I.
Nama
: Diah Anggraini
NIM
: 03121003034
Kelompok
: 7 (Kamis/08.00)
JUDUL PERCOBAAN
: Pembuatan Chitosan
2
selulosa. Kitin ini pada umumnya diperoleh dari kerangka hewan invertebrata dari
kelompok Arthopoda sp, Molusca sp, Coelenterata sp, Annelida sp, Nematoda sp,
dan beberapa dari kelompok jamur. Selain dari kerangka hewan invertebrata, juga
banyak ditemukan pada bagian insang ikan, trachea, dinding usus dan pada kulit
cumi-cumi. Sebagai sumber utamanya ialah cangkang Crustaceae sp, yaitu udang,
lobster, kepiting, dan hewan yang bercangkang lainnya, terutama asal laut. Sumber
ini diutamakan karena bertujuan untuk memberdayakan limbah udang.
Kitosan mempunyai sifat antimikrobia melawan jamur lebih kuat dari kitin.
Jika kitosan ditambahkan pada tanah, maka akan menstimulir pertumbuhan mikrobia
yang dapat mengurai jamur. Selain itu kitosan juga dapat disemprotkan langsung pada
tanaman. Sifat kitin dan kitosan dapat mengikat air dan lemak. Karena sifatnya yang
dapat bereaksi dengan asam-asam seperti polifenol, maka kitosan sangat cocok untuk
menurunkan kadar asam pada buah-buahan, sayuran dan ekstrak kopi. Kitosan
mempunyai sifat polikationik, sifat polikationik dapat dimanfaatkan sebagai agensia
penggumpal.
Beberapa studi menunjukkan bahwa kitin secara ekonomis dapat di isolasi
dari limbah kulit udang (Noerati dan Sanir, 2000; Riswiyanto dkk., 2001; Rahmiati,
2001). Kitin dapat mengalami deasetilasi (penghilangan gugus asetil) melalui
hidrolisis menghasilkan kitosan. Isolasi kitin dari limbah udang dilakukan secara
bertahap. Tahap awal dimulai dengan pemisahan protein dengan larutan basa,
demineralisasi, pemutihan (bleaching) dengan aseton dan natrium hipoklorit.
Sedangkan untuk transformasi kitin menjadi kitosan dilakukan tahap penghilangan
gugus asetil (deasetilasi) dengan basa berkonsentrasi tinggi, pencucian, pengeringan
dan penepungan hingga menjadi kitosan bubuk. Chitosan adalah senyawa polimer
alam turunan kitin yang diisolasi dari limbah perikanan, seperti cangkang kepiting
dengan kandungan kitin antara 65-70 %. Sumber bahan baku kitosan yang lain di
antaranya kalajengking, jamur, cumi, gurita, serangga, laba - laba dan ulat sutera
dengan kandungan kitin antara 5-45 %. Chitosan merupakan bahan kimia multiguna
berbentuk serat dan merupakan kopolimer berbentuk lembaran tipis, berwarna putih
atau kuning, tidak berbau. Chitosan merupakan produk deasetilasi kitin melalui
proses kimia menggunakan basa natrium bidroksida atau proses enzimatis
menggunakan enzim chitin deacetylase. Pembuatan chitosan dilakukan dengan cara
3
pengamino bebas chitosan dengan menggunakan larutan basa. Kitin mempunyai
amino bebas chitosan dengan menggunakan larutan basa. Kitin mempunyaistruktur
kristal yang panjang dengan ikatan kuat antara ion nitrogen dan gugus karboksil,
sehingga pada proses deasetilasi digunakan larutan natrium hidroksida konsentrasi
40-50% dan suhu yang tinggi (100-150oC) untuk mendapatkan chitosan dari kitin.
Reaksi pembentukan chitosan dari kitin merupakan reaksi hidrolisa suatu amida oleh
basa. Chitin bertindak sebagai amida dan NaOH sebagai basanya. Mula-mula terjadi
reaksi adisi, dimana gugus OH- masuk ke dalam gugus NHCOCH 3 kemudian terjadi
eliminasi gugus CH3COO- sehingga dihasilkan suatu amida yaitu chitosan. Proses
utama dalam pembuatan chitosan meliputi penghilangan protein dan kandungan
mineral yang masing-masing dilakukan dengan menggunakan larutan basa dan asam.
Kualitas chitosan berdasarkan penggunaan dapat dibagi ke dalam tiga jenis kualitas
yaitu kualitas teknis, pangan dan farmasi.
Kitin/chitin berasal dari bahasa Yunani chiton yang berarti mantel atau
lapisan luar. Senyawa ini adalah suatu polimer dari glukosa terasetilasi yang tidak
bercabang dan mempunyai berat molekul besar. Nama lain dari kitin adalah 2asetamida 2 deoksi D glukopiranosa. Sumber kitin yang utama yaitu kerangka
kepiting, kulit lobster, udang dll. Persentase kitin pada kulit udang adalah 42-57 %.
Proses produksinya meliputi dua tahap: pertama, proses deproteinasi untuk
memisahkan atau melepaskan ikatan-ikatan antara protein dengan kitin, kedua
menghilangkan garam-garam an-organik atau kandungan mineral yang ada pada
kitin, terutama kalsium karbonat (CaCO3). Chitin atau (C8H13NO5)n merupakan
polisakarida terbesar kedua setelah selulosa dan mempunyai rumus kimia poli (2asetamida-2-dioksi--D-Glukosa) dengan ikatan -glikosidik (1,4) yang unit nya
saling menghubungkan.
Chitin tidak mudah larut dalam air, sehingga penggunaannya terbatas. Namun
dengan modifikasi struktur kimiawinya maka akan diperoleh senyawa turunan
chitin yang mempunyai sifat kimia yang lebih baik (Srijanto dan Imam, 2009). Salah
satu turunan chitin adalah chitosan (C6H11O4N)n suatu polisakarida linier dengan
komposisi glukosamin. Chitosan mempunyai rumus kimia poli (2-amino2-dioksi-D- Glukosa) dan dapat dihasilkan dengan proses hidrolisis chitin menggunakan basa
kuat (Srijanto dan Imam, 2009). Chitosan berbentuk serpihan putih kekuningan, tidak
4
berbau dan tidak berasa. Kadar chitin dalam berat udang, berkisar antara 60-70 % dan
bila diproses menjadichitosan menghasilkan yield 15-20 % (Wardaniati, 2009).
Produk alami berupa chitosan ini merupakan alternatif pengganti formalin untuk
pengawet bahan makanan (tahu, bakso dll). Disamping itu chitosan juga dapat
digunakan untuk: penstabil pewarna makanan; pengolah limbah logam berat;
kesehatan, seperti tumor, meningkatkan kekebalan tubuh, pengontrol
kolesterol;
5
kedua terbesar di bumi selelah selulosa. Kitin adalah senyawa amino polisakarida
berbentuk polimer gabungan.Kitosan ditemukan C. Roughet pada tahun 1859 dengan
cara memasak kitin dengan basa. Khitin kurang larut dibandingkan dengan selulosa
dan merupakan N-Asetil-D-Glukosamin yang terdeasetilasi hanya sedikit, sedangkan
kitosan adalah khitin yang terdeasetilasi sebanyak mungkin. Karakteristik fisik-kimia
chitosan berwarna putih dan berbentuk kristal, dapat larut dalam larutan asam organik
tetapi tidak larut dalam pelarut organik lainnya.
Perkembangan penggunaan kitin dan kitosan meningkat pada tahun 1940-an.
terlebih dengan makin diperlukannya bahan alami oleh berbagai industri sekitar tahun
1970-an. Penggunaan kitosan untuk aplikasi khusus, seperti farmasi dan kesehatan
dimulai pada pertengahan 1980 - 1990.Sifat utama kitin dicirikan oleh sifatnya yang
sangat susah larut dalam air dan beberapa pelarut organik, rendahnya reaktivitas
kimia dan sangat hidrofobik. Karena ketiga sifat tersebut penggunaan kitin relatif
lebih sedikit dibandingkan kitosan dan derivatnya. Aplikasi kitin yang utama adalah
sebagai senyawa pengkhelat logam dalam instalasi pengolahan air bersih atau limbah,
kosmetik sebagai fungisida dan fungistatik penyembuh luka.
Chitin dalam cangkang udang, terdapat sebagai mukopoli sakarida yang
berikatan dengan garam-garam anorganik, terutama kalsium karbonat (CaCO 3),
protein dan lipida termasuk pigmen-pigmen. Oleh karena itu untuk memperoleh
chitin dari cangkang udang harus melibatkan proses-proses seperti pemisahan protein
(deproteinasi), pemisahan mineral (demineralisasi), sedangkan untuk mendapatkan
chitosan dilakukan dengan proses deasetilasi.
Di negara Jepang, chitin sudah lama dikomersialkan dengan cara memintalnya
menjadi benang yang berfungsi sebagai penutup luka sehabis operasi, karena
didukung oleh sifatnya yang non alergi dan juga menunjukkan aktifitas penyembuhan
luka. Chitin pertama kali ditemukan oleh Odier pada tahun 1823 dan kemudian
dikembangkan oleh PR Austin pada tahun 1981. Akan tetapi perkembangan chitin
bergerak lamban dan kurang dimanfaatkan.
Udang merupakan anggota filum arthopoda, sub filum Mandibulata kelas
Crustacea (Jasin, 1987). Kandungan kitin dari kulit udang lebih sedikit dibandingkan
cangkang kepiting. Kandungan kitin dari limbah kepiting mencapai 50%-60%
sementara limbah udang menghasilkan 42%-57%, sedangkan cumi-cumi dan kerang
6
masing-masing 40% dan 14%-35%. Namun karena limbah pada kulit udang mudah
diperoleh, maka proses kitin dan kitosan biasanya lebih memanfaatkan limbah udang.
Kitin yang diperoleh dari berbagai sumber diketahui memiliki struktur yang sama,
kecuali asosiasinya dengan protein dan kalsium karbonat yang beragam.
Udang merupakan komoditi ekspor yang menarik minat banyak pihak untuk
mengolahnya. Adapun hal yang mendorong pembudidayaan udang antara lain harga
yang cukup tinggi dan peluang pasar yang cukup baik terutama diluar negeri. Udang
di Indonesia di ekspor dalam bentuk bekuan dan telah mengalami proses pemisahan
kepala dan kulit. Proses pemisahan ini akan menimbulakan masalah yang tidak
diinginkan yaitu berupa limbah padat yang kelamaan jumlahnya akan semakin besar
sehingga akan mengakibatkan pencemaran lingkungan berupa bau yang tidak sedap
dan merusak ekstetika lingkungan.
Udang mempunyai pangsa pasar yang baik. Kecenderungan masyarakat yang
menggemari sea food meningkatkan pangsa pasar udang . Peluang pasar udang tidak
hanya di dalam negeri bahkan dimancanegara terbuka luas seperti Singapura,
Malaysia, dan negara-negara Eropa. Pangsa pasar yang besar serta keunggulan
komparatif yang dimiliki udang galah menjadikannya salah satu komoditi andalan
dan mampu bersaing dengan produk dari negara lain. Untuk mencapai sasaran
tersebut diadakan upaya pemulihan udang galah dan pengembangan industri udang
beku, merupakan salah satu alternatif yang diambil. Daerah penyebaran udang adalah
daerah Indo-Pasifik, yaitu dari bagian timur Benua Afrika sampai Semenanjung
Malaka, termasuk Indonesia. Di Indonesia, udang terdapat di Sumatera, Kalimantan,
Jawa, Bali, Nusa Tenggara, dan Irian. Apabila ditinjau dari segi social ekonomi,
eksistensi udang saat ini merupakan salah satu komoditas unggulan yang dapat
diandalkan sebagai sumber penghasilan.
Chitosan adalah bahan yang sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai bahan
pengawet makanan, karena chitosan memiliki polikation bermuatan positif sehingga
dapat menghambat pertumbuhan mikroba (Wardaniati, 2009) dan mampu berikatan
dengan senyawa-senyawa yang bermuatan negatif seperti protein, polisakarida, asam
nukleat, logam berat dan lain-lain (Murtini dkk, 2008). Chitosan sedikit mudah larut
dalam air dan mempunyai muatan positif yang kuat, yang dapat mengikat muatan
negatif dari senyawa lain serta mudah mengalami degradasi secara biologis dan tidak
7
beracun. Selain itu, molekul chitosan memiliki gugus N yang mampu membentuk
senyawa amino yang merupakan komponen pembentukan protein (Irianto dkk, 2009)
dan memiliki atom H pada gugus amina yang memudahkan chitosan berinteraksi
dengan air melalui ikatan hidrogen (Rochima, 2009).
Dalam penelitian saat ini, ada laporan tentang menyiapkan konjugat kitosan
dicangkok dengan galaktosa dengan metode ikatan kovalen, misalnya, ikatan kovalen
alkohol polivinil (PEG) dan galaktosa ke molekul kitosan pada gilirannya. Bahan
senyawa tidak hanya terbentuk spesifik reseptor protein pada permukaan hepatosit,
tapi Juga membawa obat hidrofobik. Namun, dibutuhkan langkah-langkah rumit
untuk mempersiapkan senyawa yang disebutkan di atas, dan senyawa tidak stabil
Karena O-glikosidik nya obligasi mudah degradasi in vivo.
Pelarut chitosan yang baik adalah asam asetat. Kitosan memliki sifat alami
yaitu, sifat kimia dan biologi. Sifat kimia kitosan sama dengan kitin tetapi yang khas
antara lain merupakan polimer poliamin berbentuk linear, mempunyai gugus amino
aktif, mempunyai kemampuan mengkhelat beberapa logam.
Sifat kimia kitosan sama dengan kitin tetapi yang khas antara lain:
a) merupakan polimer poliamin berbentuk linear
b) mempunyai gugus amino aktif
c) mempunyai kemampuan mengkhelat beberapa logam.
Sifat biologi kitosan antara lain:
a. bersifat biokompatibel artinya sebagai polimer alami sifatnya tidak mempunyai
akibat samping, tidak beracun, tidak dapat dicerna, mudah diuraikan oleh mikroba
(biodegradable).
b.
c.
d.
e.
pengolahan limbah cair terutama bahan sebagai bersifat resin penukar ion untuk
minimalisasi logamlogam yang berat, mengoagulasi minyak/lemak, serta mengurani
kekeruhan: penstabil minyak, rasa dan lemak dalam produk industri pangan. Kitin
mempunyai rumus molekul C18H26N2O10 (Hirano, 1976) merupakan zat padat yang
8
tak berbentuk (amorphous), tak larut dalam air, asam anorganik encer, alkali encer
dan pekat, alkohol, dan pelarut organik lainnya tetapi larut dalam asam-asam mineral
yang pekat. Chitosan juga digunakan di banyak lainnya seperti industri, seperti
perawatan limbah, terutama untuk meminimalkan logam berat karena sifat
polielektrolit, kosmetik, agro-industri, tekstil, kayu dan industri kertas. Untuk aplikasi
dalam industri makanan, chitosan dapat mengentalkan minyak/lemak, mengurangi
kekeruhan, rasa dan lemak dalam produk makanan, dan berlaku sebagai stabilizer
minyak. Perkembangan penggunaan kitin dan kitosan meningkat pada tahun 1940-an.
terlebih dengan makin diperlukannya bahan alami oleh berbagai industri sekitar tahun
1970-an. Penggunaan kitosan untuk aplikasi khusus, seperti farmasi dan kesehatan
dimulai pada pertengahan tahun 1980 - 1990. Sifat utama kitin dicirikan oleh sifatnya
yang sangat susah larut dalam air dan beberapa pelarut organik, rendahnya reaktivitas
kimia dan sangat hidrofobik. Berdasarkan kedua sifat diatas maka kitosan mempunyai
sifat fisik khas yaitu mudah dibentuk menjadi spons, larutan, gel, pasta, membran,
dan serat. yang sangat bermanfaat dalam aplikasinya. Kitosan banyak digunakan oleh
pelbagai industri antara lain industri farmasi, kesehatan, biokimia, untuk bioteknologi
pangan, pada pengolahan limbah, pada kosmetik, pada agroindustri, industri tekstil,
industri perkayuan, industri kertas dan industri elektronika.
