Chapter II PDF
Chapter II PDF
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Umum
Tiang pancang adalah bagian-bagian konstruksi yang dibuat dari kayu, beton, dan
2.2.
Defenisi Tanah
Tanah, pada kondisi alam, terdiri dari campuran butiran-butiran mineral dengan atau
tanpa kandungan bahan organik. Butiran-butiran tersebut dapat dengan mudah dipisahkan
satu sama lain dengan kocokan air. Material ini berasal dari pelapukan batuan, baik secara
fisik maupun kimia. Sifat-sifat teknis tanah, kecuali oleh sifat batuan induk yang merupakan
material asal, juga dipengaruhi oleh unsur-unsur luar yang menjadi penyebab terjadinya
pelapukan batuan tersebut.
Istilah-istilah seperti kerikil, pasir, lanau dan lempung digunakan dalam teknik sipil
untuk membedakan jenis-jenis tanah. Pada kondisi alam, tanah dapat terdiri dari dua atau
lebih campuran jenis-jenis tanah dan kadang-kadang terdapat pula kandungan bahan organik.
Material campurannya kemudian dipakai sebagai nama tambahan dibelakang material unsur
utamanya. Sebagai contoh, lempung berlanau adalah tanah lempung yang mengandung lanau
dengan material utamanya adalah lempung dan sebagainya.
Tanah terdiri dari 3 komponen, yaitu udara, air dan bahan padat. Udara dianggap tidak
mempunyai pengaruh teknis, sedangkan air sangat mempengaruhi sifat-sifat teknis tanah.
Ruang diantara butiran-butiran, sebagian atau seluruhnya dapat terisi oleh air atau udara. Bila
rongga tersebut terisi air seluruhnya, tanah dikatakan dalam kondisi jenuh. Bila rongga terisi
udara dan air, tanah pada kondisi jenuh sebagian (partially saturated). Tanah kering adalah
tanah yang tidak mengandung air sama sekali atau kadar airnya nol (Hardiyatmo H. C.,
1996).
2.3. Dry Dock
Dry dock ( dermaga kering ) atau dikenal sebagai dok galian, suatu cekungan sempit
yang biasanya terbuat dari tanggul tanah dan beton yang ditutup dengan gerbang atau pintu
dock. Dimana fungsi dari dry dock sendiri adalah untuk perbaikan kapal, pemeliharaan kapal,
perahu dan lainnya.
Adapun operasional dry dock pada proyek yang saya amati, pertama tama dry dock
baru bisa di operasikan pada saat air laut pasang sehingga air dapat masuk ke dalam dalam
dry dock melalui lubang manhole yang ada pada pintu dock, kemudian pintu dock yang
terbuat dari baja itu juga harus terisi dengan air agar pintu dock tetap pada posisi nya. Setelah
dock terisi air setinggi 4,25 m
mengeluarkan air yang ada pada pintu dock sebanyak 25%, kemudian pintu dock tersebut
akan mengambang. sehingga pintu dock dapat ditarik keluar oleh kapal service (kapal
takeboat). Selanjutnya, kapal yang akan diperbaiki dapat memasuki drydock.
Setelah kapal masuk, pintu dock di dorong kembali ke posisinya yang semula dan
diisi kembali dengan air sampai penuh. Kemudian, air yang ada di dalam drydock dipompa
keluar sampai kering. Sehingga, kapal dapat bebas diperiksa atau diperbaiki.Setelah kapal
selesai diperiksa atau diperbaiki, maka kapal dikeluarkan lagi dengan cara yang sama.
Adapun material yang digunakan pada proyek pembangunan dry dock unit galangan
kapal belawan:
Balok : ukuran ( 50 x 65 cm )
Mutu beton K 300
: 48 m (@ 12 m)
Dimensi tiang
: 40 (cm)
Gaya horizontal
Gaya hidrostatis
0.00
w. h
w. h
Gambar 2.1 Tekanan Hidrostatis Horizontal
Gaya Uplift
m.t
m.a.t
h
0.00
(a)
(b)
(c)
(e)
(d)
Gambar 2.3
2.5
meneruskan beban dan cara pemasangannya, berikut ini akan dijelaskan satu persatu.
2.5.1 Pondasi
tiang
pancang
menurut
pemakaian
bahan
dan
karakteristik
strukturnya
Tiang pancang dapat dibagi kedalam beberapa kategori (Bowles, J. E., 1991), antara
lain :
A. Tiang pancang kayu
Tiang pancang kayu dibuat dari kayu yang biasanya diberi pengawet dan
dipancangkan dengan ujungnya yang kecil sebagai bagian yang runcing. Tapi biasanya
apabila ujungnya yang besar atau pangkal dari pohon di pancangkan untuk tujuan maksud
tertentu, seperti dalam tanah yang sangat lembek dimana tanah tersebut akan kembali
memberikan perlawanan dan dengan ujungnya yang tebal terletak pada lapisan yang keras
untuk daya dukung yang lebih besar.
