Anda di halaman 1dari 64

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Umum
Tiang pancang adalah bagian-bagian konstruksi yang dibuat dari kayu, beton, dan

atau baja, yang digunakan untuk meneruskan (mentransmisikan) beban-beban permukaan ke


tingkat-tingkat permukaan yang lebih rendah di dalam massa tanah (Bowles, J. E., 1991).
Penggunaan pondasi tiang pancang sebagai pondasi bangunan apabila tanah yang
berada dibawah dasar bangunan tidak mempunyai daya dukung (bearing capacity) yang
cukup untuk memikul berat bangunan dan beban yang bekerja padanya (Sardjono, H. S.,
1988). Atau apabila tanah yang mempunyai daya dukung yang cukup untuk memikul berat
bangunan dan seluruh beban yang bekerja berada pada lapisan yang sangat dalam dari
permukaan tanah kedalaman > 8 m (Bowles, J. E., 1991).
Fungsi dan kegunaan dari pondasi tiang pancang adalah untuk memindahkan atau
mentransfer beban-beban dari konstruksi di atasnya (super struktur) ke lapisan tanah keras
yang letaknya sangat dalam.
Dalam pelaksanaan pemancangan pada umumnya dipancangkan tegak lurus dalam
tanah, tetapi ada juga dipancangkan miring (battle pile) untuk dapat menahan gaya-gaya
horizontal yang bekerja. Sudut kemiringan yang dapat dicapai oleh tiang tergantung dari alat
yang dipergunakan serta disesuaikan pula dengan perencanaannya.

Tiang Pancang umumnya digunakan :

Universitas Sumatera Utara

1. Untuk mengangkat beban-beban konstruksi diatas tanah kedalam atau melalui


sebuah stratum/lapisan tanah. Didalam hal ini beban vertikal dan beban lateral
boleh jadi terlibat.
2. Untuk menentang gaya desakan keatas, gaya guling, seperti untuk telapak ruangan
bawah tanah dibawah bidang batas air jenuh atau untuk menopang kaki-kaki
menara terhadap guling.
3. Memampatkan endapan-endapan tak berkohesi yang bebas lepas melalui
kombinasi perpindahan isi tiang pancang dan getaran dorongan. Tiang pancang ini
dapat ditarik keluar kemudian.
4. Mengontrol lendutan/penurunan bila kaki-kaki yang tersebar atau telapak berada
pada tanah tepi atau didasari oleh sebuah lapisan yang kemampatannya tinggi.
5. Membuat tanah dibawah pondasi mesin menjadi kaku untuk mengontrol
amplitudo getaran dan frekuensi alamiah dari sistem tersebut.
6. Sebagai faktor keamanan tambahan dibawah tumpuan jembatan dan atau pir,
khususnya jika erosi merupakan persoalan yang potensial.
7. Dalam konstruksi lepas pantai untuk meneruskan beban-beban diatas permukaan
air melaui air dan kedalam tanah yang mendasari air tersebut. Hal seperti ini
adalah mengenai tiang pancang yang ditanamkan sebagian dan yang terpengaruh
oleh baik beban vertikal (dan tekuk) maupun beban lateral (Bowles, J. E., 1991).

2.2.

Defenisi Tanah
Tanah, pada kondisi alam, terdiri dari campuran butiran-butiran mineral dengan atau

tanpa kandungan bahan organik. Butiran-butiran tersebut dapat dengan mudah dipisahkan
satu sama lain dengan kocokan air. Material ini berasal dari pelapukan batuan, baik secara
fisik maupun kimia. Sifat-sifat teknis tanah, kecuali oleh sifat batuan induk yang merupakan

Universitas Sumatera Utara

material asal, juga dipengaruhi oleh unsur-unsur luar yang menjadi penyebab terjadinya
pelapukan batuan tersebut.
Istilah-istilah seperti kerikil, pasir, lanau dan lempung digunakan dalam teknik sipil
untuk membedakan jenis-jenis tanah. Pada kondisi alam, tanah dapat terdiri dari dua atau
lebih campuran jenis-jenis tanah dan kadang-kadang terdapat pula kandungan bahan organik.
Material campurannya kemudian dipakai sebagai nama tambahan dibelakang material unsur
utamanya. Sebagai contoh, lempung berlanau adalah tanah lempung yang mengandung lanau
dengan material utamanya adalah lempung dan sebagainya.
Tanah terdiri dari 3 komponen, yaitu udara, air dan bahan padat. Udara dianggap tidak
mempunyai pengaruh teknis, sedangkan air sangat mempengaruhi sifat-sifat teknis tanah.
Ruang diantara butiran-butiran, sebagian atau seluruhnya dapat terisi oleh air atau udara. Bila
rongga tersebut terisi air seluruhnya, tanah dikatakan dalam kondisi jenuh. Bila rongga terisi
udara dan air, tanah pada kondisi jenuh sebagian (partially saturated). Tanah kering adalah
tanah yang tidak mengandung air sama sekali atau kadar airnya nol (Hardiyatmo H. C.,
1996).
2.3. Dry Dock

Dry dock ( dermaga kering ) atau dikenal sebagai dok galian, suatu cekungan sempit
yang biasanya terbuat dari tanggul tanah dan beton yang ditutup dengan gerbang atau pintu
dock. Dimana fungsi dari dry dock sendiri adalah untuk perbaikan kapal, pemeliharaan kapal,
perahu dan lainnya.
Adapun operasional dry dock pada proyek yang saya amati, pertama tama dry dock
baru bisa di operasikan pada saat air laut pasang sehingga air dapat masuk ke dalam dalam
dry dock melalui lubang manhole yang ada pada pintu dock, kemudian pintu dock yang

Universitas Sumatera Utara

terbuat dari baja itu juga harus terisi dengan air agar pintu dock tetap pada posisi nya. Setelah
dock terisi air setinggi 4,25 m

maka pintu dock dapat ditarik keluar dengan cara

mengeluarkan air yang ada pada pintu dock sebanyak 25%, kemudian pintu dock tersebut
akan mengambang. sehingga pintu dock dapat ditarik keluar oleh kapal service (kapal
takeboat). Selanjutnya, kapal yang akan diperbaiki dapat memasuki drydock.
Setelah kapal masuk, pintu dock di dorong kembali ke posisinya yang semula dan
diisi kembali dengan air sampai penuh. Kemudian, air yang ada di dalam drydock dipompa
keluar sampai kering. Sehingga, kapal dapat bebas diperiksa atau diperbaiki.Setelah kapal
selesai diperiksa atau diperbaiki, maka kapal dikeluarkan lagi dengan cara yang sama.
Adapun material yang digunakan pada proyek pembangunan dry dock unit galangan
kapal belawan:

Balok : ukuran ( 50 x 65 cm )
Mutu beton K 300

Kolom : Ukuran ( 120 x 60 x 500 )


Mutu beton K 300

Pondasi tiang pancang :


o

Panjang Tiang Pancang

: 48 m (@ 12 m)

Dimensi tiang

Mutu Beton Tiang Pancang : K-600

: 40 (cm)

2.3.1. Gaya yang bekerja pada Dry dock

Gaya Vertikal : Adapun faktor faktor yang


mempengaruhi gaya gaya vertikal antara lain:

Universitas Sumatera Utara

Berat sendiri dry dock

Berat sendiri kapal

Orang orang yang bekerja

Gaya horizontal
Gaya hidrostatis

0.00

w. h

w. h
Gambar 2.1 Tekanan Hidrostatis Horizontal

Adapun persamaan tekanan hidrostatis arah horizontal adalah :


h = w. h
maka, luas diagram tekanan arah horizontal yang diberikan adalah :
F = . w. h . h
= w. h2
Dimana :
h = Tekanan hidrostatis arah horizontal (t/m2)
F

= luas diagram arah horizontal (m2)

w = berat isi air (ton/m3)


h

= tinggi air (m)

Universitas Sumatera Utara

Gaya Uplift

m.t
m.a.t

h
0.00

Gambar 2.2 Tekanan Hidrostatis Gaya Uplift


Maka, persamaan gaya uplift yang diberikan adalah :
Ph = h . b . h
Dimana : h = w. h (ton/m2)
b = Lebar (m)
h = panjang (m)

Universitas Sumatera Utara

2.4 Macam-macam Pondasi


Pondasi adalah bagian terendah bangunan yang meneruskan beban bangunan ke tanah
atau batuan yang berada dibawahnya. Klasifikasi pondasi dibagi 2 (dua) yaitu:
1. Pondasi dangkal
Pondasi dangkal adalah pondasi yang mendukung beban secara langsung seperti :
a. Pondasi telapak yaitu pondasi yang berdiri sendiri dalam mendukung kolom
(Gambar 2.3b).
b. Pondasi memanjang yaitu pondasi yang digunakan untuk mendukung
sederetan kolom yang berjarak dekat sehingga bila dipakai pondasi telapak
sisinya akan terhimpit satu sama lainnya (Gambar 2.3a).
c. Pondasi rakit (raft foundation) yaitu pondasi yang digunakan untuk
mendukung bangunan yang terletak pada tanah lunak atau digunakan bila
susunan kolom-kolom jaraknya sedemikian dekat disemua arahnya, sehingga
bila dipakai pondsi telapak, sisi-sisinya berhimpit satu sama lainnya (Gambar
2.3c).
2. Pondasi dalam
Pondasi dalam adalah pondasi yang meneruskan beban bangunan ke tanah keras
atau batu yang terletak jauh dari permukaan, seperti:
a. Pondasi sumuran (pier foundation) yaitu pondasi yang merupakan peralihan
antara pondasi dangkal dan pondsi tiang (Gambar 2.3d), digunakan bila tanah
dasar yang kuat terletak pada kedalaman yang relatif dalam, dimana pondasi
sumuran Df/B > 4 sedangkan pondasi dangkal Df/B 1, kedalaman (Df) dan
lebar (B).

Universitas Sumatera Utara

b. Pondasi tiang (pile foundation), digunakan bila tanah pondasi pada


kedalaman yang normal tidak mampu mendukung bebannya dan tanah
kerasnya terletak pada kedalaman yang sangat dalam (Gambar 2.3e). Pondasi
tiang umumnya berdiameter lebih kecil dan lebih panjang dibanding dengan
pondasi sumuran (Bowles, J. E., 1991).

