Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah tanah
adalah
masalah
yang sangat
menyentuh keadilan karena sifat tanah yang langka dan
terbatas, dan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia,
tidak selalu mudah untuk merancang suatu kebijakan
pertanahan yang dirasakan adil untuk semua pihak. Suatu
kebijakan yang memberikan kelonggaran yang lebih besar
kepada sebagian kecil masyarakat dapat
dibenarkan
apabila
diimbangi
dengan
kebijakan serupa
yang
1
ditujukan kepada kelompok lain yang lebih besar.
Di Indonesia pada saat ini sudah semakin maju peraturanperaturan yang mengatur tentang pertanahan, tetapi pada
kenyataannya masih ditemui masyarakat pedesaan atau
bisa dikatakan masyarakat adat yang belum mengerti
dengan peraturan-peraturan mengenai tanah yang berlaku
di Negara Republik Indonesia. Hal ini menyebabkan masih
banyaknya tanah yang belum terdaftar di Kantor
Pertanahan.
Minimnya bukti kepemilikan atas tanah menjadi salah
satu penyebab minimnya proses pendaftaran hak atas
tanah. Hal lain yang menjadi penyebab adalah minimnya
pula pengetahuan masyarakat akan arti pentingnya bukti
kepemilikan hak atas tanah. Proses pembuatan sertipikat itu
mereka harus memiliki surat-surat kelengkapan untuk tanah
yang mereka miliki. Tanah yang dimiliki masyarakat
pedesaan atau masyarakat adat itu dimiliki secara turun
temurun dari nenek moyang mereka, surat kepemilikan
tanah yang mereka miliki sangat minim sekali bahkan ada
yang tidak memiliki sama sekali.
Untuk memberikan suatu bentuk jaminan akan adanya
kepastian hukum atas kepemilikan tanah bagi seseorang
adalah dengan dilakukannya suatu pendaftaran hak atas
tanah yang tertuang dalam Pasal 19 Undang-undang Pokok
Agraria. Pendaftaran tanah bertujuan memberikan kepastian
akan hak atas tanah. Kepastian mengenai siapakah yang
memegang hak tersebut; dimanakah letak tanah yang
bersangkutan; hak apakah yang melekati tanah yang
1 Maria S.W. Sumardjono, Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi dan
Implementasi, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2005, hlm. 19.

bersangkutan; serta berapakah luas dan ukuran tanah yang


bersangkutan.2
Pengertian hak atas tanah adalah hak yang memberi
wewenang
kepada
pemegang
haknya
untuk
mempergunakan atau mengambil manfaat dari tanah yang
dihakinya. Perkataan mempergunakan mengandung
pengertian bahwa hak atas tanah itu dipergunakan untuk
kepentingan mendirikan bangunan, sedangkan perkataan
mengambil manfaat mengandung pengertian bahwa hak
atas tanah itu dipergunakan untuk kepentingan bukan
mendirikan bangunan, misalnya pertanian, peternakan,
perkebunan.3
Bagi seseorang untuk memiliki hak atas tanah harus
memiliki alas hak terlebih dahulu sebagai dasar untuk
memiliki hak atas tanah tersebut. Berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran
Tanah, alas hak yang dimaksud dalam PP No. 24 Tahun 1997
dapat dijadikan sebagai dasar penerbitan sertipikat dan
memiliki kekuatan pembuktian. Dalam penerbitan alas hak
ini, peran dari Kepala Desa ataupun Lurah beserta saksisaksi yang terkait sangatlah penting untuk keakuratan dari
data yang tertera di dalamnya.
Di samping peran Kepala Desa dan masyarakat, peran
administrasi pembukuan tanah desa pun sangat penting.
Banyaknya Kelurahan atau Desa yang tidak memiliki buku
tanah desa menyebabkan munculnya surat-surat tanah yang
tidak
dapat
dipertanggungjawabkan.
Ketidaktertiban
administrasi inilah yang cukup berperan dala menimbulkan
permasalahan mengenai alas hak di Kabupaten Bangli,
Provinsi Bali.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan di atas, permasalahan pokok
yang akan dibahas pada makalah ini adalah:
1. Jenis alas hak apa yang digunakan untuk mengajukan
pendaftaran hak atas tanah di Kabupaten Bangli serta
apa dasar hukum penerbitan alas hak tersebut?
2 Bachtiar Effendie,Kumpulan Tulisan Tentang Hukum Tanah, Penerbit Alumni,
Bandung, 1993, hlm. 70.
3 Urip Santoso, Hukum Agraria dan Hak-Hak Atas Tanah, Cetakan Keenam,
Penerbit Kencana, Jakarta, 2010, hlm. 10.