Tiang pancang kayu akan tahan lama dan tidak mudah busuk apabila tiang pancang
kayu tersebut dalam keadaan selalu terendam penuh dibawah muka air tanah dan tiang
pancang kayu akan lebih cepat rusak apabila dalam keadaan kering dan basah selalu bergantiganti, sedangkan pengawetan dengan pemakaian obat pengawet pada kayu hanya akan
menunda dan memperlambat kerusakan dari kayu, dan tidak dapat melindungi kayu dalam
jangka waktu yang lama.
Oleh karena itu pondasi untuk bangunan-bangunan permanen (tetap) yang didukung
oleh tiang pancang kayu, maka puncak dari pada tiang pancang kayu tersebut diatas harus
selalu lebih rendah dari pada ketinggian dari pada muka air tanah terendah. Pada pemakaian
tiang pancang kayu biasanya tidak diizinkan untuk menahan muatan lebih tinggi 25 sampai
30 ton untuk satu tiang.
B. Tiang pancang beton
Tiang pancang jenis ini terbuat dari beton seperti biasanya. Tiang pancang ini dapat
dibagi dalam 3 macam berdasarkan cara pembuatannya (Bowles, J. E., 1991), yaitu:
a. Precast Reinforced Concrete Pile
Precast Reinforced Concrete Pile adalah tiang pancang beton bertulang yang dicetak
dan dicor dalam acuan beton (bekisting) yang setelah cukup keras kemudian diangkat dan
dipancangkan. Karena tegangan tarik beton kecil dan praktis dianggap sama dengan nol,
sedangkan berat sendiri beton besar, maka tiang pancang ini harus diberikan penulangan yang
cukup kuat untuk menahan momen lentur yang akan timbul pada waktu pengangkatan dan
pemancangan.
Tiang pancang ini dapat memikul beban yang lebih besar dari 50 ton untuk setiap
tiang, hal ini tergantung pada jenis beton dan dimensinya. Precast Reinforced Concrete Pile
penampangnya dapat berupa lingkaran, segi empat, segi delapan dapat dilihat pada (Gambar
2.4).
Gambar 2.4 Tiang pancang beton precast concrete pile (Bowles, J. E., 1991)
b. Precast Prestressed Concrete Pile
Tiang pancang Precast Prestressed Concrete Pile adalah tiang pancang beton yang
dalam pelaksanaan pencetakannya sama seperti pembuatan beton prestess, yaitu dengan
menarik besi tulangannya ketika dicor dan dilepaskan setelah beton mengeras seperti dalam
(Gambar 2.5). Untuk tiang pancang jenis ini biasanya dibuat oleh pabrik yang khusus
membuat tiang pancang, untuk ukuran dan panjangnya dapat dipesan langsung sesuai dengan
yang diperlukan.
Gambar 2.5 Tiang pancang Precast Prestressed Concrete Pile (Bowles, J. E., 1991)
c. Cast in Place
Cast in Place merupakan tiang pancang yang dicor ditempat dengan cara membuat
lubang ditanah terlebih dahulu dengan cara melakukan pengeboran. Pada Cast in Place ini
dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu :
1. Dengan pipa baja yang dipancangkan ke dalam tanah, kemudian diisi dengan
beton dan ditumbuk sambil pipa baja tersebut ditarik keatas.
2. Dengan pipa baja yang dipancang ke dalam tanah, kemudian diisi dengan beton
sedangkan pipa baja tersebut tetap tinggal di dalam tanah.
C. Tiang pancang baja
Kebanyakan tiang pancang baja ini berbentuk profil H. karena terbuat dari baja maka
kekuatan dari tiang ini sendiri sangat besar sehingga dalam pengangkutan dan pemancangan
tidak menimbulkan bahaya patah seperti halnya pada tiang beton precast. Jadi pemakaian
tiang pancang baja ini akan sangat bermanfaat apabila kita memerlukan tiang pancang yang
panjang dengan tahanan ujung yang besar.
Tingkat karat pada tiang pancang baja sangat berbeda-beda terhadap texture tanah,
panjang tiang yang berada dalam tanah dan keadaan kelembaban tanah.
a. Pada tanah yang memiliki texture tanah yang kasar/kesap, maka karat yang terjadi
karena adanya sirkulasi air dalam tanah tersebut hampir mendekati keadaan karat
yang terjadi pada udara terbuka.
b. Pada tanah liat ( clay ) yang mana kurang mengandung oxygen maka akan
menghasilkan tingkat karat yang mendekati keadaan karat yang terjadi karena
terendam air.
c. Pada lapisan pasir yang dalam letaknya dan terletak dibawah lapisan tanah yang padat
akan sedikit sekali mengandung oxygen maka lapisan pasir tersebut juga akan akan
menghasilkan karat yang kecil sekali pada tiang pancang baja.
