Anda di halaman 1dari 18

PENGARUH KONSENTRASI ASAM DAN WAKTU PADA PROSES

HIDROLISIS SERTA BERAT RAGI DAN WAKTU FERMENTASI


PEMBUATAN BIOETANOL DARI BIJI DURIAN

Dibuat untuk memenuhi Syarat Kurikulum Tingkat Sarjana pada


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya

Oleh :
NISAUL ISTIQOMAH

(03111003020)

SELLA MALAMI

(03111003026)

FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK KIMIA


UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDRALAYA
2015

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat,
rahmat, dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan proposal
penelitianyang berjudul Pengaruh Konsentrasi Asam dan Waktu pada Proses
Hidrolisis serta Berat Ragi dan Waktu Fermentasi Pembuatan Bioetanol dari
Durian yang merupakan persyaratan yang harus dipenuhi untuk mata kuliah
wajib, yaitu penelitian dan seminar pada semester VII dengan kode TKK47310 (4
sks) sebagai prasyarat menempuh jenjang S-1 di Jurusan Teknik Kimia Fakultas
Teknik Universitas Sriwijaya.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ir. Hj.
Siti Miskah, M.T.selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan
bimbingan dan arahan kepada kami sehingga dapat menyelesaikan proposal
penelitian ini dengan baik. Demikian juga kami mengucapkan terima kasih kepada
orang tua kami yang telah banyak memberi motivasi, dorongan baik berupa moril
dan materi.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan proposal ini masih banyak yang
belum sempurna, untuk itu kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun
demi kesempurnaan usulan penelitian ini dan semoga bermanfaat bagi pihak yang
membutuhkan.
Akhir kata kami mengucapkan terima kasih.
Indralaya, Maret 2015
Hormat Kami,

Penyusun

BAB I
Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Ketersediaan energi merupakan syarat mutlak khususnya dalam
pelaksanaan pembangunan nasional baik pada saat ini maupun masa yang akan
datang, guna menjamin pemenuhan pasokan energi yang merupakan tantangan
utama bagi bangsa Indonesia. Kebutuhan energi umumnya didominasi oleh energi
fosil seperti minyak bumi, gas bumi dan batu bara. Sumber energi fosil ini
merupakan sumber energi yang terbatas yang memerlukan antisipasi untuk
mengurangi ketergantungan terhadap energi tersebut.
Salah satu alternatif pengganti bahan bakar fosil adalah dengan bioenergi
seperti bioetanol. Bioetanol adalah bahan bakar nabati yang tak pernah habis
selama air tersedia, oksigen berlimpah dan kita mau melakukan budidaya
pertanian. Sumber bioetanol dapat berupa singkong, ubi jalar, tebu, jagung,
sorgum biji, sorgum manis, sagu, aren, nipah, lontar, kelapa dan padi.
Biji durian (Durio Sp) mempunyai kadar amilum 43,6 % untuk biji durian
segar dan 46,2 % untuk biji yang sudah masak. Ini merupakan angka yang
potensial guna pengolahan amilum menjadi etanol. Amilum yang berbentuk
polisakarida dapat dihidrolisis menjadi glukosa dalam kadar yang tinggi melalui
pemanasan. Glukosa inilah yang selanjutnya difermentasi untuk menghasilkan
etanol. Biji durian (Durio Sp) mempunyai kadar amilum 43,6 % untuk biji durian
segardan 46,2 % untuk biji yang sudah masak. Ini merupakan angka yang
potensial guna pengolahan amilum menjadi etanol. Amilum yang berbentuk
polisakarida dapat dihidrolisis menjadi glukosa dalam kadar yang tinggi melalui
pemanasan. Glukosa inilah yang selanjutnya difermentasi untuk menghasilkan
etanol. Berdasarkan pertimbangan diatas melatarbelakangi untuk memanfaatkan
limbah biji durian yang pada awalnya hanya sebagai limbah yang tidak
termanfaatkan secara maksimal. Namun dapat dijadikan salah satu bahan baku
energi altrnatif seperti bioetanol non pangan.

