Anda di halaman 1dari 37

REFERAT

HIPERTENSI
Dokter Pembimbing :
dr. Suara Ginting, Sp. PD
dr. Rosihan Sipayung, Sp. PD
dr. Sofyan Sembiring, Sp. PD

Disusun Oleh :
Wely Dwi Nopriansyah 09310334
Yunita Efriana 08310340

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RSU KABAN JAHE
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
PERIODE 10 Maret 17 mei 2014

LEMBAR PENGESAHAN

Makalah referat dengan judul Hipertensi telah diterima dan disetujui pada tanggal
November 2013 sebagai salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu
Penyakit Dalam Periode 30 September 17 Desember 2013 di RSUD KOTA BEKASI.

Bekasi, 22 November 2013

dr. Dr. Hj. Etty Siti Aminah, Sp. PD

KATA PENGANTAR

Puji serta syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan
hidayah Nyalah penulis dapat menyelesaikan tugas referat dalam Kepaniteraan Klinik
Ilmu Penyakit Dalam di RSU Kaban Jahe, mengenai HIPERTENSI.
Dalam penyusunan tugas dan materi ini, tidak sedikit hambatan yang dihadapi.
Namun, penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain
berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan semua pihak sehingga kendala-kendala yang
penulis hadapi dapat teratasi. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih sebesar-besarnya kepada dr. dr. Suara Ginting, Sp. PD, dr. Rosihan Sipayung,
Sp. PD, dr. Sofyan Sembiring, Sp. PD sebagai dokter pembimbing dalam pembuatan
referat ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan referat ini masih terdapat banyak
kekurangan. Oleh karena itu, penulis terbuka terhadap kritik dan saran yang membangun
dari semua pihak. Semoga referat ini dapat bermanfaat dan membantu teman sejawat
serta para pembaca pada umumnya dalam memahami Hipertensi.

Kaban Jahe, 22 April 2014

DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN................................................................................. 2
KATA PENGANTAR........................................................................................................3
DAFTAR ISI.......................................................................................................................4
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................6
1.1 Latar Belakang...............................................................................................................6
1.2 Tujuan Penulisan............................................................................................................6
BAB II HIPERTENSI ......................................................................................................7
2.1 Definisi..........................................................................................................................7
2.2 Fisiologi Regulasi Tekanan Darah.................................................................................7
2.3 Sistem Renin Angiotensin Aldosteron...........................................................................9
2.4 Epidemiologi.................................................................................................................10
2.5 Kriteria...........................................................................................................................11
2.5 Klasifikasi ......................................................................................................................12
2.6 Faktor risiko....................................................................................................................12
2.7 Patofisiologi....................................................................................................................14
2.8 Manifestasi Klinis...........................................................................................................15
2.9 Diagnosis........................................................................................................................15
2.10 Tatalaksana JNC VII Menurut DASH.....................................................................18
2.11 Rekomendasi JNC 8.................................................................................................25
2.12 Penanggulangan HIpertensi pada Gangguan Neurologis.........................................35
2.13

Penanggulangan Hipertensi pada Kehamilan...........................................................36

2.14
2.15

Makan tinggi Natrium dan Kalium...........................................................................37


Komplikasi................................................................................................................38

2.14

Prognosis.................................................................................................................38

BAB III KESIMPULAN..................................................................................................39


BAB IV DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................40
4

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


5

Hipertensi atau tekanan darah tinggi masih menjadi masalah pada hampir semua
golongan masyarakat baik di Indonesia maupun diseluruh dunia. Di seluruh dunia ,
peningkatan tekanan darah diperkirakan menyebabkan 7,5 juta kematian, sekitar 12,8%
dari total kematian di seluruh dunia. Di Indonesia, prevalensi masyarakat yang terkena
hipertensi berkisar antara 6-15% dari total penduduk.
Hipertensi merupakan suatu penyakit sistemik yang dapat mempengaruhi kinerja
berbagai organ. Hipertensi juga menjadi suatu faktor resiko penting terhadap terjadinya
penyakit seperti penyakit jantung koroner, gagal jantung dan stroke. Apabila tidak
ditanggulangi secara tepat, akan terjadi banyak kerusakan organ tubuh. Hipertensi disebut
sebagai silent killer karena dapat menyebabkan kerusakan berbagai organ tanpa gejala
yang khas.
Penderita hipertensi yang tidak terkontrol sewaktu-waktu bisa jatuh ke dalam
keadaan gawat darurat. Diperkirakan sekitar 1-8% penderita hipertensi berlanjut menjadi
krisis hipertensi dan banyak terjadi pada usia sekitar 30-70 tahun. Namun, krisis
hipertensi jarang ditemukan pada penderita dengan tekanan darah normal tanpa penyebab
sebelumnya. Pengobatan yang baik dan teratur dapat mencegah insiden krisis hipertensi
maupun komplikasi lainnya menjadi kurang dari 1%.1
1.2 Tujuan
Penulisan referat ini bertujuan untuk lebih memahami mengenai hipertensi, cara
mendiagnosisnya dan penatalaksanaannya serta untuk member pengetahuan kepada
pembaca.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Hipertensi didefinisikan sebagai peningakatan tekanan darah sistolik sedikitnya
140 mmHg atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg menurut JNC VII.
2.2 Fisiologi Regulasi Tekanan Darah
6

Tekanan darah ditentukan oleh 2 faktor utama, yaitu curah jantung (cardiac
output) dan resistensi vascular perifer (peripheral vascular resistance). Curah jantung
merupakan hasil kali antara frekuensi denyut jantung dengan isi sekuncup (stroke
volume), sedangkan isi sekuncup ditentukan oleh aliran balik vena (venous return) dan
kekuatan kontraksi miokard. Resistensi perifer ditentukan oleh tonus otot polos pembuluh
darah, elastisitas pembuluh darah dan viskositas darah. Semua parameter tersebut dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: system saraf simpatis dan parasimpatis,
system rennin-angiotensin- aldosteron (SRAA) dan faktor lokal berupa bahan-bahan
vasoaktif yang diproduksi oleh sel endotel pembuluh darah.
Sistem saraf simpatis bersifat presif yaitu meningkatkan tekanan darah dengan
meningkatkan frekuensi denyut jantung, memperkuat kontraktilitas miokard, dan
meningkatkan resistensi pembuluh darah. Sistem parasimpatis justru kebalikannya yaitu
bersifat defresif. Apabila terangsang, maka akan menurunkan tekanan darah karena
menurunkan frekuensi denyut jantung. SRAA juga bersifat presif karena dapat memicu
pengeluaran angiotensin II yang memiliki efek vasokonstriksi pembuluh darah dan
aldosteron yang menyebabkan retensi air dan natrum di ginjal sehingga meningkatkan
volume darah.
Sel endotel pembuluh darah juga memegang peranan penting dalam terjadinya
hipertensi. Sel endotel pembuluh darah memproduksi berbagai bahan vasoaktif yang
sebagiannya bersifat vasokonstriktor seperti endotelin, tromboksan A2 dan angiotensin II
local. Sebagian lagi bersifat vasodilator seperti endothelium-derived relaxing factor

(EDRF), yang dikenal juga sebagai nitrit oxide (NO) dan prostasiklin (PGI2). Selain itu
jantung terutama atrium kanan memproduksi hormone yang disebut atriopeptin (atrial
natriuretic peptide, ANP) yang cenderung bersifat diuretic, natriuretik dan vasodilator
yang cenderung menurunkan tekanan darah. 2