(a)

(b)

(c)

(e)

(d)

Gambar 2.3

2.5

Macam-macam tipe pondasi: (a) Pondasi memanjang, (b) Pondasi telapak ,


(c) Pondasi rakit, (d) Pondasi sumuran, (e) Pondasi tiang (Hardiyatmo, H.
C.,1996)

Penggolongan Pondasi Tiang Pancang


Pondasi tiang pancang dapat digolongkan berdasarkan pemakaian bahan, cara tiang

meneruskan beban dan cara pemasangannya, berikut ini akan dijelaskan satu persatu.

Universitas Sumatera Utara

2.5.1 Pondasi

tiang

pancang

menurut

pemakaian

bahan

dan

karakteristik

strukturnya
Tiang pancang dapat dibagi kedalam beberapa kategori (Bowles, J. E., 1991), antara
lain :
A. Tiang pancang kayu
Tiang pancang kayu dibuat dari kayu yang biasanya diberi pengawet dan
dipancangkan dengan ujungnya yang kecil sebagai bagian yang runcing. Tapi biasanya
apabila ujungnya yang besar atau pangkal dari pohon di pancangkan untuk tujuan maksud
tertentu, seperti dalam tanah yang sangat lembek dimana tanah tersebut akan kembali
memberikan perlawanan dan dengan ujungnya yang tebal terletak pada lapisan yang keras
untuk daya dukung yang lebih besar.
Tiang pancang kayu akan tahan lama dan tidak mudah busuk apabila tiang pancang
kayu tersebut dalam keadaan selalu terendam penuh dibawah muka air tanah dan tiang
pancang kayu akan lebih cepat rusak apabila dalam keadaan kering dan basah selalu bergantiganti, sedangkan pengawetan dengan pemakaian obat pengawet pada kayu hanya akan
menunda dan memperlambat kerusakan dari kayu, dan tidak dapat melindungi kayu dalam
jangka waktu yang lama.
Oleh karena itu pondasi untuk bangunan-bangunan permanen (tetap) yang didukung
oleh tiang pancang kayu, maka puncak dari pada tiang pancang kayu tersebut diatas harus
selalu lebih rendah dari pada ketinggian dari pada muka air tanah terendah. Pada pemakaian
tiang pancang kayu biasanya tidak diizinkan untuk menahan muatan lebih tinggi 25 sampai
30 ton untuk satu tiang.
B. Tiang pancang beton

Universitas Sumatera Utara

Tiang pancang jenis ini terbuat dari beton seperti biasanya. Tiang pancang ini dapat
dibagi dalam 3 macam berdasarkan cara pembuatannya (Bowles, J. E., 1991), yaitu:
a. Precast Reinforced Concrete Pile
Precast Reinforced Concrete Pile adalah tiang pancang beton bertulang yang dicetak
dan dicor dalam acuan beton (bekisting) yang setelah cukup keras kemudian diangkat dan
dipancangkan. Karena tegangan tarik beton kecil dan praktis dianggap sama dengan nol,
sedangkan berat sendiri beton besar, maka tiang pancang ini harus diberikan penulangan yang
cukup kuat untuk menahan momen lentur yang akan timbul pada waktu pengangkatan dan
pemancangan.
Tiang pancang ini dapat memikul beban yang lebih besar dari 50 ton untuk setiap
tiang, hal ini tergantung pada jenis beton dan dimensinya. Precast Reinforced Concrete Pile
penampangnya dapat berupa lingkaran, segi empat, segi delapan dapat dilihat pada (Gambar
2.4).

Gambar 2.4 Tiang pancang beton precast concrete pile (Bowles, J. E., 1991)
b. Precast Prestressed Concrete Pile
Tiang pancang Precast Prestressed Concrete Pile adalah tiang pancang beton yang
dalam pelaksanaan pencetakannya sama seperti pembuatan beton prestess, yaitu dengan

Universitas Sumatera Utara

menarik besi tulangannya ketika dicor dan dilepaskan setelah beton mengeras seperti dalam
(Gambar 2.5). Untuk tiang pancang jenis ini biasanya dibuat oleh pabrik yang khusus
membuat tiang pancang, untuk ukuran dan panjangnya dapat dipesan langsung sesuai dengan
yang diperlukan.

Gambar 2.5 Tiang pancang Precast Prestressed Concrete Pile (Bowles, J. E., 1991)

c. Cast in Place
Cast in Place merupakan tiang pancang yang dicor ditempat dengan cara membuat
lubang ditanah terlebih dahulu dengan cara melakukan pengeboran. Pada Cast in Place ini
dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu :
1. Dengan pipa baja yang dipancangkan ke dalam tanah, kemudian diisi dengan
beton dan ditumbuk sambil pipa baja tersebut ditarik keatas.
2. Dengan pipa baja yang dipancang ke dalam tanah, kemudian diisi dengan beton
sedangkan pipa baja tersebut tetap tinggal di dalam tanah.
C. Tiang pancang baja
Kebanyakan tiang pancang baja ini berbentuk profil H. karena terbuat dari baja maka
kekuatan dari tiang ini sendiri sangat besar sehingga dalam pengangkutan dan pemancangan
tidak menimbulkan bahaya patah seperti halnya pada tiang beton precast. Jadi pemakaian

Universitas Sumatera Utara

tiang pancang baja ini akan sangat bermanfaat apabila kita memerlukan tiang pancang yang
panjang dengan tahanan ujung yang besar.
Tingkat karat pada tiang pancang baja sangat berbeda-beda terhadap texture tanah,
panjang tiang yang berada dalam tanah dan keadaan kelembaban tanah.
a. Pada tanah yang memiliki texture tanah yang kasar/kesap, maka karat yang terjadi
karena adanya sirkulasi air dalam tanah tersebut hampir mendekati keadaan karat
yang terjadi pada udara terbuka.
b. Pada tanah liat ( clay ) yang mana kurang mengandung oxygen maka akan
menghasilkan tingkat karat yang mendekati keadaan karat yang terjadi karena
terendam air.
c. Pada lapisan pasir yang dalam letaknya dan terletak dibawah lapisan tanah yang padat
akan sedikit sekali mengandung oxygen maka lapisan pasir tersebut juga akan akan
menghasilkan karat yang kecil sekali pada tiang pancang baja.
Pada umumnya tiang pancang baja akan berkarat di bagian atas yang dekat dengan
permukaan tanah. Hal ini disebabkan karena Aerated-Condition ( keadaan udara pada poripori tanah ) pada lapisan tanah tersebut dan adanya bahan-bahan organis dari air tanah. Hal
ini dapat ditanggulangi dengan memoles tiang baja tersebut dengan ( coaltar ) atau dengan
sarung beton sekurang-kurangnya 20 ( 60 cm ) dari muka air tanah terendah.
Karat /korosi yang terjadi karena udara ( atmosphere corrosion ) pada bagian tiang
yang terletak di atas tanah dapat dicegah dengan pengecatan seperti pada konstruksi baja
biasa.
Keuntungan pemakaian Tiang Pancang Baja.

Tiang pancang ini mudah dalam dalam hal penyambungannya.

Tiang pancang ini memiliki kapasitas daya dukung yang tinggi.

Universitas Sumatera Utara

Dalam hal pengangkatan dan pemancangan tidak menimbulkan bahaya patah.

Kerugian pemakaian Tiang Pancang Baja.

Tiang pancang ini mudah mengalami korosi.

Bagian H pile dapat rusak atau di bengkokan oleh rintangan besar.

D. Tiang pancang komposit


Tiang pancang komposit adalah tiang pancang yang terdiri dari dua bahan yang
berbeda yang bekerja bersama-sama sehingga merupakan satu tiang. Kadang-kadang pondasi
tiang dibentuk dengan menghubungkan bagian atas dan bagian bawah tiang dengan bahan
yang berbeda, misalnya dengan bahan beton di atas muka air tanah dan bahan kayu tanpa
perlakuan apapun disebelah bawahnya. Biaya dan kesulitan yang timbul dalam pembuatan
sambungan menyebabkan cara ini diabaikan.
1. Water Proofed Steel and Wood Pile.
Tiang ini terdiri dari tiang pancang kayu untuk bagian yang di bawah permukaan air
tanah sedangkan bagian atas adalah beton. Kita telah mengetahui bahwa kayu akan tahan
lama/awet bila terendam air, karena itu bahan kayu disini diletakan di bagian bawah yang
mana selalu terletak dibawah air tanah.
Kelemahan tiang ini adalah pada tempat sambungan apabila tiang pancang ini
menerima gaya horizontal yang permanen. Adapun cara pelaksanaanya secara singkat
sebagai berikut:
a. Casing dan core ( inti ) dipancang bersama-sama dalam tanah hingga mencapai
kedalaman yang telah ditentukan untuk meletakan tiang pancang kayu tersebut dan
ini harus terletak dibawah muka air tanah yang terendah.

Universitas Sumatera Utara

b. Kemudian core ditarik keatas dan tiang pancang kayu dimasukan dalam casing dan
terus dipancang sampai mencapai lapisan tanah keras.
c. Secara mencapai lapisan tanah keras pemancangan dihentikan dan core ditarik
keluar dari casing. Kemudian beton dicor kedalam casing sampai penuh terus
dipadatkan dengan menumbukkan core ke dalam casing.

2. Composite Dropped in Shell and Wood Pile


Tipe tiang ini hampir sama dengan tipe diatas hanya bedanya di sini memakai shell
yang terbuat dari bahan logam tipis permukaannya di beri alur spiral. Secara singkat
pelaksanaanya sebagai berikut:
a. Casing dan core dipancang bersama-sama sampai mencapai kedalaman yang telah
ditentukan di bawah muka air tanah.
b. Setelah mencapai kedalaman yang dimaksud core ditarik keluar dari casing dan
tiang pancang kayu dimasukkan dalam casing terus dipancang sampai mencapai
lapisan tanah keras. Pada pemancangan tiang pancang kayu ini harus diperhatikan
benar-benar agar kepala tiang tidak rusak atau pecah.
c. Setelah mencapai lapisan tanah keras core ditarik keluar lagi dari casing.
d. Kemudian shell berbentuk pipa yang diberi alur spiral dimasukkan dalam casing.
Pada ujung bagian bawah shell dipasang tulangan berbentuk sangkar yang mana
tulangan ini dibentuk sedemikian rupa sehingga dapat masuk pada ujung atas tiang
pancang kayu tersebut.
e. Beton kemudian dicor kedalam shell. Setelah shell cukup penuh dan padat casing
ditarik keluar sambil shell yang telah terisi beton tadi ditahan terisi beton tadi
ditahan dengan cara meletakkan core diujung atas shell.