1.2. Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dari penelitian ini ialah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh konsentrasi asam dan waktu pada proses hidrolisis
pembuatan bioetanol dari biji durian.
2. Bagaimana pengaruh berat ragi dan waktu fermentasi pada pembuatan
bioetanol dari biji durian.
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini ialah sebagai berikut:
1. Mengetahui pengaruh konsentrasi asam dan waktu pada proses hidrolisis
pembuatan bioetanol dari biji durian.
2. Mengetahui pengaruh berat ragi dan waktu fermentasi pada pembuatan
bioetanol dari biji durian.
1.3. Manfaat Penelitian
Untuk mencari pemecahan masalah energi alternatif dan penanganan
limbah dalam penelitian ini akan dilakukan secara terintegrasi yaitu pengolahan
biji durian menjadi etanol, sehingga adanya pengolahan biji durian ini dapat
mendukung sekaligus menjadi jalan keluar pengadaan energi alternatif yang tidak
menimbulkan permasalahan baru.

BAB II
Tinjauan Pustaka
2.1. Durian
Durian (Durio zibethinus) diduga berasal dari istilah Melayu yaitu dari
kata duri yang diberi akhiran -an sehingga menjadi durian (Michael Brown,
1997). Biji durian (pongge) memiliki kandungan pati yang cukup tinggi sehingga
dapat digunakan sebagai pengganti bahan makanan dan dapat dimanfaatkan
sebagai bioetanol. Alkohol (khususnya etanol) dapat dibuat dari berbagai bahan
hasil pertanian (Aak, 1990). Secara umum bahan-bahan tersebut dapat dibagi
dalam tiga golongan yaitu:
1. Bahan yang mengandung turunan gula (molases, gula tebu, gula bit, sari buah
anggur, dan sari buah lainnya).
2. Bahan-bahan yang mengandung pati biji-bijian, kentang, dan tapioka), dan
3. Bahan yang mengandung selulosa (kayu, dan beberapa limbah pertanian
lainnya).
Selain dari ketiga jenis bahan tersebut diatas etanol juga dapat dibuat dari
bahan bukan dari hasil pertanian tetapi dari bahan yang merupakan hasil proses
lain. Sebagai contohnya adalah etilen. Bahan-bahan yang mengandung
monosakarida langsung dapat difermentasi, akan tetapi disakarida, pati maupun
karbohidrat kompleks harus dihidrolisis terlebih dahulu menjadi komponen yang
sederhana yaitu monosakarida (Badan Standar Nasional, 2009)
Bahan-bahan tersebut diatas harus mengalami perlakuan pendahuluan
sebelum masuk kedalam proses fermentasi agar proses tersebut berjalan dengan
optimal. Disakarida (seperti gula pasir) harus dihidrolisis menjadi glukosa dan
fruktosa. Terbentuknya glukosa dan monosakarida yang lain menunjukkan bahwa
proses pendahuluan telah berakhir dan bahan selanjutnya telah siap difermentasi.
Secara kimiawi reaksi dalam proses fermentasi berjalan cukup panjang, karena
terjadi suatu deret reaksi yang masing-masing dipengaruhi oleh enzim khusus
(Badan Standar Nasional, 2009).
Biji durian memiliki kandungan pati yang cukup tinggi sehingga
berpotensi sebagai alternatif pengganti bahan makanan atau bahan baku pengisi