2. Bagaimana kelayakan penggunaan surat pernyataan


penguasaan fisik bidang tanah sebagai alas hak untuk
mengajukan pendaftaran hak atas tanah di Kabupaten
Bangli?
3. Bagaimana upaya kantor pertanahan untuk lebih
memastikan kebenaran alas hak?
C. Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan makalah ini adalah:
1. Mengetahui alas hak apa saja yang digunakan sebagai
dasar permohonan pendaftaran hak atas tanah di
Kabupaten Bangli
2. Mengetahui kelayakan surat pernyataan penguasaan
fisik bidang tanah sebagai alas hak untuk mengajukan
pendaftaran hak atas tanah di Kabupaten Bangli.
3. Mengetahui upaya kantor pertanahan untuk lebih
memastikan kebenaran alas hak.
BAB II
JENIS-JENIS ALAS HAK DI KABUPATEN BANGLI SERTA
DASAR HUKUMNYA
A. Alat Bukti
Macam alat bukti menurut Kitab Undang-undang
Hukum Perdata buku ke IV Pasal 1866 yaitu :
Alat-alat bukti terdiri atas : Bukti tulisan, bukti dengan
saksi-saksi,
persangkaan-persangkaan,
pengakuan,
sumpah, segala sesuatunya dengan mengindahkan
aturan-aturan yang ditetapkan dalam Bab II yang
berikut.4
Pendapat dari para sarjana yaitu:
a) J.C.T. Simorangkir dan Woerjono Sastro Pranoto
membuat definisi satu persatu dari alat bukti yaitu:
(1)
Alat Bukti Tertulis
Yang dimaksud dengan tulisan adalah segala
sesuatu yang membuat tanda-tanda yang dapat
diartikan yang mengandung isi suatu pikiran.
(2)
Alat Bukti Saksi
Setiap orang, jika diperlukan pengadilan, wajib
4 R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, PT.
Pradnyana Aramitra, Jakarta, 1992, hlm. 367.

jadi saksi untuk diminta keterangannya.


(3)
Alat Bukti Sangkaan
Yang dimaksud sangkaan ialah : kesimpulan yang
ditarik oleh hakim dari peristiwa yang sudah
terbukti. Cara ini disebut pula bukti tidak
langsung.
(4)
Alat Bukti Pengakuan
Pengakuan adalah pernyataan sepihak dari salah
satu
pihak
dalam
suatu
proses,
yang
membenarkan keterangan pihak lawan baik
sebagian maupun seluruhnya.
(5)
Alat Bukti Sumpah
Sumpah ada dua macam:
(a)
Sumpah decisooir yaitu sumpah yang
dimintakan oleh pihak satu kepada pihak
lain atas nama tergantung keputusan
perkara.
(b)
Sumpah supietoir yaitu sumpah yang
diminta oleh hakim kepada salah satu pihak
untuk menambah alat bukti lainnya (tidak
bersifat menentukan).5
b) Subekti juga mengemukakan definisi tentang macammacam alat bukti:
(1)
Surat-surat
Menurut undang-undang, surat-surat dapat
dibagi dalam surat- surat akta dan surat-surat
lain. Surat akta suatu tulisan yang semata-mata
dibuat
untuk
membuktikan
sesuatu
hal
atau peristiwa, karena suatu akta akan selalu
ditandatangani.
(2)
Kesaksian
Sesudah pembuktian dengan tulisan, pembuktian
dengan kesaksian merupakan cara pembuktian
yang terpenting dalam suatu perkara yang
sedang diperiksa di depan hakim. Suatu
kesaksian harus mengenai peristiwa yang dilihat
dengan mata sendiri atau yang dialami sendiri
oleh seorang saksi.
(3)
Persangkaan
Persangkaan ialah suatu kesimpulan yang diambil
dari suatu peristiwa yang sudah terang dan nyata
5 J.T.C. Simorangkir dan Woerjono Sastro Pranoto, Pelajaran Hukum Indonesia,
Gunung Agung, Jakarta, 1962, hlm. 169-170.