Universitas Sumatera Utara

3. Composit Ungased Concrete and Wood Pile.


Dasar pemilihan tiang composit tipe ini adalah:
Lapisan tanah keras dalam sekali letaknya sehingga tidak memungkinkan untuk
menggunakan cast in place concrete pile, sedangkan kalau menggunakan precast concrete
pile terlalu panjang, akibatnya akan susah dalam transport dan mahal.
Muka air tanah terendah sangat dalam sehingga bila menggunakan tiang pancang kayu
akan memerlukan galian yang cukup dalam agar tiang pancang kayu tersebut selalu
berada dibawah permukaan air tanah terendah.
Adapun prinsip pelaksanaan tiang composite ini adalah sebagai berikut:
a. Casing baja dan core dipancang bersama-sama dalam tanah sehingga sampai pda
kedalaman tertentu ( di bawah m.a.t )
b. Core ditarik keluar dari casing dan tiang pancang kayu dimasukkan casing terus
dipancang sampai kelapisan tanah keras.
c. Setelah sampai pada lapisa tanah keras core dikeluarkan lagi dari casing dan beton
sebagian dicor dalam casing. Kemudian core dimasukkan lagi dalam casing.
d. Beton ditumbuk dengan core sambil casing ditarik ke atas sampai jarak tertentu
sehingga terjadi bentuk beton yang menggelembung seperti bola diatas tiang
pancang kayu tersebut.
e. Core ditarik lagi keluar dari casing dan casing diisi dengan beton lagi sampai padat
setinggi beberapa sentimeter diatas permukaan tanah. Kemudian beton ditekan
dengan core kembali sedangkan casing ditarik keatas sampai keluar dari tanah.
f. Tiang pancang composit telah selesai
Tiang pancang composit seperti ini sering dibuat oleh The Mac Arthur Concrete
Pile Corp.

Universitas Sumatera Utara

4. Composite Dropped Shell and Pipe Pile


Dasar pemilihan tipe tiang seperti ini adalah:
Lapisan tanah keras letaknya terlalu dalam bila digunakan cast in place concrete.
Muka air tanah terendah terlalu dalam kalau digunakan tiang composit yang bagian
bawahnya terbuat dari kayu.
Cara pelaksanaan tiang tipe ini adalah sebagai berikut:
a. Casing dan core dipasang bersama-sama sehingga casing seluruhnya masuk dalam
tanah. Kemudian core ditarik.
b. Tiang pipa baja dengan dilengkapi sepatu pada ujung bawah dimasukkan dalam
casing terus dipancang dengan pertolongan core sampai ke tanah keras.
c. Setelah sampai pada tanah keras kemudian core ditarik keatas kembli.
d. Kemudian shell yang beralur pada dindingnya dimasukkan dalam casing hingga
bertumpu pada penumpu yang terletak diujung atas tiang pipa baja.bila diperlukan
pembesian maka besi tulangan dimasukkan dalam shell dan kemudian beton dicor
sampai padat.
e. Shell yang telah terisi dengan beton ditahan dengan core sedangkan casing ditarik
keluar dari tanah. Lubang disekeliling shell diisi dengan tanah atau pasir. Variasi
lain pada tipe tiang ini dapat pula dipakai tiang pemancang baja H sebagai ganti
dari tiang pipa.

5. Franki Composite Pile


Prinsip tiang hampir sama dengan tiang franki biasa hanya bedanya disini pada bagian
atas dipergunakan tiang beton precast biasa atau tiang profil H dari baja.
Adapun cara pelaksanaan tiang composit ini adalah sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

a. Pipa dengan sumbat beton dicor terlebih dahulu pada ujung bawah pipa baja
dipancang dalam tanah dengan drop hammer sampai pada tanah keras. Cara
pemasangan ini sama seperti pada tiang franki bias.
b. Setelah pemancangan sampai pada kedalaman yang telah direncanakan, pipa diisi
lagi dengan beton dan terus ditumbuk dengan drop hammer sambil pipa ditarik lagi
ke atas sedikit sehingga terjadi bentuk beton seperti bola.
c. Setelah tiang beton precast atau tiang baja H masuk dalam pipa sampai bertumpu
pada bola beton pipa ditarik keluar dari tanah.
d. Rongga disekitar tiang beton precast atau tiang baja H diisi dengan kerikil atau
pasir.

2.5.2 Pondasi tiang pancang menurut pemasangannya


Pondasi tiang pancang menurut cara pemasangannya dibagi dua bagian besar, yaitu :
A. Tiang pancang pracetak
Tiang pancang pracetak adalah tiang pancang yang dicetak dan dicor didalam acuan
beton (bekisting), kemudian setelah cukup kuat lalu diangkat dan dipancangkan. Tiang
pancang pracetak ini menurut cara pemasangannya terdiri dari :
1. Cara penumbukan, dimana tiang pancang tersebut dipancangkan kedalam tanah dengan
cara penumbukan oleh alat penumbuk (hammer).
2. Cara penggetaran, dimana tiang pancang tersebut dipancangkan kedalam tanah dengan
cara penggetaran oleh alat penggetar (vibrator).
3. Cara penanaman, dimana permukaan tanah dilubangi terlebih dahulu sampai kedalaman
tertentu, lalu tiang pancang dimasukkan, kemudian lubang tadi ditimbun lagi dengan
tanah.

Universitas Sumatera Utara

Cara penanaman ini ada beberapa metode yang digunakan:


a. Cara pengeboran sebelumnya, yaitu dengan cara mengebor tanah sebelumnya lalu
tiang dimasukkan kedalamnya dan ditimbun kembali.
b. Cara pengeboran inti, yaitu tiang ditanamkan dengan mengeluarkan tanah dari bagian
dalam tiang.
c. Cara pemasangan dengan tekanan, yaitu tiang dipancangkan kedalam tanah dengan
memberikan tekanan pada tiang.
d. Cara pemancaran, yaitu tanah pondasi diganggu dengan semburan air yang keluar dari
ujung serta keliling tiang, sehingga tidak dapat dipancangkan kedalam tanah.
B. Tiang yang dicor ditempat (cast in place pile)
Tiang yang dicor ditempat (cast in place pile) ini menurut teknik penggaliannya
terdiri dari beberapa macam cara yaitu :
1. Cara penetrasi alas, yaitu pipa baja yang dipancangkan kedalam tanah kemudian pipa
baja tersebut dicor dengan beton.
2. Cara penggalian, cara ini dapat dibagi lagi urut peralatan pendukung yang digunakan
antara lain :
a. Penggalian dengan tenaga manusia, penggalian lubang pondasi tiang pancang dengan
tenaga manusia adalah penggalian lubang pondasi yang masih sangat sederhana dan
merupakan cara konvensional. Hal ini dapat dilihat dengan cara pembuatan pondasi
dalam, yang pada umumnya hanya mampu dilakukan pada kedalaman tertentu.
b. Penggalian dengan tenaga mesin, penggalian lubang pondasi tiang pancang dengan
tenaga mesin adalah penggalian lubang pondasi dengan bantuan tenaga mesin, yang
memiliki kemampuan lebih baik dan lebih canggih.

Universitas Sumatera Utara

2.6.

Alat Pancang Tiang


Dalam pemasangan tiang kedalam tanah, tiang dipancang dengan alat pemukul yang

dapat berupa pemukul (hammer) mesin uap, pemukul getar atau pemukul yang hanya
dijatuhkan. Skema dari berbagai macam alat pemukul diperlihatkan dalam Gambar 2.6a
sampai dengan 2.6d. Pada gambar terebut diperlihatkan pula alat-alat perlengkapan pada
kepala tiang dalam pemancangan. Penutup (pile cap) biasanya diletakkan menutup kepala
tiang yang kadang-kadang dibentuk dalam geometri tertutup.
A. Pemukul Jatuh (drop hammer)
Pemukul jatuh terdiri dari blok pemberat yang dijatuhkan dari atas. Pemberat ditarik
dengan tinggi jatuh tertentu kemudian dilepas dan menumbuk tiang. Pemakaian alat tipe ini
membuat pelaksanaan pemancangan berjalan lambat, sehingga alat ini hanya dipakai pada
volume pekerjaan pemancangan yang kecil
B. Pemukul Aksi Tiang (single-acting hammer)
Pemukul aksi tunggal berbentung memanjang dengan ram yang bergerak naik oleh
udara atau uap yang terkompresi, sedangkan gerakan turun ram disebabkan oleh beratnya
sendiri. Energi pemukul aksi tunggal adalah sama dengan berat ram dikalikan tinggi jatuh
(Gambar 2.6a).

(a)

(b)

Universitas Sumatera Utara

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 2.6 Skema pemukul tiang : (a) Pemukul aksi tunggal (single acting hammer), (b)
Pemukul aksi double (double acting hammer), (c) Pemukul diesel (diesel
hammer), (d) Pemukul getar (vibratory hammer) (Hardiyatmo, H. C., 2002)
C. Pemukul Aksi Double (double-acting hammer)
Pemukul aksi double menggunakan uap atau udara untuk mengangkat ram dan untuk
mempercepat gerakan ke bawahnya (Gambar 2.6b). Kecepatan pukulan dan energi output
biasanya lebih tinggi daripada pemukul aksi tunggal.
D. Pemukul Diesel (diesel hammer)
Pemukul diesel terdiri dari silinder, ram, balok anvil dan sistem injeksi bahan bakar.
Pemukul tipe ini umumnya kecil, ringan dan digerakkan dengan menggunakan bahan bakar
minyak. Energi pemancangan total yang dihasilkan adalah jumlah benturan dari ram
ditambah energi hasil dari ledakan (Gambar2.6c).
E. Pemukul Getar (vibratory hammer)
Pemukul getar merupakan unit alat pancang yang bergetar pada frekuensi tinggi
(Gambar 2.6d).

