Pendahuluan
Komplikasi infeksi masih sering terjadi pada abortus, di samping perdarahan.
Abortus infeksiosus bisa terjadi pada setiap abortus, terutama abortus provokatus yang
dilakukan oleh orang yang tidak berkompeten. Dilaporkan bahwa kematian
pada
abortus lebih sering oleh karena infeksi (syok septik) dibandingkan perdarahan. 1.2
Kejadian abortus yang mengalami komplikasi infeksi memiliki angka berbedabeda untuk setiap rumah sakit di Indonesia yaitu berkisar 0,9-7,7%. Rumah Sakit
Dokter Kariadi (RSDK) Semarang pada penelitian Supriyono
mendapatkan
komplikasi infeksi pada abortus sebesar 2,7% dan 1,99% oleh Adhi dan Hartono
Angka yang lebih tinggi didapatkan oleh Surya dan Manuaba
8,9% dan Sastrawinata
WHO memperkirakan 20 juta abortus ilegal terjadi tiap tahun di dunia antara tahun
1995-2000. Banyak wanita yang masih melakukan aborsi pada tempat dan tenaga yang
tidak memiliki kemampuan. Sekitar 80.000 wanita meninggal tiap tahun akibat
komplikasi abortus ilegal, dengan rasio mortalitas 57 per 100.000 kelahiran hidup, di
Asia diperkirakan sekitar 48 dan di Indonesia antara 50-69 6. Kontribusi unsafe
abortion terhadap angka kematian ibu di Indonesia berkisar antara 10% Affandi dkk 6,
13% Wiknjosastro dkk
9-14
dan
penanganan
demikian
dapat
dipertanggung-jawabkan
karena
17
Manuaba 18 hingga 7 hari bila tetap demam seperti yang dilakukan di RS Sardjito UGM
Yogyakarta19.
memerlukan perawatan khusus ( diabetes mellitus, ginjal, penyakit jantung, dan liver).
Kriteria pengeluaran adalah : tidak bersedia melanjutkan pengobatan, mendapat jenis
dan cara pengobatan yang berbeda, dan dipulangkan sebelum 2x24 jam bebas demam.
Definisi operasional : 1. Abortus infeksiosus adalah : Abortus inkomplit yang
disertai semua kriteria: demam (suhu rektal 38
nyeri suprasimpiser dan uterus membesar serta pemeriksaan dalam vagina didapatkan
ostium uteri terbuka, nyeri adneksa dan goyang serviks. 2.Komplikasi adalah akibat
yang terjadi karena tindakan kuretasi seperti perforasi, sepsis dan kematian. 3. Tindakan
kuretasi segera adalah kuretasi yang dilakukan 3-4 jam pasca pemberian antibiotika atau
jam bila terjadi perdarahan aktif dan kuretasi tunda adalah kuretasi yang dilakukan 6
jam bebas demam atau 12-24 jam pasca pemberian antibiotika.
Pelaksanaan penelitian
Seluruh kasus abortus infeksiosus yang datang ke RS Sanglah Denpasar selama
masa periode penelitian dilakukan pemeriksaan fisik dan laboratorium sesuai standar
prosedur yang ada .Diberikan 3 macam antibiotika yaitu Sulbenisilin 3x1 gr i.v
Gentamisin 2x80 mg i.v dan Metronidazol 3x1 gr vaginal suppositoria sesuai dengan
prosedur terapi yang ada. Kelompok perlakuan dilakukan kuretasi segera dan kelompok
kontrol dilakukan kuretasi tunda. Dilakukan pemeriksaan temperatur rektal setiap jam,
dua jam pasca kuretasi penderita dirawat diruangan dan dilakukan pemeriksaan suhu
rektal setiap 6 jam. Dinyatakan sembuh dan dipulangkan bila minimal 48 jam bebas
demam (suhu rektal < 37,60C) pemeriksaan ginekologi tidak ditemukan tanda infeksi.
Lebih dari
separuh kasus memiliki pekerjaan swasta yaitu 40 kasus (57,1%) tersebar merata pada
kedua kelompok. Kurang dari 25 % dari kelompok perlakuan maupun kontrol yang
sudah menikah yaitu masing-masing 17,1% (6 kasus) dan 20% (7 kasus), banyaknya
sampel yang belum menikah mungkin menjadi alasan seluruh sampel memiliki riwayat
abortus provokatus kriminalis.
Hartono1 hanya 25,64% (9 kasus) belum menikah.. Alasan APC sebagian besar kasus
adalah karena masalah sosial ekonomi 41,4% (29kasus) dan 22,9% (16 kasus) karena
masih sekolah/kuliah.
21
68,9%, Effendi
20
Manuaba 43,4%.4
Komparabilitas Sampel
Diantara kedua kelompok tersebut, tidak terdapat perbedaan yang bermakna
pada variabel perancu antara lain besar uterus, suhu rektal, nadi dan kadar hemoglobin
(kedua kelompok komparabel) pada p < 0,05 sehingga pengaruh variabel tersebut
terhadap hasil penelitian dapat diabaikan. Dilakukan kuretasi setelah 3-4 jam pasca
pemberian antibiotika (rerata 3,31 jam) pada kelompok perlakuan, sedangkan kelompok
kontrol kuretasi dilakukan antara 8-20 jam pasca antibiotika (rerata 16,72 jam), hampir
50% (17 kasus) dilakukan kuretasi masih dalam keadaan demam (12-24 jam pasca
pemberian antibiotika).