dan peristiwa yang terang dan nyata ini ditarik


kesimpulan bahwa suatu peristiwa lain yang
harus dibuktikan juga telah terjadi.
(4)
Pengakuan
Sebagaimana telah diterangkan, sebenarnya
suatu pengakuan bukan merupakan suatu alat
pembuktian, karena jika suatu pihak mengakui
suatu hal maka pihak lawannya dibebaskan dari
kewajiban untuk membuktikan hal tersebut
sebagai pemeriksaan di depan hakim belum
sampai pada tingkat pembuktian. Menurut
undang-undang,
suatu
pengakuan
yang
dilakukan di depan hakim, merupakan suatu
pembuktian yang sempurna dengan kebenaran
hal atau peristiwa yang diakui.
(5)
Sumpah
(a)
Sumpah yang menentukan
(b)
Sumpah tambahan6
Macam-macam alat bukti menurut pasal 164 HIR adalah:
Maka yang disebut alat-alat bukti yaitu:
a) Bukti dengan surat
b) Bukti dengan saksi
c) Bukti dengan persangkaan
d) Pengakuan
e) Sumpah
Di dalam segala hal dengan memperhatikan aturan-aturan
yang ditetapkan dalam pasal 2 berikut. 7 Pertelaan alatalat bukti di dalam pasal ini tidak lengkap H.I.R, masih
mengenal beberapa alat pembuktian lain, seperti hasil
penyelidikan orang ahli yang disebut pada pasal 155,
begitu pula apa yang diakui benar oleh kedua belah pihak. 8
Di antara alat-alat bukti yang disebut dalam Pasal 164
adalah surat bukti. Surat bukti yang terutama ialah surat
akta, dengan singkat biasa disebut Akta saja. Pada
umumnya akta itu adalah suatu surat yang ditandatangani,
6 Subekti, SH, Pokok-pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa, Jakarta, 1984, hlm.
178-185.
7 M. Karjadi, Reglemen Indonesia yang Diperbaharui (s. 1941, no. 44) RIB (HLR),
Olieta, Bogor, 1979, hlm. 164.
8 MR. R. Resna, Komentar H.I.R, Pradnyana Paramita, Jakarta, 1982, hlm. 163.