Universitas Sumatera Utara

2.7.

Metode Pelaksanaan Pondasi Tiang Pancang


Aspek teknologi sangat berperan dalam suatu proyek konstruksi. Umumnya, aplikasi

teknologi ini banyak diterapkan dalam metode pelaksanaan pekerjaan konstruksi.


Penggunaan metode yang tepat, praktis, cepat dan aman, sangat membantu dalam
penyelesaian pekerjaan pada suatu proyek konstruksi. Sehingga target waktu, biaya dan mutu
sebagaimana ditetapkan dapat tercapai.
Tahapan pekerjaan pondasi tiang pancang adalah sebagai berikut :
A. Pekerjaan Persiapan
1. Membubuhi tanda, tiap tiang pancang harus dibubuhi tanda serta tanggal saat tiang
tersebut dicor. Titik-titik angkat yang tercantum pada gambar harus dibubuhi tanda
dengan jelas pada tiang pancang. Untuk mempermudah perekaan, maka tiang pancang
diberi tanda setiap 1 meter.
2. Pengangkatan/pemindahan, tiang pancang harus dipindahkan/diangkat dengan hati-hati
sekali guna menghindari retak maupun kerusakan lain yang tidak diinginkan.
3. Rencanakan final set tiang, untuk menentukan pada kedalaman mana pemancangan tiang
dapat dihentikan, berdasarkan data tanah dan data jumlah pukulan terakhir (final set).
4. Rencanakan urutan pemancangan, dengan pertimbangan kemudahan manuver alat. Lokasi
stock material agar diletakkan dekat dengan lokasi pemancangan.
5. Tentukan titik pancang dengan theodolith dan tandai dengan patok.
6. Pemancangan dapat dihentikan sementara untuk peyambungan batang berikutnya bila
level kepala tiang telah mencapai level muka tanah sedangkan level tanah keras yang
diharapkan belum tercapai.
Proses penyambungan tiang :

Universitas Sumatera Utara

a. Tiang diangkat dan kepala tiang dipasang pada helmet seperti yang dilakukan pada
batang pertama.
b. Ujung bawah tiang didudukkan diatas kepala tiang yang pertama sedemikian sehingga
sisi-sisi pelat sambung kedua tiang telah berhimpit dan menempel menjadi satu.
c. Penyambungan sambungan las dilapisi dengan anti karat
d. Tempat sambungan las dilapisi dengan anti karat.
7. Selesai penyambungan, pemancangan dapat dilanjutkan seperti yang dilakukan pada
batang pertama. Penyambungan dapat diulangi sampai mencapai kedalaman tanah keras
yang ditentukan.
8. Pemancangan tiang dapat dihentikan bila ujung bawah tiang telah mencapai lapisan tanah
keras/final set yang ditentukan.
9. Pemotongan tiang pancang pada cut off level yang telah ditentukan.

B. Proses Pemancangan
1. Alat pancang ditempatkan sedemikian rupa sehingga as hammer jatuh pada patok titik
pancang yang telah ditentukan.
2. Tiang diangkat pada titik angkat yang telah disediakan pada setiap lubang.
3. Tiang didirikan disamping driving lead dan kepala tiang dipasang pada helmet yang telah
dilapisi kayu sebagai pelindung dan pegangan kepala tiang.
4. Ujung bawah tiang didudukkan secara cermat diatas patok pancang yang telah ditentukan.
5. Penyetelan vertikal tiang dilakukan dengan mengatur panjang backstay sambil diperiksa
dengan waterpass sehingga diperoleh posisi yang betul-betul vertikal. Sebelum
pemancangan dimulai, bagian bawah tiang diklem dengan center gate pada dasar driving
lead agar posisi tiang tidak bergeser selama pemancangan, terutama untuk tiang batang
pertama.

Universitas Sumatera Utara

6. Pemancangan dimulai dengan mengangkat dan menjatuhkan hammer secara kontinyu ke


atas helmet yang terpasang diatas kepala tiang.
C. Metode pengangkatan tiang pancang
1.

Pengangkatan tiang untuk disusun ( dengan dua tumpuan )


Metode pengangkatan dengan dua tumpuan ini biasanya dilaksanakan pada saat

penyusunan tiang pancang, baik itu dari pabrik ( PT. Jaya Beton Indonesia ) ke trailer
ataupun dari Trailer ke penyusunan lapangan.
Persyaratan umum dari metode ini adalah jarak titik angkat dari kepala tiang adalah
1/5 L. Untuk mendapatkan jarak harus diperhatikan momen maksimum pada bentangan,
haruslah sama dengan momen minimum pada titik angkat tiang sehingga dihasilkan
momen yang sama.
Pada prinsipnya pengangkatan dengan dua tumpuan untuk tiang beton adalah dalam
tanda pengangkatan dimana tiang beton pada titik angkat berupa kawat yang terdapat
pada tiang beton yang telah ditentukan dan untuk lebih jelas dapat dilihat oleh gambar.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.7 Pengangkatan Tiang Dengan Dua tumpuan di lapangan

Kabel baja pengangkat

titik angkat (garis rantai)


bantalan
kepala tiang
permukaan tanah

Universitas Sumatera Utara

Kabel baja pengangkat

1
5

3
5

1
5

Gambar 2.8 Pengangkatan Tiang Dengan Dua tumpuan

2.

Pengangkatan dengan satu tumpuan


Metode pengangkatan ini biasanya digunakan pada saat tiang sudah siap akan
dipancang oleh mesin pemancangan sesuai dengan titik pemancangan yang telah
ditentukan di lapangan.

Adapun persyaratan utama dari metode pengangkatan satu tumpuan ini adalah jarak
antara kepala tiang dengan titik angker berjarak L/3. Untuk mendapatkan jarak ini,
haruslah diperhatikan bahwa momen maksimum pada tempat pengikatan tiang sehingga
dihasilkan nilai momen yang sama.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.9 Pengangkatan Tiang Dengan Satu Tumpuan dilapangan

Universitas Sumatera Utara

Kepala tiang

Kabel baja pengankat

1
3

ujung tiang

2
3

L
permukaan tanah

+
+
Diagram Lintang

Diagram Momen

Gambar 2.10 Pengangkatan Tiang Dengan Satu Tumpuan


D. Quality Control
1. Kondisi fisik tiang
a. Seluruh permukaan tiang tidak rusak atau retak
b. Umur beton telah memenuhi syarat

Universitas Sumatera Utara

c. Kepala tiang tidak boleh mengalami keretakan selama pemancangan


2. Toleransi
Vertikalisasi tiang diperiksa secara periodik selama proses pemancangan berlangsung.
Penyimpangan arah vertikal dibatasi tidak lebih dari 1:75 dan penyimpangan arah
horizontal dibatasi tidak lebih dari 75 mm.
3. Penetrasi
Tiang sebelum dipancang harus diberi tanda pada setiap setengah meter di sepanjang
tiang untuk mendeteksi penetrasi per setengah meter. Dicatat jumlah pukulan untuk
penetrasi setiap setengah meter.
4. Final set
Pamancangan baru dapat dihentikan apabila telah dicapai final set sesuai perhitungan.

(a)

(b)

(c)

Gambar 2.11 Urutan pemancangan : (a) Pemancangan tiang, (b) Penyambungan tiang, (c)
Calendering/final set

Universitas Sumatera Utara

2.8.

Tiang Dukung Ujung dan Tiang Gesek


Ditinjau dari cara mendukung beban, tiang dapat dibagi menjadi 2 (dua) macam

(Hardiyatmo, H. C.,2002), yaitu :


1. Tiang dukung ujung (end bearing pile) adalah tiang yang kapasitas dukungnya
ditentukan oleh tahanan ujung tiang. Umumnya tiang dukung ujung berada dalam
zone tanah yang lunak yang berada diatas tanah keras. Tiang-tiang dipancang
sampai mencapai batuan dasar atau lapisan keras lain yang dapat mendukung
beban yang diperkirakan tidak mengakibatkan penurunan berlebihan. Kapasitas
tiang sepenuhnya ditentukan dari tahanan dukung lapisan keras yang berada
dibawah ujung tiang (Gambar 2.12a).
2. Tiang gesek (friction pile) adalah tiang yang kapasitas dukungnya lebih ditentukan
oleh perlawanan gesek antara dinding tiang dan tanah disekitarnya (Gambar
2.12b). Tahanan gesek dan pengaruh konsolidasi lapisan tanah dibawahnya
diperhitungkan pada hitungan kapasitas tiang.

(a)

(b)

Gambar 2.12 Tiang ditinjau dari cara mendukung bebannya (Hardiyatmo, H. C., 2002)

Universitas Sumatera Utara

2.9.

Tiang Pancang Kelompok (Pile Group)


Pada keadaan sebenarnya jarang sekali didapatkan tiang pancang yang berdiri sendiri

(Single Pile), akan tetapi kita sering mendapatkan pondasi tiang pancang dalam bentuk
kelompok (Pile Group) seperti dalam (Gambar 2.13).
Untuk mempersatukan tiang-tiang pancang tersebut dalam satu kelompok tiang
biasanya di atas tiang tersebut diberi poer (footing). Daya dukung kelompok tiang sangat
bergantung pada penentuan bentuk pola dari susunan tiang pancang kelompok dan jarak
antara satu tiang dengan tiang lainnya.
Bila beberapa tiang pancang dikelompokkan, maka intensitas tekanan bergantung
pada beban dan jarak antar tiang pancang yang jika cukup besar sering kali tidak praktis
karena poer di cor di atas kelompok tiang pancang (pile group) sebagai dasar kolom untuk
menyebarkan beban pada beberapa tiang pancangdalam kelompok tersebut
Dalam perhitungan poer dianggap/dibuat kaku sempurna, sehingga:
1. Bila beban-beban yang bekerja pada kelompok tiang tersebut menimbulkan penurunan,
maka setelah penurunan bidang poer tetap merupakan bidang datar
2. Gaya yang bekerja pada tiang berbanding lurus dengan penurunan tiang-tiang.

