada Gambar 5
84
85
86
87
Jadi, tingkat akurasi variabel flow rate pada alat syringe pump adalah sebesar
98,92% dan tingkat presisi 99,88%. Adanya persentase error pada variabel flow rate
disebabkan oleh berbagai faktor antara lain pengukuran waktu manual yang tidak tepat
dan pergesekan yang terjadi antara gear penyusun mekanik syringe pump.
5. Hasil Pengujian Tekanan
Pengujian tekanan bertujuan untuk mengetahui tegangan keluaran dari sensor
load cell pada tekanan 100 mmHg. Selanjutnya dilakukan pengujian tekanan dari
alat syringe pump untuk mengetahui ketepatan alat syringe pump dalam mendeteksi
tekanan 100 mmHg. Hasil dari pengujiannya dapat dilihat pada Tabel 1.
88
Jadi, tingkat akurasi variabel tekanan pada alat syringe pump adalah sebesar
91,60% dengan persentase kesalahan 8,40%. Permasalahan yang terjadi pada deteksi
tekanan dengan load cell adalah nilai tegangan yang selalu berubah pada parameter nilai
tekanan yang sama walaupun nilai tegangannya cenderung mengalami kenaikan dari
tekanan rendah hingga tekanan
mekanik
dimana
load
cell
tinggi.
Hal
ini
disebabkan
karena
pengaruh
89
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan analisis data dan pembahasan yang dilakukan dalam penelitian
ini dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Syringe pump berbasis mikrokontroler ATmega8535 telah dibuat dan dapat bekerja
dengan baik. Syringe pump ini dapat menginjeksikan cairan obat dengan tingkat
keakuratan yang tinggi pada volume mulai dari 1 ml hingga 50 ml dan pada flow rate1
ml/jam hingga 50 ml/jam. Tingkat akurasi variabel flow rate pada alat syringe
pump adalah sebesar 98,92% dengan nilai presisi 99,88%.
2. Syringe pump yang telah dibuat belum mampu secara spesifik mendeteksi terjadinya
oklusi pada nilai tekanan 100 mmHg diakibatkan karena adanya vibrasi pada load
cell. Rata-rata persentase kesalahan sebesar 8,40% dengan tingkat akurasi sebesar
91,60% untuk tekanan.
DAFTAR PUSTAKA
Basuki, H.S., 2002, Timbangan Berbasis Microcontroller MCS 51 dengan Digital Display
7 Segmen, Jurnal Elektronika dan Komunikasi, 2(3): 35-39
Butterfield, B., 2010, Monitoring and Detection of IV Line Occlusion, CareFusion,
San Diego, CA
Carr, J.J. dan Brown, J.M., 1981, Introduction to Biomedical Equipment Technology,
Prentice Hall
Dickenson, J.E., 1983, Syringe Pumps, Brit J Hosp Med : 187191
Deutsman, A.D., Michels, W.J., dan Wilson, J.E., 1975, Mahine Design Theory and
Practice, Coller Macmillan International, Macmillan Publishing Co.Inc
DS Europe srl, 1998, Instructions For The Installation and The Use of The Load Cell,
Milano, Italy
Graham, F. dan Clark, D., 2005, The Syringe Driver and The Subcutaneous Route
in Palliative Care : The Inventor, The History and The Implications, Journal of
Pain and Symptom Management, 29(1): 32-40
Heryanto,
M.A.
