(ELIMINASI FEKAL)
By : V.M.Endang Sri Purwadmi Rahayu
ELIMINASI FEKAL
Eliminasi fekal atau defekasi merupakan proses pembuangan sisa metabolism
yang tidak terpakai.Eliminasi yang teratur penting untuk fungsi tubuh normal. Perubahan
pada defekasi dapat menyebabkan masalah pada GI dan bagian tubuh lain, karena sisasisa pruduk adalah racun. Pola defekasi bersifat individual, bervariasi dari berapa kali
sehari sampai berapa kali seminggu. Jumlah feses yang dikeluarkanpun bervariasi
jumlahnya tiap individu.
ANATOMI DAN FISIOLOGI GI
1. Saluran GI bagian atas
Makanan yang masuk akan dicerna secara mekanik dan kimiawi di mulut dan di
lambung. Dengan bantuan enzim dan asam lambung. Selanjutnya makanan yang sudah
dalam bentuk chyme didorong ke usus halus.
2. Saluran GI bagian bawah
Saluran GI bawah meliputi usus halus dan usus besar. Ususs halus terdiri atas
duodenum, jejunum dan ileum, yang panjangnya 6 meter dan diameter 2,5 cm.
Sedangkan usus besar terdiri atas sekum, kolon dan rektum yang bermuara pada anus.
Panjang usus besar 1,5 meter dan diameternya kira-kira 6 cm. Makanan yang masuk ke
dalam usus sudah berbentuk chyme dari lambung. Usus mengabsorpsi air, nutrien,
elektrolit, vitamin dan zat besi. Usus sendiri mensekresi mukus, potasium, bikarbonat dan
enzim.
Chyme bergerak karena adanya peristaltik usus dan akan berkumpul menjadi feses
di usus besar. Dari makan sampai mencapai rektum normalnya diperlukan waktu 12 jam.
Gerakan kolon terbagi menjadi 3 bagian yaitu : Haustral Shuffing ( gerakan mencampur
chyme untuk membantu absorpsi air), Kontraksi Haustral ( gerakan untuk mendorong
materi cair dan semi padat sepanjang kolon ), dan Gerakan Peristaltik ( berupa
gelombang, gerakan maju ke anus ).
PROSES DEFEKASI
Defekasi adalah proses pembuangan atau pengeluaran sisa metabolisme berupa
feses dan flatus yang berasal dari saluran pencernaan melalui anus.
Terjadi 2 macam refleks dalam proses defekasi :
1. Refleks defekasi intrinsik
Refleks ini berawal dari feses yang masuk ke rektum sehingga terjadi distensi
rektumyang menyebabkan rangsangan pada fleksus mesenterikus dan terjadilah gerakan
1
peristaltik. Setelah feses sampai di anus, secara sistematis sfingter interna relaksasi,
terjadilah defekasi.
2. Refleks defekasi parasimpatis
Feses yang masuk ke rektum akan merangsang saraf rektum yang kemudian
diteruskan ke spinal cord. Dari spinal cord kemudian dikembalikan ke kolon desendens,
sigmoid dan rektum yang menyebabkan intensifnya peristaltik, relaksasi sfingter internal,
maka terjadilah defekasi.
Dorongan feses juga dipengaruhi oleh kontraksi otot abdomen, tekanan difragma,
dan kontraksi otot elevator. Defekasi dipermudah oleh fleksi otot femur dan posisi
jongkok.
KARAKTERISTIK FESES
Komposisi feses terdiri dari 75% air dan 25% zat padat (seperti : bakteri, bahan
organik (kalsium dan fosfat), selulosa yang tidak dicerna, lemak dan protein). Komposisi
tidak dipengaruhi oleh diet karena bagian terbesar dari massa feses berasal dari nondiet
tetapi diturubkan dari saluran GI.
Warna feses tergantung dari makanan atau obat-obatan yang dimakan atau
diminum. Normal feses orang dewasa berwarna coklat karena pengaruh pigmen-pigmen
empedu/pemecahan empedu oleh bakteri usus (sterkobilin. Morbilin, dan aktivitas
bakteri). Abnormal hitam (mengkonsumsi zat besi) / ter (melena) atau perdarahan
saluran GI atas, merah terang / gelap (perdarahan saluran GI bawah, hemoroid), putih
atau tanah liat (tidak ada kandung empedu), pucat mengandung lemak (mnengabsorpsi
lemak). Sedangkan pada bayi, normal berwarna kuning.
Bau normalnya tajam/menyengat ( dibentuk oleh bakteri usus / indol dan skatol
dan dipengaruhi oleh jenis makanan ). Sedangkan yang abnormal amis atau busuk
(perubahan berbahaya) akibat darah di dalam feses atau infeksi.
Konsistensi normal lembek/lunak berbentuk silinder. Abnormal cair (diare,
penurunan absorpsi), dan padat ( konstipasi ).
Frekuensi Normal bervariasi, pada bayi : 4-5 kali sehari (Asi) atau 1 3 kali
sehari (susu botol). Sedangkan pada orang dewasa : 1 -2 kali sehari sampai 1 kali tiap 2
3 hari atau setiap hari sampai 2 3 kali seminggu. Abnormal pada bayi lebih dari 6 kali
sehari atau satu kali setiap 1 2 hari, sedangkan orang dewasa lebih dari 3 kali sehari
atau kurang dari satu kali seminggu atau lebih dari 3 hari atau kurang dari 1kali tiap 3
hari, akibat dari hipomotilitas atau hipermotilitas.
Jumlah normal 150 gram perhari (orang dewasa). Abnormal steatorea : bulk
(feses banyak, berlemak, berbusa, bau menyengat, feses abu-abu dengan lapisan perak).
Bentuk normal menyerupai diameter rektum/silinder. Abnormal sempit,
berbentuk pinsil ( obstruksi, peristaltik yang cepat ).
Unsur unsur normal makanan yang tidak dicerna, bakteri mati, lemak, pigmen
empedu, sel sel yang melapisi mukosa usus, dan air. Abnormal darah, pus, materi
asing, lendir, dan cacing (perdarahan internal, infeksi, materi materi yang tertelan,
iritasi, dan inflamasi.
Bayi memiliki lambung yang kecil dan lebih sedikit mensekrasi enzim
pencernaan. Makanan seperti zat pati yang kompleks, ditoleransi dengan buruk. Makanan
melewati saluran pencernaan dengan cepat karena gerakan peristaltik berlangsung dengan
cepat. Bayi tidak mampu mengontrol defekasi karena kurangnya perkembangan
neuromuskuler, dan tidak terjadi sampai usia 2 3 tahun.
Pada masa remaja, pertumbuhan usus besar terjadi sangat pesat. Sekresi HCl
meningkat, khususnya pada anak laki laki. Anak remaja, biasanya mengkonsumsi
makanan dalam jumlah yang lebih banyak.
Pada lansia, beberapa lansia mungkin sudah tidak memiliki gigi sehingga tidak
bisa mengunyah makanan dengan baik. Jumlah enzim pencernaan di dalam saliva dan
volume asam lambung menurun seiring proses penuaan. Ketidakmampuan mencerna
makanan yang mengandung lemak mencerminkan terjadinya kehilangan enzim lipase.
Hasil penelitian (Ross, 1990 dalam Potter dan Perry, 2006) menyatakan 91%
lansia yang berusia rata-rata 76 tahun yang dirawat di rumah sakit mengalami diare atau
konstipasi.
Selain itu, gerakan peristaltik usus menurun seiring dengan peningkatan usia dan
melambatnya pengosongan esofagus yang menyebabkan rasa tidak nyaman pada
epigaster abdomen.
Lansia juga kehilangan tonus otot pada otot dasar perineum dan sfingter anus
sehingga mengalami kesulitan mengontrol pengeluaran feses. Beberapa lansia kurang
menyadari kebutuhan defekasi akibat melambatnya impuls saraf sehingga cenderung
mengalami konstipasi.
4. Posisi tubuh selama defekasi
Posisi duduk atau jongkok merupakan posisi normal saat defekasi. Toilet modern
dirancang untuk duduk tegak ke arah depan, menyebabkan tekanan intra abdomen dan
mengkontraksi otot-otot pahanya. Untuk pasien yang imobilisasi dibantu ke posisi duduk
di atas pispot..
5. Privacy
Kebanyakan individu merasa lebih mudah defekasi di kamar mandi mereka
sendiri. Dan banyak orang memerlukan jaminan keamanan (psikologis) selama defekasi.
Pemandangan, suara, bau dan fasilitas kamar mandi atau menggunakan pispot yang
digunakan bersama-sama di rumah sakit sering menimbulkan rasa malu, sehingga
menyebabkan pasien mengabaikan kebutuhan untuk defekasi.
6. Gaya hidup (perilaku) dan kebiasaan hidup
Kebiasaan untuk melatih pola defekasi sejak kecil secara teratur, fasilitas defekasi,
kebiasaan mengabaikan defekasi. Refleks defekasi dan keinginan defekasi akan hilang
setelah beberapa menit, jika keinginan awal diabaikan. Individu mempunyai kebiasaan
makan / minum (sarapan) dahulu pagi hari sebelum defekasi karena refleks gastrokolik
paling mudah distimulasi setelah sarapan. Individu mempunyai kebiasaaan defekasi
setiap pagi atau tidak punya pola kecuali merespons keinginan defekasi kapan saja.
7. Faktor Psikologis
Liburan dan traveling. Cemas akut / kronik, marah, takut, depresi, dan emosional
dapat meningkatkan motilitas isi usus atau sekresi mukus sehingga menimbulkan diare.
Begitu pula hospitalisasi, perubahan pekerjaan, gangguan personal / hubungan keluarga
dapat menyebabkan stres akut. Sedangkan stres kronik dapat menurunkan aktivitas isi
usus sehingga menurunkan frekuensi defekasi.
8. Aktivitas fisik / Imobilisasi
Aktivitas fisik meningkatkan peristaltik, sedangkan imobilisasi menekan
motilitas usus. Melemahnya otot-otot dasar panggul dan abdomen merusak kemampuan
individu untuk meningkatkan tekanan intra abdomen dan untuk mengontrol sfingter
eksterna. Tonus otot dapat melemah atau hilang akibat penyakit dalam jangka waktu yang
lama atau penyakit neurologis yang merusak transmisi saraf.
9. Nyeri
Pada kondisi normal defekasi tidak mnyeri. Tapi pada beberapa kondisi
(hemoroid, bedah rektum, fistula rektum, bedah abdomen, dan post partum dapat
menimbulkan rasa nyeri atau tidak nyaman ketika defekasi akibatnya klien seringkali
menahan keinginan untuk defekasi, sehingga akan terjadi konstipasi.
10. Medikasi atau Pengobatan
Laksatif dan Katartik melunakkan feses dan meningkatkan peristaltik. Tetapi
penggunaan dalam jangka waktu yang lama menyebabkan usus besar kehilangan tonus
ototnya dan menjadi kurang responsif terhadap stimulasi yang diberkan oleh laksatif.
Penggunaan laksatif yang berlebihan menyebabkan diare.
Obat analgetik narkotik menekan gerakan peristaltik. Zat besi dan obat opiat dapat
menyebabkan konstipasi, Antibiotika menyebabkan diare. Obat-obatan antikolinergik,
seperti atropin, atau glikopirolat (Robinul) menghambat sekresi asam lambung dan
menekan motilitas saluran GI sehingga berakibat konstipasi. Obat antasid dapat
menyebabkan konstipasi / diare.
11. Kehamilan
Meningkatnya usia kehamilan dan ukuran fetus, memberikan tekanan pada
rektum menyebabkan konstipasi pada trimester terakhir. Wanita hamil yang sering
mengedan saat defekasi dapat menyebabkan hemoroid yang permanen.
12. Prosedur Diagnostik
Pemeriksaan radiologi dan endoskopi memerlukan pengosongan atau
pembersihan isi di bagian usus dengan laksatif atau enema. Penggunaan barium
menimbulkan konstipasi dan fecal impaction karena barium mengeras bila dibiarkan
dalam saluran GI.
13. Pembedahan dan anestesi
Anestesi umum yang digunakan selama proses pembedahan membuat gerakan
peristaltik berhenti untuk sementara waktu. Agens anestesi dapat menghambat impuls
saraf parasimpatis ke otot usus. Kerja anestesi tersebut memperlambat atau menghentikan
Adanya upaya mengedan dan kadang-kadang dapat menimbulkan nyeri pada rektum saat
defekasi.