Universitas Sumatera Utara

(a)

(b)

Gambar 2.13 Pola-pola kelompok tiang pancang khusus : (a) Untuk kaki tunggal, (b) Untuk
dinding pondasi ( Bowles, J. E., 1991)
Jarak antar tiang dalam kelompok yang diisyaratkan oleh Dirjen Bina Marga
Departemen P.U.T.L. adalah:

S 2,5 D
S3D

Gambar 2.14 Jarak antar tiang dalam kelompok (Sardjono, H. S., 1988)

Universitas Sumatera Utara

dimana :
S

= Jarak masing-masing tiang dalam kelompok (spacing)

= Diameter tiang.

Biasanya jarak antara 2 tiang dalam kelompok diisyaratkan minimum 0,60 m dan
maximum 2,00 m. Ketentuan ini berdasarkan pada pertimbangan-pertimbangan sebagai
berikut :
1. Bila S < 2,5 D
Pada pemancangan tiang no. 3 (Gambar 2.15) akan menyebabkan :
a. Kemungkinan tanah di sekitar kelompok tiang akan naik terlalu berlebihan karena
terdesak oleh tiang-tiang yang dipancang terlalu berdekatan.
b.

Terangkatnya tiang-tiang di sekitarnya yang telah dipancang lebih dahulu.

2. Bila S > 3 D
Apabila S > 3 D maka tidak ekonomis, karena akan memperbesar ukuran/dimensi dari
poer (footing).
Pada perencanaan pondasi tiang pancang biasanya setelah jumlah tiang pancang dan
jarak antara tiang-tiang pancang yang diperlukan kita tentukan, maka kita dapat menentukan
luas poer yang diperlukan untuk tiap-tiap kolom portal.
Bila ternyata luas poer total yang diperlukan lebih kecil dari pada setengah luas
bangunan, maka kita gunakan pondasi setempat dengan poer di atas kelompok tiang pancang.

Universitas Sumatera Utara

Dan bila luas poer total diperlukan lebih besar daripada setengah luas bangunan, maka
biasanya kita pilih pondasi penuh (raft fondation) di atas tiang-tiang pancang.

Gambar 2.15 Pengaruh tiang akibat pemancangan (Sardjono, H. S., 1988)

2.9.1 Analisa Gaya yang Bekerja Pada Tiang Pancang


Pondasi tiang pancang mempunyai bentuk yang sebenarnya sama, hanya berbeda
didalam meneruskan gaya gaya yang bekerja ke tanah dasar pondasi. Penerusan gaya
gaya ke tanah dasar pondasi melalui tiang, yakni beban diteruskan melalui ujung tiang
lekatan atau gesek pada dinding tiang. Bila kapasitas dukung rendah, maka bangunan akan
terperosok masuk ke dalam tanah, sedangkan bila kapasitas dukung tiang terlalu besar, maka
bangunan tersebut kurang ekonomis.
2.9.1.1 Kelompok tiang pancang yang menerima beban normal sentris
Beban yang bekerja pada kelompok tiang pancang dinamakan bekerja secara sentris
apabila titik rangkap resultan beban-beban yang bekerja berimpit dengan titik berat kelompok
tiang pancang tersebut. Dalam hal ini beban yang diterima oleh tiap-tiap tiang pancang adalah

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.16 Beban mormal sentris pada kelompok tiang pancang


Sumber : Sardjono Hs, 1988

N=

V
......................................................................................... (2.3)
n

dimana :
N

= Beban yang diterima oleh tiap-tiap tiang pancang.

= Resultant gaya-gaya normal yang bekerja secara sentris.

= banyaknya tiang pancang

2.9.1.2 Kelompok tiang pancang yang menerima beban normal eksentris

Gambar 2.17 Beban normal eksentris pada kelompok tiang pancang


Sumber : Sardjono Hs, 1988

Universitas Sumatera Utara

Reaksi total atau beban aksial pada masing-masing tiang adalah jumlah dari reaksi
akibat beban-beban V dan My, yaitu :

Qi =

V M y .xi
............................................................................ (2.4)

n
x 2

dimana :
Qi

= Beban aksial pada tiang ke-i.

= Jumlah beban vertikal yang bekerja pada pusat kelompok tiang.

xi

= Absis atau jarak tiang ke pusat berat kelompok tiang ke tiang nomor-i.

My = Momen terhadap sumbu y.


x2 = Jumlah kuadrat jarak tiang-tiang ke pusat berat kelompok tiang.
2.9.1.3 Kelompok tiang yang menerima beban normal sentris dan momen yang bekerja
pada dua arah
Kelompok tiang yang bekerja dua arah (x dan y), dipengaruhi oleh beban vertikal dan
momen (x dan y) yang akan mempengaruhi terhadap kapasitas daya dukung tiang pancang.

Gambar 2.18 Beban sentris dan momen kelompok tiang arah x dan y
Sumber : Sardjono Hs, 1988

Universitas Sumatera Utara

Untuk menghitung tekanan aksial pada masing-masing tiang adalah sebagai berikut :

Qi =

V M y .xi M x . yi

.............................................................. (2.5)
n
x 2
y 2

Dimana :
P1

= Beban yang diterima satu tiang pancang (ton)


= Jumlah beban vertikal (ton)

= Jumlah tiang pancang

Mx

= Momen yang bekerja pada kelompok tiang searah sumbu x (tm)

My

= Momen yang bekerja pada kelompok tiang searah sumbu y (tm)

Xi

= Jarak tiang pancang terhadap titik berat tiang kelompok pada arah X (m)

Yi

= Jarak tiang pancang terhadap titik berat tiang kelompok pada arah Y (m)
= Jumlah kuadrat tiang pancang pada arah x (m2)
= Jumlah kuadrat tiang pancang pada arah y (m2)

2.9.2 Kapasitas Kelompok dan Effisiensi Tiang Pancang


Jika kelompok tiang dipancang dalam tanah lempung lunak, pasir tidak padat, atau
timbunan, dengan dasar tiang yang bertumpu pada lapisan kaku, maka kelompok tiang
tersebut tidak mempunyai resiko akan mengalami keruntuhan geser umum, asalkan diberikan
faktor aman yang cukup terhadap bahaya keruntuhan tiang tunggalnya. Akan tetapi,

Universitas Sumatera Utara

penurunan kelompok tiang masih tetap harus dipancang secara keseluruhan ke dalam tanah
lempung lunak.
Pada kelompok tiang yang dasarnya bertumpu pada lapisan lempung lunak, faktor
aman terhadap keruntuhan blok harus diperhitungkan, terutama untuk jarak tiang-tiang yang
dekat. Pada tiang yang dipasang pada jarak yang besar, tanah diantara tiang-tiang bergerak
sama sekali ketika tiang bergerak kebawah oleh akibat beban yang bekerja (Gambar 2.19a).
Tetapi, jika jarak tiang-tiang terlalu dekat, saat tiang turun oleh akibat beban, tanah diantara
tiang-tiang juga ikut bergerak turun. Pada kondisi ini, kelompok tiang dapat dianggap sebagai
satu tiang besar dengan lebar yang sama dengan lebar kelompok tiang. Saat tanah yang
mendukung beban kelompok tiang ini mengalami keruntuhan, maka model keruntuhannya
disebut keruntuhan blok (Gambar 2.19b). Jadi, pada keruntuhan blok, tanah yang terletak
diantara tiang bergerak kebawah bersama-sama dengan tiangnya. Mekanisme keruntuhan
yang demikian dapat terjadi pada tipe-tipe tiang pancang maupun tiang bor.

(a)

(b)

Gambar 2.19 Tipe keruntuhan dalam kelompok tiang : (a) Tiang tunggal,
(b) Kelompok tiang
Sumber : Hardiyatmo, 2002

Universitas Sumatera Utara

Umumnya model keruntuhan blok terjadi bila rasio jarak tiang dibagi diameter (S/D)
sekitar kurang dari 2 (dua). Whiteker (1957) memperlihatkan bahwa keruntuhan blok terjadi
pada jarak 1,5d untuk kelompok tiang yang berjumlah 3x3, dan lebih kecil dari 2,25d untuk
tiang yang berjumlah 9x9.
Menurut Coduto (1983), effisiensi kelompok tiang tergantung pada beberapa faktor,
diantaranya:
1. Jumlah tiang, panjang, diameter, dan terutama jarak antara as tiang.
2. Model transfer beban (tahanan gesek terhadap tahanan dukung ujung).
3. Prosedur pelaksanaan pemasangan tiang.
4. Urutan pemasangan tiang.
5. Macam tanah.
6. Jangka waktu setelah pemancangan.
7. Interaksi antara pelat penutup tiang (pile cap) dengan tanah.
Kapasitas ultimit kelompok tiang dengan memperlihatkan faktor efisiensi tiang
dinyatakan dengan rumus sebagai berikut :
Qg = Eg . n . Qa............................................................................ (2.6)
dimana :
Qg = Beban maksimum kelompok tiang yang mengakibatkan keruntuhan.
Eg = Efisiensi kelompok tiang.
n

= Jumlah tiang dalam kelompok.

Qa = Beban maksimum tiang tunggal.

Universitas Sumatera Utara

Beberapa persamaan efisiensi tiang telah diusulkan untuk menghitung kapasitas


kelompok tiang, namun semuanya hanya bersifat pendekatan. Persamaan-persamaan yang
diusulkan didasarkan pada susunan tiang, dengan mengabaikan panjang tiang, variasi bentuk
tiang yang meruncing, variasi sifat tanah dengan kedalaman dan pengaruh muka air tanah.
Salah satu dari persamaan-persamaan efisiensi tiang tersebut, yang disarankan oleh
Converse-Labarre Formula, sebagai berikut :

Eg = 1

(n'1).m + (m 1).n'
90.m.n'
.................................................... ( 2. 7 )

dimana :
Eg = Efisiensi kelompok tiang.
m

= Jumlah baris tiang.

n'

= Jumlah tiang dalam satu baris.

= Arc tg d/s, dalam derajat.