dan
Adi
P,
W.,
2008,
Pemrograman
Bahasa
untuk
J-1047,
Jorgensen
Laboratories,
2004,
Pitowarno, E., 2006, Robotika: Desain, Kontrol, dan Kecerdasan Buatan, Penerbit ANDI,
Yogyakarta
Purwanto, D., 2010, Rancang Bangun Load Cell Sebagai Sensor Gaya Pada Sistem Uji,
Balai Besar Teknologi Kekuatan Struktur - BPPT
Royan, Siswono, H., 2007, Pump Syringe, Undergraduate Program Gunadarma
University
Saidi, I., Ouni, L.E., dan Benrejeb, M., 2010, Design of an Electrical Syringe Pump Using
a Linear Tubular Step Actuator, International Journal of Sciences and Techniques
of Automatic control & computer engineering, 4: 1388-1401
Sugriwan, I., Muntini, M.S., dan Pramono, Y.H., 2010, Desain dan Karakterisasi Load
Cell Tipe CZL601 Sebagai Sensor Massa Untuk Mengukur Derajat Layu Pada
Pengolahan Teh Hitam, Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya
Sularso dan Kyokatsu, S., 1983, Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin,
Pradnya Paramita, Jakarta
Suryono, 2008, Rancang Bangun Sensor Pergeseran Tanah Digital, Jurnal Berkala
Fisika,4(11): 147-152
Sutrisno, 1986, Elektronika : Teori Dasar dan Penerapannya , Jilid 1, Penerbit
ITB, Bandung
Tipler, P.A., 1991, Physics for Scientists and Engineers, Third Edition, Worth Publisher,
Inc.
Wang, Y., Liu, C., Ng, H., 2010, Occlusion Detection System, United States
Patent Application Publication, Pub. No.: US 2010/0214110 A1Weir, M.R.,
2005, Hypertension, Versa Press, United States of America
Wright, S., 2003, Oral History, Hospice History Project, IOELC, Lancaster University,
UK
http://www.alldatasheet.com
91
Email : macdoko@yahoo.com
ABSTRACT
The used of infusion at various hospitals in Indonesia on average still using the
conventional method. This method had the risk of problems such as clogging after
installation. The Design of Optimization System for Drop Rate Infusion had been created,
by these problems which had a display system and better accuracy than conventional
methods. These systems had been monitored the number of drops per minute / infusion
rate and infusion drop rate control according to the setting point is set manually. These
system consisted of a sensor system consisting of a photodiode and a laser pointer,
ATMega 16 microcontroller, display systems and mechanical systems was governed by a
servo motor. This tool had 95,6% of minimum degree of accuracy and not consisted a
segnificaly different to the result of noon or night experiment.
Key word :drop rate infus, photodiode, microcontroller ATMEGA 16, servo motors.
92
Abstrak
Penggunaan infus di berbagai rumah sakit di indonesia rata-rata masih
menggunakan metode konvensional, dimana tetesan infus dievaluasi secara manual, yaitu
dengan cara mengestimasi jumlah tetesan infus dibandingkan dengan waktu dengan
menggunakan jam atau stopwatch. Metode tersebut memiliki resiko terjadinya masalah
seperti terjadinya penyumbatan setelah pemasangan, dimana tekanan intravena naik
secara tiba-tiba
tetesannya sedikit) yang akan berbahaya bagi pasien jika tidak segera ditangani. Alat
pengendalian drop rate infus otomatis ini berguna dalam memonitoring jumlah tetesan
infus per menit/rate infus dan mengontrol laju tetesan infus sesuai dengan set point yang
dikendalikan secara manual. Sistem ini disusun dengan menggunakan sistem sensor yang
terdiri dari fotodioda dan laser pointer, mikrokontroler ATMEGA 16, sistem display dan
sistem mekanik yang dikendalikan dengan menggunakan motor servo. Tingkat error
tertinggi alat ini sebesar 4,4% dan mudah dalam pengoperasiannya.
Kata kunci : Drop rate infus, Fotodioda, Mikrokontroler ATMEGA 16, Motor Servo.
93
PENDAHULUAN
Kandungan air pada tubuh seseorang adalah 70% dari berat tubuh bebas lemak.
Air tubuh total dari seseorang normal terdiri dari cairan ekstraseluler dan cairan
intraseluler. Perubahan konsentrasi, volume, dan susunan partikel
merupakan salah satu patokan diagnosa klinis dan pengobatan beberapa penyakit yang
mengganggu keseimbangan cairan tubuh (Vanatta, et al 2010). Pemberian cairan infus
intravena (intravenous fluids infuson) ke dalam tubuh dengan sebuah jarum melalui
pembuluh vena yang digunakan untuk mengganti cairan tubuh. Pemberian cairan infus
merupakan hal yang mutlak dilakukan selama pasien tersebut menjalani perawatan.