Konstipasi terjadi akibat pengeluaran feses melalui usus besar lambat atau lama di
usus besar dan lama kontak dengan mukosa usus akibat motilitas usus halus melambat
sehingga terjadi absorpsi air yang berlebihan dari feses.
Setiap individu mempunyai pola defekasi individual, tapi belum tentu pola
defekasinya setiap hari. Defekasi hanya setiap 4 hari atau lebih dianggap tidak normal.
Tetapi pada lansia setiap 2 3 hari sekali tanpa ada kesulitan, nyeri atau perdarahan
dianggap normal.
Klien yang menderita riwayat penyakit kardiovaskuler, penyakit yang
menyebabkan peningkatan intraokular (glukoma), dan peningkatan intrakranial harus
mencegah konstipasi dan hindari penggunaan manuver valsava. Menghembuskan nafas
melelui mulut selama mengedan menghindari manuver valsava.
Penyebab umum konstipasi adalah diet serat inadekuat (diet rendah serat dalam
bentuk lemak hewani seperti : daging, produk-produk susu dan telor, serta KH murni
(makanan penutup yang berat), makanan halus atau rendah sisa, menunda defekasi /
kebiasaan defekasi yang tidak teratur, intake cairan yang kurang dari 1000 Ml sehari,
penurunan aktivitas, tirah baring yang panjang, stres kronik, penggunaan laksatif dalam
jangka waktu yang lama, dan obat-obatan (opiat, antikolinergik, zat besi, diuretik, antasid
dalam kalsium atau aluminium, obat-obatan antiparkinson), kondisi neurologis (cedera
pada medula spinalis, tumor), serta penyakit-penyakit organik (seperti : hipotiroidisme,
hipokalsemia, dan hipokalemia, dan pada lansia mengalami perlambatan peristaltik,
kehilangan elastisitas otot abdomen, serta penurunan sekresi mukosa usus., kelainan
saluran GI seperti obstruksi usus, ileus paralitik, dan divertikulitis.
2. Fecal Impaction / Impaksi Feses
Impalsi feses adalah akumulasi / pengumpulan feses keras dan mengendap di
dalam rektum merupakan akibat dari konstipasi yang tidak diatasi, dapat menimbulkan
perasaan yang tidak menyenangkan, atau konstipasi yang terus menerus.
Tanda impaksi feses yang jelas adalah ketridakmampuan untuk mengeluarkan
feses beberapa hari, walaupun terdapat keinginan berulang untuk defekasi defekasi.
Impaksi ditandai oleh perasaan nyata pada rektal, abdomen penuh atau kembung,
malaise, kurang nafsu makan *anoreksia, nausea, vomiting, keluar feses diare secara
mendadak / kontinu.
3. Diare
Diare adalah peningkatan frekuensi defekasi dan peningkatan jumlah feses
dengan konsistensi cair dan tidak berlemak. Diare adalah gejala gangguan yang
mempengaruhi proses pencernaan, absorpsi, dan sekresi di dalam saluran GI.
.Meningkatnya pergerakan GI sehingga aliran feses terlalu cepat keluar melalui GI bawah
(usus halus dan kolon) sehingga absorpsi air sedikit. Iritasi di dalam kolon dapat
menyebabkan peningkatan sekresi lendir. Akibatnya feses tinggi air (encer) dan
mengandung elektrolit sehingga klien tidak dapat mengontrol keinginan defekasi.
Pada bayi seringkali sulit dikaji. Bayi yang disusui ibunya edapat defekasi 5 8
kali sehari dengan feses lunak. Ibu atau perawat harus mengkaji peningkatan jumlah feses
nyeri dan kram. Flatus adalah akumulasi gas di dalam traktus GI. Dalam kondisi normal,
gas dalam usus keluar melalui mulut (bersendawa) atau melalui anus (flatus). Namun
jika ada penurunan motilitas usus akibat penggunaan opiat, agens anestesi umum, bedah
abdomen atau imobilisasi, flatulen dapat menyebabkan distensi abdomen, dan
menimbulkan nyeri yang sangat menusuk.
Ada 3 sumber penyebab flatulen yaitu menelan udara, aksi bakteri di usus besar,
dan difusi dari darah. Menelan udara dapat terjadi akibat kecemasan, makan dan minum
terlalu cepat, penggunaan sedotan minum yang salah, mencerna terlalu banyak minuman
yang mengandung bikarbonat, mengunyah permen karet, menghisap permen dan
merokok. Sedangkan p[roduksi udara oleh bakteri di usus besar dikeluarkan melalui anus.
Kira-kira 7 10 liter gas diproduksi setiap hari tetapi hanya 0,6 liter yang dikeluarkan
(flatus). Sering flatus dapat diakibatkan oleh iritasi usus yang menyebabkan peningkatan
pergerakan kolon. Makanan yang mengandung tinggi gas seperti kol, bawang merah, dan
buncis.
6. Distention
Distention adalah akumulasi dari flatus yang berlebihan atau isi usus yang padat,
yang menyebabkan distensi abdomen. Keluhan klien adalah perut penuh, gelisah, tidak
nyaman mengeluarkan flatus dan feses.
Pada inspeksi ditemukan distensi atau cembung bagian abdomen, ini tergantung
banyaknya flatus dan cairan di usus. Auskultasi didapatkan suara hipoaktif atau
kombinasi hipo dan hiperaktif. Perkusi ditemukan suara timpani bila isinya gas, tumpul
(dullnes) bila isinya cairan.
Penyebab distensi abdomen adalah obstruksi pencernaan (seperti ileus paralitik,
infeksi abdomen dan tumor abdomen), bedrest / aktivitas terbatas, operasi dengan GA,
manipulasi usus saat pembedahan (24 72 jam post operasi), konstipasi dan impaksi
fekal.
7. Hemoroid
Hemoroid adalah vena-vena yang berdilatasi, membengkak di lapisan rektum.
Ada 2 jenis hemoroid yaitu hemoroid internal dan hemoroid eksternal. Hemoroid internal
memiliki membran mukosadi lapisan luarnya.sedangkan hemoroid eksternal terlihat jelas
sebagai penonjolan kulit, apabila lapisan vena mengeras, dan akan terjadi perubahan
warna menjadi keunguan.