Pada umumnya tiang pancang baja akan berkarat di bagian atas yang dekat dengan
permukaan tanah. Hal ini disebabkan karena Aerated-Condition ( keadaan udara pada poripori tanah ) pada lapisan tanah tersebut dan adanya bahan-bahan organis dari air tanah. Hal
ini dapat ditanggulangi dengan memoles tiang baja tersebut dengan ( coaltar ) atau dengan
sarung beton sekurang-kurangnya 20 ( 60 cm ) dari muka air tanah terendah.
Karat /korosi yang terjadi karena udara ( atmosphere corrosion ) pada bagian tiang
yang terletak di atas tanah dapat dicegah dengan pengecatan seperti pada konstruksi baja
biasa.
Keuntungan pemakaian Tiang Pancang Baja.
b. Kemudian core ditarik keatas dan tiang pancang kayu dimasukan dalam casing dan
terus dipancang sampai mencapai lapisan tanah keras.
c. Secara mencapai lapisan tanah keras pemancangan dihentikan dan core ditarik
keluar dari casing. Kemudian beton dicor kedalam casing sampai penuh terus
dipadatkan dengan menumbukkan core ke dalam casing.
a. Pipa dengan sumbat beton dicor terlebih dahulu pada ujung bawah pipa baja
dipancang dalam tanah dengan drop hammer sampai pada tanah keras. Cara
pemasangan ini sama seperti pada tiang franki bias.
b. Setelah pemancangan sampai pada kedalaman yang telah direncanakan, pipa diisi
lagi dengan beton dan terus ditumbuk dengan drop hammer sambil pipa ditarik lagi
ke atas sedikit sehingga terjadi bentuk beton seperti bola.
c. Setelah tiang beton precast atau tiang baja H masuk dalam pipa sampai bertumpu
pada bola beton pipa ditarik keluar dari tanah.
d. Rongga disekitar tiang beton precast atau tiang baja H diisi dengan kerikil atau
pasir.
2.6.
dapat berupa pemukul (hammer) mesin uap, pemukul getar atau pemukul yang hanya
dijatuhkan. Skema dari berbagai macam alat pemukul diperlihatkan dalam Gambar 2.6a
sampai dengan 2.6d. Pada gambar terebut diperlihatkan pula alat-alat perlengkapan pada
kepala tiang dalam pemancangan. Penutup (pile cap) biasanya diletakkan menutup kepala
tiang yang kadang-kadang dibentuk dalam geometri tertutup.
A. Pemukul Jatuh (drop hammer)
Pemukul jatuh terdiri dari blok pemberat yang dijatuhkan dari atas. Pemberat ditarik
dengan tinggi jatuh tertentu kemudian dilepas dan menumbuk tiang. Pemakaian alat tipe ini
membuat pelaksanaan pemancangan berjalan lambat, sehingga alat ini hanya dipakai pada
volume pekerjaan pemancangan yang kecil
B. Pemukul Aksi Tiang (single-acting hammer)
Pemukul aksi tunggal berbentung memanjang dengan ram yang bergerak naik oleh
udara atau uap yang terkompresi, sedangkan gerakan turun ram disebabkan oleh beratnya
sendiri. Energi pemukul aksi tunggal adalah sama dengan berat ram dikalikan tinggi jatuh
(Gambar 2.6a).
(a)
(b)
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 2.6 Skema pemukul tiang : (a) Pemukul aksi tunggal (single acting hammer), (b)
Pemukul aksi double (double acting hammer), (c) Pemukul diesel (diesel
hammer), (d) Pemukul getar (vibratory hammer) (Hardiyatmo, H. C., 2002)
C. Pemukul Aksi Double (double-acting hammer)
Pemukul aksi double menggunakan uap atau udara untuk mengangkat ram dan untuk
mempercepat gerakan ke bawahnya (Gambar 2.6b). Kecepatan pukulan dan energi output
biasanya lebih tinggi daripada pemukul aksi tunggal.
D. Pemukul Diesel (diesel hammer)
Pemukul diesel terdiri dari silinder, ram, balok anvil dan sistem injeksi bahan bakar.
Pemukul tipe ini umumnya kecil, ringan dan digerakkan dengan menggunakan bahan bakar
minyak. Energi pemancangan total yang dihasilkan adalah jumlah benturan dari ram
ditambah energi hasil dari ledakan (Gambar2.6c).
E. Pemukul Getar (vibratory hammer)
Pemukul getar merupakan unit alat pancang yang bergetar pada frekuensi tinggi
(Gambar 2.6d).
2.7.
a. Tiang diangkat dan kepala tiang dipasang pada helmet seperti yang dilakukan pada
batang pertama.
b. Ujung bawah tiang didudukkan diatas kepala tiang yang pertama sedemikian sehingga
sisi-sisi pelat sambung kedua tiang telah berhimpit dan menempel menjadi satu.
c. Penyambungan sambungan las dilapisi dengan anti karat
d. Tempat sambungan las dilapisi dengan anti karat.
7. Selesai penyambungan, pemancangan dapat dilanjutkan seperti yang dilakukan pada
batang pertama. Penyambungan dapat diulangi sampai mencapai kedalaman tanah keras
yang ditentukan.
8. Pemancangan tiang dapat dihentikan bila ujung bawah tiang telah mencapai lapisan tanah
keras/final set yang ditentukan.
9. Pemotongan tiang pancang pada cut off level yang telah ditentukan.
B. Proses Pemancangan
1. Alat pancang ditempatkan sedemikian rupa sehingga as hammer jatuh pada patok titik
pancang yang telah ditentukan.
2. Tiang diangkat pada titik angkat yang telah disediakan pada setiap lubang.
3. Tiang didirikan disamping driving lead dan kepala tiang dipasang pada helmet yang telah
dilapisi kayu sebagai pelindung dan pegangan kepala tiang.
4. Ujung bawah tiang didudukkan secara cermat diatas patok pancang yang telah ditentukan.
5. Penyetelan vertikal tiang dilakukan dengan mengatur panjang backstay sambil diperiksa
dengan waterpass sehingga diperoleh posisi yang betul-betul vertikal. Sebelum
pemancangan dimulai, bagian bawah tiang diklem dengan center gate pada dasar driving
lead agar posisi tiang tidak bergeser selama pemancangan, terutama untuk tiang batang
pertama.
penyusunan tiang pancang, baik itu dari pabrik ( PT. Jaya Beton Indonesia ) ke trailer
ataupun dari Trailer ke penyusunan lapangan.
Persyaratan umum dari metode ini adalah jarak titik angkat dari kepala tiang adalah
1/5 L. Untuk mendapatkan jarak harus diperhatikan momen maksimum pada bentangan,
haruslah sama dengan momen minimum pada titik angkat tiang sehingga dihasilkan
momen yang sama.
Pada prinsipnya pengangkatan dengan dua tumpuan untuk tiang beton adalah dalam
tanda pengangkatan dimana tiang beton pada titik angkat berupa kawat yang terdapat
pada tiang beton yang telah ditentukan dan untuk lebih jelas dapat dilihat oleh gambar.
1
5
3
5
1
5
2.
Adapun persyaratan utama dari metode pengangkatan satu tumpuan ini adalah jarak
antara kepala tiang dengan titik angker berjarak L/3. Untuk mendapatkan jarak ini,
haruslah diperhatikan bahwa momen maksimum pada tempat pengikatan tiang sehingga
dihasilkan nilai momen yang sama.
Kepala tiang
1
3
ujung tiang
2
3
L
permukaan tanah
+
+
Diagram Lintang
Diagram Momen
(a)
(b)
(c)
Gambar 2.11 Urutan pemancangan : (a) Pemancangan tiang, (b) Penyambungan tiang, (c)
Calendering/final set
2.8.
(a)
(b)
Gambar 2.12 Tiang ditinjau dari cara mendukung bebannya (Hardiyatmo, H. C., 2002)
2.9.
(Single Pile), akan tetapi kita sering mendapatkan pondasi tiang pancang dalam bentuk
kelompok (Pile Group) seperti dalam (Gambar 2.13).
Untuk mempersatukan tiang-tiang pancang tersebut dalam satu kelompok tiang
biasanya di atas tiang tersebut diberi poer (footing). Daya dukung kelompok tiang sangat
bergantung pada penentuan bentuk pola dari susunan tiang pancang kelompok dan jarak
antara satu tiang dengan tiang lainnya.
Bila beberapa tiang pancang dikelompokkan, maka intensitas tekanan bergantung
pada beban dan jarak antar tiang pancang yang jika cukup besar sering kali tidak praktis
karena poer di cor di atas kelompok tiang pancang (pile group) sebagai dasar kolom untuk
menyebarkan beban pada beberapa tiang pancangdalam kelompok tersebut
Dalam perhitungan poer dianggap/dibuat kaku sempurna, sehingga:
1. Bila beban-beban yang bekerja pada kelompok tiang tersebut menimbulkan penurunan,
maka setelah penurunan bidang poer tetap merupakan bidang datar
2. Gaya yang bekerja pada tiang berbanding lurus dengan penurunan tiang-tiang.
(a)
(b)
Gambar 2.13 Pola-pola kelompok tiang pancang khusus : (a) Untuk kaki tunggal, (b) Untuk
dinding pondasi ( Bowles, J. E., 1991)
Jarak antar tiang dalam kelompok yang diisyaratkan oleh Dirjen Bina Marga
Departemen P.U.T.L. adalah:
S 2,5 D
S3D
Gambar 2.14 Jarak antar tiang dalam kelompok (Sardjono, H. S., 1988)
dimana :
S
= Diameter tiang.
Biasanya jarak antara 2 tiang dalam kelompok diisyaratkan minimum 0,60 m dan
maximum 2,00 m. Ketentuan ini berdasarkan pada pertimbangan-pertimbangan sebagai
berikut :
1. Bila S < 2,5 D
Pada pemancangan tiang no. 3 (Gambar 2.15) akan menyebabkan :
a. Kemungkinan tanah di sekitar kelompok tiang akan naik terlalu berlebihan karena
terdesak oleh tiang-tiang yang dipancang terlalu berdekatan.
b.
2. Bila S > 3 D
Apabila S > 3 D maka tidak ekonomis, karena akan memperbesar ukuran/dimensi dari
poer (footing).
Pada perencanaan pondasi tiang pancang biasanya setelah jumlah tiang pancang dan
jarak antara tiang-tiang pancang yang diperlukan kita tentukan, maka kita dapat menentukan
luas poer yang diperlukan untuk tiap-tiap kolom portal.
Bila ternyata luas poer total yang diperlukan lebih kecil dari pada setengah luas
bangunan, maka kita gunakan pondasi setempat dengan poer di atas kelompok tiang pancang.
Dan bila luas poer total diperlukan lebih besar daripada setengah luas bangunan, maka
biasanya kita pilih pondasi penuh (raft fondation) di atas tiang-tiang pancang.
N=
V
......................................................................................... (2.3)
n
dimana :
N
Reaksi total atau beban aksial pada masing-masing tiang adalah jumlah dari reaksi
akibat beban-beban V dan My, yaitu :
Qi =
V M y .xi
............................................................................ (2.4)
n
x 2
dimana :
Qi
xi
= Absis atau jarak tiang ke pusat berat kelompok tiang ke tiang nomor-i.
Gambar 2.18 Beban sentris dan momen kelompok tiang arah x dan y
Sumber : Sardjono Hs, 1988
Untuk menghitung tekanan aksial pada masing-masing tiang adalah sebagai berikut :
Qi =
V M y .xi M x . yi
.............................................................. (2.5)
n
x 2
y 2
Dimana :
P1
Mx
My
Xi
= Jarak tiang pancang terhadap titik berat tiang kelompok pada arah X (m)
Yi
= Jarak tiang pancang terhadap titik berat tiang kelompok pada arah Y (m)
= Jumlah kuadrat tiang pancang pada arah x (m2)
= Jumlah kuadrat tiang pancang pada arah y (m2)
penurunan kelompok tiang masih tetap harus dipancang secara keseluruhan ke dalam tanah
lempung lunak.
Pada kelompok tiang yang dasarnya bertumpu pada lapisan lempung lunak, faktor
aman terhadap keruntuhan blok harus diperhitungkan, terutama untuk jarak tiang-tiang yang
dekat. Pada tiang yang dipasang pada jarak yang besar, tanah diantara tiang-tiang bergerak
sama sekali ketika tiang bergerak kebawah oleh akibat beban yang bekerja (Gambar 2.19a).
Tetapi, jika jarak tiang-tiang terlalu dekat, saat tiang turun oleh akibat beban, tanah diantara
tiang-tiang juga ikut bergerak turun. Pada kondisi ini, kelompok tiang dapat dianggap sebagai
satu tiang besar dengan lebar yang sama dengan lebar kelompok tiang. Saat tanah yang
mendukung beban kelompok tiang ini mengalami keruntuhan, maka model keruntuhannya
disebut keruntuhan blok (Gambar 2.19b). Jadi, pada keruntuhan blok, tanah yang terletak
diantara tiang bergerak kebawah bersama-sama dengan tiangnya. Mekanisme keruntuhan
yang demikian dapat terjadi pada tipe-tipe tiang pancang maupun tiang bor.
(a)
(b)
Gambar 2.19 Tipe keruntuhan dalam kelompok tiang : (a) Tiang tunggal,
(b) Kelompok tiang
Sumber : Hardiyatmo, 2002
Umumnya model keruntuhan blok terjadi bila rasio jarak tiang dibagi diameter (S/D)
sekitar kurang dari 2 (dua). Whiteker (1957) memperlihatkan bahwa keruntuhan blok terjadi
pada jarak 1,5d untuk kelompok tiang yang berjumlah 3x3, dan lebih kecil dari 2,25d untuk
tiang yang berjumlah 9x9.
Menurut Coduto (1983), effisiensi kelompok tiang tergantung pada beberapa faktor,
diantaranya:
1. Jumlah tiang, panjang, diameter, dan terutama jarak antara as tiang.
2. Model transfer beban (tahanan gesek terhadap tahanan dukung ujung).
3. Prosedur pelaksanaan pemasangan tiang.
4. Urutan pemasangan tiang.
5. Macam tanah.
6. Jangka waktu setelah pemancangan.
7. Interaksi antara pelat penutup tiang (pile cap) dengan tanah.
Kapasitas ultimit kelompok tiang dengan memperlihatkan faktor efisiensi tiang
dinyatakan dengan rumus sebagai berikut :
Qg = Eg . n . Qa............................................................................ (2.6)
dimana :
Qg = Beban maksimum kelompok tiang yang mengakibatkan keruntuhan.
Eg = Efisiensi kelompok tiang.
n
Eg = 1
(n'1).m + (m 1).n'
90.m.n'
.................................................... ( 2. 7 )
dimana :
Eg = Efisiensi kelompok tiang.
m
n'
= Diameter tiang.
Metode Los Angeles Group
Eg = 1-
....(2. 8 )
Dimana :
Eg
= Diameter tiang
dimana :
Qult
qc
Ap
JHL
K11
= Keliling tiang.
Qijin =
q c xAc JHLxK11
+
.............................................................. (2.10)
3
5
dimana :
Qijin
qc
Ap
JHL
K11
= Keliling tiang.
Untuk menghitung daya dukung tiang pancang berdasarkan data hasil pengujian
sondir dapat dilakukan dengan menggunakan metode
dimana :
Qu = Kapasitas daya dukung aksial ultimit tiang pancang.
Qb = Kapasitas tahanan di ujung tiang.
Qs
qb
As
Dalam menentukan kapasitas daya dukung aksial ultimit (Qu) dipakai Metode Aoki
dan De Alencar.
Aoki dan Alencar mengusulkan untuk memperkirakan kapasitas dukung ultimit dari
data Sondir. Kapasitas dukung ujung persatuan luas (qb) diperoleh sebagai berikut :
qb =
qca (base)
............................................................................. (2.12)
Fb
dimana :
qca (base)
F = qc (side)
s
Fs
........................................................................... (2.13)
dimana :
qc (side)
Fs
Fb
Faktor Fb dan Fs diberikan pada Tabel 2.1 dan nilai-nilai faktor empirik s diberikan
pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Faktor empirik Fb dan Fs (Titi & Farsakh, 1999 )
Tipe Tiang Pancang
Fb
Fs
Tiang Bor
3,5
7,0
Baja
1,75
3,5
Beton Pratekan
1,75
3,5
Tabel 2.2 Nilai faktor empirik untuk tipe tanah yang berbeda (Titi & Farsak1999 )
Tipe Tanah
Pasir
Pasir kelanauan
s
(%)
1,4
2,0
Tipe Tanah
s (%)
Pasir berlanau
2,2
Pasir berlanau
dengan lempung
lempung
Lempung
berpasir
s (%)
2,4
Lempung
2,8
berpasir
2,8
dengan lanau
Pasir kelanauan
dengan
Tipe Tanah
Lempung
2,4
Lanau
3,0
berlanau
3,0
dengan pasir
Pasir
berlempung
Lanau
2,8
dengan lanau
Pasir
berlempung
berlempung
3,0
dengan pasir
3,0
Lanau
berlempung
3,4
Lempung
4,0
berlanau
Lempung
6,0
Pada umumnya nilai s untuk pasir = 1,4 persen, nilai s untuk lanau = 3,0 persen dan
nilai s untuk lempung = 1,4 persen.
Besarnya beban bekerja (working load) atau kapasitas tiang ijin (Qa) dengan
memperhatikan keamanan terhadap keruntuhan adalah nilai kapasitas ultimit (Qu) dibagi
dengan faktor aman (SF) yang sesuai. Variasi besarnya faktor aman yang telah banyak
digunakan untuk perancangan pondasi tiang pancang, sebagai berikut :
Qa =
Qu
....................................................................................... (2.14)
2,5
Tabel 2.3 Hubungan Dr, dan N dari pasir (Mekanika Tanah & Teknik Pondasi,
Sosrodarsono Suyono Ir, 1983)
Sudut Geser Dalam
Nilai N
Menurut
Peck
Menurut
Meyerhof
0-4
0,0-0,2
Sangat lepas
< 28,5
< 30
4-10
0,2-0,4
Lepas
28,5-30
30-35
10-30
0,4-0,6
Sedang
30-36
35-40
30-50
0,6-0,8
Padat
36-41
40-45
> 50
0,8-1,0
Sangat Padat
< 41
> 45
Hasil uji SPT yang diperoleh dari lapangan perlu dilakukan koreksi. Pada data uji SPT
terdapat dua jenis koreksi, yaitu koreksi efisiensi alat (cara pengujian) dan koreksi tegangan
overburden efektif (kedalaman).
1. Skempton, 1986, mengembangkan koreksi nilai SPT sebagai berikut :
N60 =
Em . CB . CS . CR
............................................................... (2.15)
0,60
dimana :
N60 = Nilai koreksi SPT terhadap cara pengujian.
Em = Hammer eficiency (Tabel 2.4).
CB = Koreksi diameter bor (Tabel 2.5).
CS = Koreksi sampler (Tabel 2.5).
CR = Koreksi panjang tali (Tabel 2.5).
N
CN =
'
1+ v
............................................................................. (2.17)
CN =
3
2+
v'
............................................................................ (2.18)
CN =
1,7
'
0,7 + v
.......................................................................... (2.19)
dimana :
N60 = Nilai SPT terkoreksi cara pengujian dan regangan overburden.
' v
Hammer Type
Hammer Release
Mechanism
Hammer
Effeciency, Em
Argentina
Donut
Cathead
0.45
Brazil
Pin weight
Hand dropped
0.72
Automatic
Trip
0.60
Donut
Hand dropped
0.55
Donut
Cathead
0.50
China
Hammer Type
Donut
Hammer Release
Mechanism
Cathead
Hammer
Effeciency, Em
0.50
Tombi trigger
Donut
Japan
0.78-0.85
Cathead 2 turns +
Donut
0.65-0.67
Special release
UK
Automatic
Trip
0.73
Safety
2 turns on cathead
0.55-0.60
Donut
2 turns on cathead
0.45
Donut
Cathead
0.43
USA
Venezuela
Tabel 2.5 Borehole, Sampler and Rod correction factors (Skempton, 1986)
Factor
Equipment Variables
Value
1.00
6 in (150 mm)
1.05
8 in (200 mm)
1.15
Standard sampler
1.00
1.20
10-13 ft (3-4 m)
0.75
13-20 ft (4-6 m)
0.85
20-30 ft (6-10 m)
0.95
> 30 ft (> 10 m)
1.00
Qs = . cu . p . Li
Cu = N-SPT . 2/3 . 10
Dimana :
2.
Cu
= Kohesi Undrained
= keliling tiang
Li
fs =
r
50
fs =
r
N60 ............................................................................. (2.23)
100
dan :
Psu = As . fs ................................................................................. (2.24)
dimana :
fs
2.13
Li
= Keliling tiang, m.
yang digunakan, yaitu metode Danish Formula, metode HilleyFormula dan metode modified
New ENR.
Formula Danish banyak digunakan untuk menentukan apakah suatu tiang pancang
tunggal telah mencapai daya dukung yang cukup pada kedalaman tertentu, walaupun pada
prakteknya kedalaman dan daya dukung tiang telah ditentukan sebelumnya. Kapasitas daya
dukung tiang berdasarkan metode Danish Formula adalah:
Pu =
xE
xExL
S +
2 x A x Ep
.......................................................... (2.26)
0.5
dimana :
Pu
Effisiensi
0.75 - 1.00
0.75 - 0.85
0.85
0.85 - 1.00
Tabel 2.7 Karakteristik alat pancang diesel hammer (Buku Katalog KOBE Diesel Hammer)
Tenaga Hammer
Type
Jlh.
Pukulan
kN-m
Kip-ft
Kg-cm
kN
Kips
Kg
Permenit
K 150
379.9
280
3872940
45 - 60
147.2
33.11
15014.4
K 60
143.2
105.6
1460640
42 - 60
58.7
13.2
5987.4
K 45
123.5
91.1
1259700
39 - 60
44
9.9
4480
K 35
96
70.8
979200
39 - 60
34.3
7.7
3498.6
K 25
68.8
50.7
701760
39 - 60
24.5
5.5
2499
tiang
3.5 MPa
1.3
2.5
3.8
12.5
0.5
1.5
Efisiensi (eh)
0.75 1.0
0.75 0.85
0.85
0.85 1.0
Broomed wood
0.25
0.32
0.40
Landasan baja pada baja (steel on steel anvil) pada tiang baja
0.50
atau beton
Pemukul besi cor pada tiang beton tanpa penutup (cap)
0.40
Metode Hilley Formula juga banyak digunakan untuk menentukan apakah suatu tiang
pancang tunggal telah mencapai daya dukung yang cukup pada kedalaman tertentu, walaupun
pada prakteknya kedalaman dan daya dukung tiang telah ditentukan sebelumnya. Kapasitas
daya dukung tiang berdasarkan metode Hilley Formula adalah :
Qu =
ehWr h
Wr + n 2W p
s + 1 (k1 + k 2 + k 3 )
2
Wr + W p
..............................................(2.27)
Qu
Qu
AE
dengan energi
2 AE
Nilai k1 dapat dilihat dari tabel 2.7 Nilai efesiensi pemukul (eh) bergantung pada
kondisi pemukul dan blok penutup (capblok) dan kondisi tanah (khususnya pada pemukul
uap). Jika belum ada data yang tepat, nilai-nilai (eh) dalam tabel 2.7 dapat dipakai sebagai
acuan. Nilai-nilai restitusi n ditunjuk dalam tabel 2.8, dimana nilai-nilai aktualnyabergantung
pada tipe dan kondisi bahan capblok dan bantalan kepala tiang.
