Anda di halaman 1dari 9

PERBANDINGAN LAMA PERAWATAN SERTA KOMPLIKASI

KURETASI SEGERA DAN TUNDA PASCA ANTIBIOTIKA


PADA ABORTUS INFEKSIOSUS
Agus Supriatmaja, Upadana P
Lab/SMF Obstetri & Ginekologi FK Unud/RS Sanglah Denpasar
ABSTRAK
Tujuan. Untuk mengetahui perbandingan lamanya perawatan serta komplikasi antara
kuretasi segera dan kuretasi tunda pasca pemberian antibiotika.
Bahan dan Cara Kerja. Penelitian ini merupakan uji klinis paralel sistematis dengan
mengikut sertakan 70 pasien abortus infeksiosus dengan diagnosis secara klinis yang
memenuhi kriteria inklusi, di random menjadi dua kelompok masing-masing 35 pasien
dilakukan kuretasi segera dan sisanya dilakukan kuretasi tunda. Kriteria eksklusi
adalah; perdarahan aktif masuk kelompok tunda, dengan komplikasi lain, dan disertai
penyakit yang memerlukan perawatan khusus. Dilakukan pencatatan lama perawatan
dan komplikasi.
Hasil. Terdapat perbedaan bermakna dalam lamanya perawatan pada kedua kelompok
(rerata 2,89 hari SD 0,40 pada kelompok kuretasi segera berbanding 3,43 hari SD
0,50 pada kuretasi tunda) dengan Non parametric two sample Kolmogorov-Smirnov Z
test p = 0,007. Tidak ditemukan adanya komplikasi pada kedua kelompok.
Simpulan. Kuretasi segera dapat mempersingkat lama perawatan pada abortus
infeksiosus.
Saran. Kuretasi segera dapat dipertimbangkan menjadi standar penanganan abortus
infeksiosus.
Kata Kunci : Abortus infeksiosus, kuretasi segera, lama perawatan.

PERBANDINGAN LAMA PERAWATAN SERTA KOMPLIKASI


KURETASI SEGERA DAN TUNDA PASCA ANTIBIOTIKA
PADA ABORTUS INFEKSIOSUS

Pendahuluan
Komplikasi infeksi masih sering terjadi pada abortus, di samping perdarahan.
Abortus infeksiosus bisa terjadi pada setiap abortus, terutama abortus provokatus yang
dilakukan oleh orang yang tidak berkompeten. Dilaporkan bahwa kematian

pada

abortus lebih sering oleh karena infeksi (syok septik) dibandingkan perdarahan. 1.2
Kejadian abortus yang mengalami komplikasi infeksi memiliki angka berbedabeda untuk setiap rumah sakit di Indonesia yaitu berkisar 0,9-7,7%. Rumah Sakit
Dokter Kariadi (RSDK) Semarang pada penelitian Supriyono

mendapatkan

komplikasi infeksi pada abortus sebesar 2,7% dan 1,99% oleh Adhi dan Hartono
Angka yang lebih tinggi didapatkan oleh Surya dan Manuaba
8,9% dan Sastrawinata

pada tahun 1980 yaitu

pada tahun yang sama mendapatkan angka 7,7%. Dari data

WHO memperkirakan 20 juta abortus ilegal terjadi tiap tahun di dunia antara tahun
1995-2000. Banyak wanita yang masih melakukan aborsi pada tempat dan tenaga yang
tidak memiliki kemampuan. Sekitar 80.000 wanita meninggal tiap tahun akibat
komplikasi abortus ilegal, dengan rasio mortalitas 57 per 100.000 kelahiran hidup, di
Asia diperkirakan sekitar 48 dan di Indonesia antara 50-69 6. Kontribusi unsafe
abortion terhadap angka kematian ibu di Indonesia berkisar antara 10% Affandi dkk 6,
13% Wiknjosastro dkk

tahun 1980 hingga 15-20% Kodim

tahun 1999. Masih

kontroversi mengenai pemberian jenis antibiotika pada abortus infeksiosus maupun


waktu yang tepat untuk melakukan kuretasi. Mengenai waktu melakukan kuretasi,
sebagian ahli berpendapat bahwa pada setiap abortus infeksiosus harus diberikan
antibiotika yang adekuat paling tidak dalam 24 jam, baru dilakukan evakuasi uterus.
Sementara yang lain berpendapat bahwa untuk menghilangkan sumber infeksi,
dilakukan evakuasi uterus sesegera mungkin pasca pemberian antibiotika adekuat

9-14

Beberapa senter rumah sakit di Indonesia seperti RS DR Soetomo Unair Surabaya


melakukan kuretasi 3-6 jam pasca antibiotika Abadi dkk15 tahun 1994. Hal yang sama
dilakukan di RS DR Cipto Mangunkusumo U I Jakarta yaitu 6 jam pasca pemberian
antibiotika

dan

penanganan

demikian

dapat

dipertanggung-jawabkan

karena

pengeluaran sisa-sisa abortus mencegah perdarahan dan menghilangkan jaringan


nekrotik, yang bertindak sebagai medium pembiakan bagi jasad renik 2. Sedangkan yang
menunda melakukan kuretasi untuk menunggu respon klinis baik Friedman et al 16, 2448 jam pasca pemberian antibiotika oleh Mochtar dkk

17

atau bahkan menunggu 5 hari

Manuaba 18 hingga 7 hari bila tetap demam seperti yang dilakukan di RS Sardjito UGM
Yogyakarta19.

Bahan Dan Cara Kerja


Penelitian ini dilakukan di bagian Obstetri dan Ginekologi FK UNUD/ RS
Sanglah Denpasar dengan menggunakan rancangan penelitian uji klinis paralel
sistematis untuk mengetahui perbandingan lama perawatan serta komplikasi kuretasi
segera dan kuretasi tunda pasca pemberian antibiotika adekuat pada abortus infeksiosus.
Sampel penelitian semua kasus abortus infeksiosus periode waktu 1 Agustus 1999
sampai dengan 31 Agustus 2000 yang memenuhi kriteria. Dilakukan alokasi sistematik
dari sampel yang dibagi menjadi 2 kelompok (kelompok genap dan ganjil) dan
berdasarkan perhitungan dengan rumus Pocock didapatkan jumlah sampel minimal 32
pada tiap-tiap kelompok.
Kriteria eksklusi adalah : perdarahan aktif yaitu perdarahan merembes
pervaginam, masuk kriteria tunda, dengan penyulit saat masuk rumah sakit ( anemia
gravis dengan Hb < 5 gr %, sepsis, syok,

dan perforasi), disertai penyakit yang

memerlukan perawatan khusus ( diabetes mellitus, ginjal, penyakit jantung, dan liver).
Kriteria pengeluaran adalah : tidak bersedia melanjutkan pengobatan, mendapat jenis
dan cara pengobatan yang berbeda, dan dipulangkan sebelum 2x24 jam bebas demam.
Definisi operasional : 1. Abortus infeksiosus adalah : Abortus inkomplit yang
disertai semua kriteria: demam (suhu rektal 38

C), perdarahan pervaginam berbau,

nyeri suprasimpiser dan uterus membesar serta pemeriksaan dalam vagina didapatkan
ostium uteri terbuka, nyeri adneksa dan goyang serviks. 2.Komplikasi adalah akibat
yang terjadi karena tindakan kuretasi seperti perforasi, sepsis dan kematian. 3. Tindakan
kuretasi segera adalah kuretasi yang dilakukan 3-4 jam pasca pemberian antibiotika atau
jam bila terjadi perdarahan aktif dan kuretasi tunda adalah kuretasi yang dilakukan 6
jam bebas demam atau 12-24 jam pasca pemberian antibiotika.

Pelaksanaan penelitian
Seluruh kasus abortus infeksiosus yang datang ke RS Sanglah Denpasar selama
masa periode penelitian dilakukan pemeriksaan fisik dan laboratorium sesuai standar
prosedur yang ada .Diberikan 3 macam antibiotika yaitu Sulbenisilin 3x1 gr i.v
Gentamisin 2x80 mg i.v dan Metronidazol 3x1 gr vaginal suppositoria sesuai dengan
prosedur terapi yang ada. Kelompok perlakuan dilakukan kuretasi segera dan kelompok
kontrol dilakukan kuretasi tunda. Dilakukan pemeriksaan temperatur rektal setiap jam,
dua jam pasca kuretasi penderita dirawat diruangan dan dilakukan pemeriksaan suhu
rektal setiap 6 jam. Dinyatakan sembuh dan dipulangkan bila minimal 48 jam bebas
demam (suhu rektal < 37,60C) pemeriksaan ginekologi tidak ditemukan tanda infeksi.

Hasil dan Diskusi


Selama kurun waktu penelitian dari 15 Agustus 1999 sampai dengan 30
September 2000 terdapat 87 kasus abortus infeksiosus, 70 kasus (80,5%) memenuhi
syarat sebagai sampel penelitian. Sisanya sebanyak 17 kasus tidak dapat diikutsertakan,
10 kasus dieksklusi karena perdarahan aktif masuk dalam kelompok kontrol dan 7 kasus
tidak dapat diberikan antibiotika sesuai prosedur penatalaksanaan abortus infeksiosus di
RS Sanglah Denpasar karena reaksi alergi terhadap salah satu jenis obat.
Karakteristik Sampel
Modus pada kelompok umur adalah 20-34 tahun yaitu lebih dari 75% (53
kasus)yang merupakan kelompok usia reproduksi optimal, hampir sama dengan yang
didapatkan Adhi dan Hartono 1 66,67%, serta Karkata dan Surya19 67,7% sebagian besar
kasus memiliki pendidikan SMU pada kedua kelompok masing masing 24 kasus
(68,6%) pada kelompok perlakuan dan 29 kasus (82,9% ) pada kontrol. Hanya 5,7% (4
kasus) yang memiliki pendidikan SD, dan Perguruan Tinggi. Lebih dari separuh
memiliki pekerjaan swasta, 13 kasus (18,6%) masih berstatus pelajar

Lebih dari

separuh kasus memiliki pekerjaan swasta yaitu 40 kasus (57,1%) tersebar merata pada
kedua kelompok. Kurang dari 25 % dari kelompok perlakuan maupun kontrol yang
sudah menikah yaitu masing-masing 17,1% (6 kasus) dan 20% (7 kasus), banyaknya
sampel yang belum menikah mungkin menjadi alasan seluruh sampel memiliki riwayat
abortus provokatus kriminalis.

Sangat berbeda dengan yang diperoleh Adhi dan

Hartono1 hanya 25,64% (9 kasus) belum menikah.. Alasan APC sebagian besar kasus

adalah karena masalah sosial ekonomi 41,4% (29kasus) dan 22,9% (16 kasus) karena
masih sekolah/kuliah.

Tidak ada sebaran karakteristik yang jauh berbeda antara

kelompok perlakuan maupun kontrol.


Semua kasus yang menjadi sampel penelitian ini dengan riwayat abortus
provokatus kriminalis (APC) dengan hampir separuh dilakukan oleh dokter 47,1% (33
kasus) dan 50% (35 kasus) dilakukan dukun. Hampir separuh (16 kasus) yang dilakukan
oleh dukun ditemukan korpus alienum berupa tangkai ketela pohon dan tangkai daun
sirih. Adhi dan Hartono1 mendapatkan 28 kasus (71,8%) dari abortus infeksiosus ada
riwayat APC, dengan pelaku utama dukun 25 kasus (59,52%) dengan cara dipijat atau
dimasuki batang ketela dan tidak ada satupun kasus yang dilakukan oleh dokter. Pelaku
APC dilaporkan sangat bervariasi oleh beberapa peneliti, dokter dilaporkan Surya dan
Manuaba4 48,4%, sedangkan Effendi20 hanya 5,1%. Peranan Dukun sebagai pelaku
APC rerata memiliki angka tinggi, Rattu

21

68,9%, Effendi

20

37,2% serta Surya dan

Manuaba 43,4%.4
Komparabilitas Sampel
Diantara kedua kelompok tersebut, tidak terdapat perbedaan yang bermakna
pada variabel perancu antara lain besar uterus, suhu rektal, nadi dan kadar hemoglobin
(kedua kelompok komparabel) pada p < 0,05 sehingga pengaruh variabel tersebut
terhadap hasil penelitian dapat diabaikan. Dilakukan kuretasi setelah 3-4 jam pasca
pemberian antibiotika (rerata 3,31 jam) pada kelompok perlakuan, sedangkan kelompok
kontrol kuretasi dilakukan antara 8-20 jam pasca antibiotika (rerata 16,72 jam), hampir
50% (17 kasus) dilakukan kuretasi masih dalam keadaan demam (12-24 jam pasca
pemberian antibiotika).
Tabel 1. Perbandingan data variabel perancu antara kelompok perlakuan
SEGERA
TUNDA
PEMERIKSAAN
Rerata
SD
Rerata
SD
Besar Uterus (Mgg)
11,46
3,66
9,86
2,76
Suhu rektal (0 C )
38,71
0,62
38,47
0,44
Nadi
103,71
8,50
99,46
8,00
Hemoglobin (g/dL)
10,65
1,22
10,74
1,26
Uji Statistik
Non parametric two sample Kolmogorov- Smirnov-Z test p < 0,05
Independent sample T test p < 0,05