= Jarak pusat ke pusat tiang (lihat Gambar 2.14)

= Diameter tiang.
Metode Los Angeles Group
Eg = 1-

....(2. 8 )

Dimana :
Eg

= Effisiensi kelompok tiang

= Jumlah baris tiang

= Jumlah tiang dalam satu baris

= Jumlah pusat ke pusat tiang

Universitas Sumatera Utara

= Diameter tiang

Gambar 2.20 Definisi jarak s dalam hitungan efisiensi tiang


Sumber : Hardiyatmo, 2002
2.10 Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang dari Hasil Sondir
Diantara perbedaaan tes dilapangan, sondir atau cone penetration test (CPT)
seringkali sangat dipertimbangkan berperanan dari geoteknik. CPT atau sondir ini tes yang
sangat cepat, sederhana, ekonomis dan tes tersebut dapat dipercaya dilapangan dengan
pengukuran terus-menerus dari permukaan tanah-tanah dasar. CPT atau sondir ini dapat juga
mengklasifikasi lapisan tanah dan dapat memperkirakan kekuatan dan karakteristik dari
tanah. Didalam perencanaan pondasi tiang pancang (pile), data tanah sangat diperlukan dalam
merencanakan kapasitas daya dukung (bearing capacity) dari tiang pancang sebelum
pembangunan dimulai, guna menentukan kapasitas daya dukung ultimit dari tiang pancang.
Untuk menghitung daya dukung tiang pancang berdasarkan data hasil pengujian
sondir dapat dilakukan dengan menggunakan metode Meyerhoff.
Daya dukung ultimate pondasi tiang dinyatakan dengan rumus :
Qult = (qc x Ap)+(JHL x K11) ........................................................ (2.9)

Universitas Sumatera Utara

dimana :
Qult

= Kapasitas daya dukung tiang pancang tunggal.

qc

= Tahanan ujung sondir.

Ap

= Luas penampang tiang.

JHL

= Jumlah hambatan lekat.

K11

= Keliling tiang.

Daya dukung ijin pondasi dinyatakan dengan rumus :

Qijin =

q c xAc JHLxK11
+
.............................................................. (2.10)
3
5

dimana :
Qijin

= Kapasitas daya dukung ijin pondasi.

qc

= Tahanan ujung sondir.

Ap

= Luas penampang tiang.

JHL

= Jumlah hambatan lekat.

K11

= Keliling tiang.

Untuk menghitung daya dukung tiang pancang berdasarkan data hasil pengujian
sondir dapat dilakukan dengan menggunakan metode

Aoki dan De Alencar dengan

persamaan sebagai berikut :


Qu = Qb + Qs = qbAb + f.As ........................................................... (2.11)

Universitas Sumatera Utara

dimana :
Qu = Kapasitas daya dukung aksial ultimit tiang pancang.
Qb = Kapasitas tahanan di ujung tiang.
Qs

= Kapasitas tahanan kulit.

qb

= Kapasitas daya dukung di ujung tiang persatuan luas.

Ab = Luas di ujung tiang.


f

= Satuan tahanan kulit persatuan luas.

As

= Luas kulit tiang pancang.

Dalam menentukan kapasitas daya dukung aksial ultimit (Qu) dipakai Metode Aoki
dan De Alencar.
Aoki dan Alencar mengusulkan untuk memperkirakan kapasitas dukung ultimit dari
data Sondir. Kapasitas dukung ujung persatuan luas (qb) diperoleh sebagai berikut :

qb =

qca (base)
............................................................................. (2.12)
Fb

dimana :
qca (base)

= Perlawanan konus rata-rata 1,5D diatas ujung tiang, 1,5D dibawah


ujung tiang dan Fb adalah faktor empirik tergantung pada tipe tanah.

Tahanan kulit persatuan luas (f) diprediksi sebagai berikut :

F = qc (side)

s
Fs

........................................................................... (2.13)

Universitas Sumatera Utara

dimana :
qc (side)

= Perlawanan konus rata-rata pada masing lapisan sepanjang tiang.

Fs

= Faktor empirik yang tergantung pada tipe tanah.

Fb

= Faktor empirik yang tergantung pada tipe tanah.

Faktor Fb dan Fs diberikan pada Tabel 2.1 dan nilai-nilai faktor empirik s diberikan
pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Faktor empirik Fb dan Fs (Titi & Farsakh, 1999 )
Tipe Tiang Pancang

Fb

Fs

Tiang Bor

3,5

7,0

Baja

1,75

3,5

Beton Pratekan

1,75

3,5

Tabel 2.2 Nilai faktor empirik untuk tipe tanah yang berbeda (Titi & Farsak1999 )
Tipe Tanah

Pasir

Pasir kelanauan

s
(%)

1,4

2,0

Tipe Tanah

s (%)

Pasir berlanau

2,2

Pasir berlanau
dengan lempung

lempung

Lempung
berpasir

s (%)

2,4

Lempung
2,8

berpasir

2,8

dengan lanau

Pasir kelanauan
dengan

Tipe Tanah

Lempung
2,4

Lanau

3,0

berlanau

3,0

dengan pasir

Universitas Sumatera Utara

Pasir
berlempung

Lanau
2,8

dengan lanau
Pasir
berlempung

berlempung

3,0

dengan pasir

3,0

Lanau
berlempung

3,4

Lempung

4,0

berlanau

Lempung

6,0

Pada umumnya nilai s untuk pasir = 1,4 persen, nilai s untuk lanau = 3,0 persen dan
nilai s untuk lempung = 1,4 persen.

2.11 Faktor Aman


Untuk memperoleh kapasitas ijin tiang, maka diperlukan untuk membagi kapasitas
ultimit dengan faktor aman tertentu. Faktor aman ini perlu diberikan dengan maksud :
a. Untuk memberikan keamanan terhadap ketidakpastian metode hitungan yang digunakan.
b. Untuk memberikan keamanan terhadap variasi kuat geser dan kompresibilitas tanah.
c. Untuk meyakinkan bahwa bahan tiang cukup aman dalam mendukung beban yang
bekerja.
d. Untuk meyakinkan bahwa penurunan total yang terjadi pada tiang tunggal atau kelompok
masih tetap dalam batas-batas toleransi.
e. Untuk meyakinkan bahwa penurunan tidak seragam diantara tiang-tiang masih dalam
batas toleransi.
Sehubungan dengan alasan butir (d), dari hasil banyak pengujian-pengujian beban
tiang, baik tiang pancang maupun tiang bor yang berdiameter kecil sampai sedang (600 mm),
penurunan akibat beban bekerja (working load) yang terjadi lebih kecil dari 10 mm untuk
faktor aman yang tidak kurang dari 2,5 (Tomlinson, 1977).

Universitas Sumatera Utara

Besarnya beban bekerja (working load) atau kapasitas tiang ijin (Qa) dengan
memperhatikan keamanan terhadap keruntuhan adalah nilai kapasitas ultimit (Qu) dibagi
dengan faktor aman (SF) yang sesuai. Variasi besarnya faktor aman yang telah banyak
digunakan untuk perancangan pondasi tiang pancang, sebagai berikut :

Qa =

Qu
....................................................................................... (2.14)
2,5

2.12 Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang dari Hasil SPT


Standard Penetration Test (SPT) adalah sejenis percobaan dinamis dengan
memasukkan suatu alat yang dinamakan split spoon kedalam tanah. Dengan percobaan ini
akan diperoleh kepadatan relatif (relative density), sudut geser tanah () berdasarkan nilai
jumlah pukulan (N). Hubungan kepadatan relatif, sudut geser tanah dan nilai N dari pasir
dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 2.3 Hubungan Dr, dan N dari pasir (Mekanika Tanah & Teknik Pondasi,
Sosrodarsono Suyono Ir, 1983)
Sudut Geser Dalam
Nilai N

Kepadatan Relative (Dr)

Menurut
Peck

Menurut
Meyerhof

0-4

0,0-0,2

Sangat lepas

< 28,5

< 30

4-10

0,2-0,4

Lepas

28,5-30

30-35

10-30

0,4-0,6

Sedang

30-36

35-40

30-50

0,6-0,8

Padat

36-41

40-45

> 50

0,8-1,0

Sangat Padat

< 41

> 45

Universitas Sumatera Utara

Hasil uji SPT yang diperoleh dari lapangan perlu dilakukan koreksi. Pada data uji SPT
terdapat dua jenis koreksi, yaitu koreksi efisiensi alat (cara pengujian) dan koreksi tegangan
overburden efektif (kedalaman).
1. Skempton, 1986, mengembangkan koreksi nilai SPT sebagai berikut :
N60 =

Em . CB . CS . CR
............................................................... (2.15)
0,60

dimana :
N60 = Nilai koreksi SPT terhadap cara pengujian.
Em = Hammer eficiency (Tabel 2.4).
CB = Koreksi diameter bor (Tabel 2.5).
CS = Koreksi sampler (Tabel 2.5).
CR = Koreksi panjang tali (Tabel 2.5).
N

= Harga SPT lapangan.

2. Koreksi tegangan overburden efektif (kedalaman) sebagai berikut :


N60 = CN . N60 .............................................................................. (2.16)
Pasir halus normal konsolidasi :

CN =

'
1+ v

............................................................................. (2.17)

Pasir kasar normal konsolidasi :

Universitas Sumatera Utara

CN =

3
2+

v'

............................................................................ (2.18)

Pasir over konsolidasi :

CN =

1,7

'
0,7 + v

.......................................................................... (2.19)

dimana :
N60 = Nilai SPT terkoreksi cara pengujian dan regangan overburden.
' v

= Tegangan overburden efektif.

= Reference stress = 100 kPa.

N60 = Nilai koreksi SPT terhadap cara pengujian.