memuat keterangan tentang kejadian-kejadian atau hal- hal


yang merupakan daftar dari suatu perjanjian. Dapat
dikatakan bahwa akta itu adalah suatu tulisan dengan nama
dinyatakan sebagai suatu perbuatan hukum.9
Dengan demikian macam alat bukti di dalam H.I.R. tidak
terbatas pada ke 5 alat bukti yang disebut dalam Pasal 164
H.I.R. tetapi juga termasuk hasil pemeriksaan setempat
dan hasil penyelidikan orang lain.
B. Alas Hak Atas Tanah
Pendaftaran tanah pada hakikatnya bertujuan untuk
memberikan kepastian hak kepada pemilik tanah. Terbitnya
sertipikat merupakan pemberi rasa aman kepada pemilik
tanah akan haknya pada tanah tersebut. Dalam rangka
memberikan kepastian hukum kepada para pemegang hak
atas tanah maka sertifikat tanah berfungsi sebagai
pembuktian yang kuat. Bagi seseorang untuk memiliki hak
atas tanah harus memiliki alas hak terlebih dahulu sebagai
dasar untuk memiliki hak atas tanah tersebut.
Hak atas tanah adalah hak atas permukaan bumi. 10
Hak yang memberi wewenang kepada pemegang haknya
untu mempergunakan atau mengambil manfaat dari tanah
yang dihakinya. Perkataan mempergunakan mengandung
pengertian bahwa hak atas tanah itu dipergunakan untuk
kepentingan mendirikan bangunan, sedangkan perkataan
mengambil manfaat mengandung pengertian bahwa hak
atas tanah itu dipergunakan untuk kepentingan bukan
mendirikan bangunan, misalnya pertanian, perikanan,
peternakan, perkebunan. Atas dasar ketentuan Pasal 4 ayat
(2) Undang-Undang Pokok Agraria, kepada pemegang hak
atas tanah diberi wewenang untuk mempergunakan tanah
yang bersangkutan, demikian pula tubuh bumi dan air serta
ruang yang di atasnya sekadar diperlukan untuk
kepentingan
langsung
yang
berhubungan
dengan
penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut UndangUndang Pokok Agraria dan peraturan-peraturan hukum lain
yang lebih tinggi.11
9 Ibid, hlm. 164.
10 Oloan Sitorus, Rofiq Laksmana, Buku Materi Pokok MKK 73206/3 SKS/MODUL
I-IX, Hukum Agraria, Penerbit STPN, Yogyakarta, 2007, hlm. 133.
11 Santoso, Loc.Cit

Alas hak adalah merupakan alat bukti dasar seseorang


dalam membuktikan hubungan hukum antara dirinya
dengan hak yang melekat atas tanah. Oleh karenanya
sebuah alas hak harus mampu menjabarkan kaitan hukum
antara subjek hak (Individu maupun badan hukum) dengan
suatu objek hak (satu atau beberapa bidang tanah) yang ia
kuasai. Artinya, dalam sebuah alas hak sudah seharusnya
dapat menceritakan secara lugas, jelas dan tegas tentang
detail kronologis bagaimana seseorang dapat menguasai
suatu bidang tanah sehingga jelas riwayat atas kepemilikan
terhadap tanah tersebut.12
Dasar Hukum Alas Hak Atas Tanah adalah Peraturan
Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran tanah,
yang tersirat dalam pasal 23 dan Pasal 24. Ketentuan lebih
lanjut mengenai Alas Hak Atas Tanah diatur dalam Peraturan
Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 3 Tahun 1997 dalam Pasal 59 sampai dengan Pasal
62.
Alas hak bentuknya bermacam-macam, berdasarkan Pasal
60 ayat (2) alat bukti tertulis yang dipergunakan untuk
pendaftaran hak-hak lama sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 24 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997,
antara lain:
a. Grosse akta hak eigendom yang diterbitkan berdasarkan
Overschrijvings Ordonnantie (S. 1834-27), yang telah
dikonversi menjadi hak milik.
b. Grosse akta hak eigendom yang diterbitkan berdasarkan
Overschrijvings
Ordonnantie
(S.
1834-27),
sejak
berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria menurut
Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961
c. Surat tanda bukti hak milik yang diterbitkan berdasarkan
peraturan Swapraja
d. Sertipikat Hak Milik yang diterbitkan berdasarkan
Peraturan Menteri Negara Agraria No. 9 Tahun 1959
e. Surat Keputusan Pemberian Hak Milik dari pejabat yang
berwenang, baik sebelum ataupun sejak berlakunya
Undang-Undang Pokok Agraria

12 Rahmat Ramadhani, Memahami Arti Pentingnya Riwayat Kepemilikan Tanah Dalam


Sebuah Alas Hak, http://kab-mukomuko.bpn.go.id/Propinsi/Bengkulu/Kabupaten-MukoMuko/Artikel/MEMAHAMI-ARTI-PENTING-RIWAYAT-KEPEMILIKAN-TANAH--D.aspxdiakses
pada 21 Maret, 2014, jam 06.47 WIB.

f. Petuk Pajak Bumi atau Landrente, Girik, Pipil, Kekitir, dan


Verponding Indonesia sebelum berlakunya Peraturan
Pemerintah No 10 Tahun 1961
g. Akta Pemindahan Hak yang dibuat dibawah tanagn yang
dibbuhi tanda kesaksian kepala Adat/ Kepala Desa
sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah 10 tahun 1961
h. Akta Pemindahan Hak Atas Tanah yang dibuat oleh PPAT
yang tanahnya belum dibukukan dengan disertai alas hak
yang dialihkan
i. Akta Ikrar Wakaf atau Surat Ikrar Wakaf yang dibuat
sebelum atau sejak mulai dilaksanakan Peraturan
Pemerintah no. 28 Tahun 1977
j. Risalah Lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang
berwenang yang tanahnya belum dibukukan dengan
disertai alas hak yang dialihkan
k. Surat Penunjukan atau Pembelian Kaveling Tanah
pengganti tanah yang diambil oleh Pemerintah atau
Pemerintah Daerah
l. Surat Keterangan Riwayat Tanah yang pernah dibuat oleh
Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan dengan
disertai alas hak yang dialihkan
m.Lain-lain bentuk alat pembuktian tertulis dengan nama
apapun juga sebagaimana dimaksud dalam Pasal II, VI,
dan VII Ketentuan-Ketentuan Konversi Undang-Undang
Pokok Agraria.13
Kemudian, Pasal 60 ayat (3) menjelaskan mengenai alat
bukti lain yang dapat dipergunakan apabila alat-alat bukti
berdasarkan Pasal 60 ayat (2) tidak lengkap atau tidak ada.
Pembuktian hak atas bidang tanah tersebut dapat dilakukan
dengan bukti lain yang dilengkapi dengan pernyataan yang
bersangkutan dan keterangan yang dapat dipercaya dari
sekurang-kurangnya dua orang saksi ( Unus Testis Nullus
Testis ) dari lingkungan masyarakat setempat yang tidak
mempunyai hubungan keluarga dengan yang bersangkutan
sampai derajat kedua baik kekerabatan vertikal maupun
horisontal, yang menyatakan bahwa yang bersangkutan
adalah benar pemilik bidang tanah tersebut.
C. Geografis Kabupaten Bangli
Secara geografis Kabupaten Bangli merupakan satu-satunya
wilayah kabupaten di Provinsi Bali yang tidak memiliki pantai
13 Urip Santoso, Hukum Agraria Kajian Konprehensif, Penerbit Kencana, Jakarta,
2012, hlm. 313-314.