Penyebabnya adalah peningkatan tekanan vena akibat mengedan saat defekasi,
selama masa kehamilan, pada gagal jantung kongestif, dan penyakit hati kronik.
PENGKAJIAN
1. Riwayat Keperawatan (Anamnese)
Bagaimana pola defekasi klien yang biasa (frekuensi dan waktu defekasi) ?
Bagaimana karakteristik feses (warna, konsistensi, bau, bentuk) ?
2. Pengkajian Fisik
Melakukan pemeriksaan fisik dengan cara inspeksi, auskultasi, perkusi dan
palpasi. Pada mulut (inspeksi gigi, lidah, dan gusi), abdomen (Inspeksi 4
kuadran abdomen untuk melihat kesimetrisan, warna kulit perut, bentuk, masa,
distensi, gelombang peristaltik, jaringan parut, tenderness, pola pembuluh darah
vena, stoma dan lesi. Auskultasi bising usus, normal terjadi tiap 5 15 detik dan
berlangsung sampai beberapa detik. Palpasi untuk melihat adanya masa atau
area nyeri. Dan perkusi untuk mendeteksi lesi, cairan, atau gas) dan rektum dan
anus (inspeksi daerah sekitar anus untuk melihat adanya lesi, fistula, masa,
perubahan warna, inflamasi, tenderness, dan hemoroid)
3. Prosedur diagnostik : visualisasi struktur GI melalui pendekatan langsung maupun
tidak langsung (seperti endoskopi, Barium swallow / enema, USG, dan lain-lain).
4. Pemeriksaan laboratorium seperti spesimen feses, tes Guaiak, dan lain-lain.
DIAGNOSA KEPERAWATAN (Nanda)
1. Konstipasi yang berhubungan dengan
a. Fungsional : perubahan lingkungan (imobilisasi, kurang privacy, dll);
kebiasaan menghindari keinginan BAB, BAB tidak teratur; kelemahan
otot abdomen dan toileting tidak adekuat
b. Psikologis : depresi, stres emosional, kebingungan mental
c. Farmakologis : antikonvulsan, laksatif overdosis, opiate, antidepresan,
antilipemik, diuretik, antacid dengan aluminium
d. Mekanik : abses rektum, fisura anal, megakolon prolaps rektal,
kelemahan neurologis, hemoroid, dan kehamilan
e. Fisiologis : kebiasaan makan buruk, intake cairan tidak adekuat /
dehigrasi, kebersihan mulut tidak adekuat, perubahan pola makan
2. Diare yang berhubungan dengan stres dan ansietas, asupan diet, alkoholik,
keracunan, penyalahgunaan laksatif, inflamasi, malabsorpsi, dan iritasi
10
IMPLEMENTASI
1. Pendidikan Kesehatan
a. Pendidikan Kesehatan
Diet seimbang : intake tinggi serat (buah segar atau dimasak / diolah, sayuran,
jus buah dan sayuran,dll) kira-kira 800 gram sehari.
Intake cairan : Mengkonsumsi cairan 1500 -2000 Ml atau 8 10 gelas sehari
(kecuali ada k/i), prune jus, minuman hangat (kopi, teh, air hangat + lemon jus),
dan minum segelas air hangat 30 m3nit sebelum sarapan pagi.
Apabila diare, perawat dapat merekomemdasikan makanan yang rendah serat
dan tidak mengkonsumsi makanan yang menimbulkan gangguan lambung dan
kram perut.
Terapi diet untuk klien dengan ostomi, minggu pertama setelah pembedahan
diet rendah serat (seperti : roti, mie, nasi, keju krim, telur (tidak digoreng), jus
buah yang disaring, daging tidak berlemak, ikan, dan daging unggas), terutama
pada ileostomi karena usus halus perlu adaptasi dengan diversi. Bila ostomi sudah
pilih, klien dapat mengkonsumsi hampir semua jenis makanan. Klien dengan
ileostomi harus makan dengan perlahan dan mengunyah makanan sampai
sempurna. Minum air 10 12 gelas sehari.Klien dengan ostoma agar
menghoindari makanan yang mengeluarkan gas dan bau.
b. Aktivitas dan latihan
Tekankan pentingnya latihan yang teratur
Anjurkan berjalan, mengendarai sepeda, atau berenang menstimulasi peristaltik
Ambulasi secepat mungkin bagi klien yang sementara mengalami imobilisasi
Jika berjalan dilarang :
@ Ajarkan pasien berbaring di tempat tidur atau duduk di kursi dan tekuk satu
lutut ke arah dada bergantian ( 10 20 kali setiap lutut ) 3 4 kali sehari
11
@ Ajarkan pasien duduk di kursi atau berbaring di tempat tidur dan balikan
badan dari sisi ke sisi (20 -30 kali) 6 19 kali sehari
c. Meningkatkan kebiasaan defekasi secara teratur / kebiasaan defekasi
Tentukan waktu defekasi yang teratur : 1 kali sehari, 2 kali sehari, atau setiap 2
hari
Untuk memiliki kebiasaan defekasi yang teratur, seorang klien harus mengetahui
kapan keinginan untuk defekasi muncul secara normal.
Apabila klien harus menjalani tirah baring atau membutuhkan bantuan dalam
berjalan, perawat harus menawarkan sebuah pispot dan pasang sampiran untuk
menjaga privacy pasien atau membantu klien ke kamar mandi.
d. Meningkatkan defekasi normal
Untuk membantu klien defekasi secara teratur dan tanpa rasa tidak nyaman.,
beberapa intervensi dapat menstimulasi refleks defeksi/, memepengaruhi karakter
feses, atau meningkatkan peristaltik usus.
Posisi jongkok
Mengatur posisi di atas pispot. Saat mengatur posisi klien penting mencegah
agar otot tidak tegang sehingga tidak menimbulkan rasa tidak nyaman. Bila klien
sudah berada di atas pispot, perawat meninggikan kepala tempat tidur dengan
sudut 30 derajat.
Pemberian katartik dan laksatif, yang memberikan efek jangka pendek
mengosongkan usus. Tersedia dalam bentuktablet dan supositoria (bentuk yang
paling efektif karena efek stimulasinya pada mukosa rektum).
Agens antidiare. Antidiare yang paling efektif adalah opat, seperti kodein fosfat,
opium tintur (Paregoric), dan defenoksilat (lomotil). Agens opiat antidiare
menurunkan tonus otot usus sehingga memperlambat pengeluaran feses. Opiat
juga menghambat gelombang peristaltik yang menggerakkan feses ke arah depan.
Enema. Tujuan utama enema adalah untuk meningkatkan defekasi dengan
menstimulasi peristaltik. Volume cairan yang dimasukkan, memecah masa feses,
meregangkan dinding rektum, dan mengawali refleks defekasi.
e. Meningkatkan rasa nyaman
Nyeri yang timbul saat jaringan hemoroid secara langsung teriritasi.
Flatulen juga dapat menyebabkan rasa tidak nyaman, terutama jika terjadi
distensi. Tujuan utama pada klien hemoroid adalah mengeluarkan feses berbentuk
lunak dan tanpa nyeri. Asupan diet dan cairan srta latiohan fisik secara teratur
yang tepat akan memungkinkan feses lunak. Kompres panas lokal pada hemoroid
yang bengkak dan rendam duduk membuat rasa nyeri hilang sementara.
Untuk meredakan rasa tidak nyaman akibat flatulen, lakukan tindakan
untuk mengurangi flatus atau meningkatkan pengeluyaran flatus. Hindari jumlah
udara yang tertelan dengan mengurangi minum minumam ringan yang
mengandung karbonat, tidak menggunakan sedotan untuk minum, tidak
mengunyah permen karet atau permen yang keras. Apabila flatulen menyebabkan
penurunan peristaltik usus, dipasang NGT untuk mengeluarkan flatus. Bila
flatulen menyebabkan kram abdomen, anjurkan ambulasi untuk menstimulasi
peristaltik dan mengeluarkan gas. Dan bila gagal masukkan selang rektum. Saat
akan memasukkan selang, klien berbaring miring seperti posisi pemberian
12
enema, masukkan selang lebih dalam untuk mencapai tempat flatus terakumulasi
(dewasa 15 CM, pada anak 5 -10 CM. .Balutan kasa atau pelapis kedap air
ditempatkan sekeliling selang rektum yang terbuka untuk menampung materi
feses yang encer. Pemakaian selang rektum tidak boleh lebih dari 30 menit.
Pemakaian selang rektum secara kontinu dapat menyebabkan ekskoriasi pada
rektum dan anus.
f. Mempertahankan integritas kulit
Klien dengan diare atau inkontinensia feses dan klien yang memiliki ostomi
berisiko mengalami kerusakan kulit bila kandungan feses tertinggal di kulit.
Daerah anus dapat dilindungi dengan menggunakan jeli petrolatum, oksida zink,
atau minyak lain yang dapat menjaga kelembaban kulit, mencegah kulit kering,
dan pecah-pecah. Beberapa agens antijamur berbentuk bubuk efektif melawan
jamur. Jangan gunakan bedak bayi atau tepung jagung karena tidak mengandung
materi medis dan melekat pada kulit serta sulit dibersihkan.
g. Meningkatkan konsep diri
Inkontinensia yang sering, feses yang berbau busuk, dan peralatan ostomi dapat
menyebabkan perubahan pada citra tubuhnya. Akibatnya mungkin klien
menghindari sosialisasi atau tidak berkeinginan merawat dirinya. Maka tindakan
perawat :
Beri kesempatan klien mendiskusikan masalah atau rasa takutnya tentang masalah
defekasi
Berikan klien dan keluarganya informasi sehingga mereka dapat menangani
masalah defekasi
Berikan umpan balik positif bila klien berupaya melakukan perawatan dirinya
secara mandiri
Bantu klien menangani kondisi tapi jangan mengharapkan klien menyukainya
Jaga privasi klienselama prosedur berlangsung
Perlihatkan sikap menerima dan memahami klien.
Dukungan perawat sangat penting untuk membantu klien kembali ke gaya hidup
normal yang semula.
2.
3.
4.
5.
6.
Membantu BAB
Memberi Huknah / lavament
Memberi Glycerin Spuit
Melatih Bowel Training
Melaksanakan Evakuasi Feses
7.
Pemberian Enema
Pemberian suppositoria
Mengajarkan program manajemen defekasi
Diare
Pengobatan penyebabnya.
Istirahatkam usus dengan membatasi intake oral
Pemberian antidiare
Inkontinensia feses
Mengajarkan program manajemen defekasi
Berikan beberapa alat untuk membantu defekasi
Flatulen dan distensi
Berikan antiflatulen
Tingkatkan aktivitas
Pasang rectal tubes
Pemberian nasogastric decompression
Pemberian return flow enema ( Enema aliran balik atau bilasan Harris, suatu
irigasi kolon yang ringan, yang membantu mengeluarkan flatus). Perawat
memasukkan larutan enema ringan (100 200 ML) ke dalam rektum dan kolon
klien. Kemudian perawat merendahkan wadah enema untuk memungkinkan
larutan mengalir kembali ke selang rektum dan menuju ke dalam wadah. Ulangi
beberapa proses ini beberapa kali membantu mengurangi flatus dan meningkatkan
gerakan peristaltik.
14
Prosedur
NO
1.
LANGKAH-LANGKAH
Jelaskan prosedur pada pasien
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15
RASIONALISASI
Mengurangi ansietas pasien dan
meningkatkan kerjasama pasien
Memberikan privasi pasien
Memudahkan bekerja
Mengurangi rasa malu pasien
Mencegah transmisi mikroorganisme
(infeksi)
Mencegah membasahi/mengotori linen
tempat tidur
Memudahkan memasang bedpan
supaya posisinya benar dan memberi
kenyamanan pada pasien
CATATAN
1. Observasi karakteristik feses (jumlah, konsistensi, warna, bau, bentuk)
2. Selama prosedur, observasi keadaan umum pasien dan jangan melelahkan pasien.
Serta menjaga privasi pasien.
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah prosedur.
B. MEMBERIKAN HUKNAH ATAU ENEMA ATAU LAVAMENT
Pengertian
Enema / huknah / lavament adalah memasukkan cairan / larutan ke dalam rektum.
Tujuan :
1. Mengurangi konstipasi, membuang gas (flatus) dan melunakkan feses.
2. Membersihkan kolon bawah dan rektum untuk persiapan prosedur diagnostik dan
pembedahan.
3. Untuk memasukkan obat.
Tipe tipe enema
1. Enema pembersih, meningkatkan evakuasi feses secara lengkap dari kolon.
Enema ini bekerja dengan cara menstimulasi peristaltik melalui pemasukan
sejumlah besar larutan. Volume maksimum yang dianjurkan adalah : Bayi 150
-250 ml; Todler 250 350 ml; Anak usia sekolah 300 500 ml; Remaja 500 750
ml; dan Dewasa 750 1000 ml. Larutan enema pembersih air kran, normal
salin, larutan sabun, dan salin hipertonik volume rendah. Setiap larutan
mempunyai efek osmotik yang berbeda, yang mempengaruhi pergerakan cairan di
antara kolon dan ruang interstisiil di luar dinding usus. Bayi dan anak- anak
hanya boleh diberikan salin normal karena mereka mempunyai risiko
ketidakseimbangan cairan.
2. Enema retensi minyak melumasi rektum dan kolon. Feses mengabsorpsi
minyak sehingga feses menjadi lebih lunak dan lebih mudah dikeluarkan. Untuk
meningkatkan kerja minyak, klien dianjurkan mempertahankan enema selama
beberapa jam.
3. Enema carminative, menghilangkan distensi gas. Enema ini meningkatkan
kemampuan untuk mengeluarkan flatus. Contoh larutan MGW yang mengandung
30 ml Magnesium, 60 ml gliserin, dan 90 ml air.
4. Enema aliran balik atau bilasan Harris, merupakan irigasi kolon yang ringan,
yang membantu mengeluarkan flatus. Perawat mula-mula memasukkan sejumlah
kecil (100 200 ml) larutan enema ringan ke dalam rektum dan kolon pasien.
Kemudian perawat merendahkan wadah enerma untuk memungkinkan larutan
mengalir kembali melalui selang rektum dan menuju ke dalam wadah. Ulangi
proses ini beberapa kali membantu mengurangi flatusdan meningkatkan gerakan
peristaltik.
5. Enema medikasi, mengandung obat-obatan. Enema ini bertujuan medis. Contoh :
natrium polistiren, digunakan untuk mengobati pasien yang memiliki kadar
16
kalium serum yang tinggi. Larutan neomicin, antibiotik yang digunakan untuk
mengurangi bakteri di kolon sebelum pasien menjalani pembedahan usus.
Persiapan alat dan bahan :
1. Peralatan huknah (irigator) + tube (selang rektal) ujung bulat dengan ukuran :
@ dewasa No 22 32 FR,
@ pada anak-anak No 14 18 FR
@ dan bayi No 12 FR.
2. Cairan / larutan hangat antara lain
@ Air kran / air ledeng, bersifat hipotonik dan mempunyai tekanan osmotik
yang lebih rendah dari pada cairan di dalam ruang intersiil. Enema air kran
tidak boleh dilakukan ulang karena dapat terjadi keracunan air atau beban
berlebih, jika air diabsorpsi dalam jumlah besar.
@ Larutan sabun (sabun castile, sabun dari minyak zaitun dan natrium
hidroksida) dapat ditambahkan ke dalam NaCl atau air kran yang
menyebabkan iritasi usus, guna menstimulasi peristaltik. Rasio air hangat atau
NaCl dengan sabun castile 1000 ml : 5 ml (1 sdt ).
@ Normal salin (NaCl), secara fisiologis merupakan larutan terbaik untuk
digunakan karena larutan ini mempunyai tekanan osmotik yang sama dengan
cairan yang ada di ruang interstisiil yang mengelilingi usus.
@ Larutan hipertonik yang dimasukkan ke dalam usus, memberikan tekanan
osmotik yang menarik cairan keluar dari ruang interstisiil. Kolon terisi cairan,
akibatnya terjadi distensi yang menimbulkan defekasi. Enema ini dirancang
untuk cairan dalam volume kecil (120 180 ml biasanya efektif}. Komersial
Fleets enema. Kontra indikasi pada klien yang mengalami dehidrasi dan bayi.
Jumlah cairan / larutan :
* Dewasa : 750 1000 ml
* Remaja : 500 750 ml
* Anak usia sekolah : 300 500 ml
* Todler : 250 350 ml
* Bayi : 150 250 ml
Suhu larutan untuk orang dewasa 40,5 43 derajat Celcius atau 105 109
derajat Fahrenheit, dan untuk anak 37 derajat Celsius.
3. Sarung tangan sekali pakai
4. Pelumas larut dalam air
5. Termometer air
6. Klem (pengatur pada selang)
7. Baskom berisi air + sabun, waslap, dan handuk
8. Perlak/pengalas kedap air
9. Selimut mandi
10. Bedpan atau commode atau pispot atau akses ke toilet
11. Toilet paper
12. Tiang infus
Prosedur
17
NO
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
LANGKAH - LANGKAH
Jelaskan prosedur pada pasien
RASIONALISASI
Mengurangi ansietas pasien dan
meningkatkan kerjasama selama
prosedur untuk meminimalkan risiko
cedera
Tutup ruangan atau pasang tirai
Memberikan privasi pasien
Pasang selimut mandi dan buka pakaian Mengurangi rasa malu pasien
bawah. Biarkan hanya areal anal yang
terpajan
Letakkan perlak di bawah panggul dan Mencegah membasahi linen tempat
bokong pasien
tidur
Bantu pasien pada posisi SIMS kiri Memungkinkan
larutan
enema
(dewasa) atau dorsal recumbent (anak)
mengalir ke bawah dengan gravitasi
sepanjang lengkung naturalm kolon
sigmoid dan rektum sehingga
memperbaiki retensi cairan/larutan.
Letakkan bedpan/pispot dekat tempat Agar mudah diambil bila p[asien
tidur
tidak mampu menahan enema
Siapkan wadah/irigator dan cairan/larutan Air panas dapat membakar mukosa
hangat dan tutup klem pengatur
usus.
Mencegah
kehilangan
cairan/larutan awal saat ditambahkan
ke wadah/ irigator
Cuci tangan dan kenakan sarung tangan
Mengurangi
transmisi
mikroorganisme (infeksi)
Beri pelumas pada ujung selang rektal 3 Mencegah risiko iritasi atau trauma
4 inchi (7,4 - 10 CM)
mukosa rektal
Regangkan bokong dan instruksikan Menghembuskan nafas meningkatkan
untuk rileks dengan menghembuskan relaksasi sfingter anus eksternal
nafas perlahan melalui mulut
Masukkan ujung selang rektal perlahan Insersi hati hati mencegah trauma
dengan mangarahkan ke umbilikus
pada
mukosa
rektal
akibat
Panjang insersi 7,2 10 cm (3 4 inci) penusukkan selang secara tidak
untuk dewasa, 5 7,5 cm (2 3 inci) sengaja pada dinding. Insersi
untuk anak-anak dan 2,5 - 3,25 cm (1 melebihi batas yang tepat, dapat
1,5 inci) untuk bayi. Tarik selang segera menyebabkan perforasi usus.
bila ada obstruksi
Tinggi irigator :
Memungkinkan penginfusan perlahan
- Huknah tinggi 30 cm ( 12 inci) di atas terus menerus sebelum volume yang
panggul pasien
cukup
diinfuskan.
Meninggikan
- Huknah rendah 30 45 cm (12 18 inci) irigator terlalu tinggi menyebabkan
di atas panggul pasien
penginfusan cepat dan kemungkinan
- Bayi 7,5 cm (3 inci)
nyeri akibat distensi kolon. Tekanan
yang tinggi dapat menyebabkan
ruptur usus pada bayi
Buka klem pengatur dan biarkan cairan / Penginfusan cepat dapat merangsang
18
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
larutan
masuk
perlahan
Waktu
memasukkan enema bervariasi sesuai
dengan volume larutan yang dimasukkan
(misalnya 1000 cc dalam 10 menit) dan
juga
sesuai
dengan
kemampuan
pasienuntuk menerima kecepatan infus
yang diberikan
Rendahkan irigator atau klem selang bila
pasien mengeluh kram atau bila cairan
keluar di sekitar selang
Klem selang bila semua cairan / larutan
sudah diinfuskan
Jelaskan pada pasien bahwa perasaan
distensi normal, minta pasien menahan
cairan / larutan 5 10 menit atau selama
mungkin sambil berbaring tenang di
tempat tidur. Untuk bayi dan anak-anak
pegang kedua bokong selama beberapa
menit.
Lepaskan sarung tangan dengan posisi
terbalik dan buang ke dalam wadah yang
telah disiapkan
Bantu pasien ke kamar mandi bila tidak
ada kontra indikasi atau membantu posisi
di atas bedpan/pispot/commode
Observasi karakter feses dan larutan yang
diikeluarkan (ingatkan pasien jangan
menyiram
toilet
sebelum
perawat
menginspeksi)
19
20
Prosedur
NO
LANGKAH-LANGKAH
1. Jelaskan prosedur pada pasien
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
RASIONALISASI
Mengurangi ansietas pasien dan
meningkatkan
kerjasama
selama
prosedur untuk meminimalkan risiko
cedera
Tutup ruangan atau pasang sampiran / Memberikan privasi pasien
tirai
Pasang selimut mandi dan buka pakaian Mengurangi rasa malu pasien
bawah. Biarkan hanya areal anal yang
terpajan
Letakkan perlak / pengalas di bawah Mencegah membasahi linen tempat
panggul dan bokong pasien dan siapkan tidur
bengkok di dekat pasien
Bantu pasien pada posisi SIMS kiri Memungkinkan
cairan
glyserin
(dewasa) atau dorsal recumbent (anak)
mengalir ke bawah dengan gravitasi
sepanjang lengkung natural kolon
sigmoid
dan
rektum
sehingga
memperbaiki retensi cairan/larutan.
Letakkan bedpan/pispot dekat tempat Agar mudah diambil bila pasien tidak
tidur
mampu menahan enema
Cuci tangan dan kenakan sarung tangan
Mengurangi transmisi mikroorganisme
(infeksi)
Spuit diisi gliserin 10 20 CC / buka
paket minyak enema retensi
Beri pelumas pada ujung kanul spuit
glyserin
Masukkan ujung kanul rektal perlahan
dengan mengarahkan ke umbilikus
12.
13.
11.
21
15.
16.
17.
18.
22
2. Menawarkan minuman panas (teh) atau juice buah (prune) atau cairan lain yang
secara normal merangsang peristaltik usus sebelum waktu defekasi
3. Membantu pasien ke toilet pada waktu yang telah disepakati dengan pasien
4. Klien dianjurkan duduk di atas kloset
5. Anjurkan pasien menegakkan badan pada pinggul, untuk memberikan tekanan
manual dan mengedan kedua tangan pasien menekan pada abdomen (jangan
mengedan untuk menstimulasi pengosongan kolon)
CATATAN :
1. Jangan mengkritik atau membuat frustasi pasien bila gagal defekasi
2. Pertahankan latihan normal sesuai kemampuan fisik pasien
E. MELAKUKAN EVAKUASI FESES (MENGELUARKAN FESES DENGAN
JARI)
Pengertian
Tindakan memasukkan jari perawat ke dalam rektum pasien untuk mengambil /
menghancurkan massa feses dan mengeluarkannya dalam bentuk yang hancur.
Tujuan :
1. Mengeluarkan massa feses terlalu besar / keras bila pemberian huknah /
enema tidak berhasil
2. Memberikan kenyamanan pada pasien
Persiapan alat dan bahan
1. Sarung tangan sekali pakai
2. Pelumas larut dalam air / jelly
3. Perlak
4. Selimut mandi
5. Baskom + air, waslap, sabun dan handuk
6. Bedpan / pispot
Prosedur
NO
1.
2.
3.
4.
LANGKAH - LANGKAH
RASIONALISASI
23
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
CATATAN :
1. Jangan terlalu memanipulasi rektal karena dapat menyebabkan iritasi pada
mukosa, perdarahan dan perangsangan saraf vagus. Perangsangan vagus dapat
menyebabkan perlambatan frekuensi jantung dan bahaya disritmia pada beberapa
pasien.