farmasetik. Biji durian sebagai bahan makanan memang belum memasyarakat di


Indonesia. Di Thailand, biji durian sudah cukup memasyarakat untuk dibuat bubur
dengan cara diberi campuran daging buahnya. Bubur biji durian ini menghasilkan
kalori yang cukup potensial bagi manusia (Aak, 1997).
Menurut Genisa dan Rasyid (1994), komposisi kimia biji durian hampir
sama dengan biji-biji yang termasuk famili Bombacaceae yang lain, komposisi
kandungan yang terdapat pada biji durian yang dimasak kadar airnya 51,1 gram,
kadar lemak 0,2 gram, kadar protein 1,5 gram, dan kadar karbohidrat 46,2 gram.
Biji dari tanaman yang famili Bombacaceae kaya akan karbohidrat terutama
patinya yang cukup tinggi sekitar 42,1% dibanding dengan ubi jalar 27,9% atau
singkong 34,7%.
Pati merupakan karbohidrat asal tanaman sebagai hasil fotosintesis, yang
disimpan dalam bagian tertentu tanaman sebagai cadangan makanan. Sifat pati
tergantung pada jenis tanaman serta tempat penyimpanannya. Perbedaan terlihat
antara lain pada viskositas dan daya lekat musilagonya atau pada sifat lainnya
(Claus, 1965).
Terdapat dua jenis pati yang sering digunakan di industri farmasi yaitu
pati alami dan pati modifikasi. Pati dalam bentuk alami (native starch) adalah pati
yang dihasilkan dari sumber umbi-umbian dan belum mengalami perubahan sifat
fisik dan kimia atau diolah secara kimia-fisik. Pati alami banyak digunakan di
industri farmasi sebagai bahan pengisi (filler) dan pengikat (binder) dalam
pembuatan tablet, pil dan kapsul. Pati alami mempunyai dua keterbatasan besar
dalam membentuk tablet yang baik, yaitu tidak mempunyai sifat fluiditas (daya
alir) dan kompresibilitas (Rismana, 2006).
Pati tertermodifikasi dengan hidrolisis asam klorida menghasilkan pati
yang strukturnya lebih renggang, sehingga air lebih mudah menguap pada waktu
pengeringan. Struktur pati yang agak rapat akan lebih tinggi daya ikat airnya,
selain itu terjadi pemutusan ikatan hidrogen pada rantai linier dan berkurangnya
daerah amorf yang mudah dimasuki air (Afrianti, 2004).
Salah satu sifat pati adalah tidak larut dalam air dingin, karena
molekulnya berantai lurus atau bercabang tidak berpasangan, sehingga

membentuk jaringan yang mempersatukan granula pati. Selain itu, kesulitan


dalam penggunaan pati adalah selain pemasakannya memakan waktu yang cukup
lama, pasta yang terbentuk juga cukup keras. Karena itu pati tersebut perlu
dilakukan modifikasi agar diperoleh sifat-sifat yang cocok untuk aplikasi tertentu
(Afrianti, 2004).
2.2. Kandungan Gizi Biji Durian dalam 100 gr salut biji
Biji durian (pongge) yang sering dianggap limbah tidak dimanfaatkan
untuk sesuatu yang lebih besar manfaatnya seperti untuk pembuatan bioethanol
ini. Kandungan nutrisi dalam 100 gram biji durian ditunjukkan dalam tabel di
bawah ini.
Tabel 1. Kandungan nutrisi dalam 100 gram biji durian

Zat
Kadar air
Lemak
Protein
Karbohidrat
Serat kasar
Nitrogen
Abu
Kalsium
Pospor
Besi
Natrium
Kalium
Beta karotin
Riboflavin
Thamrin
Niacin

Per 100 gr biji segar


Per 100 gr biji telah
(mentah) tanpa kulitnya dimasak tanpa kulitnya
51,5 g
0,4 g
2,6 g
43,6 g

1,9 g
17 mg
68 mg
1,0 mg
3 mg
962 mg
250 g
g0,05 mg
0,9 mg

51,1 g
0,2 0,23 g
1,5 g
43,2 g
0,7 0,71 g,
0,297 g
1,0 g
3,9 88,8 mg
86,65 87
0,6 0,64 mg

0,05 0,052 mg
0,03 0,032 mg
0,89 0,9 mg

Sumber: Michael J . Brown, Durio A Bibliographic Review, 1997

2.3. Etanol (Etil Alkohol)


Etanol atau etil alcohol dikenal sebagai alcohol yang merupakan senyawa
organik dengan rumus kimia C2H5OH. Dalam suhu kamar, etanol berwujud cairan
yang tidak berwarna, mudah menguap, mudah terbakar, mudah larut dalam air dan
tembus cahaya. Etanol adalah senyawa organik golongan alkohol primer. Alkohol

komersial pada umumnya mengandung 95% etanol dan 5% air. Etanol dalam
kehidupan sehari-hari dikenal sebagai bahan yang dapat digunakan untuk pelarut,
bahan antiseptik, bahan baku pembuatan eter serta minuman. Sifat fisik dan kimia
etanol bergantung pada gugus hidroksil. Reaksi yang dapat terjadi pada etanol
antara lain dehidrasi, dehidrogenasi, oksidasi dan esterifikasi (Rizani, 2000).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi jumlah etanol yang dihasilkan
adalah mikroorganisme dan media yang digunakan, adanya komponen media
yang

dapat

menghambat

pertumbuhan

serta

kemampuan

fermentasi

mikroorganisme dan kondisi selama fermentasi (Astuty, 1991). Faktor lain adalah
pemilihan khamir, konsentrasi gula, keasaman, ada tidaknya oksigen dan suhu.
Pemilihan sel khamir didasarkan pada jenis karbohidrat yang digunakan
sebagai medium untuk memproduksi alkohol dari pati dan gula digunakan
Saccharomyces cerevisiae. Suhu yang baik untuk proses fermentasi berkisar
antara 25-30oC. derajat keasaman (pH) optimum untuk proses fermentasi sama
dengan pH optimum untuk proses pertumbuhan khamir yaitu pH 4,0-4,5. Etanol
dihasilkan dari gula yang merupakan hasil aktivitas fermentasi sel khamir.
Khamir yang digunakan untuk menghasilkan etanol adalah dari genus
Saccharomyces. Agar dapat menghasilkan jumlah etanol yang banyak diperlukan
suatu khamir yang mempunyai laju fermentasi dan laju pertumbuhan cepat, tahan
terhadap konsentrasi etanol dan glukosa tinggi, tahan terhadap konsentrasi garam
tinggi,pH optimum fermentasi rendah, temperatur optimum fermentasi sekitar 2530oC (Astuty, E. D., 1991).
Menurut Fardiaz (1992), fermentasi etanol meliputi dua tahap, yaitu:
Pemecahan rantai karbon dari glukosa dan pelepasan paling sedikit dua pasang
atom hydrogen melalui jalur EMP (Embden-Meyerhoff-Parnas), menghasilkan
senyawa karbon lainnya yang lebih teroksidasi daripada glukosa.
2.4. Hidrolisa Asam
Hidrolisa asam pekat merupakan teknik yang sudah dikembangkan cukup
lama. Braconnot di tahun 1819 pertama menemukan bahwa selulosa bisa
dikonversi menjadi gula yang dapat difermentasi dengan menggunakan asam
pekat (Sherrad and Kressman 1945 in (Taherzadeh & Karimi, 2007)). Hidrolisa

asam pekat menghasilkan gula yang tinggi (90% dari hasil teoritik) dibandingkan
dengan hidrolisa asam encer, dan dengan demikian akan menghasilkan ethanol
yang lebih tinggi (Hamelinck, Hooijdonk, & Faaij, 2005).
Hidrolisa asam dapat dilakukan pada suhu rendah. Namun demikian,
konsentrasi asam yang digunakan sangat tinggi (30 70%). Proses ini juga sangat
korosif karena adanya pengenceran dan pemanasan asam. Proses ini
membutuhkan peralatan metal yang mahal atau dibuat secara khusus. Rekaveri
asam juga membutuhkan energi yang besar. Di sisi lain, jika menggunakan asam
sulfat, dibutuhkan proses netralisasi yang menghasilkan limbah gypsum/kapur
yang sangat banyak. Dampak lingkungan yang kurang baik dari proses ini
membatasi penggunaan asam perklorat dalam proses ini. Hidrolisa asam pekat
juga membutuhkan biaya investasi dan pemeliharaan yang tinggi, hal ini
mengurangi ketertarikan untuk komersialisasi proses ini (Taherzadeh & Karimi,
2007).
Hidrolisa asam encer juga dikenal dengan hidrolisis asam dua tahap (two
stage acid hydrolysis) dan merupakan metode hidrolisis yang banyak
dikembangkan dan diteliti saat ini. Hidrolisa asam encer pertama kali dipatenkan
oleh H.K. Moore pada tahun 1919. Potongan (chip) kayu dimasukkan ke dalam
tangki kemudian diberi uap panas pada suhu 300oF selama satu jam. Selanjutnya
dihidrolisis dengan menggunakan asam fosfat. Hidrolisa dilakukan dalam dua
tahap. Hidrolisat yang dihasilkan kemudian difermentasi untuk menghasilkan
ethanol. Hidrolisis selulosa dengan menggunakan asam telah dikomersialkan
pertama kali pada tahun 1898 (Hamelinck, Hooijdonk, & Faaij, 2005). Tahap
pertama dilakukan dalam kondisi yang lebih lunak dan akan menghidrolisis
hemiselulosa (misal 0,7 % asam sulfat, 190oC). Tahap kedua dilakukan pada suhu
yang lebih tinggi, tetapi dengan konsentrasi asam yang lebih rendah untuk
menghidrolisa selulosa (215oC, 0,4% asam sulfat) (Hamelinck, Hooijdonk, &
Faaij, 2005).
Keuntungan utama hidrolisa dengan asam encer adalah, tidak
diperlukannya recovery asam, dan tidak adanya kehilangan asam dalam proses
(Iranmahboob et al., 2002). Umumnya asam yang digunakan adalah H 2SO4 atau