2.3 Sistem Renin Angiotensin Aldosteron

Peranan renin-angiotensin sangat penting pada hipertensi renal atau yang


disebabkan karena gangguan pada ginjal. Apabila bila terjadi gangguan aliran sirkulasi
darah pada ginjal, maka ginjal akan banyak mensekresikan sejumlah besar renin. Menurut
Guyton dan Hall (1997), renin adalah enzim dengan protein kecil yang dilepaskan oleh
ginjal bila tekanan arteri turun sangat rendah. Menurut Klabunde (2007) pengeluaran
renin dapat disebabkan aktivasi saraf simpatis (pengaktifannya melalui 1-adrenoceptor),
penurunan tekanan arteri ginjal (disebabkan oleh penurunan tekanan sistemik atau
stenosis arteri ginjal), dan penurunan asupan garam ke tubulus distal.
Renin bekerja secara enzimatik pada protein plasma lain, yaitu angiotensinogen
untuk melepaskan angiotensin I. Angiotensin I memiliki sifat vasokonstriktor yang
ringan, selanjutnya akan diaktifkan angiotensin II oleh suatu enzim, yaitu enzim
8

pengubah, yang terdapat di endotelium pembuluh paru yang disebut Angiotensin


Converting Enzyme (ACE). Angiotensin II adalah vasokonstriktor yang sangat kuat, dan
memiliki efek-efek lain yang juga mempengaruhi sirkulasi. Angiotensin II menetap dalam
darah hanya selama 1 atau 2 menit karena angiotensin II secara cepat akan diinaktivasi
oleh berbagai enzim darah dan jaringan yang secara bersama-sama disebut angiotensinase
Selama angiotensin II ada dalam darah, maka angiotensin II mempunyai dua pengaruh
utama yang dapat meningkatkan tekanan arteri. Pengaruh yang pertama, yaitu
vasokontriksi, timbul dengan cepat. Vasokonstriksi terjadi terutama pada arteriol dan
sedikit lebih lemah pada vena. Konstriksi pada arteriol akan meningkatkan tahanan
perifer, akibatnya akan meningkatkan tekanan arteri. Konstriksi ringan pada vena-vena
juga akan meningkatkan aliran balik darah vena ke jantung, sehingga membantu pompa
jantung untuk melawan kenaikan tekanan.
Cara utama kedua dimana angiotensin meningkatkan tekanan arteri adalah dengan
bekerja pada ginjal untuk menurunkan eksresi garam dan air. Ketika tekanan darah atau
volume darah dalam arteriola eferen turun ( kadang-kadang sebagai akibat dari penurunan
asupan garam), enzim renin mengawali reaksi kimia yang mengubah protein plasma yang
disebut angiotensinogen menjadi peptida yang disebut angiotensin II. Angiotensin II
berfungsi sebagai hormon yang meningkatkan tekanan darah dan volume darah dalam
beberapa cara. Sebagai contoh, angiotensin II menaikan tekanan dengan cara
menyempitkan arteriola, menurunkan aliran darah ke banyak kapiler, termasuk kapiler
ginjal. Angiotensin II merangsang tubula proksimal nefron untuk menyerap kembali NaCl
dan air. Hal tersebut akan jumlah mengurangi garam dan air yang diekskresikan dalam
urin dan akibatnya adalah peningkatan volume darah dan tekanan darah. Pengaruh lain
angiotensin II adalah perangsangan kelenjar adrenal, yaitu organ yang terletak diatas
ginjal, yang membebaskan hormon aldosteron. Hormon aldosteron bekerja pada tubula
distal nefron, yang membuat tubula tersebut menyerap kembali lebih banyak ion natrium
(Na+) dan air, serta meningkatkan volume dan tekanan darah. Hal tersebut akan
memperlambat kenaikan voume cairan ekstraseluler yang kemudian meningkatkan
tekanan arteri selama berjam-jam dan berhari-hari. Efek jangka panjang ini bekerja
melalui mekanisme volume cairan ekstraseluler, bahkan lebih kuat daripada mekanisme
vasokonstriksi akut yang akhirnya mengembalikan tekanan arteri ke nilai normal.
2.4 Epidemiologi

Data epidemiologi menunjukkan bahwa dengan meningkatnya populasi usia lanjut


maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar juga bertambah, di mana baik
hipertensi sistolik maupun kombinasi hipertensi sistolik dan diastolik sering timbul pada
lebih dari separuh orang yang berusia > 65 tahun. Selain itu, laju pengendalian tekanan
darah yang dahulu terus meningkat dalam dekade terakhir tidak menunjukkan kemajuan
lagi (pola kurva mendatar) dan pengendalian tekanan darah ini hanya mencapai 34% dari
seluruh pasien hipertensi.
Sampai saat ini, data hipertensi yang lengkap sebagian besar berasal dari negara
maju. Data dari The National Health and Nutrition Examination Survey (NHNES)
menunjukkan bahwa dari tahun ke 1999-2000, insiden hipertensi pada orang dewasa
adalah sekitar 29-31% yang berarti terdapat 58-65 juta orang hipertensi di Amerika dan
terjadi peningkatan 15 juta dari data NHNES III tahun 1988-1991. Hipertensi esensial
sendiri merupakan 95% dari seluruh kasus hipertensi.1
2.5 Kriteria
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dapat diklasifikasikan menjadi hipertensi
esensial/ primer dan hipertensi sekunder. Hipertensi esensial/primer adalah hipertensi
yang tidak diketahui penyebabnya disebut sebagai hipertensi esensial. Sedangkan
hipertensi sekunder adalah hipertensi yang terjadi karena ada suatu penyakit yang
melatarbelakanginya.
Menurut The Seventh of The Joint National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) klasifikasi tekanan
darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prehipertensi, hipertensi
derajat 1, dan hipertensi derajat 2.3
Klasifikasi Tekanan
Darah
Normal
Prehipertensi
Hipertensi derajat 1
Hipertensi derajat 2

Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC 7


TDS (mmHg)
< 120
120-139
140-159
160

Dan
Atau
Atau
Atau

TDD (mmHg)
< 80
80-90
90-99
100

Pasien dengan prehipertensi berisiko mengalami peningkatan tekanan darah


menjadi hipertensi, yang tekanan darahnya 130-139/80-89 mmHg sepanjang hidupnya
memiliki 2 kali risiko menjadi hipertensi dan mengalami penyakit kardiovaskuler
daripada yang tekanan darahnya lebih rendah.

10

Pada orang yang berumur lebih dari 50 tahun, tekanan darah sistolik > 140 mmHg
merupakan faktor risiko yang lebih penting untuk terjadinya penyakit kardiovaskuler
daripada tekanan darah diastolik.

Risiko penyakit kardiovaskuler dimulai pada tekanan darah 115/75 mmHg, meningkat

2 kali dengan tiap kenaikan 20/10 mmHg.


Risiko penyakit kardiovaskuler bersifat kontinyu, konsisten, dan independen dari

faktor risiko lainnya.


2.6 Klasifikasi
2.6.1 Berdasarkan Etiologinya
Hipertensi berdasarkan etiologi / penyebabnya dibagi menjadi 2 :

Hipertensi Primer atau Esensial


Hipertensi primer atau yang disebut juga hipertensi esensial atau
idiopatik adalah hipertensi yang tidak diketahui etiologinya/penyebabnya.
90% dari semua penyakit hipertensi merupakan penyakit hipertensi
esensial.

Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang terjadi sebagai akibat
suatu penyakit, kondisi dan kebiasaan. Karena itu umumnya hipertensi ini
sudah diketahui penyebabnya. Terdapat 10% orang menderita apa yang
dinamakan hipertensi sekunder. Skitar 5-10% penderita hipertensi
penyebabnya adalah penyakit ginjal (stenoisarteri renalis, pielonefritis,
glomerulonefritis, tumor ginjal), sekitar 1-2% adalah penyakit kelaian
hormonal (hiperaldosteronisme, sindroma cushing) dan sisanya akibat
pemakaian obat tertentu (steroid, pil KB).4

2.7 Faktor risiko


2.7.1

Faktor Genetika (Riwayat keluarga)


Hipertensi merupakan suatu kondisi yang bersifat menurun dalam suatu
keluarga. Anak dengan orang tua hipertensi memiliki kemungkinan dua kali
lebih besar untuk menderita hipertensi daripada anak dengan orang tua yang tekanan
darahnya normal.

2.7.2

Ras

11

Orang orang yang hidup di masyarakat barat mengalami hipertensi secara


merata yang lebih tinggi dari pada orang berkulit putih. Hal ini kemungkinan
disebabkan karena tubuh mereka mengolah garam secara berbeda.

2.7.3

Usia
Hipertensi lebih umum terjadi berkaitan dengan usia, Khususnya pada
masyarakat yang banyak mengkonsumsi garam. Wanita pre menopause cenderung
memiliki tekanan darah yang lebih tinggi daripada pria pada usia yang sama,
meskipun perbedaan diantara jenis kelamin kurang tampak setelah usia 50 tahun.
Penyebabnya, sebelum menopause, wanita relatif terlindungi dari penyakit jantung
oleh hormon estrogen. Kadar estrogen menurun setelah menopause dan wanita mulai
menyamai pria dalam hal penyakit jantung

2.7.3

Jenis kelamin
Pria lebih banyak mengalami kemungkinan menderita hipertensi dari pada
wanita. Hipertensi berdasarkan jenis kelamin ini dapat pula dipengaruhi oleh faktor
psikologis. Pada pria seringkali dipicu oleh perilaku tidak sehat (merokok, kelebihan
berat badan), depresi dan rendahnya status pekerjaan. Sedangkan pada wanita lebih
berhubungan dengan pekerjaan yang mempengaruhi faktor psikiskuat

2.7.5

Stress psikis
Stress meningkatkan aktivitas saraf simpatis, peningkatan ini mempengaruhi
meningkatnya tekanan darah secara bertahap. Apabila stress berkepanjangan dapat
berakibat tekanan darah menjadi tetap tinggi. Secara fisiologis apabila seseorang
stress maka kelenjer pituitary otak akan menstimulus kelenjer endokrin untuk
mengahasilkan hormon adrenalin dan hidrokortison kedalam darah sebagai bagian
homeostasis tubuh. Penelitian di AS menemukan enam penyebab utama kematian
karena stress adalah PJK, kanker, paru-paru, kecelakan, pengerasan hati dan bunuh
diri.

2.7.6

Obesitas
Pada orang yang

obesitas

terjadi peningkatan kerja pada jantung

untuk memompa darah agar dapat menggerakan beban berlebih dari tubuh tersebut.
Berat

badan

yang

berlebihan

menyebabkan

bertambahnya

volume

darah

dan perluasan sistem sirkulasi. Bila bobot ekstra dihilangkan, TD dapat turun lebih
kurang 0,7/1,5 mmHg setiap kg penurunan berat badan. Mereduksi berat badan
12

hingga 5-10% dari bobot total tubuh dapat menurunkan resiko kardiovaskular secara
signifikan.
2.7.7

Asupan garam Na
Ion natrium mengakibatkan retensi air, sehingga volume darah bertambahdan
menyebabkan daya tahan pembuluh meningkat. Juga memperkuat efek vasokonstriksi
noradrenalin. Secara statistika, ternyata bahwa pada kelompok penduduk yang
mengkonsumsi terlalu banyak garam terdapat lebih banyak hipertensi daripada orangorang yang memakan hanya sedikit garam.

2.7.8

Rokok
Nikotin dalam tembakau adalah penyebab tekanan darah meningkat. Hal ini
karena nikotin terserap oleh pembuluh darah yang kecil dalam paru paru dan
disebarkan keseluruh aliran darah. Hanya dibutuhkan waktu 10 detik bagi nikotin
untuk sampai ke otak. Otak bereaksi terhadap nikotin dengan memberikan sinyal
kepada kelenjer adrenal untuk melepaskan efinephrine (adrenalin). Hormon yang
sangat kuat ini menyempitkan pembuluh darah, sehingga memaksa jantung
untuk memompa lebih keras dibawah tekanan yang lebih tinggi.

2.7.9

Konsumsi alcohol
Alkohol memiliki pengaruh terhadap tekanan darah, dan secara keseluruhan
semakin banyak alkohol yang di minum semakin tinggi tekanan darah. Tapi pada
orang yang tidak meminum minuman keras memiliki tekanan darah yang agak lebih
tinggi dari pada yang meminum dengan jumlah yang sedikit.

2.8 Patofisiologi
2.8.1 Hipertensi primer
Beberapa teori patognesis hipertensi primer meliputi :

Aktivitas yang berlebihan dari sistem saraf simpatik


Aktivitas yang berlebihan dari sistem RAA
Retensi Na dan air oleh ginjal
Inhibisi hormonal pada transport Na dan K melewati dinding sel pada ginjal dan

pembuluh darah
Interaksi kompleks yang melibatkan resistensi insulin dan fungsi endotel
Sebab sebab yang mendasari hipertensi esensial masih belum diketahui. Namun

sebagian besar disebabkan oleh resistensi yang semakin tinggi (kekakuan atau
kekurangan elastisitas) pada arteri arteri yang kecil yang paling jauh dari jantung

13

(arteri periferal atau arterioles), hal ini seringkali berkaitan dengan faktor-faktor genetik,
obesitas, kurang olahraga, asupan garam berlebih, bertambahnya usia, dll.4
2.8.2

Hipertensi Sekunder
Patofisiologi hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder disebabkan oleh suatu proses penyakit sistemik yang
meningkatkan tahanan pembuluh darah perifer atau cardiac output, contohnya adalah
renal vaskular atau parenchymal disease, adrenocortical tumor,feokromositoma dan
obat-obatan. Bila penyebabnya diketahui dan dapat disembuhkan sebelum terjadi
perubahan struktural yang menetap, tekanan darah dapat kembali normal.

2.9 Manifestasi Klinis


Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala walaupun
secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan
dengan tekanan darah tinggi. Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari
hidung, pusing, wajah kemerahan, dan kelelahan yang bisa saja terjadi baik pada
penderita hipertensi maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal.
Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala
berikut:

Sakit kepala

Kelelahan

Mual-muntah

Sesak napas

Gelisah

Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata,
jantung, dan ginjal

Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma
karena terjadi pembengkakan otak disebut ensefalopati hipertensif yang memerlukan
penanganan segera

2.10 Diagnosis
1. Anamnesis
Anamnesis yang perlu ditanyakan kepada seorang penderita hipertensi meliputi:
a. Lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah
b. Indikasi adanya hipertensi sekunder
14

Keluarga dengan riwayat penyakit ginjal (ginjal polikistik)


Adanya penyakit ginjal, infeksi saluran kemih hematuri, pemakaian oba-

obatan analgesic dan obat/ bahan lain.