Tabel 2.4 SPT hammer efficiencies ( Clayton, 1990)
Country

Hammer Type

Hammer Release
Mechanism

Hammer
Effeciency, Em

Argentina

Donut

Cathead

0.45

Brazil

Pin weight

Hand dropped

0.72

Automatic

Trip

0.60

Donut

Hand dropped

0.55

Donut

Cathead

0.50

China

Lanjutan Tabel 2.4 SPT hammer efficiencies ( Clayton, 1990)


Country
Colombia

Hammer Type
Donut

Hammer Release
Mechanism
Cathead

Hammer
Effeciency, Em
0.50

Universitas Sumatera Utara

Tombi trigger
Donut
Japan

0.78-0.85
Cathead 2 turns +

Donut

0.65-0.67
Special release

UK

Automatic

Trip

0.73

Safety

2 turns on cathead

0.55-0.60

Donut

2 turns on cathead

0.45

Donut

Cathead

0.43

USA
Venezuela

Tabel 2.5 Borehole, Sampler and Rod correction factors (Skempton, 1986)
Factor

Equipment Variables

Value

Borehole diameter factor,


CB

2.5-4.5 in (65-115 mm)

1.00

6 in (150 mm)

1.05

8 in (200 mm)

1.15

Standard sampler

1.00

Sampler without liner (not


recommended)

1.20

10-13 ft (3-4 m)

0.75

13-20 ft (4-6 m)

0.85

20-30 ft (6-10 m)

0.95

> 30 ft (> 10 m)

1.00

Sampling methode factor,


CS

Rod lenght factor,


CR

Universitas Sumatera Utara

Grafik 2.21 Variasi harga berdasarkan kohesi tanah


Perkiraan kapasitas daya dukung pondasi tiang pancang pada tanah pasir dan silt
didasarkan pada data uji lapangan SPT, ditentukan dengan perumusan sebagai berikut :
1.

Kekuatan ujung tiang (end bearing), (Meyerhof, 1976).


Untuk tanah pasir dan kerikil :
Qp = 40 . N-SPT . L D . Ap < 400 . N-SPT . Ap ........................ (2.20)
Untuk tahanan geser selimut tiang adalah:
Qs = 2 N-SPT . p. L
Kekuatan ujung tiang (end bearing) untuk tanah kohesif plastis :
Qp = 9 . Cu . Ap ......................................................................... (2.21)
Untuk tahanan geser selimut tiang adalah:

Universitas Sumatera Utara

Qs = . cu . p . Li
Cu = N-SPT . 2/3 . 10
Dimana :

2.

= Koefisien adhesi antara tanah dan tiang

Cu

= Kohesi Undrained

= keliling tiang

Li

= panjang lapisan tanah

Kekuatan Lekatan (skin friction), (Meyerhof, 1976).


Untuk pondasi tiang tipe large displacement (driven pile) :

fs =

r
50

N60 .............................................................................. (2.22)

Untuk pondasi tiang tipe small displacement (bored pile) :

fs =

r
N60 ............................................................................. (2.23)
100

dan :
Psu = As . fs ................................................................................. (2.24)
dimana :
fs

= Tahanan satuan skin friction, kN/m2.

N60 = Nilai SPT N60.


As

= Luas selimut tiang.

Pus = Kapasitas daya dukung gesekan (skin friction), kN.

Universitas Sumatera Utara

Untuk tahanan geser selimut tiang pancang pada tanah non-kohesif :


Qs = 2 . N-SPT . p . Li................................................................ (2.25)
dimana :

2.13

Li

= Panjang lapisan tanah, m.

= Keliling tiang, m.

Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang Dari Hasil Calendering


Untuk perencanaan daya dukung tiang pancang dari hasil calendering ada tiga metode

yang digunakan, yaitu metode Danish Formula, metode HilleyFormula dan metode modified
New ENR.
Formula Danish banyak digunakan untuk menentukan apakah suatu tiang pancang
tunggal telah mencapai daya dukung yang cukup pada kedalaman tertentu, walaupun pada
prakteknya kedalaman dan daya dukung tiang telah ditentukan sebelumnya. Kapasitas daya
dukung tiang berdasarkan metode Danish Formula adalah:

Pu =

xE
xExL

S +
2 x A x Ep

.......................................................... (2.26)
0.5

dimana :
Pu

= Kapasitas daya dukung ultimate tiang.

Universitas Sumatera Utara

= Effisiensi alat pancang.

= Energi alat pancang yang digunakan.

= Banyaknya penetrasi pukulan diambil dari kalendering dilapangan.

= Luas penampang tiang pancang.

Ep = Modulus elastis tiang


Tabel 2.6 Effisiensi jenis alat pancang (Teknik Pondasi 2, Hardiyatmo, Hary Christady,
2003)
Jenis Alat Pancang

Effisiensi

Pemukul jatuh (drop hammer)

0.75 - 1.00

Pemukul aksi tunggal (single acting hammer)

0.75 - 0.85

Pemukul aksi double (double acting hammer)

0.85

Pemukul diesel (diesel hammer)

0.85 - 1.00

Tabel 2.7 Karakteristik alat pancang diesel hammer (Buku Katalog KOBE Diesel Hammer)
Tenaga Hammer
Type

Jlh.

Berat Balok Besi Panjang

Pukulan
kN-m

Kip-ft

Kg-cm

kN

Kips

Kg

Permenit
K 150

379.9

280

3872940

45 - 60

147.2

33.11

15014.4

K 60

143.2

105.6

1460640

42 - 60

58.7

13.2

5987.4

K 45

123.5

91.1

1259700

39 - 60

44

9.9

4480

K 35

96

70.8

979200

39 - 60

34.3

7.7

3498.6

K 25

68.8

50.7

701760

39 - 60

24.5

5.5

2499

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.8 Nilai-nilai k 1 (Chellis, 1961)


Nilai k1 (mm), untuk tegangan akibat
pukulan pemancangan di kepala
Bahan Tiang

tiang
3.5 MPa

Tiang baja atau pipa langsung pada


kepala tiang
Tiang langsung pada kepala tiang
Tiang beton pracetak dengan 75 110
mm bantalan didalam cap

7MPa 10.5MPa 14MPa

1.3

2.5

3.8

12.5

0.5

1.5

Baja tertutup cap yang berisi bantalan


kayu untukl tiang baja H atau tiang
pipa
Piringan fiber 5 mm diantara dua pelat
baja 10 mm

Tabel 2.9 Nilai Efisiensi eh (Bowles, J. E., 1991)


Type

Efisiensi (eh)

Pemukul Jatuh (Drop Hammer)

0.75 1.0

Pemukul Aksi Tunggal (Single Acting Hammer)

0.75 0.85

Pemukul Aksi Dobel (Double Acting Hammer)

0.85

Pemukul Diesel (Diesel Hammer)

0.85 1.0

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.10 Koefisien restitusi n (Bowles, J. E., 1991)


Material

Broomed wood

Tiang kayu padat pada tiang

0.25

Bantalan kayu padat pada tiang

0.32

Bantalan kayu padat pada alas tiang

0.40

Landasan baja pada baja (steel on steel anvil) pada tiang baja

0.50

atau beton
Pemukul besi cor pada tiang beton tanpa penutup (cap)

0.40

Metode Hilley Formula juga banyak digunakan untuk menentukan apakah suatu tiang
pancang tunggal telah mencapai daya dukung yang cukup pada kedalaman tertentu, walaupun
pada prakteknya kedalaman dan daya dukung tiang telah ditentukan sebelumnya. Kapasitas
daya dukung tiang berdasarkan metode Hilley Formula adalah :

Qu =

ehWr h

Wr + n 2W p

s + 1 (k1 + k 2 + k 3 )
2

Wr + W p

..............................................(2.27)

Cumming (1940) menunjukkan bahwa persamaan telah mengikutsertakan efek-efek


kehilangan yang diasosiasikan dengan k1, bentuk dari persamaan 2.18 umumnya lebih
diterima dan dipakai.

Suku k2 dapat diambil sebagai pemampatan elastis dari tiang


regangan yang bersangkutan sebesar

Qu

Qu

AE

dengan energi

2 AE

Universitas Sumatera Utara

Nilai k1 dapat dilihat dari tabel 2.7 Nilai efesiensi pemukul (eh) bergantung pada
kondisi pemukul dan blok penutup (capblok) dan kondisi tanah (khususnya pada pemukul
uap). Jika belum ada data yang tepat, nilai-nilai (eh) dalam tabel 2.7 dapat dipakai sebagai
acuan. Nilai-nilai restitusi n ditunjuk dalam tabel 2.8, dimana nilai-nilai aktualnyabergantung
pada tipe dan kondisi bahan capblok dan bantalan kepala tiang.
Nilai k3 dapat diambil (Bowles, J. E., 1991)
K3 = 0 untuk tanah keras (batu, pasir sangat padat dan kerikil)
= 2.5 mm 5 mm pada tanah yang lainnya.
Dimana:
Qu

= Kapasitas ultimate tiang

eh

= efesiensi palu (hammer eficiency)

Eh

= energi pemukul dari pabrik per aturan waktu

= tinggi jatuh ram

k1

= komperesi impuls menyebabkan kompresi/perubahan momentum

k2

= konpresi elastik tiang

k3

= kompresi elastik tanah

= panjang tanah

= koefisien restitusi

= penetrasi per pukulan

Wp

= berat tiang, termasuk pilecap, driving shoe, dan capblok

Universitas Sumatera Utara

Wr

= berat ram (termasuk berat casing untuk pemukul aksi dobel)

Metode modified New ENR juga banyak digunakan untuk menentukan apakah suatu
tiang pancang tunggal telah mencapai daya dukung yang cukup pada kedalaman tertentu,
walaupun pada prakteknya kedalaman dan daya dukung tiang telah ditentukan sebelumnya.
Kapasitas daya dukung tiang berdasarkan metode modified New ENR adalah :

Qu =

. ( 2.28)

Dimana:
E

= Effisiensi hammer

= 0.254 cm untuk unit S dan h dalam cm

Wp

= Berat tiang

WR

= Berat hammer

= koef. Restitusi antara ram dan pile cap

= tinggi jatuh

WR x h = Energi palu
SF yang direkomendasikan = 6

Universitas Sumatera Utara

Cara pengambilan grafik data kalendering hasil pemancangan tiang adalah:


1. Kertas grafik ditempelkan pada dinding tiang pemancang sebelum tiang tertanam
keseluruhan dan proses pemancangan belum selesai.
2. Kemudian alat tulis diletakkan diatas sokongan kayu dengan tujuan agar alat tulis
tidak bergerak pada saat penggambaran grafik penurunan tiang kekertas grafik
ketika berlangsung pemancangan tiang.
3. Pengambilan data ini diambil pada saat kira-kira penurunan tiang pancang mulai
stabil
4. Hasil kalendering pemancangan tiang yang diambil pada 10 pukulan terakhir,
kemudian dirata-ratakan sehingga diperoleh penetrasi titik perpukulan (s).
Metode Gates juga sering dipergunakan dalam perhitungan daya dukung tiang karena
formula ini sederhana dan dapat dipergunakan dilapangan dengan cepat. Metode ini
digunakan dengan rumus :
Pu

= a eh.Eb(b log s .............................................................. (2.29)

Pijin

Pu
................................................................................. (2.30)
SF

dimana :
Pu

= Kapasitas daya dukung ultimate tiang.