HCl (Mussatto dan Roberto, 2004) pada range konsentrasi 2-5 % (Iranmahboob et
al., 2002; Sun dan Cheng, 2002), dan suhu reaksi sama dengan 160 oC.
Kelemahan dari hidrolisa asam encer adalah degradasi gula hasil di dalam
reaksi hidrolisa dan pembentukan produk samping yang tidak diinginkan.
Degradasi gula dan produk samping ini tidak hanya akan mengurangi hasil panen
gula, tetapi produk samping juga dapat menghambat pembentukan ethanol pada
tahap fermentasi selanjutnya. Beberapa senyawa inhibitor yang dapat terbentuk
selama proses hidrolisa asam encer adalah furfural, 5-hydroxymethylfurfural
(HMF), asam levulinik (levulinic acid), asam asetat (acetic acid), asam format
(formic acid), asam uronat (uronic acid), asam 4-hydroxybenzoic, asam vanilik
(vanilic acid), vanillin, phenol, cinnamaldehyde, formaldehida (formaldehyde),
dan beberapa senyawa lain (Taherzadeh & Karimi, 2007).
Beberapa faktor yang mempengaruhi proses hidrolisa antara lain :
a. Kandungan Karbohidrat Bahan Baku
Kandungan karbohidrat pada bahan baku sangat berpengaruh terhadap
hasil hidrolisis asam. Apabila kandungan karbohidratnya sedikit, maka jumlah
gula yang terjadi juga sedikit, dan sebaliknya, apabila kandungan karbohidrat
terlalu tinggi mengakibatkan kekentalan campuran akan meningkat, sehingga
frekuensi tumbukan antara molekul karbohidrat dan molekul air semakin
berkurang, dengan demikian kecepatan reaksi pembentukan glukosa semakin
berkurang pula. Bahan yang hendak dihidrolisa diaduk dengan air panas dan
jumlah bahan keringnya berkisar antara 18% hingga 22% (Osvaldo dkk, 2012).
b. pH Hidrolisa
pH berpengaruh terhadap jumlah produk hidrolisa. pH berkaitan erat
dengan konsentrasi asam yang digunakan. Pada umumnya, pH yang terbaik
(optimum) adalah 2,3. (Joeh, 1998; Groggins,1998).
c. Waktu Hidrolisis
Semakn lama pemanasan, warna akan semakin keruh dan semakin besar
konversi yang dihasilkan. Waktu yang diperlukan untuk proses hidrolisa asam
sekitar 1 hingga 3 jam (Osvaldo dkk, 2012).