dengan dengan luas 52.081 Ha atau 9,24% dari luas wilayah


Provinsi Bali (563.666 Ha) yang terletak pada koordinat
083'40 - 0850'48 LS (lintang selatan) dan 11425'53 11542'40 BT (Bujur Timur) dan di batasi oleh lima
Kabupaten lainnya di Bali dengan batas-batas wilayah
sebagai berikut :
Sebelah Utara dengan Wilayah Kabupaten Buleleng
Sebelah
Timur
dengan
Wilayah
Kabupaten
Karangasem dan Kabupaten Klungkung
Sebelah Selatan dengan Wilayah Kabupaten
Gianyar
Sebelah Barat dengan Wilayah Kabupaten Gianyar,
Kabupaten Badung dan Kabupaten Buleleng
D. Alas Hak di Kabupaten Bangli
Pada umumnya alas hak di Kabupaten Bangli adalah
Petuk D.14 Petuk D ini diperoleh dari kantor desa dimana
tanah itu berada, Petuk D ini merupakan tanda bukti berupa
catatan yang berada di Kantor Desa/Kelurahan. Mengenai
buku Petuk D, dalam masyarakat masih banyak yang belum
mengerti apa
yang dimaksud dengan buku Petuk D,
karena di dalam literatur ataupun perundang-undangan
mengenai pertanahan sangat jarang untuk dibahas atau
dikemukakan.
Dengan adanya Undang-Undang Pokok Agraria yang ditindak
lanjuti dengan adanya Peraturan Pemerintah Nomor 10
tahun 1961 yang kemudian diganti dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tidak mungkin lagi
diterbitkan hak-hak yang tunduk kepada Kitab UndangUndang Hukum Perdata ataupun yang akan tunduk kepada
hukum adat setempat kecuali menerangkan bahwa hak-hak
tersebut merupakan hak adat. Mengingat pentingnya
pendaftaran hak milik adat atas tanah sebagai bukti
kepemilikan hak atas tanah secara sah sesuai dengan Pasal
23, Pasal 32, dan Pasal 38 Undang-Undang Pokok Agraria
(UUPA),
maka
diberikan
suatu
kewajiban
untuk
mendaftarkan tanah adat khususnya hak milik Adat.
Pasal 11 UUPA, ayat 1, Hak-hak atas tanah yang
memberi wewenang sebagaimana atau mirip dengan Hak
14 Hasil Wawancara dengan Gusti Ngurah Made Sudiatmika, S.ST. selaku Kepala
Sub Seksi Tematik Kantor Pertanahan Kabupaten Bangli (via telepon pada
tanggal 6 Maret 2014 pukul 18.00 WIB)

yang dimaksud dalam Pasal 20 ayat 1, seperti yang


disebut dengan nama sebagai dibawah, yang ada pada
mulai berlakunya undang-undang ini, yaitu hak agrarische
eigendom, milik, yasan andar beni, hak atas druwe/druwe
desa, pesini, Grant
Sultan,
larderijen
bezitreecht,
altijddurende
Erpacht, Hak usaha atas bekas tanah
partikulir dan hak-hak lain dengan nama apapun juga yang
akan ditegaskan lebih lanjut oleh Menteri Agraria, sejak
mulai berlakunya Undang-Undang ini, menjadi Hak Milik
tersebut dalam Pasal 20 ayat 1, kecuali jika yang
mempunyainya tidak memenuhi syarat, sebagai tersebut
dalam Pasal 21.
Pengkonversian tanah milik adat dilihat dari sudut alat
bukti dapat dipisahkan dua macam bekas tanah milik adat
yaitu:
a) Bekas tanah milik adat yang dianggap sudah
mempunyai bukti tertulis, girik, kekitir, petuk pajak
dan sebagainya.
b) Bekas tanah milik adat yang belum atau tidak
dilengkapi dengan alat bukti tertulis.15
PP No. 24 Tahun 1997, tentang pendaftaran tanah, Pasal 24
ayat 1, untuk keperluan pendaftaran hak, hak atas tanah
yang berasal dari konversi hak-hak lama yang dibuktikan
dengan bukti tertulis, diantaranya girik, kekitir, petuk pajak
bumi/landrente.

15 R. Soeprapto, Undang-Undang Pokok Agraria dalam Praktek, CV. Mitra Sari,


Jakarta, 1986, hlm. 207.