Dalam penggunaan infus secara manual untuk mengetahui jumlah tetesan yang akan
diberikan kepada pasien, perawat harus menghitung tetesannya sambil melihat jam tangan
selama satu menit. Metode tersebut memiliki resiko terjadinya masalah seperti terjadinya
penyumbatan setelah pemasangan, dimana tekanan intravena naik secara tiba-tiba atau
kehabisan cairan saat tetesan infus mulai mengecil (jumlah tetesannya sedikit) yang akan
berbahaya bagi pasien jika tidak segera ditangani.
DASAR TEORI
Cairan Intravena
Terapi intravena adalah tindakan yang dilakukan dengan cara memasukkan
cairan, elektrolit, obat intravena dan nutrisi ke dalam tubuh melalui intravena. Tindakan
ini sering merupakan tindakan life saving seperti pada kehilangan cairan yang banyak
atau dehidrasi. Pemilihan pemasangan terapi intravena didasarkan pada beberapa faktor,
yaitu tujuan dan lamanya terapi, diagnosa pasien, usia, riwayat kesehatan dan kondisi
vena pasien. Set cairan infus terdiri dari 1 botol cairan infus lengkap dengan selang infus,
klem infus, dan jarum infus.
PROSEDUR PENELITIAN
Prosedur proses ini dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu, persiapan desain
diagram blok alat, perancangan hardware, perancangan software. Diagram blok alat
dijelaskan pada Gambar 1.
94
95
infus. Jika rate tersebut sama dengan set point masukan maka mikrokonroler tidak akan
memberikan sinyal PWM ke motor, jika rate infus tidak sama dengan set point maka
mikrokontroler akan memberikan sinyal PWM ke motor servo yang akan digunakan
dalam memutar sistem mekanik hingga rate infus sama atau mendekati nilai setting pada
rate infus.
96
Sistem ini bekerja saat diberi set point awal yang merupakan nilai dari drop rate
yang akan digunakan. Setelah mengatur nilai set point, mikrokontroler akan bekerja
menghitung internal timer mikrokontroler hingga terjadi tetesan. Setelah terjadi tetesan,
tetesan tersebut akan digunakan dalam mengaktifkan ICP1 (Input Capture Pin Timer 1)
yang akan melakukan proses interupsi Input Capture Event yang bekerja pada saat
perubahan logika 1 menjadi logika 0. Jika nilai drop rate melebihi nilai set point, maka
motor pada sistem mekanik alat akan bergerak berlawanan jarum jam dengan tujuan
melonggarkan selang infus. Sebaliknya jika nilai drop rate dibawah nilai set point maka
motor pada sistem mekanik alat akan bergerak searah jarum jam dengan tujuan menekan
selang. Seluruh hasil pembacaan rate akan ditampilkan di LCD dan selama itu LED sign
akan bekerja memberikan status sistem.
Rate Infus
(Tetes/Menit)
19,6
26,5
32,8
45,6
58,5
64,7
71,7
Timer / Counter
(Mikro Sekon)
3081
2257
1827
1315
1024
927
836
600000
97
Setting yang
rata-rata
rata-rata
dikehendaki permbacaan alat pembacaan manual
(Tetes/menit) (tetes/menit)
(tetes/menit)
30
29,5
28
35
36,54
35,6
40
41,08
41
45
45,6
45,6
50
51,06
51,8
55
55,48
55,8
60
60,28
60,4
TABEL 3 Hasil pengamatan kerja alat pada saat percobaan malam hari
No.
1
2
3
4
5
6
7
98
Setting yang
rata-rata
rata-rata
dikehendaki pembacaan alat pembacaan manual
(Tetes/menit) (tetes/menit)
(tetes/menit)
30
30,9
30,8
35
35,2
35,2
40
40,3
41,0
45
45,7
46,0
50
48,0
49,2
55
55,4
55,6
60
59,8
60,0
Pada Tabel 2 dan 3 terlihat bahwa perbedaan antara kedua variabel antara ratarata pembacaan alat dengan rerata pengamatan langsung terhadap tetesan infus yang
terjadi tidak terlalu signifikan..
Untuk pengujian perhitungan kebenaran tetes per menit yang terdeteksi sensor,
dilakukan dengan mencari persen error dan standar deviasi. Tiap-tiap nilai dari berbagai
setting point diolah dan dicari nilai rata-ratanya. Sehingga pada Tabel 4 dan Tabel 5
diperlihatkan hasil pengolahan tingkat error hasil pembacaan alat dan tingkat akurasi alat
ini.
TABEL 4 Hasil pengolahan data pada masing-masing setting point untuk data siang hari
Setting yang
STDEV STDEV
No. dikehendaki
alat
manual
(Tetes/menit)
1
2
3
4
5
6
7
30
35
40
45
50
55
60
0
1,29538
1,19666
0
0,70569
0,55857
0,93381
rata-rata
0,70711
1,14018
0,70711
0,89443
1,78885
0,83666
1,14018
error
Alat
akurasi
1,66667
4,4
2,7
1,33333
2,12
0,87273
0,46667
1,94
98,333
95,6
97,3
98,667
97,88
99,127
99,533
98,06
TABEL 5 Hasil pengolahan data pada masing-masing setting point untuk data malam hari
No.
1
2
3
4
5
6
7
Setting
STDEV STDEV error
yang
alat
manual alat
dikehenda
ki
30
0,98387 0,83666 3,1333
35
0,68775 0,83666 0,6857
40
1,27593 0,70711 0,65
45
0,95394 1,58114 1,5556
50
0,08944 0,83666 4,08
55
1,35647 1,14018 0,7273
60
2,12791 1,58114
0,4
rata-rata
1,6046
akurasi
96,867
99,314
99,35
98,444
95,92
99,273
99,6
98,395
Telihat pada Tabel 4 untuk data pada waktu siang hari, Rata-rata pengukuran
pada 2 keadaan waktu yang berbeda menunjukkan persentase error tertinggi sebesar
4,4%. Sedangkan pada Tabel 5 untuk data pada malam hari menunjukkan presentase
error tertinggi sebesar 3,13. Terlihat bahwa Tabel 4 dan Tabel 5 memiliki nilai error
tertinggi sebesar 4,4%, sehingga alat ini dapat dikatakan lebih akurat dari sistem
99
konvensional.
Uji lain yang dilakukan berupa uji beda-t antara keadaan pengukuran dengan
setting point. Perlakuan pertama yakni sistem diteliti pada malam hari dan Perlakuan
kedua diteliti pada siang hari dengan hasil :
100
Kesimpulan
Berdasarkan analisis data dan pembahasan yang dilakukan dalam penelitian ini
dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Alat yang dibuat lebih mudah penggunaannya dibanding asistem konvensional.
Sistem display dan pemilihan menu pada alat ini lebih baik dan lebih mudah
pengamatannya sehingga dapat dikatakan sistem ini dapat bekerja dengan baik
2. Sistem Optimasi Infus Drop Rate yang telah dibuat dan diuji coba telah
menunjukkan hasil yang akurat dengan rata-rata pengukuran menunjukkan
persentase error maksimal sebesar 4,4% Sehingga alat ini dapat dikatakan lebih
akurat dari sistem konvensional.
Daftar Pustaka
Cameron,John.R dkk.2006.Fisika Tubuh Manusia.
Davidovits, Paul.2008. Physics in Biology
EGC : Jakarta
Academic
Press ;Amsterdam
Handaya,Yuda.2010.Infus Cairan
Intravena (Macam-macam
Online].
Tersedia:http://www.docstoc
CAIRAN-
INTRAVENA. Diakses 19
cairan Infus)
.com/docs/80493963/INFUSNovember
2011pukul
21.55WIB
S,Wasito.2006.Vademekum Elektronika : Edisi Kedua. Gramedia Pustaka
Utama :
Jakarta.
Andrianto, Heri. 2008. Pemrograman
Mikrokontroler
AVR ATMEGA 16
Moyer Keseimbangan
101
ABSTRACT
This study outlines the synthesis of sodium alginate dental impression material
that was extracted from brown algae Sargassum sp. with five variations of trisodium
phosphate as its retarder. The aim of adding a retarder material was to obtain longer
hardening or setting time than that of a commercial product which is 4 minutes. The
tests performed were FTIR, porosity and setting time. The FTIR test result showed that
the sample extracted from brown algae Sargassum sp. was found to be sodium alginate
with the emergence of (OH), (C=O), (C-O), and (O-Na) absorbance. The result of this
study showed that caracteristics of sodium alginat dental impression material which has
6.42% porosity. Formula of sodium alginate dental impression material is far from
commercial product but with 1% trisodium phosphate, sodium alginate dental impression
material was a potential prosetase for clinical application with 6 minutes and 29 seconds
setting time.
Keywords: Sargassum sp., sodium alginate, dental impression materials.
102
ABSTRAK
Penelitian ini mengkaji sintesis bahan cetak gigi natrium alginat yang diekstrak
dari alga coklat Sargassum sp. dengan lima variasi bahan pemerlambat trinatrium fosfat.
Tujuan penambahan bahan pemerlambat adalah untuk mendapatkan waktu pengerasan
atau setting time 4 menit. Pengujian yang dilakukan meliputi FTIR, porositas, dan
setting time. Hasil FTIR membuktikan sampel yang diekstrak dari alga coklat
Sargassum sp. merupakan natrium alginat dengan munculnya serapan (O-H), (C=O),
(C-O), dan (O-Na). Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahan cetak gigi natrium
alginat memiliki karakteristik porositas sebesar 6,42%. Formula bahan cetak gigi yang
dihasilkan masih jauh dari produk komersil namun dengan penambahan bahan
pemerlambat trinatrium fosfat 1% bahan cetak yang dihasilkan berpotensi untuk
aplikasi bahan cetak gigi dengan lama waktu setting 6 menit 29 detik.
103
PENDAHULUAN
Bahan cetak gigi tiruan yang digunakan dalam bidang Kedokteran Gigi adalah
alginat. Alginat dipilih karena keakuratannya dalam reproduksi gigi tiruan, kenyamanan
pasien, serta pencampuran dan modifikasi yang mudah dengan peralatan yang
sederhana (Anusavice, 2004).
Bahan cetak alginat adalah suatu bahan cetak golongan hidrokoloid bersifat
elastis yang irreversible. Hidrokoloid irreversible berarti bahwa setelah alginat
dicampur dengan suatu zat dan terjadi reaksi kimia, maka alginat tidak dapat kembali ke
bentuk semula. Komponen utama bahan cetak hidrokoloid irreversible adalah natrium
alginat. Apabila natrium alginat dicampur dengan air maka akan terbentuk sol dan
sebagai pereaksi dapat ditambahkan kalsium sulfat. Tanah diatom dan silika gel
ditambahkan sebagai bahan pengisi yang berfungsi untuk menambah kekuatan,
kekerasan,
104
pengisi dan pemercepat seperti pada bahan cetak yang diproduksi pabrik. Penelitian
juga tidak difokuskan pada waktu pengerasan akibat adanya bahan pemerlambat.
Ketersediaan alginat pada penelitian sebelumnya didapatkan dari luar negeri
(import). Alginat merupakan suatu bahan yang terkandung dalam alga coklat. Salah satu
alga coklat yang melimpah di perairan Indonesia dengan nilai yang ekonomis adalah
Sargassum sp. Sargassum sp. mempunyai potensi untuk dapat dikembangkan dan
dimanfaatkan sebagai penghasil natrium alginat yang merupakan bahan baku
pembuatan bahan cetak gigi alginat. Penelitian mengenai pemanfaatan dan ekstraksi
natrium alginat dari rumput laut Sargassum sp. di Indonesia telah banyak dilakukan.
Namun belum dimanfaatkan dan diproduksi langsung sebagai bahan cetak gigi.
Oleh karena itu, penelitian mengenai pemanfaatan sumber daya alam lokal
Sargassum sp. sebagai bahan cetak gigi penting dilakukan. Penelitian mengenai waktu
pengerasan penting dilakukan untuk menjawab kebutuhan klinis agar kinerja dokter gigi
lebih efisien. Maka pada penelitian ini, dilakukan sintesis bahan cetak gigi natrium
alginat dari alga coklat Sargassum sp. dengan variasi prosentase bahan pemerlambat
trinatrium fosfat untuk mendapatkan waktu pengerasan yang optimum (4 menit).
Dilakukan pengujian yang sesuai dengan aplikasi klinis meliputi porositas dan setting
time.
105
Gumpalan busa dicuci dengan air agar tidak membawa residu-residu asam yang
berbahaya dan ditambahkan NaOH 10% hingga pH 9. Asam alginat yang telah
dikonversi menjadi natrium alginat ditambah IPA (99%) dengan perbandingan 1:2 (IPA
: asam alginat). Natrium alginat yang telah terpisah disaring dan dikeringkan. Hasil
ekstraksi tersebut berupa bubuk natrium alginat dan diolah menjadi bahan cetak natrium
alginat.
Pembuatan bahan cetak gigi
natrium alginat
spesifik untuk kelompok hidroksil (O-H), puncak serapan 1600 cm-1 1680 cm-1
untuk kelompok karbonil (C=O) dan puncak serapan antara 1000 1300 cm-1 untuk
kelompok karboksil (CO). Sedangkan natrium dalam isomer alginat terletak pada
puncak serapan 1614 cm-1 dan 1431 cm-1 (SOARES et al. 2004). Berdasarkan puncak
yang terbentuk menunjukkan bahwa bubuk yang dihasilkan dari ekstraksi alga coklat
Sargassum sp. adalah bubuk natrium alginat.
106
107
Hal tersebut dapat disebabkan bahan penyusun bahan cetak sudah tercampur lebih rata
dan lebih halus. Hal tersebut bisa terjadi karena pada proses pencampuran formula
bahan cetak yang menggunakan mortar dilakukan secara manual sehingga tekanan yang
diberikan bisa berbeda meskipun waktu yang digunakan sama pada semua sampel.
Selain itu, teknik pencampuran bubuk bahan cetak dengan air juga
mempengaruhi kualitas bahan cetak. Pada pengujian ini digunakan spatula dari plastik
yang kurang lentur, sehingga pengadukan kurang maksimal dan mempengaruhi hasil
cetakan. Pengadukan yang baik menghasilkan campuran yang halus (Sitinjak, 2001).
Hasil cetakan seperti tidak rata dan mudah sekali retak. Mudahnya bahan mengalami
retak menunjukkan porositas bahan yang besar. Hal tersebut menimbulkan poros yang
terbentuk lebih besar bila dibandingkan dengan kontrol.
Sampel yang nilai porositasnya semakin kecil dan mendekati nilai porositas
kontrol menunjukkan nilai uji porositas yang lebih baik.
108
pasien tidak mengangah terlalu lama. Oleh karena itu, meskipun bahan cetak natrium
alginat yang disintesis melebihi ketentuan ADA No. 18 tahun 1969 tetapi berdasarkan
ketentuan ADA tahun 1974 (dalam Huzaini, 1996) waktu pengerasan sekurangnya atau
sama dengan 20 menit maka bahan cetak natrium alginat dapat dikatakan sesuai dengan
ketentuan.
Akan
tetapi,
karena
faktor
kenyamanan
pasien
yang
penting
untuk
dipertimbangkan maka formula terbaik dari hasil pengujian ini adalah sampel dengan
waktu pengerasan yang optimum (4 menit). Maka bahan cetak dengan penambahan
1% trinatrium fosfat (sampel A) merupakan sampel terbaik pada pengujian waktu
pengerasan ini dengan waktu pengerasan paling cepat.
KESIMPULAN
Bahan cetak natrium alginat yang dihasilkan memiliki karakteristik porositas
sebesar 6,42%. Penambahan 1% trinatrium fosfat menghasilkan bahan cetak dengan
lama setting time 6 menit 29 detik yang berada pada rentang waktu pengerasan untuk
aplikasi klinis. Formula bahan cetak gigi natrium alginat dari Sargassum sp. yang
ditemukan masih jauh dari produk komersil yang ada.
109
DAFTAR PUSTAKA
American Dental Association Specification No. 18 for Alginate Impression Material,
May 1969.
Anggadiredja, Jana T. dkk. 2010. Rumput Laut. Jakarta: Penebar Swadaya.
Anusavice,J.K., 2004. Philiphs : Buku Ajar Ilmu Bahan Kedokteran Gigi, alih bahasa :
Johan Arif Budiman dan Susi Purwoko. Penerbit Buku Kedokteran (EGC),
Jakarta.
Histifarina, D., D. Musaddad., E. Murtiningsih. 2004. Teknik Pengeringan dalam Oven
Untuk Irisan Wortel Kering Bermutu. J. Hort 14(2):107-112. Balai Penelitian
Tanaman Sayuran.
Hudianto, Fredi. 2011. Karakteristik Amalgam Gigi High Copper Tipe Single
Compotition Alloy dan Tipe Blended Alloy Secara In Vivo. Skripsi Fakultas
Sains dan Teknologi Universitas Airlangga Surabaya.
Huzaini, Muchammad Luthfi.dkk. 1996. Getah Pelepah Pohon Salak Sebagai Alternatif
Substansi Dasar Bahan Cetak di Bidang Kedokteran Gigi. Buletin Penalaran
Mahasiswa UGM. Vol. 2 No. 3. Halaman 76-81.
Junianto. 2006. Rendemen dan Kualitas Algin Hasil Ekstraksi Alga (Sargassum sp.) dari
Pantai Selatan daerah Cidaun Barat. Jurnal Bionatura, Vol.8,No.2,Juli 2006 :
152-160.
Meizarini, Asti. 2005. Sitotoksisitas Bahan Restorasi Cyanoacrylate Pada Variasi
Perbandingan Powder Dan Liquid Menggunakan MTT Assay. Maj. Ked. Gigi.
(Dent. J.), Vol. 38. No. 1 Januari 2005: 2024.
Mour,Meenakshi. 2010. Advances in Porous Biomaterials for Dental and Orthopaedic
Applications. Materials 2010, 3, 2947-2974. ISSN 1996-1944.Mushollaeni,
Wahyu. 2010. Karakteristik Ekstrak Alginat dari Rumput Laut Coklat Sebagai
Alternatif Penghasil Alginat di Indonesia.Jurnal Saintek Vol.7.No. 1 Juni 2010:
31-36.
Nirwana, Intan, Helal Soekartono. 2005. Sitotoksisitas resin akrilik hybrid setelah
penambahan glass fiber dengan metode berbeda. Maj. Ked. Gigi. (Dent. J.), Vol.
38. No. 2 AprilJuni 2005: 5659.
Noerdin, Ali, Bambang Irawan, Mirna Febriani, 2003. Pemanfaatan Pati Ubi Kayu
(Manihot Utilisma) Sebagai Campuran Bahan Cetak Gigi Alginat. Makara,
Kesehatan, Vol. 7, No. 2.
PAVIA, D.L., G.M. LAMPMAN and G.S. Jr. KRIZ 1979. Introduction to spectroscopy:
110
111