d. Suhu
Pengaruh suhu terhadap kecepatan hidrolisa karbohidrat akan mengikuti
persamaan Arrhenius yaitu semakin tinggi suhunya akan diperoleh konversi yang
cukup berarti, tetapi jika suhu terlalu tinggi konversi yang diperoleh akan
menurun. Hal ini disebabkan adanya glukosa yang pecah menjadi arang, yang
ditunjukkan dengan semakin tuanya warna hasil. Selain itu pada suhu yang tidak
terlalu tinggi (tidak melebihi titik didih air), air sebagai zat penghidrolisis tetap
berada fase cair, sehingga terjadi kontak yang baik antara molekul-molekul kertas
koran dengan sebagian besar air, sehingga reaksi dapat berjalan dengan baik
(Roiz, 2001).
Parameter konsentrasi asam, suhu dan waktu hidrolisa merupakan
parameter yang sangat krusial pada proses hidrolisa selain metode detoksifikasi
yang tepat sehingga dapat meminimalkan produk inhibitor yang pada akhirnya
meningkatkan yield etanol di akhir proses fermentasi (Campo dkk., 2006;
Mussatto dan Roberto, 2004; Lavarack dkk., 2002).
2.5. Fermentasi
Fermentasi alkohol adalah proses penguraian karbohidrat menjadi etanol
dan CO2 yang dihasilkan oleh aktifitas suatu jenis mikroba yang disebut khamir
dalam keadaan anaerob (Prescott dan Dunn, 1959). Perubahan dapat terjadi jika
mikroba tersebut bersentuhan dengan makanan yang sesuai bagi pertumbuhannya.
Pada proses fermentasi biasanya tidak menimbulkan bau busuk dan biasanya
menghasilkan gas karbondioksida. (Osvaldo dkk, 2012)
Hasil fermentasi dipengaruhi banyak faktor. Seperti, bahan pangan atau
substrat, jenis mikroba dan kondisi sekitar. Seperti yang telah diuraikan
sebelumnya, fermentasi alkohol merupakan proses terjadi karena adanya aktifitas
suatu jenis mikroba yang disebut khamir. Besar kecilnya aktifitas hidup mikroba
ini akan menentukan jumlah alkohol yang terbentuk dan aktifitas ini juga
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut umumnya berhubungan
erat dengan penyediaan dan pemakaian nutrisi yang digunakan untuk menunjang
aktifitas hidupnya (Said.e.g, 1994). Berikut ini adalah faktor-faktor yang
mempengaruhi hasil fermentasi etanol :

1. Jenis Mikroorganisme
Bila dilihat dari jenisnya, maka terdapat beberapa jenis mikroorganisme
yang banyak digunakan dalam proses fermentasi diantaranya adalah khamir,
kapang dan bakteri. Tetapi tidak semua mikroorganisme tersebut dapat digunakan
secara langsung. Masih diperlukan seleksi untuk menjamin berlangsungnya proses
fermentasi. Pemilihan mikroorganisme biasanya didasarkan pada jenis substrat
(bahan) yang digunakan sebagai medium, misalnya untuk menghasilkan etanol
digunakan khamir Saccharomyces Cerevisae (Said.e.g, 1994).
Seleksi ini bertujuan untuk mendapatkan mikroorganisme yang mampu
tumbuh dengan cepat dan mempunyai toleransi tinggi terhadap konsentrasi gula
yang tinggi. Sehingga dapat menghasilkan kadar etanol yang dikehendaki.
(Osvaldo dkk, 2012).
2. Lama Fermentasi
Waktu yang dibutuhkan untuk fermentasi biasanya ditentukan pada jenis
bahan, jenis ragi dan jenis gula. Pada umumnya diperlukan waktu 4-20 hari untuk
memperoleh hasil fermentasi yang sempurna. Menurut Amarine (1982) fermentasi
berlangsung dua sampai tiga minggu dan ditandai dengan tidak diproduksinya
CO2.
3. Derajat Keasaman
Pada umumnya pH untuk fermentasi buah-buahan atau pembentukan sel
khamir dibutuhkan keasaman optimum antara 3,0-5,0. Diluar itu maka
pertumbuhan mikroba akan terganggu. Untuk mengatur pH dapat digunakan
NaOH untuk menaikan dan asam nitrat untuk menurunkan pH. Sebelum
difermentasi, sari buah dipasteurisasi ditambahkan dengan SO 2. Hal ini untuk
mencegah timbulnya bakteri dan khamir yang tidak diinginkan. Sumber SO2
adalah NaHSO3, kalium atau natrium bisulfit (Said.e.g, 1994).
4. Kadar gula yang optimum untuk aktifitas pertumbuhan khamir adalah sekitar
10 -18 % (Said.e.g, 1994).
5. Setiap golongan memiliki suhu pertumbuhan yang optimumnya 19 32 oC
(Said.e.g, 1994).

1.6.

Penelitian-penelitian Sebelumnya
Dari penelitian yang berjudul Pengaruh Konsentrasi Asam dan Waktu Pada

Proses Hidrolisis dan Fermentasi Pembuatan Bioetanol dari Alang-Alang


didapatkan kesimpulan bahwa semakin besar konsentrasi asam sulfat yang
digunakan maka semakin besar juga kadar etanol yang dihasilkan. Titik optimum
konsentrasi asam sulfat yang menghasilkan kadar etanol yang paling besar adalah
konsentrasi asam sulfat 2% karena pada penggunaan asam sulfat 2,5%, kenaikan
kadar etanol yang didapatkan tidak begitu jauh perbedaannya. Oleh sebab itu,
konsentrasi asam sulfat 2% dianggap sebagai yang terbaik untuk selanjutnya
menjadi variabel tetap dan digunakan untuk mengetahui variabel penelitian yang
lainnya. Temperatur hidrolisis berhubungan dengan laju reaksi. Semakin tinggi
temperatur hidrolisis, maka hidrolisis akan berlangsung lebih cepat. Hal ini
disebabkan konstanta laju reaksi meningkat dengan meningkatnya temperatur
operasi dan penambahan waktu reaksi, akan semakin memperbesar konversi yang
dicapai sampai ke titik optimumnya. Pada variasi temperatur yang kami gunakan,
didapatkan pada temperatur 140oC. Oleh karena itu, penambahan temperatur
selanjutnya akan menurunkan kadar etanol yang dihasilkan karena telah melewati
titik optimum yang dimilikinya (Osvaldo dkk, 2012).
Semakin banyak ragi yang ditambahkan maka kadar etanol yang
dihasilkan juga semakin besar karena dengan semakin banyak ragi yang
ditambahkan, maka bakteri yang mengurai glukosa menjadi etanol pun semakin
banyak. Tetapi pada penambahan ragi yang lebih lanjut cenderung turun, karena
disebabkan adanya ragi yang mati pada saat proses fermentasi berlangsung. Pada
ragi tape hal ini ditandai dengan ditemukannya serbuk putih kekuningan pada
hasil akhir fermentasi sehingga mikroba yang berperan dalam fermentasi ini pun
menjadi kurang maksimal. Ragi roti dibuat dari molasses, nitrogen, urea,
kecambah malt, garam organik, faktor pertumbuhan dalam bentuk ekstrak sayur,
serelia, khamir, dan sejumlah kecil vitamin. Berdasarkan kandungan yang terdapat
dalam kedua jenis ragi diatas, diketahui bahwa ragi tape memiliki populasi yang
lebih kompleks dibandingkan dengan yang ada pada ragi roti sehingga

mempengaruhi kinerjanya dalam menghasilkan etanol pada proses fermentasi


(Osvaldo dkk, 2012).
Kemudian dari penelitian yang berjudul Pengaruh Massa Ragi dan Waktu
Fermentasi Terhadap Bioetanol Dari Biji Durian di dapatkan kesimpulan bahwa
jumlah bioetanol optimum yang diperoleh pada penelitian ini sebesar 3,7 ml
dengan densitas 0,9669 gr/ml dengan waktu 48 jam dan pemberian jumlah ragi
6%. Kadar bioetanol yang diperoleh sebesar 18,999 % dengan waktu fermentasi
48 jam. Nilai kalor optimum sebesar 167,092 kkal/kg dengan waktu fermentasi 48
jam dan pemberian jumlah ragi sebesar 6% dari jumlah bahan baku (Ratih
Primadony dkk, 2013).
Lalu dari penelitian yang berjudul Pengaruh Massa Ragi, Jenis Ragi dan
Waktu Fermentasi pada Bioetanol dari Biji Durian diperoleh kadar etanol terbesar,
yaitu 24,01% pada waktu fermentasi 3 hari, dengan jenis ragi tapai pada tahapan
hidrolisis, Dan rasio berat bahan baku dengan volume katalis sebesar 250 ml : 3%
(Johnprimen dkk, 2012).

BAB III
Metodologi Penelitian
Penelitian untuk mengetahui pengaruh konsentrasi asam, suhu hidrolisis
dan lama waktu fermentasi dari biomassa yang digunakan yaitu biji durian
menjadi bioetanol. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode
hidrolisis asam diteruskan dengan fermentasi.
3.1. Variabel yang diteliti
a) Variabel tetap adalah massa bahan baku tepung biji durian, temperature
hidrolisis, dan jenis ragi.
b) Variabel berubah terdiri dari:
1. Konsentrasi Asam
2. Waktu Hidrolisis
3. Waktu Fermentasi
4. Berat ragi
3.2. Peralatan dan Bahan
3.2.1. Peralatan
a) Peralatan Pretreatment dan Hidrolisa
1. Penggiling
2. Ember
3. Pisau
4. Baskom Kecil
5. Ayakan
6. Peralatan Gelas Standar
7. Pemanas Listrik
8. Saringan / Kertas Saring
9.