10

Contoh petuk D
Masyarakat di Kabupaten Bangli banyak yang tidak
memiliki petuk D, hal ini salah satunya dikarenakan kurang
mengertinya masyarakat didaerah tersebut akan pentingnya
petuk D sebagai dasar dari pengusaan bidang tanah. Untuk
itu bagi masyarakat yang tidak memiliki petuk D sebagai
alas hak dalam pembuatan sertipikat, Kantor Pertanahan
Kabupaten
Bangli
mewajibkan
untuk
melengkapi
dokumen/berkas permohonan pensertipikatan tanah dengan
melampirkan Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang

11

Tanah (SPPF).

BAB IV
SURAT PERNYATAAN PENGUASAAN FISIK BIDANG TANAH
SEBAGAI ALAS HAK DI KABUPATEN BANGLI

12

Berdasarkan Pasal 76 ayat (1) , PMNA/Kepala Badan


Pertanahan Nasional Nomor. 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan
Pelaksanaan PP. Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran
Tanah. Apabila bukti kepemilikan sebidang tanah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak lengkap atau tidak ada, pembuktian
kepemilikan atas bidang tanah itu dapat dilakukan dengan bukti
lain yang dilengkapi dengan pernyataan yang bersangkutan dan
keterangan yang dapat dipercaya dari sekurang-kurangnya 2
(dua) orang saksi dari lingkungan masyarakat setempat yang
tidak mempunyai hubungan keluarga dengan yang bersangkutan
sampai derajad kedua baik dalam kekerabatan vertikal maupun
horizontal, yang menyatakan bahwa yang bersangkutan adalah
benar pemilik bidang tanah tersebut. Pasal 76 ayat (2) ,
PMNA/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor.3 Tahun 1997
tentang Ketentuan Pelaksanaan PP. Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah.
Dalam hal bukti-bukti mengenai kepemilikan tanah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) tidak ada maka
permohonan tersebut harus disertai dengan:
1. Surat pernyataan dari pemohon yang menyatakan hal-hal
sebagai berikut :
a. Bahwa pemohon telah menguasai secara nyata tanah
yang bersangkutan selama 20 tahun atau lebih secara
berturut-turut, atau telah memperoleh penguasaan itu
dari pihak atau pihak-pihak lain yang telah
menguasainya, sehingga waktu penguasaan pemohon
dan pendahulunya tersebut berjumlah 20 tahun atau
lebih,
b. Bahwa penguasaan tanah itu telah dilakukan dengan
itikad baik,
c. Bahwa penguasaan itu tidak pernah diganggu gugat
dan karena itu dianggap diakui dan dibenarkan oleh
masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan yang
bersangkutan,
d. Bahwa tanah tersebut sekarang tidak dalam sengketa,
e. Bahwa apabila pernyataan tersebut memuat hal-hal
yang
tidak
sesuai
dengan
kenyataan,
penandatanganan bersedia dituntut di muka Hakim
secara pidana maupun perdata karena memberikan
keterangan palsu.
2. Keterangan dari Kepala Desa/Lurah dan sekurang-kurangnya
2 (dua) orang saksi yang kesaksiannya dapat dipercaya,
karena fungsinya sebagai tetua adat setempat dan/atau
13

