Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Islam merupakan agama sosial yang memperhatikan kebutuhan manusia
dan kemaslahatan dasarnya, keutamaan dan keilmuan. Dengan ajarannya yang
luas, Islam mampu menciptakan masyarakat di atas nilai-nilai yang tinggi. Islam
mencukupi kebutuhan manusia, baik ruhaniah maupun badaniah secara
seimbang.1 Ajaran Islam senantiasa layak bagi setiap ruang dan waktu, dalam
setiap hukumnya, baik yang kulliyah maupun juziyyah, terdapat jaminan
terbentuknya masyarakat yang dipenuhi oleh semangat kebenaran, cinta kasih, dan
solidaritas.2
Islam adalah agama sempurna yang menitikberatkan pada masalah akidah
dan syariah, menjelaskan hubungan antara hamba dan Tuhan serta adab-adabnya,
Islam juga menjelaskan berbagai aturan hidup, termasuk di dalamnya keadilan
dalam memimpin maupun dipimpin.
Alquran adalah kalam Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad
saw melalui perantara malaikat jibril as yang didalamnya mengandung
unsur mukjizat serta mengandung unsur tahaddi, alquran adalah kitab
suci umat islam yang didalamnya berisi tentang pedoman hidup
seluruh manusia.orientasi alquran adalah menentukan jalan kehidupan
manusia, mewujudkan kemaslahatan ummat, membimbing ke jalan
yang lurus, menuju jalan yang lebih selamat, mengatur kehidupan
manusia diduania dengan keadilan.
Adil merupakan salah satu sifat Allah yang tercantum pula dalam asma
al-husna (nama-nama Allah swt.) bahkan merupakan nilai yang sangat
tinggi karena Allah sendiri meletakkan sifat ini dalam mengatur alam
1
Ahmad Abdul Raheem al Sayih, Keutamaan Islam, Terj. Mustafa (Jakarta: Pustaka
Azzam, 2001), 19.
2
Ibid., 20.
1

semesta dengan penuh keseimbangan didalam asma al-husna.


Sebagaimana firman Allah swt:


7. dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan). 3
Surat ar-rahman ayat tujuh para ahli tafsir menyebutkan bahwa yang
dimaksud ayat tersebut adalah keadaan alam semesta yang diciptakan secara
seimbang. Keadilan Allah mencakup dalam semua hal baik kehidupan di dunia
maupun di akhirat telah diatur dengan kesempurnaan. Allah swt. Telah
menetapkan kepada manusia agar menetapkan sesuatu pada tempatnya, di
sini jelas bahwa allah mengharamkan kezaliman dan mewajibkan orang
berlaku adil, agar kebenaran dapat ditegakkan dan kebathilan dapat di
lenyapkan.4
Keadilan diwujudkan untuk menjaga kemaslahatan masyarakat, konsep
keadilan haruslah dijadikan pilihan utama dalam penegakan masyarakat islam
dan pemerintahannya. Maka tidak ada islam di dalam sebuah masyarakat
dimana kezhaliman menguasainya. Oleh karena itu, islam sangat
memperhatikan untuk menetapkan pondasi ini sebagai asas dan pilihan
utama.5

seseorang secara konsep paham dan hafal apa itu keadilan,


tetapi perbuatannya jauh dari sikap adil itu sendiri. Hal ini terjadi karena masalah
kesengajaan, merasa berat untuk berbuat adil. Atau, tidak berlaku adil karena
terpaksa, atau terpaksa berpura-pura masa bodoh terhadap tegaknya suatu
keadilan. Terkadang, demi keuntungan pribadi, kelompok, seseorang rela
mengadaikan keadilan, mereka rela menzalimi orang lain, bahkan dengan kejam
dan tanpa perasaan mereka korbankan nyawa orang lain untuk menyembunyikan
kebusukan mereka, orang yang berusaha berjuang demi keadilan mereka bungkam
dan mereka hilangkan.
Dalam kehidpan ini,

3 alquran
4 Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Jilid V, (t.t.: Daar al-Fikr,
1974/1394), h. 69
5 Muhmmad Abdullah al-Khatib, al-mujtama al islami (khasish wa khaqaiq),
terj. Iwan kustiawan, model masyarakat muslim, (wajah peradaban masa
depan), Cet.I, (bandung: progression, 2006), h. 263.

Ibnu Khaldum salah seorang sosiolog muslim mengemukakan


sebuah pernyataan yang menggambarkan konsep keadilan
dalam kehidupan bermasyarakat yakni: artinya
meletakkan sesuatu pada tempatnya, maksudnya adalah
memenuhi hak-hak orang yang berhak dan melaksanakan tugastugas atau kewajiban sesuai dengan fungsi dan peranannya
dalam masyarakat.
Zainal Abidin Ahmad mengemukakan bahwa konsep keadilan
menurut Ibnu Siena merupakan salah satu di antara lima prinsip
politik

Islam

yang

harus

ditegakkan

dalam

kehidupan

bermasyarakat.6

6 Prinsip politik yang harus diperhatikan adalah: 1. Musyawarah (demokrasi


atau kerakyatan) 2. Syariah (law atau hukum) 3. Ummat atau Ummah
(community of belivers), 4. al-Adlu (keadilan), dan 5. Khalifah (kepala
Negara), lihat Zainal Abidin Ahmad, Negara Adil Makmur Menurut Ibnu
Siena, Jakarta: Bulan Bintang, 1974, h. 88

tidak semua ekonomi dibenarkan oleh Alquran, apalagi jika kegiatan


tersebut dapat merugikan orang banyak, seperti monopoli, percaloan, perjudian
dan riba.7
Riba merupakan persoalan yang selalu dibahas dan diperdebatkan oleh
kalangan ulama. Pengertian umum yang berkembang dalam dunia Islam dewasa
ini merupakan masalah pelarangan riba adalah kelebihan atas tambahan modal,
baik penambahan itu sedikit atau banyak, 8 hal ini seperti yang ditulis Sayyid
Sabiq dalam kitabnya Fiqh al-Sunnah. Definisi tersebut kemudian berkembang
luas sesuai dengan kemajuan pemikiran dalam dunia Islam.9
Dalam Alquran, ditemukan kata riba sebanyak delapan kali dalam empat
surat, tiga di antaranya turun setelah Nabi hijrah dan satu ayat lagi ketika beliau
masih di Mekah. Adapun salah satu ayat yang membicarakan tentang riba adalah
sebagai berikut :




Artinya:
Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia menambah pada harta
manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu
maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah
orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).10 (QS. Al-Rum: 39)
Ayat diatas turun di Mekah, walaupun menggunakan kata riba (QS. AlRum: 39) ulama sepakat bahwa riba yang dimaksud dalam ayat ini bukan riba
7
Muhammad Zuhri, Riba dalam al-Quran dan Masalah Perbankan Sebuah Tinjauan
Antisipatif, Cet. Ke-1, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), 1.
8
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah (Bandung: al Maarif, 2002 ), 334.
9 Ibid., 335.
10
Departemen Agama R.I, al-Quran dan Terjemahnya (Semarang: Kumudasmoro
Grafindo Semarang, 1994), 647.

yang haram karena riba dalam ayat ini diartikan sebagai pemberian hadiah, yang
bermotif memperoleh imbalan banyak dalam kesempatan yang lain.11
Al-Qurtubi dan Ibnu al-Arabi menamakan riba yang dibicarakan ayat
tersebut sebagai riba halal. Sedangkan Ibnu Kathir menamainya riba mubah.
Mereka semua merujuk kepada sahabat Nabi, terutama Ibnu Abbas dan beberapa
tabiin yang menafsirkan riba dalam ayat tersebut sebagai hadiah yang dilakukan
oleh orang-orang yang mengharapkan imbalan yang lebih.
Riba sebagai sesuatu yang diharamkan berdasarkan pada surat Ali Imran
ayat 130:



Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat
ganda dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.12
(QS. Ali Imran: 130)
Al-Faryabi meriwayatkan dari Mujahid, dia berkata, Dulu orang-orang
yang melakukan jual beli dengan memberikan tenggang waktu pembayaran
hingga waktu tertentu. Ketika tiba waktu pembayaran namun si pembeli belum
juga sanggup membayar, si penjual menambahkan harganya dan menambahkan
tenggang waktunya.13 Di samping itu, penulis melakukan penelusuran di dalam
Alquran terdapat ayat-ayat yang berkenaan dengan riba, antara lain: QS. 2 ayat
275, 276, 278, 279, QS. 3 ayat 130, QS. 4 ayat 161 dan QS. 30 ayat 39.

11 Quraish Shihab, Wawasan al-Quran: Tafsir Tematik Atas Pelbagai Persoalan Umat,
(Bandung: Mizan, 2001 ), 545.
12 Departemen Agama R.I, al-Quran dan Terjemahnya., 97.
13
Jalaluddin as-Suyuthi, Asbabun Nuzul: Sebab Turunnya Ayat al-Quran, Terj. Tim Abdul
Hayyie (Jakarta: Gema Insani, 2008), 135.

Quraish Shihab dalam bukunya, Membumikan Alquran berpendapat bahwa


riba adalah kelebihan yang dipungut bersama jumlah utang yang mengandung
unsur penganiayaan dan penindasan, bukan sekedar kelebihan atau penambahan
jumlah hutang.14 Adapun menurut Imam al-Tabari, riba adalah tambahan dari
sesuatu yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain dengan batasan waktu
tertentu.
Sehubungan dengan masalah ini, penulis ingin mengangkat pandangan
Imam al-Tabari dan Quraish Shihab tentang kedudukan riba, oleh karena itu
kajian ini penulis beri judul Riba dalam Alquran (Studi Komparatif Tafsir AlTabari dan Tafsir Al-Mishbah.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, ada beberapa permasalahan yang perlu
diangkat sebagai rumusan masalah, di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kedudukan adil dalam Islam?
2. Bagaimana penafsiran ayat tentang adil dalam Tafsir al-Nur dan Tafsir alMishbah?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian pada umumnya memiliki tujuan untuk menambah wawasan
pemikiran terhadap objek yang dikaji. Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui kedudukan adil dalam Islam.
2. Untuk mengetahui pandangan Muhammad hasbi Ash Shiddieqy dan
Quraish Shihab mengenai ayat tentang adil dalam tafsir al-Nur dan tafsir
al-Mishbah.
Sedangkan manfaat penelitian ini yaitu:
14
Quraish Shihab, Membumikan al-Qur'an, Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan
Masyarakat (Bandung: Mizan, 2004), 267.

1.

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan para peminat studi


Alquran tentang persoalan keadilan, terutama menurut pemikiran

2.

Muhammad hasbi Ash Shiddieqy dan Muhammad Quraish Shihab.


Penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan bagi pembahasan tentang
adil dalam pandangan Muhammad hasbi Ash Shiddieqy dan Quraish
Shihab.

D. Tinjauan Pustaka
Sebuah karya merupakan kesinambungan pemikiran dari generasi
sebelumnya dan kemudian dilakukan perubahan yang signifikan, penulisan skripsi
ini merupakan mata rantai dari karya-karya ilmiah yang telah lahir sebelumnya,
sehingga untuk menghindari kesan pengulangan dalam skripsi ini, maka penulis
perlu menjelaskan adanya topik skripsi yang akan diajukan, di mana adanya
beberapa penulisan yang berkaitan dengan riba maupun kajian pemikiran tentang
Imam al-Tabari dan Quraish Shihab merupakan suatu data yang penting.
Kajian tentang riba banyak ditemukan dalam skripsi yang ditulis oleh
mahasiswa, di antaranya skripsi yang ditulis oleh Saefudin Azhar yang berjudul
Studi Analisis Terhadap Pendapat Syafruddin Prawiranegara Tentang Bunga
Bank Tidak Termasuk Riba. Dalam kesimpulannya, penyusun skripsi ini
mengungkapkan, jika ditinjau dari sistem ekonomi Islam khususnya di Indonesia,
bahwa pemikiran Syafaruddin Prawiranegara sangat berdampak negatif dalam
memacu pertumbuhan ekonomi lemah akan makin terpuruk karena terlilit oleh
bunga. Karena itu pendapat Syafaruddin hanya menguntungkan kaum yang kuat
modal tapi mematikan pengusaha kecil. Dilihat dari aspek ekonomi pun praktik
bunga berimplikasi secara negatif kepada perkembangan ekonomi itu sendiri.

10

Dalam praktik bunga, ada pihak kreditur yang mengambil keuntungan


tanpa memikul resiko. Ini berakibat bahwa si peminjam tidak memperoleh
keuntungan yang seimbang dengan tingkat bunga, sehingga menimbulkan krisis.15
Tulisan Siti Saifiyatun Nasikhah dalam skripsinya yang berjudul Studi
Analisis Pemikiran Umer Chapra Tentang Riba. Pada intinya, penyusun skripsi
ini mengungkapkan bahwa konsep riba Umer Chapra ini lebih ditekankan pada
apa yang sesungguhnya dituntut dibalik pelarangan riba, yaitu untuk menegakkan
sebuah sistem ekonomi di mana semua bentuk eksploitasi dan ketidakadilan
dihapuskan. Dengan kata lain, eksploitasi dan ketidakadilan merupakan esensi
utama riba.16
Tulisan Amien Paryono yang berjudul Riba Dalam Perspektif Muhammad
Syafii Antonio (Studi Atas Pemikirannya Dalam Buku Bank Syariah Dari Teori
Ke Praktek) penulis skripsi tersebut dalam temuannya mengungkapkan bahwa di
antara dampak ekonomi riba adalah dampak inflatoir yang diakibatkan oleh bunga
sebagai biaya uang. Hal tersebut disebabkan karena salah satu elemen dari
penentuan harga adalah suku bunga. Semakin tinggi suku bunga, semakin tinggi
juga harga yang akan ditetapkan pada suatu barang. Dampak lainnya adalah
bahwa utang, dengan rendahnya tingkat penerimaan peminjam dan tingginya
biaya

bunga,

akan

menjadikan

peminjam

tidak

pernah

keluar

dari

ketergantungannya.
Setelah peneliti melakukan penelaahan terhadap pustaka, peneliti belum
menemukan penelitian, kajian atau buku yang di dalamnya berusaha menganalisa
15
Saefudin Azhar, Studi Analis Terhadap Pendapat Syafruddin Tentang Bunga Bank Tidak
Termasuk Riba.
16
Siti Saifiyatun Nasikhah, Studi Analisis Pemikiran Umer Chapra Tentang Riba.

11

pandangan Imam al-Tabari dan Quraish Shihab tentang riba. Penulis menganggap
kedua tafsir ini cukup mewakili ulama dalam hal ini. Oleh karena itu, perlu
adanya kajian ataupun pembahasan yang berusaha meninjau sekaligus
menganalisis pandangan Imam al-Tabari dan Quraish Shihab tentang riba dalam
Alquran.
E. Metode Penelitian
Metode suatu penelitian akan sangat bergantung pada pokok permasalahan
dan sifat penelitian tersebut. Sedangkan untuk mendapatkan data yang objektif
bagi suatu penelitian, maka setiap penelitian ilmiah harus menggunakan suatu
metode penelitian tertentu.
Dalam penelitian ini, digunakan langkah pendekatan penelitian tafsir
sehingga didapatkan data yang sesuai. Guna memperoleh data yang sesuai dengan
tujuan penelitian. Maka dikemukakan beberapa hal sebagai berikut:
1.

Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian kepustakaan (library research), yang

dimaksud dengan penelitian kepustakaan menurut Hermawan Warsito ialah suatu


kegiatan yang dilaksanakan dengan mengumpulkan data dari berbagai jenis
literatur dari perpustakaan.17 Jadi, dalam penelitian ini akan mengumpulkan data
dari berbagai literatur, baik itu buku, serta karya-karya lain yang berhubungan
dengan pokok pembahasan, yaitu yang berkenaan dengan adil.
2. Sumber Data
Adapun sumber data yang diambil dalam penelitian ini terbagi menjadi
dua yaitu:
a. Data Primer
17
10.

Hermawan Warsito, Pengantar Metodologi Penelitian (Jakarta: Gramedia Utama, 1992),

12

Yang dimaksud dengan data primer adalah suatu data yang diperoleh
secara langsung dari sumber aslinya. 18 Dalam hal ini penulis menggunakan kitab
aslinya sebagai data primer. Adapun sumber primer dalam penelitian ini adalah
tafsir al-Nur dan tafsir al-Mishbah.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang tidak berkaitan secara langsung dengan
sumber aslinya.19 Adapun data-data sekunder yang dapat diambil adalah dari karya
ilmiah, jurnal, buku literatur yang menyoroti pendapat Muhammad hasbi Ash
Shiddieqy dan Quraish Shihab yang berkaitan dengan pembahasan yaitu yang
membahas tentang adil.
3. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan pendekatan ilmu tafsir dengan metode mawdui (tematik) yaitu
menafsirkan Alquran dengan menghimpun ayat-ayat Alquran, serta sama-sama
membicarakan dalam satu topik masalah yang akan dibahas dan dilengkapi
dengan hadis yang relevan dengan masalah yang diteliti. 20 Selain itu, penulis juga
menggunakan metode komparatif, yaitu metode ini dipergunakan untuk
membandingkan pendapat Muhammad hasbi Ash Shiddieqy dan Quraish Shihab
untuk menemukan titik persamaan dan perbedaan dalam memahami ayat tentang
adil yang terdapat dalam Alquran.
Dalam

pengumpulan

data,

penulis

menggunakan

teknik

metode

pendekatan, yaitu dengan melacak data dari sumber primer dan sekunder. Data
primer dalam penelitian ini adalah diambil dari karya Muhammad hasbi Ash
18
19

Khalid Narbuko, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), 43.


Ibid.
20 Nasiruddin Baidan, Metode Penafsiran Al-Quran (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2002), 72.

13

Shiddieqy tafsir al-Nur dan Quraish Shihab tafsir al-Mishbah. Adapun data-data
sekunder yang dapat diambil adalah dari karya ilmiah, jurnal, buku literatur yang
menyoroti pendapat Muhammad hasbi Ash Shiddieqy dan Quraish Shihab yang
berkaitan dengan pembahasan yaitu yang membahas tentang adil.
4. Analisa Data
Setelah data-data yang diperlukan terkumpul, maka selanjutnya diperlukan
tahapan analisis terhadap data-data tersebut. Dalam menganalisa data peneliti
menggunakan metode:
a. Analisa Tematik dan Komparatif
Metode ini dipergunakan untuk membandingkan pendapat mufasir yaitu
Muhammad hasbi Ash Shiddieqy dan Quraish Shihab dalam kedua karya
tafsirnya. Selain menggunakan analisis komparatif, penulis juga menggunakan
analisis tematik, yaitu dengan mengumpulkan ayat-ayat yang membicarakan
tentang adil, kemudian menganalisanya.
b. Penarikan Kesimpulan
Selanjutnya dalam mengambil kesimpulan ini, peneliti menggunakan
metode deduktif.
F. Sistematika Pembahasan
Untuk menghasilkan sebuah karya yang sistematis, peneliti memaparkan
penelitian ini dengan bagian-bagian bab secara rinci dan mendetail. Secara umum
sistematika pembahasan tersebut, sebagai berikut:
Bab pertama, pendahuluan berisi tentang latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan
sistematika pembahasan.

14

Bab kedua, menguraikan biografi Muhammad hasbi Ash Shiddieqy dan


Quraish Shihab. Bab ini mengulas potret perjalanan hidup dan pengembaraan
intelektual mufasir, karya-karya mereka dan metode penafsiran yang mereka
gunakan. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran yang lengkap setting
historis yang membentuk pemikiran mufasir, metode serta corak penafsirannya
terhadap Alquran, dan akhirnya menjadi acuan dalam menganalisis pandangannya
mengenai keadilan.
Bab ketiga, sedangkan pada bab ini peneliti memaparkan data-data yang
diperoleh dari hasil pencarian dari berbagai referensi, dalam hal ini adalah datadata atau informasi tentang pandangan Muhammad hasbi Ash Shiddieqy dan
Quraish Shihab terhadap adil dalam Alquran.
Bab keempat, pada bagian ini berisi penutup yang memuat kesimpulan
hasil telaah penelitian dan saran sebagai tindak lanjut atau acuan penelitian.

Anda mungkin juga menyukai