Nilai k3 dapat diambil (Bowles, J. E., 1991)
K3 = 0 untuk tanah keras (batu, pasir sangat padat dan kerikil)
= 2.5 mm 5 mm pada tanah yang lainnya.
Dimana:
Qu
eh
Eh
k1
k2
k3
= panjang tanah
= koefisien restitusi
Wp
Wr
Metode modified New ENR juga banyak digunakan untuk menentukan apakah suatu
tiang pancang tunggal telah mencapai daya dukung yang cukup pada kedalaman tertentu,
walaupun pada prakteknya kedalaman dan daya dukung tiang telah ditentukan sebelumnya.
Kapasitas daya dukung tiang berdasarkan metode modified New ENR adalah :
Qu =
. ( 2.28)
Dimana:
E
= Effisiensi hammer
Wp
= Berat tiang
WR
= Berat hammer
= tinggi jatuh
WR x h = Energi palu
SF yang direkomendasikan = 6
Pijin
Pu
................................................................................. (2.30)
SF
dimana :
Pu
= Konstanta.
= Konstanta.
eh
= Effisien baru.
2.14
Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang dari Data Pile Driving Analizer ( PDA )
Tujuan pengujian dinamis ini adalah untuk mengetahui besarnya daya dukung
ultimate tiang pancang tunggal yang dilakukan dilapangan dengan berbagai dimensi
dan karakteristik tiang yang telah ditentukan melalui perencanaan sebelumnya, baik
untuk pemilihan tiang maupun lokasinya.
Beban dinamik akibat tumbukan dari drop hammer pada kepala tiang, akan
menimbulkan regangan pada tiang dan pergerakan relatif (relative displacement)
yang terjadi antara tiang dan tanah sekitarnya menimbulkan gelombang akibat
perlawanan atau reaksi tanah. Semakin besar kekuatan tanah, semakin kuat
gelombang perlawanan yang timbul. Gelombang aksi maupun reaksi akibat
perlawanan tanah akan direkam, dari hasil rekaman, karakteristik gelombang
gelombang ini dianalisa untuk menentukan daya dukung statik tiang diuji,
berdasarkan theory of stress wave propagation on pile (case method).
Saat ini pengujian PDA banyak dilakukan untuk pondasi tiang pancang
precast piles, steel piles, spun piles, menggunakan palu dari alat pancangnya sendiri,
sehingga sangat praktis dan ekonomis pengerjaannya. Pengujian PDA untuk tiang
berdiameter besar dan daya dukung besar sangat menguntungkan, karena proses
pengujian sangat singkat (dari persiapan sampai selesai hanya berlangsung selama 1
3 jam).
Pengujian
sistem elektronik bekerja sesuai dengan rencana. Jadi jumlah pukulan yang
diperlukan ditentukan oleh fluktuasi besarnya enerji yang sesungguhnya diterima oleh
tiang. Hal ini sepenuhnya tergantung dari efisiensi mesin pancang dan sistem
pemancangan.
Instrumen PDA
a. Strain Transducer dan Accelometer
Untuk mengukur regangan dan percepatan selama perambatan gelombang
akibat tumbukan yang diberikan pada tiang, strain transducer dan accelometer (
dipasang masing masing 2 buah di kedua sisi tiang untuk mencegah tidak
bekerjanya instrument pada saat penumbukan ), berfungsi merubah regangan dan
percepatan menjadi sinyal elektronik, melalui kabel penghubung akan direkam oleh
alat PDA. Dipasang atau diletakkan pada permukaan bagian atas tiang dengan jarak
lebih besar dari 1,5 W 2 W dari ujung atas kepala tiang, Dimana W = lebar
penampang tiang, untuk mendapatkan hasil rekaman yang baik.
b. Computer Laptop PDA
Hasil pengukuran direkam dengan alat computer PDA type PAK dari GRL
USA di lapangan dan dianalisa dengan program CAPWAP.
yang dipakai. Hasil uji dinamis PDA dianalisis lebih lanjut dengan program
CAPWAP, didapat perbandingan kekuatan daya dukung tiang pancang dilapangan
termasuk distribusi kekuatan friksi tanah di setiap lapisan tana, tahanan ujung,
tegangan tiang, dan lainnya.
2.14.2 Efisiensi Tumbuhan Hammer
Dari beberapa tumbukan pada tiang yang diuji, efisiensi transfer energi
hammer mencapai 50 % sampai dengan 63% dari energi potensial yang tersedia.
2.14.3 Tegangan Tiang
Tegangan tekan maksimum (CSX) dan tegangan tarik maksimum (TSX) yang
terjadi pada tiang pancang yang diuji, diukur dekat kepala tiang pada saat
pelaksanaan pengujian dilaksanakan.
2.14.4