dan kontrol
p
0,486
0,197
0,115
0,758 *

Batas umur kehamilan untuk melakukan induksi haid yang relatif aman
digunakan batas 9 minggu di Klinik Raden Saleh Jakarta6, sedangkan Friedman16
memakai batasan umur kehamilan 8-12 minggu sebagian besar dapat dilakukan dengan
aman pada tempat yang memiliki fasilitas yang baik. Dengan uji statistik Non
parametric two sample KolmogorovSmirnov Z 1,076 (p=0,197) tidak terdapat
perbedaan bermakna pada variabel suhu, demikian pula dengan nadi dan kadar
hemoglobin sehingga pengaruh variabel tersebut dapat diabaikan.
Lama Perawatan
Dilakukan uji statistik untuk menilai lama perawatan pada kelompok perlakuan
dan kontrol. Didapatkan hasil perbedaan yang bermakna (p < 0,05) antara kelompok
perlakuan dan kontrol dari lamanya hari rawat dengan uji statistik Non parametric two
sample Kolmogorov-Smirnov Z Test 1,673. Asymp. Sig. (2 tailed) p = 0,007 maupun
lamanya jam perawatan dengan uji statistik Independent T test (t 6,002. df 68 . Sig (2
tailed ) p = 0,000), dimana lama perawatan pada kelompok yang dilakukan kuretasi
segera memiliki perawatan yang lebih singkat secara bermakna dibandingkan kuretasi
tunda. Dari hasil penelitian terdahulu Agus dan Mayun

22

didapatkan perbedaan rerata

pada kasus abortus infeksiosus yang dilakukan kuretasi segera oleh karena perdarahan
aktif 2,8 hari dan 3,3 hari yang menunda 6 jam bebas demam serta 3,6 hari yang
menunda 12-24 jam pasca pemberian antibiotika. Adhi dan Hartono1 memperoleh bahwa
tindakan kuretasi 6 jam pertama mempunyai kecenderungan proporsi pasien demam
lebih rendah dan lama perawatan lebih pendek, namun karena sampel yang belum
memadai penelitian ini belum bermakna secara statistik (p>0,05). Hasil dapat dilihat
pada tabel 2.
Tabel 2. Perbandingan lamanya perawatan antara kelompok perlakuan dan kontrol.
SEGERA
Rerata
SD
59,97
3,83
2,89
0,4

TUNDA
Rerata
SD
72,29
11,52
3,43
0,5

LAMA RAWAT
P
Lama Jam Rawat (Jam)
0,000
Lama Hari Rawat (Hari)
0,007 *
Uji Statistik
Independent T test p < 0,05
*Non parametric two sample Kolmogorov-Smirnov Z Test p < 0,05

Komplikasi
Tidak ditemukan adanya komplikasi dini (perforasi, sepsis dan kematian), baik
pada kedua kelompok .
Kelemahan penelitian
Pada penelitian ini tidak dilakukan pemeriksaan pola kuman dan sensitivitas
kuman, yang dapat mempengaruhi hasil penelitian.
Simpulan dan Saran
Simpulan
Kuretasi segera pasca pemberian tiga jenis antibiotika dapat mempersingkat
lama perawatan pada kasus abortus infeksiosus, tidak ditemukan komplikasi baik pada
tindakan kuretasi segera maupun kuretasi tunda pasca pemberian tiga jenis antibiotika
pada kasus abortus infeksiosus.
Saran
Kuretasi segera pasca pemberian tiga jenis antibiotika dapat dipertimbangkan
sebagai penanganan abortus infeksiosus dengan pertimbangan dapat memperpendek
lama perawatan tanpa ada komplikasi yang ditimbulkan.
Disarankan adanya penelitian lebih lanjut dengan menyertakan pemeriksaan pola kuman
dan tes sensitivitas kuman.
Ucapan terimakasih
Kepada dr. Dharmadi, MPH, paramedis dan semua pihak termasuk penderita
yang telah bersedia berpartisipasi pada penelitian ini.
Daftar Pustaka
1.
2.
3.
4.
5.

Adhi P dan Hartono H.S (1992). Karakteristik abortus infeksiosus. Majalah


Obstetri dan Ginekologi Indonesia . 20 : 25-30.
Budiono W dan Wiknjosastro G.H (1999): Kelainan dalam lamanya kehamilan.
Dalam: Wiknjosastro GH, Saifuddin AB, Trijatmo R, eds. Ilmu Kebidanan .Edisi
ke5. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 302 20.
Supriyono K (1983). Abortus di Rumah Sakit Kariadi Semarang. Tesis. Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang.
Surya I.G.P, dan Manuaba I.B.G (1980). Data-data klinik abortus di RSUP
Sanglah Denpasar. Seminar Reproduksi Manusia. Fakultas Kedokteran UNUD.
Denpasar.
Sastrawinata (1982). Abortus di Rumah Sakit Hasan Sadikin . Univeritas
Padjadjaran, Bandung.

6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.

13.
14.

15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.

Affandi B,Gunardi E.R, Suryono S.S, Hadisaputra W, dan Djajadilaga (1999)


Dampak abortus terhadap kesehatan ibu di Indonesia. Majalah Obstetri dan
Ginekologi Indonesia .23 : 119-25.
Wiknyosastro H, Saifuddin A.B, Sukapraptoro S.D (1980). Beberapa
perbandingan corak penderita abortus di RSCM Jakarta dan RSHS Bandung.
Majalah Obstetri dan Ginekologi Indonesia , 6-8.
Kodim N (1999). Abortus : determinan sosial yang bermuara ke dokter. Majalah
Obstetri dan Ginekologi Indonesia .23 : 130-34.
Martin L.P. and Sara H.G (1994). Early pregnancy risks. In: Alan HD and
Martin LP, eds Current obstetric and gynecologic diagnosis and treatment. 8 th ed.
USA : Appleton and Lange, 307-10.
Charles C.C (1996). Spontaneous abortion. In : Niswander R and Evans AT, eds.
Manual of obstetrics. 5th ed. Boston :Little,Brown and Company, 261-9.
Cunningham F.G, Paul M.C, Leveno K.J, et al (1997). Abortion. In:
Cunningham FG, Paul MC, Leveno KJ,et al, eds. Williams obstetrics . 20 th ed.
Connecticut: Appleton and Lange, 579 601.
Paul F.B and Charles A.B (1997). Management of complications of first
trimester pregnancy termination. In : Daniel RM, Paul FB ,eds . Management of
common problems in obstetrics and gynecology . 3 rd ed. Boston : Blackwell
Scientific Publications, 858-63.
Richard H.S(1997). Handbook of obstetric emergencies. 3 rd ed. New York ;
Downstate Medical Centre, 1997; 3-6.
Saifuddin A.B, Adriaansz G, Wiknjosastro G.H, Waspodo D, (2001b)
Perdarahan pada kehamilan muda. Dalam : Saifuddin AB, Adriaanz
G,Wiknjosastro GH,Waspodo D, ed. Buku acuan nasional pelayanan kesehatan
maternal dan neonatal .Edisi ke-2.Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, hal 145-52.
Abadi A, Sukaputra B, Waspodo D ,dkk (1994). Pedoman diagnosis dan terapi.
Lab/UPF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan FK UNAIR. Surabaya.
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo, 6-7.
Friedman E.A (1998). Induction abortion. In : Friedman EA., Acker DB, Sachs
BP ,eds. Obstetrical decision Making. 2nd ed. B.C. Decker Inc, 44-5.
Mochtar R,(1995). Kelainan dalam tuanya kehamilan. Dalam: Mochtar R, eds.
Sinopsis obstetri . Edisi ke-2 . Jakarta : EGC, 231-40.
Manuaba I.B.G (1993). Abortus infeksiosus. Dalam : Melfiawati S. ed.
Penuntun kepaniteraan klinik obstetric dan ginekologi .Jakarta: EGC, 36.
Karkata K, Surya IGP, dan Duarsa S (1979). Abortus infeksiosus di RSUP
Sanglah Denpasar. Naskah Lengkap Sidang Ilmiah KOGI IV. Yogyakarta.
Effendi R (1980). Tinjauan beberapa karakteristik dan aspek sosiomedis
penderita abortus di RS Hasan Sadikin tahun 1977-1979. Tesis, Bagian Obstetri
dan Ginekologi FK UNPAD, Bandung.
Rattu R.B (1973) . Abortus provokatus kriminalis di RSU Manado. Naskah
Lengkap Kongres Obstetri dan Ginekologi Indonesia II. Surabaya.
Agus S dan Mayun M (1999). Abortus infeksiosus di RSUP Sanglah Denpasar
tahun 1996 1998 : Lab/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana / RSUP Sanglah, Denpasar.
Saifuddin A.B, Adriaansz G, Wiknjosastro G.H, Waspodo D, (2001a).
Manajemen kegawat-daruratan. Dalam : Saifuddin AB, Adriaanz G, Wiknjosastro

GH, Waspodo D, ed. Buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan
neonatal .Edisi ke-2. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, hal
60-82.

Anda mungkin juga menyukai