2. Penyuluhan, pada pasien diajarkan cara mencegah impaksi feses.
24
3. Pada anak-anak bila harus dilakukan, didahului dengan penjelasan yang hati-hati
pada orang tua dan anak-anak.
4. Pada lansia, tingginya presentasi lansia yang mempunyai penyakit kardiovaskuler
kronik, sehingga risiko disritmiua lebih tinggi (penggunaan laksatif dan atau
enema).
5. Tindakan ini dilakukan pada pasien yang mengalami impaksi, massa feses
mungkin terlalu besar untuk dikeluarkan secara volunter bila pemberian enema
tidak berhasil.
F.SOP PERAWATAN KO9LOSTOMI
Pengertian
Perawatan kolostomi adalah sebuah tindakan keperawatan dalam hal membersihkan
stoma kolostomi, kulit sekitar stoma, dan mengganti kantong kolostomi secara berkala
sesuai kebutuhan.
Tujuan
1. Menjaga kebersihan pasien sendiri.
2. Mencegah terjadinya infeksi.
3. Mencegah terjadinya iritasi kulit sekitar stoma.
4. Mempertahankan akan kenyamanan pasien dan lingkungannya
Persiapan alat
1. Kolostomi bag atau cincin tumit, bantalan kapas, kain berlubang, dan kain persegi
empat.
2. Kapas sublimat kapas basah, NaCl.
3. Kapas kering atau tissue.
4. 1 pasang sarung tangan bersih.
5. Kantong untuk balutan kotor.
6. Baju ruangan / celemek.
7. Bethadine (bila perlu) bila mengalami iritasi.
8. Zink salep.
9. Perlak dan alasnya.
10. Plester dan gunting.
11. Bila perlu obat desinfektan.
12. Bengkok.
13. 1 Set alat ganti balutan.
Persiapan pasien sebelum dilaksanakannya perawatan kolostomi ini adalah
dengan :
1. Memberi penjelasan pada pasien tentang tujuan tindakan dari perawatan
kolostomi.
2. Mengatur posisi tidur pasien (supinasi)
3. Mengatur tempat tidur pasien dan lingkungan pasien serta privacy dengan
(menutup gorden jendela, pintu, memasang penyekat tempat tidur),
25
mempersilahkan keluarga untuk menunggu di luar. Bila pasien akan pulang dan
diperlukan untuk belajar perawatan kolostomi maka keluarga dipersilakan untuk
berada di sisi pasien untuk dapat belajar bagaimana merawat kolostomi bila di
rumah.
Prosedur kerja
NO
LANGKAH-LANGKAH
1. Cuci tangan
2. Gunakan sarung tangan
3. Letakkan perlak dan alasnya di bagian
kanan atau kiri pasien sesuai letak
stoma
4. Letakkan bengkok di atas perlak dan
didekatkan ke tubuh pasien.
5. Observasi produk stoma (warna,
konsistensi, bau. jumlah, dll).
6. Buka kantong kolostomi secara hatihati dengan menggunakan pinset dan
tangan kiri menekan kulit pasien.
7. Letakan kolostomi bag kotor dalam
bengkok.
8. Lakukan observasi terhadap kulit dan
stoma.
9.. Cuci tangan dan pakai sarung tangan
10 Bersihkan kolostomi dan kulit
disekitar kolostomi dengan kapas
sublimat / kapas basah (air hangat) /
NaCl.
11. Keringkan kulit sekitar kolostomi
dengan sangat hati-hati menggunakan
kasa steril.
12. Berikan zink salep (tipis-tipis) jika
terdapat iritasi pada kulit sekitar
stoma.
13. Sesuaikan lubang kolostomi dengan
stoma kolostomi.
14. Tempelkan kantong kolostomi dengan
posisi vertikal./.horizontal / miring
sesuai kebutuhan pasien
15. Masukkan stoma melalui lubang
kantong kolostomi
16. Rekatkan / memasang kolostomi bag
dengan tepat tanpa udara didalamnya
17. Rapikan klien dan lingkungannya
18. Bereskan alat-alat dan membuang
kotoran
26
RASIONALISASI
Mencegah transmisi mikroorganisme
Mencegah transmisi mikroorganisme
Mencegah membasahi linen tempat tidur
Mencegah membasahi linen tempat tidur
Memonitor kondisi stoma
Mencegah transmisi mikroorganisme
Mencegah transmisi mikroorganisme
Memonitor terjadinya infeksi
Mencegah transmisi mikroorganisme
Mencegah transmisi mikroorganisme
Mencegah infeksi
Mencegah infeksi
Agar feses tidak keluar dari kantong
Agar feses tidak keluar dari kantong
Agar feses tertampung dalam kolostomi
bag
Supaya kolostomi bag tidak mudah
terlepas
Mencegah transmisi mikroorganisme
Mencegah transmisi mikroorganisme
19.
20.
21.
a. Catat
tindakan
yang
dilakukan dan hasil serta
respon
pasien
pada
lembar catatan pasien
b. Catat
tgl
dan
jam
melakukan tindakan dan
nama
perawat
yang
melakukan
dan
tanda
tangan/paraf pada lembar
catatan pasien
DAFTAR BACAAN
1.
Keperawatan
2. Potter & Perry. 2000. Buku Saku : Ketrampilan dan Prosedur Dasar. Edisi 3.
Penerbit EGC.
3. A.Azis Alimul Hidayat dan Musrifatul Uliyah. 2005. Buku Saku Praktikum:
Kebutuhan Dasar Manusia. Penerbit : EGC.
4. Barbara R.H. & Esther C. 2003. Asisten Keperawatan (Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan). Edisi 6. Penerbit : EGC.
5. Tarwoto & Wartonah. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan.
Edisi 3. Penerbit : Salemba Medika.
6. Ruth F.C. & Constance J.H. Fundamental of Nursing Human Health and
Function.. Penerbit : JB Lippincott Company Philadelphia.
7. Barbara Kozier. 1995. Fundamental of Nursing, Concept and Process. INC
California : Addison Wesley, Publishing Company.
8. Lynda Jual C. 2001. Diagnosa Keperawatan . Edisi 8. Penerbit : EGC
9.R.Sujono dan H.Harmoko. 2012. Standard Operating Prosedure dalam Praktik
Klinik Keperawatan Dasar. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
27