Pijin = Daya dukung ijin tiang pancang.


a

= Konstanta.

= Konstanta.

eh

= Effisien baru.

Universitas Sumatera Utara

Eb = Energi alat pancang


s

= Banyaknya penetrasi pukulan diambil dari kalendering dilapangan.

SF = Faktor keamanan (3-6) untuk metode ini.

2.14

Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang dari Data Pile Driving Analizer ( PDA )
Tujuan pengujian dinamis ini adalah untuk mengetahui besarnya daya dukung
ultimate tiang pancang tunggal yang dilakukan dilapangan dengan berbagai dimensi
dan karakteristik tiang yang telah ditentukan melalui perencanaan sebelumnya, baik
untuk pemilihan tiang maupun lokasinya.
Beban dinamik akibat tumbukan dari drop hammer pada kepala tiang, akan
menimbulkan regangan pada tiang dan pergerakan relatif (relative displacement)
yang terjadi antara tiang dan tanah sekitarnya menimbulkan gelombang akibat
perlawanan atau reaksi tanah. Semakin besar kekuatan tanah, semakin kuat
gelombang perlawanan yang timbul. Gelombang aksi maupun reaksi akibat
perlawanan tanah akan direkam, dari hasil rekaman, karakteristik gelombang
gelombang ini dianalisa untuk menentukan daya dukung statik tiang diuji,
berdasarkan theory of stress wave propagation on pile (case method).
Saat ini pengujian PDA banyak dilakukan untuk pondasi tiang pancang
precast piles, steel piles, spun piles, menggunakan palu dari alat pancangnya sendiri,
sehingga sangat praktis dan ekonomis pengerjaannya. Pengujian PDA untuk tiang
berdiameter besar dan daya dukung besar sangat menguntungkan, karena proses
pengujian sangat singkat (dari persiapan sampai selesai hanya berlangsung selama 1
3 jam).

Universitas Sumatera Utara

Untuk menghasilkan beban dinamik pada tiang, digunakan palu yang


berfungsi sebagai alat tumbuk. Berat minimum dari palu yang akan digunakan
ditentukan sebesar 1 % dari perkiraan daya dukung ijin tiang. Sebagai contoh : untuk
daya dukung ijin tiang direncanakan 500 ton, dan diambil daya dukung batasnya
200% dari daya dukung ijinnya, sebesar 1000 ton, maka berat minimum palu adalah
10 ton. Tinggi jatuh palu diambil antara 1 m sampai 2 m, dipilih ketinggian minimum
berupa yang sudah menghasilkan output daya dukung batas tiang.

Pengujian

dilakukan 2 sampai 5 kali tumbukan, sedangkan besarnya daya dukung tiang


ditentukan dari rekaman 1 gelombang tumbukan saja.
Terbatasnya berat palu yang dipakai untuk pengujian tiang dengan PDA,
menyebabkan pengujian tersebut banyak diragukan berbagai pihak. Tetapi dengan
digunakannya palu berbobot sangat besar yaitu 11,50 ton (tersedia juga bobot 25 ton)
untuk berbagai proyek menyebabkan hasil pengujian menjadi lebih akurat.

2.14.1 Prosedur Pengujian Daya Dukung Tiang Pancang Dengan PDA


Prosedur pengujian dilakukan sesuai dengan peraturan ASTM D4945. Karena tiang
pancang yang diuji sudah dalam keadaan terpancang, maka untuk pengujian
dilakukan re-strike atau re-drive. Untuk tiang pancang yang diuji, re-strike dilakukan
sebanyak kira kira 20 kali (blows). Re-strike dihentikan setelah diperoleh kulitas
rekaman yang cukup baik dan enerji pukulan relatif cukup tinggi.
Kualitas rekaman tergantung dari pemasangan instrumen dan bekerjanya komputer
dan sistem elektronik. Apabila instrumen tidak terpasang dengan baik atau sistem
komputer tidak bekerja seperti yang diharapkan, hal ini akan segera diketahui dari
beberapa rekaman (blow) yang pertama. Selama pengujian di proyek ini, semua

Universitas Sumatera Utara

sistem elektronik bekerja sesuai dengan rencana. Jadi jumlah pukulan yang
diperlukan ditentukan oleh fluktuasi besarnya enerji yang sesungguhnya diterima oleh
tiang. Hal ini sepenuhnya tergantung dari efisiensi mesin pancang dan sistem
pemancangan.
Instrumen PDA
a. Strain Transducer dan Accelometer
Untuk mengukur regangan dan percepatan selama perambatan gelombang
akibat tumbukan yang diberikan pada tiang, strain transducer dan accelometer (
dipasang masing masing 2 buah di kedua sisi tiang untuk mencegah tidak
bekerjanya instrument pada saat penumbukan ), berfungsi merubah regangan dan
percepatan menjadi sinyal elektronik, melalui kabel penghubung akan direkam oleh
alat PDA. Dipasang atau diletakkan pada permukaan bagian atas tiang dengan jarak
lebih besar dari 1,5 W 2 W dari ujung atas kepala tiang, Dimana W = lebar
penampang tiang, untuk mendapatkan hasil rekaman yang baik.
b. Computer Laptop PDA
Hasil pengukuran direkam dengan alat computer PDA type PAK dari GRL
USA di lapangan dan dianalisa dengan program CAPWAP.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.22 Computer laptop PDA

8. Pemasangan Instrumen PDA


Sesuai ketentuan ASTM D 4945-96 maka pemasangan instrumen strain
transducer harus dilakukan sedemikian rupa untuk menghindari pengaruh yang akan
terjadi selama penumbukan. Sehingga pengaruh faktor momen dapat diabaikan, untuk
mendapatkan nilai N aksial sebesar mungkin.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.23.Pemasangan instrumen strain tranducer dan accelerometer


9. Pekerjaan Persiapan
Sebelum pengujian dilaksanakan, telah dilakukan persiapan untuk PDA
dengan mencatat hal hal yang perlu diperhatikan, yaitu : Pengeboran lubang pada
tiang pancang untuk pemasangan Strain Tranducer dan Accelerometer.
10. Pelaksanaan pengujian PDA
Tiang pancang uji diberi beberapa kali tumbukan, penumbukan dihentikan jika
telah diperoleh mutu rekaman cukup baik pada komputer dan energi tumbukan
(EMX) relatif cukup tinggi. Kualitas rekaman cukup baik tergantung dari beberapa
faktor, yaitu:

a. Pemasangan instrumen terpasang dengan cukup kuat pada tiang beton;


b. Sistem elektronik komputer dan efisiensi hammer yang digunakan.
Saat pengujian secara temporer dilakukan pengecekan/pengencangan instrumen
strain tranducer dan accelerometer. Nilai EMX tergantung nilai efisiensi hammer

Universitas Sumatera Utara

yang dipakai. Hasil uji dinamis PDA dianalisis lebih lanjut dengan program
CAPWAP, didapat perbandingan kekuatan daya dukung tiang pancang dilapangan
termasuk distribusi kekuatan friksi tanah di setiap lapisan tana, tahanan ujung,
tegangan tiang, dan lainnya.
2.14.2 Efisiensi Tumbuhan Hammer
Dari beberapa tumbukan pada tiang yang diuji, efisiensi transfer energi
hammer mencapai 50 % sampai dengan 63% dari energi potensial yang tersedia.
2.14.3 Tegangan Tiang
Tegangan tekan maksimum (CSX) dan tegangan tarik maksimum (TSX) yang
terjadi pada tiang pancang yang diuji, diukur dekat kepala tiang pada saat
pelaksanaan pengujian dilaksanakan.
2.14.4

Daya Dukung Tiang


Dari hasil pengujian dinamis pada kondisi restrike, analisa daya dukung tiang
pancang diperoleh dengan menggunakan program CAPWAP pada tiang uji.

2.14.5 Langkah Analisis, Pengambilan Kesimpulan dan Rekomendasi


Hasil rekaman gelombang akibat tumbukan palu dianalisa lebih jauh dengan
menggunakan Analysis Case Pile Wave Equation Program (CAPWAP), satu paket
dengan PDA. Kombinasi rambatan gelombang pada tiang hasil rekaman PDA dan
modelisasi tanah serta parameternya (Dumping factor, Quake, Material tiang) dan
secara iterasi menentukan parameter tanah lainnya, sehingga grafik gelombang hasil
iterasi (signal matching) memiliki korelasi yang baik dengan gelombang yang
dihasilkan.

Universitas Sumatera Utara

Analisa dengan CAPWAP akan menghasilkan kurva penurunan tiang S versus


beban datribusi gaya gesek dan tahanan ujung tiang. Kualitas pengujian PDA dapat
dibandingkan melalui daya dukung ultimatenya dan melalui kurva penurunan tiang
versus beban dari uji beban statik.
Setelah daya dukung ultimate diperoleh melalui analisis CAPWAP, perlu
diingat bahwa daya dukung ultimate tiang pancang tersebut adalah daya dukung
ultimate tanah pendukung tiang pancang tunggal, pada saat pengetesan dilakukan
daya dukung ijin rencana harus disesuaikan dengan daya dukung ijin bahan tiang
yang digunakan. Karena hasil pengujian ini hanya untuk tiang pancang tunggal maka
efisiensi kelompok tiang harus diperhitungkan sesuai dengan jumlah, jarak dan
susunan kelompok tiang pancang yang terpasang. Penurunan total dan perbedaan
penurunan (differential settlement) secara longterm perlu dihitung lebih mendalam
sesuai toleransi diijinkan untuk fungsi bangunan atasnya.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai