Anda di halaman 1dari 9

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmatNya lah
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah ini dibuat sebagai bentuk
pertanggungjawaban atas tugas Teologi Moral yang telah diberikan.
Makalah ini juga dimaksudkan sebagai refleksi dan pemikiran kritis kelompok kami
dalam

mengungkap dan menghadapi realita di masyarakat, terutama dalam lingkup Moral

Perkawinan.
Semoga melalui makalah ini, kita semua menjadi terbantu dalam membentuk persepsi
yang benar akan pandangan Moral Perkawinan menurut dasar ajaran agama Katolik.

MORAL PERKAWINAN

A. PEMAPARAN KASUS
Persoalan mengenai perkawinan dewasa ini dalam masyarakat umum :
1. Poligami sosial
2. Kawin kontrak
3. Free sex
4. Kumpul kebo
5. Cerai karena tidak cocok
6. Cerai karena mandul
7. Kekerasan dalam rumah tangga
Pada kesempatan kali ini, kami akan membahas persoalan mengenai Moral Perkawinan,
yaitu Kawin Kontrak dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Contoh kasus :
Kasus 1
Merdeka.com - Kawin kontrak marak terjadi di kawasan Cisarua, Bogor, Jawa Barat.
Mayoritas pelaku kawin kontrak adalah warga negara asing.
Namun parahnya, kebanyakan perempuan yang rela dinikahi secara kontrak itu telah bersuami.
Sebelum dinikahi, pelaku harus terlebih dulu meminta izin kepada suami dari perempuan itu.
"Di sini laki-laki Arab kalau mau nikahin wanita itu harus izin suaminya dulu. Kalau suami oke
nanti tanda tangan kontrak pakai materai. Kalau enggak setuju ya enggak bisa," kata Rudi,
warga setempat, kepada merdeka.com, di Desa Batu Layang, Cianjur, Jawa Barat, Senin (19/2).
Namun Rudi menyanggah jika kawin kontrak ini dilakukan oleh warga Cisarua. Dia
mengatakan kebanyakan tetangganya hanya menampung para tenaga kawin kontrak.
"Kebanyakan dari Cirebon, Cianjur. Mereka ditampung di vila-vila di sini," kata Rudi.
Rudi mengungkapkan tidak semua warga Arab yang datang dan kawin kontrak menelantarkan
anaknya. "Kebanyakan mereka kawin selama tiga bulan. Nanti pergi kalau punya anak ya
sudah, tapi ada juga yang enggak nelantarin anaknya," tutup dia.
Setidaknya ada 20 RT di sejumlah desa di Cisarua yang memiliki klien WNA kawin kontrak.
Kebanyakan warga asing yang melakukan kawin kontrak di kawasan ini berasal dari
Afghanistan dan Pakistan. Tarif yang ditawarkan mereka bisa sampai puluhan juta perbulannya untuk kawin kontrak.

Kasus 2
REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Kepolisian Daerah Riau, sepanjang 2014, telah
menerima dan memproses sebanyak 305 kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang
rata-rata dilakukan oleh suami terhadap isteri dan keluarga terhadap pembantu serta lainnya.
"Untuk kasus KDRT dilakukan penanganan khusus dan beberapa berhasil dimediasikan hingga
antara suami dan isteri kembali rujuk dan rukun," kata Kapolda Riau, Brigjen Pol Dolly
Bambang Hermawan, kepada pers di Pekanbaru, Sabtu.
Ia mengatakan sebagian kasus KDRT merupakan laporan yang diterima dari Badan
Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (BP3AKB) Riau,
sebagian juga dilaporkan langsung oleh korbannya.
Menurut catatan kepolisian dan BP3AKB Riau, dominan kasus kekerasan dalam rumah tangga
dialami oleh keluarga miskin, namun sebagian juga dialami keluarga menengah ke atas dengan
intensitas pertemuan yang rendah.
Bahkan, menurut catatan, KDRT juga terjadi di keluarga anggota Polri. Terakhir ada empat
orang personel Polresta Pekanbaru dipecat tidak dengan hormat (PTDH) setelah menjalani
sidang Komisi Kode Etik (KKE).
Keempat anggota polisi tersebut dinilai terlibat dalam kasus penyalahgunaan narkoba, desersi
dan terlibat dalam kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).

B. ANALISIS
Dari kasus 1 diatas, kita dapat mengetahui bahwa faktor ekonomi diajdikan alasan
untuk melakukan praktek illegal ini. Suatu perkawinan adalah sesuatu yang sakral yang
disaksikan oleh kerabat, keluarga, dan bentuk pertanggungjawaban kepada Tuhan. Melalui
perkwinan, cinta Tuhan dapat tumbuh dan menciptakan suasana harmonis di dalamnya.
Pekawinan bukan suatu monopoli politi, ekonomi, sosial, ataupun budaya. Perkawinan
hendaknya dimaknai sebagai suatu anugrah dan karunia dari Tuhan. Perkawinan yang
dilandasi rasa cinta dapat menghasilkan suatu perkawinan yang berkualitas dan
mendatangkan kebahagiaan di dalamnya. Hidup berkeluarga merupakan panggilan dan
peristiwa iman, dimana ada cinta kasih di dalamnya. Cinta kasih muncul atas kehendak
Allah yang mempertemukan dan mempersatukan pria dan wanita dalam sebuah ikatan suci
karena Allah lewat sakramen perkawinan dan menguduskan mereka. Maka pernikahan
bersifat monogam dan tak terceraikan. Hidup berkeluarga memenuhi panggilan Allah yang

luhur untuk menjadi partner kerja Allah dalam menyempurnakan kehidupan melalui
prokreasi, unisi dan rekreasi serta menjadi gereja mini untuk menguatkan iman Kristiani.
Apabila perkawinan disalah gunakan satas nama duniawi, bahkan uang sekalipun, berarti
manusia tersebut telah berdosa, baik dihadapan sesama maupun dihadapan Tuhan. Uang
sebagai landasan hidup berkeluarga niscaya akan membawa penderitaan dalam hidup
perkawinan. Bahkan, anak sebagai buah cinta suami dan istri dapat menjadi korban
keegoisan dan sikap tidak bertanggungjawab dari kedua orang tuanya. Tak jarang mereka
ditelantarkann dan bahkan dijadikan objek kemarahan akibat pertengkaran dalam rumah
tangga.
Dari kasus 2, kelompok kami berasumsi bahwa kekerasan memang sama sekali tidak
dibenarkan menurut dasar Kitab Suci. Tuhan memberi manusia perasaan, dan hendaknya
manusia saling mengasihi satu sama lain, seperti yang dikatakan oleh Yesus, hukum yang
utama dan teruama adalah Kasih. Tantangan hidup berkeluarga rentan terjadi pada keluarga
yang landasan cinta kasihnya kurang kuat, yaitu perbedaan cara mendidik anak, perlakuan
tidak adil terhadap anak, kenakalan remaja akibat kurangnya perhatian, dan kasus KDRT
dalam bentuk kekerasan fisik, psikis, seksual dan ekonomi. Hal ini terjadi jika dalam
keluarga posisi antara pria dan wanita yang tidak seimbang (dalam hal karir: ada yang
memiliki gaji/jabatan paling tinggi, ada yang tidak bekerja; strata sosial), kecemburuan
sesama saudara kandung dan pandangan yang keliru bahwa laki-laki (ayah) paling berkuasa
dibanding perempuan (ibu) dan anak.
Strategi untuk menghadapi tantangan tersebut kembali kepada pria dan wanita
selama masa pranikah dalam mengenal pasangan, bagaimana mereka memupuk cinta kasih
dalam menyepakati komitmen hidup berkeluarga, dan menghidupi komitmen tersebut
setelah menikah. Kesadaran untuk saling menghargai, melengkapi dan menerima pasangan
dalam sikap sabar, murah hati, tidak cemburu, tidak sombong, adil, percaya dan penyerahan
total kepada Allah yang memberkati dan menghadirkan kebahagiaan dalam keluarga akan
menumbuhkan keharmonisan. Kesepakatan bersama dalam mendidik anak dan mengajarkan
cinta kasih yang adil akan memupuk kerukunan antar anggota keluarga.
C. PRINSIP MORAL PERKAWINAN MENURUT AGAMA KATOLIK
Arti Perkawinan Katolik

Arti perkawinan katolik menurut KHK 1983 kan.1055 1 adalah perjanjian (foedus) antara
seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk membentuk kebersamaan hidup. Latar
belakang definisi ini adalah dokumen Konsili Vatikan II, Gaudium et Spes 48).
Tujuan Perkawinan
Perkawinan mempunyai tiga tujuan yaitu: kesejahteraan suami-isteri, kelahiran anak, dan
pendidikan anak. Tujuan utama ini bukan lagi pada prokreasi atau kelahiran anak.
Sifat dasar perkawinan Katolik.
Perkawinan Katolik itu pada dasarnya berciri satu untuk selamanya dan tak terceraikan. Kita
menyebutnya sifat Monogam dan Indissolubile. Monogam berarti satu laki-laki dengan satu
perempuan, sedang indissolubile berarti, setelah terjadi perkawinan antara orang-orang yang
dibaptis (ratum)secara sah dan disempurnakan dengan persetubuhan, maka perkawinan
menjadi tak terceraikan, kecuali oleh kematian. Ini dapat kita temukan dalam Hukum Gereja
tahun 1983 (kan. 1141).
Berdasarkan penjelasan di atas, perkawinan dalam agama Katolik dipandang sebagai salah
satu aspek kehidupan yang sacral dimana melalui perkawinan, manusia ikut ambil bagian
dalam perwujudan iman serta karya keselamatan Allah. Melalui perkawinan, manusia
membentuk sebuah keluarga dimana melaui kelurga itulah iman dan pengajaran iman
pertama kali diberikan kepada anak. Melaui keluarga, Tuhan bekerja dan berkarya.
Suatu ikatan perkawinan dalam agama Katolik adalah kekal. Seperti yang telah tertulis
dalam Matius 19:4-6, yang berbunyi :
19:4 Jawab Yesus: "Tidakkah kamu baca, bahwa Ia yang menciptakan manusia sejak
semula menjadikan mereka laki-laki dan perempuan?
19:5 Dan firman-Nya: Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu
dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging.
19:6 Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah
dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia."

Maka sudah sepantasnya suatu perceraian tidak diperbolehkan dalam ajaran agama Katolik.
Cinta Kasih sebagai Dasar, Semangat dan Tujuan Perkawinan
Fungsi cinta hendaknya ditempatkan sebagai dasar, semangat dan tujuan (Paus Yohanes
Paulus II, 1994:art.18).
1. Dasar
Syarat utama dan esensial yang perlu dipenuhi untuk membangun persekutuan hidup
adalah cinta karena cinta adalah sebuah pengalaman yang personal dan penuh misteri.
Dalam pengalaman tersebut terjadi komitmen yang dibentuk oleh pria dan wanita atas
dasar perbedaan dan tanggungjawab. Konsekuensinya adalah bahwa orang tidak cukup
layak hidup bersama tanpa saling mencintai. Maka pernikahan atas dasar paksaan,
apapun alasannya, merupakan tindakan yang tidak manusiawi karena melanggar Hak
Asasi Manusia.
2. Semangat
Banyak faktor mengakibatkan tergesernya perhatian terhadap kepentingan keluarga
sendiri yang mengakibatkan terjadinya konflik dalam keluarga. Apabila segala
kepentingan yang diupayakan oleh keluarga, baik menyangkut kebutuhan interm atau
ekstern ditempatkan dalam semangat dan sikap dasar demi dan atas nama cinta, tidak
perlu terjadi konflik. Cinta dapat menjadi semangat yang dapat mendatangkan sukacita
jika diekspresikan melalui sikap sikap seperti sabar, murah hati, tidak cemburu, tidak
sombong, adil dan penuh pengharapan (lih. 1Kor 13:4-7).
3. Tujuan
Tujuan pernikahan diarahkan untuk mengembangkan dan memurnikan cinta kasih suami
istri menuju kesejahteraan dan kebahagiaan hidup bersama ( GS art.49).
Tujuan lain hidup berkeluarga yang lebih bersifat sekunder, seperti : memperoleh
keturunan, pemenuhan kebutuhan seksual, serta mencapai kesejahteraan hidup (sosial,
ekonomi, material, dll).
4. Cinta dan Seksualitas
Berkaitan dengan aspek jiwa, cinta manusia akan menunjuk dinamika dan pengalaman
batinnya yakni : tertarik, suka, rindu, bahagia, semangat atau bergairah, nyaman, dsb.
Ketertarikan antar pria dan wanita adalah suatu kenyataan kodrat.