Episode berkeringat, sakit kepala, kecemasan palpitasi (feokromositoma).
c. Faktor-faktor resiko (riwayat hipertensi/ kardiovaskular pada pasien atau
keluarga pasien, riwayat hiperlipidemia, riwayat diabetes mellitus, kebiasaan
merokok, pola makan, kegemukan, insentitas olahraga)
d. Gejala kerusakan organ
Otak dan mata: sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan, transient
ischemic attacks, defisit neurologis
Jantung: Palpitasi,nyeri dada, sesak, bengkak di kaki
Ginjal: Poliuria, nokturia, hematuria
e. Riwayat pengobatan antihipertensi sebelumnya
2. Pemeriksaan Fisik
a. Memeriksa tekanan darah
Pengukuran rutin di kamar periksa
- Pasien diminta duduk dikursi setelah beristirahat selam 5 menit, kaki di
-

lantai dan lengan setinggi jantung


Pemilihan manset sesuai ukuran lengan pasien (dewasa: panjang 12-

13, lebar 35 cm)


Stetoskop diletakkan di tempat yang tepat (fossa cubiti tepat diatas

arteri brachialis)
Lakukan penngukuran sistolik dan diastolic dengan menggunakan

suara Korotkoff fase I dan V


Pengukuran dilakukan 2x dengan jarak 1-5 menit, boleh diulang kalau

pemeriksaan pertama dan kedua bedanya terlalu jauh.


Pengukuran 24 jam (Ambulatory Blood Pressure Monitoring-ABPM)
- Hipertensi borderline atau yang bersifat episodic
- Hipertensi office atau white coat
- Hipertensi sekunder
- Sebagai pedoman dalam pemilihan jenis obat antihipertensi
- Gejala hipotensi yang berhubungan dengan pengobatan antihipertensi
Pengukuran sendiri oleh pasien
b. Evaluasi penyakit penyerta kerusakan organ target serta kemungkinan
hipertensi sekunder
Umumnya untuk penegakkan diagnosis hipertensi diperlukan pengukuran
tekanan darah minimal 2 kali dengan jarak 1 minggu bila tekanan darah < 160/100
mmHg.
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pasien hipertensi terdiri dari:

Tes darah rutin (hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit)


15

Urinalisis terutama untuk deteksi adanya darah, protein, gula


Profil lipid (total kolesterol (kolesterol total serum, HDL serum, LDL serum,
trigliserida serum)
Elektrolit (kalium)
Fungsi ginjal (Ureum dan kreatinin)
Asam urat (serum)
Gula darah (sewaktu/ puasa dengan 2 jam PP)
Elektrokardiografi (EKG)
Beberapa anjurantest lainnya seperti:
Ekokardiografi jika diduga adanya kerusakan organ sasaran seperti adanya LVH
Plasma rennin activity (PRA), aldosteron, katekolamin urin
Ultrasonografi pembuluh darah besar (karotis dan femoral)
Ultrasonografi ginjal jika diduga adanya kelainan ginjal
Pemeriksaaan neurologis untuk mengetahui kerusakan pada otak
Funduskopi untuk mengetahui kerusakan pada mata
Mikroalbuminuria atau perbandingan albumin/kreatinin urin
Foto thorax.2

Gambaran

kardiomegali

dengan

hipertensi pulmonal
2.11 Tatalaksana
Tujuan pengobatan pasien hipertensi adalah:
1. Target tekanan darah < 140/90 mmHg, untuk individu berisiko tinggi (diabetes, gagal
ginjal proteinuria) < 130/80 mmHg
2. Penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler
3. Menghambat laju penyakit ginjal proteinuria

16

Algoritma penanganan hipertensi dimulai terlebih dahulu dengan perubahan


lifestyle atau gaya hidup. Perubahan lifestyle yang dapat menimbulkan penurunan
terhadap tekanan darah, antara lain3:
Modifikasi

Rekomendasi

Penurunan

Tekanan

Darah Sistolik
berat 5-20 mmHg/10 kg

Menurunkan Berat Badan Mengendalikan

badan sesuai dengan


IMT

normal

yaitu

18,5-24,9 kg/m2
Diet dengan mengadopsi Banyak mengkonsumsi 8-14 mmHg
diet DASH

buah,

sayuran

dan

makanan yang rendah


Menurunkan
garam

lemak
asupan Pada
pasien

dengan 2-8 mmHg

hipertensi dikenal 3
jenis

diet

rendah

garam, yaitu:
1. Diet Garam Rendah I
(200-400 mg Na)
Ditujukan
pasien

pada
dengan

asites/edema
hipertensi

dan
berat.

Pada kondisi ini


tidak
diperkenankan
menambahkan
garam ke dalam
17

masakan

yang

dikonsumsi

dan

menghindari
makanan

yang

tinggi natrium.
2. Diet Garam Rendah II
(600-800
Diet

mg

ini

Na)

diberikan

kepada

pasien

edema/asites,

dan

hipertensi yang tidak


terlalu

berat.

Dianjurkan
menghindari makanan
dengan

kandungan

natrium

tinggi.

Diperbolehkan
menggunakan garam
dalam

pemasakan

sebesar 0,5 sendok


teh(2g).
3.

Diet
Rendah

Garam
III

(1000-

1200 mg Na)

Diet ini diberikan

pada pasien dengan


edema atau hipertensi
ringan.

Pada

masakannya

boleh

ditambahkan

garam
18

dapur

sebanyak

sendok

teh

(4g).

Namun

tetap

menghindari

jenis

makanan

yang

mengandung natrium
tinggi.
Tertutama

Latihan fisik

olahraga 4-9 mmHg

aerobic seperti jalan


cepat,
Menurunkan

berenang

(minimal 30 menit)
konsumsi Tidak lebih dari 2 gelas/ 2-4 mmHg

alcohol berlebih

hari untuk pria dan


tidak lebih dari 1
gelas/hari

untuk

wanita
Stop merokok
Apabila dengan perubahan lifestyle tidak tercapai target tekanan darah yang
diinginkan (tekanan darah < 140/90 mmHg pada pasien tanpa riwayat diabetes/ penyakit
ginjal kronis dan tekanan darah <130/80 mmHg pada seseorang dengan diabetes/penyakit
ginjal kronis), maka selanjutnya kita mulai terapi inisial dengan obat anti hipertensi oral.
Untuk keperluan pengobatan, ada pengelompokkan pasien berdasarkan pertimbangan
khusus (special consederations) yaitu kelompok indikasi yang memaksa (compelling
indications) dan keadaan khusus lainnya (special situations).
Indikasi yang memaksa meliputi:

Gagal jantung
Pasca infark miokardium
Risiko penyakit pembuluh darah koroner tinggi
Diabetes melitus
Penyakit ginjal kronis
Pencegahan stroke berulang
Keadaan khusus lainnya meliputi:

Populasi minoritas
Obesitas dan sindrom metabolik
Hipertrofi ventrikel kanan
19

Penyakit arteri perifer


Hipertensi pada usia lanjut
Hipotensi postural
Demensia
Hipertensi pada perempuan
Hipertesi pada anak dan dewasa muda
Hipertensi urgensi dan emergensi
Pada pasien hipertensi tanpa kondisi medis yang memaksa, penatalaksanaan obat

anti hipertensi dibagi berdasarkan derajat tekanan darahnya. Pada hipertensi derajat 1
regimen pengobatan dilakukan dengan menggunakan diuretik jenis Thiazid untuk
sebagian besar kasus, dan dapatt dipertimbangkan ACEI, ARB, BB, CCB, atau
kombinasi. Sedangkan pada hipertensi derajat 2 digunakan kombinasi 2 jenis obat untuk
sebagian besar kasusnya, umumnya diuretic jenis thiazid dan ACEI atau ARB atau CCB.
Sedangkan pada pasien dengan indikasi medis yang memaksa, obat yang diberikan adalah
obat-obatan untuk indikasi medis yang memaksa dan anti hipertensi lain (diuretika, ACEI,
ARB, CCB)sesuai dengan kebutuhan.
Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang
dianjurkan JNC 7 yaitu:
Diuretika terutama jenis Thiazide (Thiaz) atau Aldosterone Antagonist (Aldo Ant)
Beta Blocker (BB)
Calcium Channel Blocker atau Calcium Antagonist (CCB)
Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACE-I)
Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 Receptor Antagonist atau Blocker (ARB)
Masing-masing obat antihipertensi memiliki efektivitas dan keamanan dalam
pengobatan hipertensi tetapi pemilihan obat antihipertensi juga dipengaruhi beberapa
faktor yaitu:

Faktor sosio-ekonomi
Profil faktor risiko kardiovaskuler
Ada tidaknya kerusakan organ target
Ada tidaknya penyakit penyerta
Variasi individu dari respon pasien terhadap obat antihipertensi
Kemungkinan adanya interaksi dengan obat yang digunakan pasien untuk penyakit

lain
Bukti ilmiah kemampuan obat antihipertensi yang akan digunakan dalam menurunkan
risiko kardiovaskuler

20

Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai secara bertahap dan target
tekanan darah tinggi dicapai secara progresif dalam beberapa minggu. Dianjurkan untuk
menggunakan obat antihipertensi dengan masa kerja panjang atau yang memberikan
efikasi 24 jam dengan pemberian sekali sehari. Pilihan memulai terapi dengan 1 jenis obat
antihipertensi atau dengan kombinasi tergantung tekanan darah awal dan ada tidaknya
komplikasi. Jika terapi dimulai dengan 1 jenis obat dalam dosis rendah dan kemudian
tekanan darah belum mencapai target, maka langkah selanjutnya adalah meningkatkan
dosis obat tersebut atau berpindah ke antihipertensi lain dengan dosis rendah. Efek
samping umumnya bisa dihindarkan dengan dosis rendah baik tunggal maupun
kombinasi. Sebagian besar pasien memerlukan kombinasi obat antihipertensi untuk
mencapai target tekanan darah tetapi terapi kombinasi dapat meningkatkan biaya
pengobatan dan menurunkan kepatuhan pasien karena jumlah obat yang semakin
bertambah.
Kombinasi yang telah terbukti efektif dan dapat ditoleransi pasien hipertensi
adalah:

CCB dan BB
CCB dan ACEI atau ARB
CCB dan diuretika
AB dan BB
Kadang diperlukan 3 atau 4 kombinasi obat

Diuretika

Blocker

Blocker

Angiotensin II
Receptor
Blocker

Calcium
Channel
Blocker

21

Angiotensin
Convertin
g Enzyme
Inhibitor

Gambar. Kemungkinan Kombinasi obat antihipertensi


Tatalaksana hipertensi menurut JNC 7 meliputi:
Klasifikasi

TDS (mmHg)

TDD (mmHg)

Perbaikan Pola

Tekanan

Terapi Obat Awal

Hidup

Darah
Normal
Prehipertensi

< 120
120-139

dan < 80
atau 80-89

Dianjurkan
Ya

tanpa

Awal dengan

Indikasi

Indikasi

Memaksa

Memaksa

Tidak

indikasi

obat
Hipertensi derajat

140-159

atau 9- 99

Ya

Hipertensi derajat

160

atau 100

Ya

Terapi Obat

Obat-obatan untuk
indikasi yang

Diuretika

jenis

memaksa
Obat-obatan untuk

Thiazide

indikasi yang

untuk

memaksa

sebagian

Obat

besar

antihipertensi

kasus,

dapat

lain

dipertimbang

(diuretika,

kan

ACE-I, ARB,

ACE-I,

ARB,

BB,

BB,

CCB,

atau

sesuai

kombinasi
Kombinasi 2 obat

CCB)

kebutuhan

untuk
sebagian
besar

kasus

umumnya
diuretika
jenis
Thiazide dan
ACE-I

atau

ARB atau BB
atau CCB

Rekomendasi pada JNC VIII


Perbandingan antara joint national committle (JNC) 7 dengan 8 :
22

Perbedaan
Metodologi

JNC 7
JNC 8
Non sistematik literatur review oleh Pertanyaan kritis dngan
ahli

termasuk

desain

study kriteria

ulasan

rekomendasi bedasarkan consensus didefinisikan oleh panel


Non sistematik literatur review oleh ahli dengan masukan dari
ahli

termasuk

desain

study tim metodologi. Tinjauan

rekomendasi bedasarkan consensus

sistematis

awal

methodologist
bukti

olem
berbasis

Randomized

clinikal trial (RCT).


definisi hipertensi dan pre Definisi hipertensi

Definisi

prehipertensi

hipertensi

dan
tidak

difokuskan, tapi ambang


batas

pengobatan

farmakologis
didefinisikan
tujuan pengobatan yang ditetapkan Target perlakuan

Target terapi

untuk hipertensi tanpa komplikasi sama

ditetapkan

yang
untuk

dan untuk subset dengan berbagai semua populasi hipertensi


kondisi komorbiditas (diabetes dan kecuali bila terdapat bukti
gagal ginjal kronis)

yang mendukung target


tekanan

darah

berbeda
Rekomendasi
hidup

gaya

Modifikasi

gaya

yang
tinjauan

pustaka dan pendapat ahli


Terapi obat

untuk

subpopulasi tertentu
hidup Modifikasi gaya hidup

direkomendasikan
berdasarkan

yang

direkomendasikan

didukung

Rekomendasi

evidence

based

dari

Kelompok Kerja gaya

5 kelas antihipertensi dapat Direkomendasikan seleksi


digunakan sebagai terapi

antara

kelas

obat

tertentu (ACEI atau ARB,


awal,

tetapi

CCB atau diuretik) dan

direkomendasikan diuretik dosis berdasarkan bukti


23

tipe thiazide sebagai terapi dari


awal untuk sebagian besar

RCT.

Direkomendasikan kelas
obat tertentu berdasarkan

pasien

tanpa

tertentu

indikasi

untuk

antihipertensi

penelaahan bukti untuk

kelas subkelompok ras, gagal

yang

lain.

ginjal

kronis

dan diabetes. Panelis


Ditentukan

kelas

obat

membuat tabel obat dan

antihipertensi tertentu untuk dosis


pasien

dengan

indikasi

yang

berdasarkan

digunakan
hasil

uji

coba.
antara

lain diabetes, gagal

ginjal kronis, gagal jantung,


infark miokard, stroke, dan
kardiovaskuler risiko tinggi
termasuk daftar tabel obat
antihipertensi oral, nama
dan rentang dosis yang
biasa digunakan.
Batasan topik

Ditujukan beberapa masalah

Ulasan Bukti RCT

(metode

terhadap sejumlah

pengukuran

tekanan darah, komponen

pertanyaan,

yang

evaluasi pasien, hipertensi

dinilai

oleh

sekunder,

panelis

untuk

kepatuhan

rejimen, hipertensi resisten,

menjadi

dan

tertinggi

populasi

hipertensi

pada

prioritas

khusus)

berdasarkan kajian literatur


24

dan pendapat ahli


Proses ulasan sebelum
publikasi

JNC

oleh National High

Diulas

JNC 8 : Diulas

Blood

oleh

para

ahli

Pressure Education Program

termasuk mereka

Coordinating

yang

Committee, sebuah koalisi


dari

39

profesional,

berafiliasi

dengan
profesional

dan

masyarakat, dan organisasi

organisasi publik

sukarela

dan

lembaga

utama

dan

badan-badan

federal,

tidak

satupun mendapat
sponsor dari suatu
organisasi

Mengobati individu dengan umur > 60 tahun jika mereka memiliki TD>
150/90 mmhg. Untuk individu yang lebih muda dan pasien dengan diabetes atau
penyakit ginjal tanpa memandang usia, mereka menyarankan pengobatan harus di
mulai ketika TD >140/ 90 mmhg. Perbedaan utama antara pedoman baru dan
sebelumnya JNC VII pedoman berfokus pada apakah tujuan pengobatan sasaran BP
harus lebih konservatif. JNC VII di rekomendasikan target TD ( 140/90 mmhg pada
orang dewasa) dan ( 130/80 mmhg pada pasien pada penyakit ginjal kronis dan
diabetes). Sementara pedoman baru menaikkan amabng tekanan darah, bukan berarti
dokter harus mengurang pengobtan pada pasien yang terkontrol dengan baik dengan
25

obat yang di rekomendasikan leh pedoman JNC VII. Para anggota panel ditunjuk
untuk JNC 8 dipilih dari lebih dari 400 nominasi berdasarkan keahlian dalam
hipertensi ( n = 14 ) , perawatan primer ( n = 6 ) , termasuk geriatri ( n = 2 ) ,
kardiologi ( n = 2 ) , nefrologi ( n = 3 ) , keperawatan ( n = 1 ) , farmakologi ( n = 2 ) ,
uji klinis ( n = 6 ) , berbasis bukti obat ( n = 3 ) , epidemiologi ( n = 1 ) , informatika
( n = 4 ) , dan pengembangan dan pelaksanaan pedoman klinis dalam sistem
perawatan ( n = 4 ) .
Pedoman hipertensi berbasis bukti ini berfokus pada 3 pertanyaan peringkat
tertinggi panel yang berhubungan dengan manajemen BP tinggi . Sembilan rekomendasi
yang dibuat mencerminkan pertanyaan-pertanyaan ini. Pertanyaan-pertanyaan ini
membahas ambang batas dan tujuan untuk pengobatan farmakologis hipertensi dan
apakah obat antihipertensi tertentu atau golongan obat meningkatkan hasil kesehatan yang
penting dibandingkan dengan golongan obat lain.
1. Pada orang dewasa dengan hipertensi, apakah memulai terapi farmakologis
antihipertensi pada ambang batas tertentu BP meningkatkan hasil kesehatan?
2. Pada orang dewasa dengan hipertensi, apakah pengobatan dengan terapi
farmakologis antihipertensi gol BP tertentu mengarah pada peningkatan hasil kesehatan?
3. Pada orang dewasa dengan hipertensi, jangan berbagai obat antihipertensi atau
golongan obat berbeda dalam manfaat komparatif dan merugikan pada hasil kesehatan
tertentu?
9 rekomendasi :
1. Rekomendasi
Dalam populasi umum berusia 60 tahun , memulai pengobatan farmakologis
untuk menurunkan tekanan darah ( BP) pada tekanan darah sistolik ( SBP ) 150
mm Hg atau tekanan darah diastolik ( DBP ) 90 mm Hg dan mengobati gol SBP
< 150 mm Hg dan tujuan DBP < 90 mm Hg .
Pada usia > 60 tahun farmakologinya TD .150/90 mmhg apabila diberikan
pengobatan dan TD nya <140/90 mmhg dan tidak ada terkait dengan efek buruk
dengan kesehatannya pengobatan tidak perlu disesuaikan, jadi penurunan diastol
26

<140 tidak memberikan manfaat tambahan dengan sistol tujuan yang lebih tinggi
seperti 140-159
2. Rekomendasi
Dalam populasi umum < 60 tahun , memulai pengobatan farmakologis untuk
menurunkan BP diastolnya TD 90 mm Hg dan mengobati gol TD diastolnya

<

90 mmHg. Untuk usia 30-59 tahun,Untuk usia 18-29 tahun Bedasarkan bukti
penelitian berkualitas tinggi dari 5 pecobaan TD diastol hipertensi,stroke
peningkatan hasil kesehatan orang dewasa umur 30-59 dengan TD diastol <90
mmHg memberkan efek yang baik. Dan apabila TD sistolnya > 140 mmHg
dilakukan pengobatan.
3. rekomendasi 3
Dalam populasi umum < 60 tahun , memulai pengobatan farmakologis untuk
menurunkan TD Siastol 140 mm Hg dan target sasaran yang harus di capai TD
siastolnya < 140 mmHg. Target pengobatan TD sistolnya <140 direkomendasikan
pada orang dewasa dengan DM dan penyakit gagal ginjal kronik (CKD).
4. Pada pasien berusia 18 tahun dengan penyakit ginjal kronik, mulai terapi
farmakologi pada TD sistolik 140 mmHg atau TD diastolik 90 mmHg dan
terapi hingga TD sistolik tujuan <140 mmHg dan tekanan darah diastolik tujuan
<90 mmHg. Umur <70 tahun dengan GFR <60ml /min/1.73m 2 dan pada orang
segala usia dengan albuminuria dan kreatinin. Jadi bedasarkan 15-17 orang RCT
(orang yang terkontrol hipertensinya dalam penelitian) dengan usia <70 tahun
dengan CKD memberikan manfaat dalam memperlambat perkembangan penyakit
ginjal.
5.

Pada pasien berusia 18 tahun dengan diabetes, mulai terapi farmakologi pada
TD sistolik 140 mmHg atau TD diastolik 90 mmHg dan terapi hingga TD
sistolik tujuan <140 mmHg dan TD diastolik tujuan <90 mmHg. Bukti bedasarkan

27

pendapat ahli dari 18-21 dari pertanyaan 2 tujuan bahwa dengan TD sistolnya
<150 mmHg meningkatkan hasil kesehatan pada orang dewasa pada diabetes.
6. Pada populasi non-kulit hitam secara umum, termasuk yang mempunyai diabetes,
terapi antihipertensi awal harus meliputi diuretik jenis thiazide, CCB, ACE
inhibitor, atau ARB. Rekomendasi ini berbeda dengan JNC 7 di mana
merekomendasikan diuretik jenis thiazide sebagai terapi awal untuk sebagian
besar pasien. Dan masing-masing dari 4 golongan obat pengobatan dengan thiazid
lebih efekstif daripada CCB dan ACEI, ACEI leih efektif dari CCB dalam
meningkatkan hasil gagal jantung, tidak merekomendasikan beta bloker pada awal
hipertensi karena meningkatkan hasil tingkat lebih tinggi kematian kardiovaskular
infark miokard dan stroke dibandingkan ARB, alfa bloker tidak dianjurkan
pengobatan pada lini pertama karena dalam study awal pengobatan dengan alfa
bloker

menghasilkan

serebrocaskular

yang

buruk

gagal

jantung

dan

kardiovaskular dengan kombinasi gabungan diuretik, obat-obat yang tidak boleh


diberikan pada lini pertama ganda 1 - + - blocking agen ( misalnya ,
carvedilol ), - blockers ( misalnya , nebivolol ), agonis 2 - adrenergik sentral
( misalnya , clonidine ), vasodilator langsung (misalnya , hydralazine ) vasodilator
langsung (misalnya , hydralazine ), antagonis reseptor aldosteron ( misalnya
spironolactone ) , agen adrenergik depleting neuronal ( reserpin ) , dan diuretik
loop ( misalnya furosemid.
7. Pada populasi kulit hitam secara umum, termasuk yang mempunyai diabetes,
terapi antihipertensi awal harus meliputi diuretik jenis thiazide atau CCB (untuk
populasi kulit hitam secara umum. Thiazid lebih terbukti efektif untuk mencegah
meningkatkan serebrovaskular,gagal jantung,kardiovaskular dibanding ACEI. Dan

28

CCB lebih efektif daripada ACEI dalam mencegah penyakit stroke oleh karena itu
rekomendasi awal untuk orang kulit hitam dengan keadaan penyakit diabetes
dengan hipertensi obat pertama thiazid dan CCB walaupun penggunaan ACEI atau
ARB boleh digunanakan
8. Pada populasi berusia 18 tahun dengan penyakit ginjal kronik CKD terapi
antihipertensi harus meliputi ACE inhibitor atau ARB untuk memperbaiki fungsi
ginjal. Hal ini diaplikasikan pada semua pasien CKD dengan hipertensi tanpa
memperhatikan ras atau status diabetes. Penggunaan ACEI atau ARB umumnya
akan meningkatkan kreatinin serum dan dapat menghasilkan efek metabolik lain
seperti hiperkalemia , terutama pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal .
Meskipun peningkatan kreatinin atau tingkat kalium tidak selalu memerlukan
penyesuaian pengobatan , penggunaan inhibitor sistem renin-angiotensin pada
populasi CKD memerlukan pemantauan elektrolit dan kadar kreatinin serum , dan
dalam beberapa kasus , mungkin memerlukan pengurangan dosis atau
penghentian. Tidak ada bukti untuk mendukung ARB dan ACEI dengan usia > 75
tahun dengan CKD dan hipertensi tetapi masih tetap bermanfaat apabila
dikombinasi dengan tiazid atau CCB.
9. Tujuan utama terapi hipertensi adalah mencapai dan mempertahankan tekanan
darah tujuan. Jika tekanan darah tujuan tidak tercapai dalam 1 bulan terapi,
tingkatkan dosis obat awal atau tambahkan dengan obat kedua dari salah satu
golongan obat dalam rekomendasi no.6 (diuretik jenis thiazide, CCB, ACE
inhibitor, atau ARB). Dokter harus terus menilai tekanan darah dan menyesuaikan
regimen terapi hingga tekanan darah tujuan tercapai. Jika tekanan darah tujuan
tidak dapat tercapai dengan 2 obat, tambahkan dan titrasi obat ketiga dari daftar

29

yang diberikan. Jangan gunakan ACE inhibitor dan ARB bersamaan pada pasien
yang sama. Dan rekomendasi ini bedasarkan algoritma.

30

Dosis obat anti hipertensi menurut JNC 8


Pasien yang telah mulai mendapakan pengobatan harus dilakukan evaluasi lanjutan
dan pengaturan dosis obat sampai target tekanan darah tercapai. Setelah tekanan darah stabil,
kunjungan berikutnya datang dengan interval 3-6 bulan, frekuensi kunjungan ini ditentukan
dengan adanya tidaknya komorbiditas seperti gagal jantung, diabetes dan kebutuhan akan
pemeriksaan laboratorium.
Pada beberapa pasien adakalanya terjadi hipertensi yang resisten. Apabila
terjadi hal demikian, perlu dipertimbangkan adanya kedaan sebagai berikut:
a.

Pengukuran tekanan darah yang tidak benar

b.

Dosis belum memadai

c.

Ketidakpatuhan pasien dalam penggunaan obat anti hipertensi

d.

Ketidakpatuhan pasien dalam memperbaiki pola hidup

e.

Asupan alcohol berlebih

Kenaikan berat badan berlebih

Kelebihan volume cairan tubuh

Asupan garam berlebih

Terapi diuretika tidak cukup

Penurunan fungsi ginjal berjalan progresif


31

f.

Adanya terapi lain

Masih menggunakan bahan/obat yang dapat meningkatkan tekanan darah

Adanya obat yang mempengaruhi atau berinteraksi dengan kerja obat anti
hipertensi.

g.

Penyebab hipertensi lain/ sekunder


Adakalanya seorang dokter umum dianjurkan merujuk ke dokter spesialis/
subspesialis, yaitu pada kondisi:

Jika dalam 6 bulan target pengobatan tidak tercapai

Selain hipertensi ada kondisi lain seperti diabetes mellitus atau penyakit ginjal
(laju filtrate glomerulus mencapai <60 ml/men/1,73 m2 -> konsul penyakit
dalam,

sedangkan

untuk

laju

filtrate

glomerulus

mencapai

<

30ml/men/1,73m3-> konsul nefrologi).


2.12.4 Penanggulangan HIpertensi pada Gangguan Neurologis
Oleh karena hipertensi merupakan faktor risiko utama maka penderita hipertensi dapat
dianggap sebagai Stroke prone patient. Pengendalian hipertensi sebagai faktor
risiko

akan

menurunkan

kejadian

stroke

sebanyak

32%.

1. Hipertensi tanpa defisit neurologis :


Dapat

dilakukan

sesuai

dengan

konsensus

InaSH.