Adanya kitin dapat dideteksi dengan reaksi warna Van Wesslink. Pada cara ini
chitin direaksikan dengan I2-KI yang memberikan warna coklat, kemudian jika
ditambahkan asam sulfat berubah warnanya menjadi violet. Perubahan warna dari
coklat hingga menjadi violet menunjukan reaksi positif adanya kitin.
Kulit udang mempunyai tiga komponen besar yaitu protein, mineral, dan
chitin. Kulit udang terdiri atas empat lapisan, diantaranya : epikutikula, eksokutikula,
endokutikula dan epidermis. Tebal tipisnya kutikula itu bervariasi, bergantung pada
lokasinya, di daerah kepala tebalnya 75 mikron dan daerah lunak di bagian pangkal
kaki hanya 5 mikron. Kutikula terdiri dari 38,7% zat anorganik yang mengandung
98,5% kalsium. Pada waktu moulting chitin dan protein dari kulit yang lama lebih
dulu diserap dan bahan anorganiknya tidak diserap. Sebelum moulting epikutikula
dan eksokutikula terbentuk dan terpisah dengan kutikula yang lama, kemudian segera
setelah terjadi moulting kalsium perlahan-lahan tertimbun ke dalam eksokutikula dan
dalam waktu 5 jam penimbunan tersebut menjadi sempurna. Pertukaran pada kalsium
9
antara cairan tubuh dengan air laut berjalan kira-kira sekitar 90% Ca yang diserap
dan 79% dikeluarkan. Kandungan protein dan kalsium karbonat pada kitin tergantung
pada proses pembuatannya.
VI. ALAT DAN BAHAN
4.1. Alat
1. Grinding
2. Neraca analitis
3. Beker gelas
4. Pipet tetes
5. Spatula
6. Water Bath
7. Corong dan Kertas Saring
8. PHmeter
9. Oven
4.2. Bahan
1. Kulit udang
2. HCl
3. NaOH
4. Aquadest
V. PROSEDUR PERCOBAAN
1. Pisahkan udang dan kulitnya kemudian cuci bersih dan keringkan.
2. Gerus sampai halus kulit udang yang telah dikeringkan tadi hingga menjadi bubuk
atau powder.
3. Timbang bubuk kulit udang sebanyak 5 gr, dicampur dengan 300 ml aqudest.
4. Kemudian masukkan NaOH sebanyak 3 tetes, selanjutnya larutan kulit udang tadi
dipanaskan selama 2 menit, diamkan sebentar.
5. Larutan tadi disaring dengan kertas saring, slurry kulit udang dimasukkan dalam
beker gelas kemudian dicuci serta disaring kembali.
6. Hasil saringan ini dicampur kembali dengan 300 aquadest dan ditambahkan HCl 3
tetes, direbus selama 2 menit, kemudian saring kembali.
10
7. Hasil saringan ditetesi NaOH sebanyak 3 tetes, selanjutnya diukur pH dengan
menggunakan pH meter.
8. Langkah terakhir larutan disaring kembali dan dikeringkan.
11
DAFTAR PUSTAKA
Fabio. 2011. Chitosan. https://zafbio.wordpress.com/2011/05/10/chitosan. Diakses pa
da tanggal 23 Februari 2015.
Rianda. 2010. Pembuatan Chitosan. http://id.scribd.com/doc/17656061/Lap-TetapChitosan-Sapta#scribd. Diakses pada tanggal 22 Februari 2015
Roy. 2011. Dasar Teori Chitosan. http : // id.scribd.com / doc / 250627224/ChitosanRoy#scribd. Diakses pada tanggal 22 Februari 2015
Septiana. 2011. Dasar Teori Chitosan. http://id.scribd.com/doc/216086971/LaporanChitosan-Fix#scribd. Diakses pada tanggal 22 Febuari 2015
Tania. 2012. Pembuatan Chitosan. http://kimiadisekitarkita.blogspot.com/2012/1/mo
dul-pembuatan-chitosan.html. Diakses pada tanggal 23 Februari 2015