Seks dipahami sebagai jenis kelamin pria atau wanita dari sisi biologis dan merupakan
ciri kepriaan atau kewanitaan yang kodrati. Seksualitas merupakan kualitas kepriaan dan
kewanitaan yang mewarnai seluruh kepribadian seseorang.
Penghayatan cinta dalam perspektif hidup berkeluarga harus berorientasi pada keluhuran
martabat manusia menuju keutuhan pribadi dan pemenuhan peran diri sebagai rekan
kerja Allah.
D. HUKUM GEREJA MENGENAI PERKAWINAN KATOLIK
Penataan hukum
Setiap perkawinan orang Katolik, meski hanya satu yang Katolik, diatur oleh ketiga
hukum ini, yaitu 1 hukum ilahi, 2 hukum kanonik, dan 3hukum sipil sejauh menyangkut
akibat-akibat sipil. Hukum ilahi adalah hukum yang dipahami atau ditangkap atas dasar
pewahyuan, atas dasar akal sehat manusia sebagai berasal dari Allah sendiri.
Contohnya, sifat monogam, indissolubile, kesepakatan nikah sebagai pembuat
perkawinan, dan halangan-halangan nikah. Hukum ini mengikat semua orang, tanpa
kecuali (termasuk non-katolik). Hukum kanonik atau hukum Gereja adalah norma yang
tertulis yang disusun dan disahkan oleh Gereja, bersifat Gerejawi dan dengan demikian
hanya mengikat orang-orang yang dibaptis Katolik saja (kan. 11). Sedangkan hukum sipil
adalah hukum yang berhubungan dengan efek sipil yang berlaku di daerah ybs., misalnya
di Indonesia ini, ada hal-hal yang ditetapkan oleh pemerintah, seperti usia calon,
pencatatan sipil, dsb.
Karena perkawinan menyangkut kedua belah pihak bersama-sama, maka orang nonKatolik yang menikah dengan orang Katolik selalu terikat juga oleh hukum Gereja.
Gereja mempunyai kuasa untuk mengatur perkawinan warganya, meski hanya salah satu
dari pasangan yang beriman Katolik. Artinya, perkawinan mereka baru sah kalau
dilangsungkan sesuai dengan norma-norma hukum kanonik (dan tentu ilahi).
Karena bersifat Gerejani, maka negara tidak mempunyai hak apapun untuk menyatakan
sah/tidaknya perkawinan Katolik maupun perkara di antara pasangan yang menikah.
Kantor Catatan Sipil di Indonesia mempunyai tugas hanya mencatat perkawinan yang
telah diresmikan agama, dan tidak bertugas melaksanakan perkawinan, dalam arti
mengesahkan suatu perkawinan.
Penyelidikan kanonik
Penyelidikan sebelum perkawinan, dalam prakteknya disebut sebagai penyelidikan
kanonik. Penyelidikan ini dimaksud agar imam atau gembala umat mempunyai kepastian

moral bahwa perkawinan yang akan dilaksanakan nanti sah (valid) dan layak (licit)
karena yakin bahwa tidak ada halangan yang bisa membatalkan dan tidak ada larangan
yang membuat perkawinan tidak layak. Kepastian ini harus dimiliki demi menjaga
kesucian perkawinan.
Hal-hal yang diselidiki adalah soal status bebas calon, tidakadanya halangan dan
larangan, serta pemahaman calon akan perkawinan Kristiani. Secara khusus di bawah ini
akan dipaparkan halangan-halangan nikah yang mesti diketahui baik oleh calon, maupun
oleh mereka yang menjadi saksi, bahkan oleh seluruh umat yang mengenal calon. (Rm.
Erwin Santoso MSF)

KATA PENUTUP

Demikianlah tugas ini dapat kami buat. Mohon maaf jika ada kesalahan dalam penulisan
dan pembuatan tugas makalah ini.
Semoga tugas makalah ini dapat memperkuat mental kita sebagai warga Kristiani, yang
berlandaskan hukum Kasih.

DAFTAR PUSTAKA
L, Mustiana, 2013, Para suami di Puncak rela istri kawin kontrak dengan
orang

Arab

,http://www.merdeka.com/peristiwa/para-suami-di-

puncak-rela-istri-kawin-kontrak-dengan-orang-arab.html,

diakses

pada 21 Februari 2015, pukul 14.54 WIB.


Anonim, 2015, Kasus KDRT di Riau Capai 305 Kasus, http://www.republika.co.id/berita/
nasional/daerah/15/01/03/nhl3z1-kasus-kdrt-di-riau-capai-305-kasus, diakses pada
21 Februari 2015, pukul 15.14 WIB.

Anda mungkin juga menyukai