sepuluh tahun ini. Selama kurun waktu yang terasa singkat itu dia tidak pernah menghubungiku. Bahkan lewat surat. Semua orang yang kenal dengannya tahu hampir tidak ada siapapun lagi di dunia ini yang lebih suka menulis surat dari pada ibuku. Ia sangat senang menulis surat. Setiap hari paling tidak ia menulis satu surat untuk beberapa orang temannya, atau untuk dirinya sendiri jika dia sudah kehabisan teman untuk dikirimi surat. Tapi selama sepuluh tahun, selama aku melewati segaris waktu yang begitu mudah dilupakan, tidak satu suratpun dari ibu yang datang padaku. Segera saja aku mengabaikan semua orang dan seluruh dunia ketika suara tua ibuku yang sudah sama sekali berubahatau hanya perasaanku terdengar pelan di telefon. Dia meninggal tadi pagi... Kenapa begitu mendadak? aku segera memotong ucapannya. Tanpa dijelaskan, aku sudah tahu siapa yang ibuku maksud. Dia pergi dengan tenang di rumah sakit. Adakah yang dia ucapkan tentangku? Aku memotong lagi. Selama beberapa saat Dia terdiam. Ditengah-tengah jeda yang sunyi itu aku bisa mendengar suara-suara yang tidak asing lagi. Suara rumahku yang telah aku tinggalkan untuk selamanya, suara dunia dibelakang ibu, dan suara isakan tangis yang berusaha habis-habisan untuk ditahan. Tidak perlu merasa bersalah. Tapi usahakanlah untuk datang kepemakaman besok. Aku melihat jam tangan. Selama beberapa saat aku dilingkupi perasaan aneh. Aku tidak paham apakah kesedihan atau rasa lega yang lebih menguasaiku. Tapi aku tidak bisa menyangkal kenyataan bahwa aku merasa bahagia karena suara ibu akhirnya bisa aku dengar lagi sebelum dia meninggal. Berita duka yang dia ucapkan dengan lirih hanya mengusik perasaanku sedikit saja sehingga setelah dia selesai bicara dan telefon ditutup, aku hanya terdiam dengan perasaan hampa. Hanya satu suara pelan di benakku berbicara hal yang telah aku pahamu sepenuhnya, berulang-ulang, dan tanpa berperasaan sedikitpun. Dia meninggal tadi malam, ketika aku sedang mendekap tubuh seorang wanita tidak dikenal di kamar hotel.