Pengaduk / Spatula

b) Peralatan Fermentasi
1. Fermentor (Erlenmeyer+selang+gabus)
2. Autoclave
c) Peralatan Pemurnian adalah destilasi / Evaporator
d) Peralatan Analisa aadalah piknometer

3.2.2. Bahan
1) Biji Durian
2) H2SO4 (2,5 %, 5 %, 7,5 %, 10 %)
3) Aquadest
4) Ragi Roti
3.3. Prosedur Penelitian
3.3.1. Pembuatan Tepung Biji Durian
1. Sebanyak 10 kg biji durian dicuci bersih.
2. Biji durian dibersihkan dari kulit arinya yang berwarna cokelat.
3. Biji durian dicuci bersih.
4. Diiris dengan ketebalan 2-3 mm
5. Lendir dari biji durian yang telah diirisi dihilangkan dengan cara menambahkan
garam pada biji durian, dicampur, diaduk-aduk dibawah air mengalir sampai
keluar busa.
6. Direndam dengan air kapur selama 1 jam.
7. Ditiriskan lalu dicuci dengan air mengalir sampai lendir berkurang dan
ditiriskan.
8. Dijemur di bawah sinar matahari.
9. Hasil pengeringan kemmudian dihaluskan dengan mesin pengiling dan diayak
dengan ayakan 50 mesh hinga diperoleh tepung biji durian.
3.3.2. Hidrolisa
1) Biji dengan berat 100 gram dicampurkan dengan asam sulfat pada konsentrasi
2,5 %; 5 %; 7,5 %; 10%.
2) Campuran tersebut kemudian kita hidrolisa pada temperatur 93-95oC dengan
variasi waktu adalah 20, 40, 60, 80, 100 menit)
3) Rendeman biji durian hasil hidrolisis lalu didinginkan dan disaring, dimana
larutan hasil hidrolisat sebagai produk utama.
3.3.3. Fermentasi
1. Campuran didinginkan pada suhu kamar.
2. Didinginkan dan disaring hingga tidak ada ampas dalam larutan hasil hidrolisis.

3. Larutan hasil saringan hidrolisat tepung biji durian yang bersifat asam diatur
pH-nya menjadi 4,5 yang diukur dengan pH-meter. Penambahan pH dilakukan
dengan menambahkan NaOH 4M.
4. Hidrolisat tersebut kemudian didinginkan hingga mencapai suhu ruangan.
5. Sterilisasi alat dengan autoclave pada suhu 120 C selama 15 menit.
4. Ditambahkan ragi roti masing-masing sebanyak 2 %, 4 %, 6 %, 8 %, 10 % dari
berat bahan.
5. Campuran diaduk rata, kemudian ditutup dalam wadah fermentasi.
6. Campuran disimpan dan dibiarkan pada temperatur kamar dengan waktu 24
jam, 48 jam, dan 72 jam.
7. Dengan menggunakan pH meter, setiap hari pH bahan dikontrol sehingga tetap
pada pH 4,5 (jika pH menurun ditambahkan larutan NaOH).
3.3.4. Tahap Destilasi
1. Peralatan destilasi dirangkai kemudian hasil fermentasi dimasukkan ke dalam
labu leher tiga.
2. Ditambahkan 50 ml aquadest lalu di aduk rata.
3. Larutan dipanaskan hingga suhu mencapai 80oC
4. Destilat ditampung dan diukur volumenya.
3.3.5. Tahap pengukuran kadar etanol
1. Alat piknometer 5 ml yang digunakan untuk mengukur kadar etanol
dikeringkan ke dalam oven pada temperatur 100oC selama 10 menit kemudian
dinginkan sampai suhu kamar.
2. Timbang piknometer 5 ml kosong dengan menggunakan neraca analitis
kemudian catat beratnya.
3. Piknometer 5 ml diisi dengan aquadest kemudian ditimbang dengan neraca
analitis dan catat beratnya.

Anda mungkin juga menyukai