Tabel 1. Perbandingan data variabel perancu antara kelompok perlakuan
SEGERA
TUNDA
PEMERIKSAAN
Rerata
SD
Rerata
SD
Besar Uterus (Mgg)
11,46
3,66
9,86
2,76
Suhu rektal (0 C )
38,71
0,62
38,47
0,44
Nadi
103,71
8,50
99,46
8,00
Hemoglobin (g/dL)
10,65
1,22
10,74
1,26
Uji Statistik
Non parametric two sample Kolmogorov- Smirnov-Z test p < 0,05
Independent sample T test p < 0,05
dan kontrol
p
0,486
0,197
0,115
0,758 *
Batas umur kehamilan untuk melakukan induksi haid yang relatif aman
digunakan batas 9 minggu di Klinik Raden Saleh Jakarta6, sedangkan Friedman16
memakai batasan umur kehamilan 8-12 minggu sebagian besar dapat dilakukan dengan
aman pada tempat yang memiliki fasilitas yang baik. Dengan uji statistik Non
parametric two sample KolmogorovSmirnov Z 1,076 (p=0,197) tidak terdapat
perbedaan bermakna pada variabel suhu, demikian pula dengan nadi dan kadar
hemoglobin sehingga pengaruh variabel tersebut dapat diabaikan.
Lama Perawatan
Dilakukan uji statistik untuk menilai lama perawatan pada kelompok perlakuan
dan kontrol. Didapatkan hasil perbedaan yang bermakna (p < 0,05) antara kelompok
perlakuan dan kontrol dari lamanya hari rawat dengan uji statistik Non parametric two
sample Kolmogorov-Smirnov Z Test 1,673. Asymp. Sig. (2 tailed) p = 0,007 maupun
lamanya jam perawatan dengan uji statistik Independent T test (t 6,002. df 68 . Sig (2
tailed ) p = 0,000), dimana lama perawatan pada kelompok yang dilakukan kuretasi
segera memiliki perawatan yang lebih singkat secara bermakna dibandingkan kuretasi
tunda. Dari hasil penelitian terdahulu Agus dan Mayun
22
pada kasus abortus infeksiosus yang dilakukan kuretasi segera oleh karena perdarahan
aktif 2,8 hari dan 3,3 hari yang menunda 6 jam bebas demam serta 3,6 hari yang
menunda 12-24 jam pasca pemberian antibiotika. Adhi dan Hartono1 memperoleh bahwa
tindakan kuretasi 6 jam pertama mempunyai kecenderungan proporsi pasien demam
lebih rendah dan lama perawatan lebih pendek, namun karena sampel yang belum
memadai penelitian ini belum bermakna secara statistik (p>0,05). Hasil dapat dilihat
pada tabel 2.
Tabel 2. Perbandingan lamanya perawatan antara kelompok perlakuan dan kontrol.
SEGERA
Rerata
SD
59,97
3,83
2,89
0,4
TUNDA
Rerata
SD
72,29
11,52
3,43
0,5
LAMA RAWAT
P
Lama Jam Rawat (Jam)
0,000
Lama Hari Rawat (Hari)
0,007 *
Uji Statistik
Independent T test p < 0,05
*Non parametric two sample Kolmogorov-Smirnov Z Test p < 0,05
Komplikasi
Tidak ditemukan adanya komplikasi dini (perforasi, sepsis dan kematian), baik
pada kedua kelompok .
Kelemahan penelitian
Pada penelitian ini tidak dilakukan pemeriksaan pola kuman dan sensitivitas
kuman, yang dapat mempengaruhi hasil penelitian.
Simpulan dan Saran
Simpulan
Kuretasi segera pasca pemberian tiga jenis antibiotika dapat mempersingkat
lama perawatan pada kasus abortus infeksiosus, tidak ditemukan komplikasi baik pada
tindakan kuretasi segera maupun kuretasi tunda pasca pemberian tiga jenis antibiotika
pada kasus abortus infeksiosus.
Saran
Kuretasi segera pasca pemberian tiga jenis antibiotika dapat dipertimbangkan
sebagai penanganan abortus infeksiosus dengan pertimbangan dapat memperpendek
lama perawatan tanpa ada komplikasi yang ditimbulkan.
Disarankan adanya penelitian lebih lanjut dengan menyertakan pemeriksaan pola kuman
dan tes sensitivitas kuman.
Ucapan terimakasih
Kepada dr. Dharmadi, MPH, paramedis dan semua pihak termasuk penderita
yang telah bersedia berpartisipasi pada penelitian ini.
Daftar Pustaka
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
GH, Waspodo D, ed. Buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan
neonatal .Edisi ke-2. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, hal
60-82.