Dilakukan deteksi gangguan organ-organ otak melalui berbagai kegiatan :


- Perlu perhatian khusus bila penderita hipertensi disertai dengan kesemutan
dimuka,sekeliling bibir, ujung-ujung jari dan vertigo, ada kecenderungan
insufisiensi basiler.
- Selain itu keluhan lain, seperti gangguan berbahasa, gangguan daya ingat dan
artikulasi perlu medapat perhatian lebih lanjut.
2. Hipertensi dengan tanda defisit neulorogi akut:
Penatalaksanaan hipertensi yang tepat pada stroke akut sangat mempengaruhi
morbiditas dan mortalitas stroke.
a. Stroke Iskemik akut:

TIDAK direkomendasikan terapi hipertensi pada stroke iskemik akut kecuali

terdapat hipertensi berat dan menetap yaitu sistolik > 220 mmHg atau diastolik >
32

120 mmHg dengan tanda-tanda ensefalopati atau disertai kerusakan target organ
lain.
Obat-obat antihipertensi yang sudah dikonsumsi sebelum serangan stroke
diteruskan pada fase awal stroke, pemberian obat antihipertensi yang baru ditunda
sampai dengan 7-10 hari pasca awal serangan stroke.
Batas penurunan tekanan darah sebanyak-banyaknya 20-25% dari tekanan darah
arterial rerata(MAP=mean arterial pressure).(MAP=Tekanan diastolik + 1/3 selisih
tekanan sistolik diastolik)
Jika tekanan darah sistolik 180-220 mmHg dan/atau tekanan darah diastolik 105120 mmHg, terapi darurat HARUS DITUNDA kecuali terdapat bukti perdarahan
intraserebral, gagal ventrikel jantung kiri, infark miokard akut, gagal ginjal akut,
edema paru, diseksi aorta, ensefalopati hipertensi. Jika peninggian tekanan darah
itu menetap pada 2 kali pengukuran selang waktu 60 menit, maka diberikan
Candesartan Cilexetil(Blopress) 4-16 mg oral selang 12 jam. Jika monoterapi
oral tidak berhasil atau jika obat tidak dapat diberikan per oral, maka diberikan
obat intravena yang tersedia.
Batas penurunan tekanan darah sebanyak banyaknya sampai 20-25% dari tekanan
darah arterial rerata, dan tindakan selanjutnya ditentukan kasus per kasus.
b. Stroke hemoragik akut :
Batas penurunan tekanan darah maksimal 20-25% dari tekanan darah semula.
Pada penderita dengan riwayat hipertensi sasaran(TARGET) tekanan darah
sistolik

160

mmHg

dan

diastolik

90

mmHg.

Bila tekanan darah sistolik > 230 mmHg atau tekanan diastolik > 140 mmHg:
berikan nicardipin/diltiazem/nimodipin DRIP dan dititrasi dosisnya sampai
dengan tekanan darah sistolik 160 mmHg dan tekanan darah diastolik 90 mmHg
(dosis dan cara pemberian lihat tabel jenis-jenis obat untuk terapi emergensi).
Peningkatan tekanan darah bisa disebabkan stres akibat stroke (efek cushing),
akibat kandung kencing yang penuh, respon fisiologis atau peningkatan tekanan
intrakranial dan harus dipastikan penyebabnya.

33

2.11.6 Penanggulangan Hipertensi pada Kehamilan


Tekanan darah > 160/100 mmHg HARUS diturunkan untuk melindungi ibu terhadap
risiko stroke atau untuk memungkinkan perpanjangan masa kehamilan, sehingga
memperbaiki kematangan fetus. Obat yang dapat diberikan ialah : METHYL DOPA
dan NIFEDIPINE.
Obat-obat YANG TIDAK BOLEH DIBERIKAN saat kehamilan adalah ACEI
(berkaitan dengan kemungkinan kelainan perkembangan fetus) dan ARB yang
kemungkinan mempunyai efek sama seperti penyekat ACEI. Diuretik juga TIDAK
digunakan mengingat efek pengurangan volume plasma yang dapat mengganggu
kesehatan janin . terapi definitif ialah MENGHENTIKAN KEHAMILAN atas
indikasi preeklampsia berat setelah usis kehamilan > 35 minggu.

2.12 Makanan Tinggi natrium ( anjuran konsumsi natrium perhri 2300 mg ) Dan
Kalium
Makanan

Jumlah natrium Mg

1 sendok teh garam

2325

1 sendok makan garam

6976

1 porsi mie instan

1000-2400

Telor Asin

2200

Ayam goreng

800

1 sendok makan kecap

1000

1 potong sosis

750

Saus spagteti cup

525

Hamburger

800

Bumbu sop

700

Keju

200

Saus tomat atau chili

300

Ikan asin

600

Kopi

500

Kornet

1750
34

Margarin

950

Roti tawar

530

3. Makanan Tinggi kalium (anjuran dalam 1 hari 3000-3800 mg )

Makanan
Pisang
Alpukat
Pepaya
Apel merah
Peterseli
Daun pepaya muda
Bayam
Kapri
Kebang kol

Kandungan kalium
435
278
221
203
900
652
416
370
349

2.13 Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh hipertensi antara lain:
a. Otak
: Stroke
b. Jantung
: Aterosklerosis, penyakit jantung koroner, gagal jantung
c. Mata
: Kebutaan (pecahnya pembuluh darah pada mata)
d. Paru-paru
: Edema paru
e. Ginjal
: Penyakit ginjal kronik
f. Sistemik
:Penyakit arteri perifer atau penyakit oklusi arteri perifer
2.16

Prognosis
Hipertensi dapat dikendalikan dengan baik dengan pengobatan yang tepat. Terapi

dengan kombinasi perubahan gaya hidup dan obat-obatan antihipertensi biasanya dapat
menjaga tekanan darah pada tingkat yang tidak akan menyebabkan kerusakan pada
jantung atau organ lain. Kunci untuk menghindari komplikasi serius dari hipertensi adalah
mendeteksi dan mengobati sebelum kerusakan terjadi.

BAB III
KESIMPULAN

Hipertensi atau tekanan darah tinggi diderita oleh hampir semua golongan
masyarakat di seluruh dunia. Batasan hipertensi ditetapkan dan dikenal dengan ketetapan
JNC VII (The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection,
35

Evaluation, and Treatment of Hight Blood Pressure). Menurut criteria JNC VII, pasien
dengan hipertensi dibagi menjadi normal, pre hipertensi, hipertensi derajat 1, dan
hipertensi derajat 2.
Menurut perkiraan, sekitar 30% penduduk dunia tidak terdiagnosis adanya
hipertensi (underdiagnosed condition). Hal ini disebabkan tidak adanya gejala atau
dengan gejala ringan bagi mereka yang menderita hipertensi. Sedangkan, hipertensi ini
sudah dipastikan dapat merusak organ tubuh seperti jantung (70% penderita hipertensi
akan merusak jantung), ginjal, otak, mata, serta organ tubuh lainnya sehingga hipertensi
disebut sebagai silent killer. Deteksi dini penting dilakukan untuk mencegah timbulnya
berbagai komplikasi. Apabila sudah di diagnosis dengan hipertensi, seorang pasien harus
diedukasi dengan baik mengenai pengaturan pola hidup yang benar selain dari terapi
dengan medikamentosa.

DAFTAR PUSTAKA

1. WHO.

Raised

Blood

Pressure.

http://www.who.int/gho/ncd/risk_factors/blood_pressure_prevalence_text/en/.
Accessed November 20, 2013

36

2. Nafrialdi. Antihipertensi. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: FKUI; 2007.p.


341-60Ganiswarna, S. G. (2003). Famakologi dan Terapi. Jakarta: Bagian
Farmakologi FK-UI.
3. The Seventh Repot of the Joint national Comitte on Prevention, detection, evaluation,
and Treatment of High Blood Pressure. 2004
4. Yogiantoro M. Hipertensi Esensial. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiatii S (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5. Jakarta:
Interna Publishing; 2009.p. 1079-85
5. Ringkasan Eksekutif Penanggulangan Hipertensi. Perhimpunan Hipertensi Indonesia.
Jakarta;2007
6. Rekomendasi JNC VIII, , Jurnal Of American Medical Asosiation, Tahun 2014.
(http://jama.jamanetwork.com/article.aspx?articleid=1791497#jsc130010t5).

37

Anda mungkin juga menyukai