penduduk yang sudah lama bertempat tinggal di


desa/kelurahan letak tanah yang bersangkutan dan tidak
mempunyai hubungan keluarga pemohon sampai derajat
kedua baik dalam kekerabatan vertikal maupun horizontal,
yang membenarkan apa yang dinyatakan oleh pemohon
dalam surat pernyataan diatas, sesuai bentuk sebagaimana
tercantum dalam lampiran 14 (Pasal 76 ayat (3) ,
PMNA/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor.3 Tahun
1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP. Nomor 24 Tahun
1997 tentang Pendaftaran Tanah).
Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah adalah
produk alas hak yang dibuat oleh pemilik tanah yang diketahui
oleh kepala desa dengan saksi-saksi minimal 2 orang yang turut
menandatangani. adPSFpemilknthybwsruadiknhpeltmsgauwjbnhpeilkydsrtaniukbemr.Plthagnjwpisuerdmhaltnb.
PadnwylbuiKeptBgmkDsalh,eudinpmbkyatSrPengusFiBdThbalk.HnermiysatglkuPD.endySratgsikFBnThdpeamyrtbiknsulh,ametrpyngusbidahterknpmlusg,daejhrnoikltudasegny.
DalmSuernytPgskFidBTh()eanymucpbrlsgikt:
a. deIanstiphkygmubr.Penlisadtmgpu oekn-dhamily.
b. Riwayat Tanah. Keterangan ini cukup signifikan.
Keterangan ini berisi tentang keterangan darimana asal
muasal tanah yang dijual oleh penjual. Biasanya tanah
yang didapatkan secara temurun-temurun ataupun dari
jual beli.
c. Ukuran dan batas-batas tanah. Keterangan ini memuat
tentang data fisik dari tanah yang bersangkutan.
Mengenai luas, ukuran setiap sisi maupun batas-batas
dari tanah tersebut.
d. Saksi-yngmedt abkryncgetumdlSPasikF(ehb).Lglpa-mnduors)tebpkiha-ynglsudebathmkilSrnPyeguasF().Hikbnytgeasrludbinthckpyamegrwdosiunhtab.
e. eDtahiku eohl uKerahln aut Kepal Desa. Sebagai pihak perwakilan dari pemerintah yang
dianggap tahu secara detil terhadap kondisi warganya,
cap/stempel dari kelurahan/kepala desa adalah
penting.
PenbitarSuygskFdnhtiamuep ysrlhangtedjmi.P bukolhSFnatr:i

1. bTeitnyraSPFgdku pcnembad(sitr)ok
2. aKugnrteliypkdsmobanhgikSPF
3. aTendrjyipsmultghakidSPF

AdapuenkhblirgSytPuasnkF(i)
eKhblani
-

DaptmenguriylhkwoKpaDesnrPmilthdgujawbksecrpntyagmkbudSntPer siF().
14

eKmalhn
-

SeringatdjyuPskF(Si)gand,hlerutbypcanmkd(sir)oteygbankhlirSutPeygasnkF()dprbiSueytPgasnkF()li.

Berdasknplji,tmughySernPaskFi(u)cpldergnbashktuipegnaobyh.HlidtegrcunmaSPyskFi()dhblenarutpkiygwdalmhnetupKDsLrlamkntoiyesudgpr,amnlhkweydtiapngruewldisa/HmkrpnebtguSayP sknFi().

15

Contoh Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah

16

BAB IV
UPAYA KANTOR PERTANAHAN UNTUK LEBIH MEMASTIKAN
KEBENARAN ALAS HAK
Meskipun Undang-Undang Dasar 1945 telah mengalami
perubanahan hingga keempat kalinya, namun sampai saat ini
tuntutan rakyat terhadap lahirnya undang-undang yang
mengatur hak milik atas tanah sebagai penjabaran UUD 1945,
belum terwujud. Dalam kaitannya dengan pembangunan dan
upaya gigih pemerintah untuk mendorong investasi, tanah selalu
disisihkan dari nilai-nilai tanah itu sendiri yang justru merupakan
sumber kehidupan manusia. Maraknya pencabutan hak atas
tanah yang tidak diiringi dengan ganti rugi yang layak, justru
menjadi sebab kemiskinan semakin banyak. Para spekulan tanah
selalu bergentayangan untuk memperoleh tanah yang semurahmurahnya serta menjualnya dengan harga yang tinggi. Persoalan
lainnya ketika pemilik tanah datang ke lembaga peradilan untuk
meminta keadilan dan kepastian kepemilikan tanah, justru
banyak para hakim yang cenderung berpihak kepada pihak yang
kuat atau pemerintah. Dalam pelaksanaan pembangunan,
pemerintahpun cenderung memihak pemilik modal atau investor.
Semuanya jelas merupakan bentuk ketidakadilan dan rakyat
merasa tidak ada lagi jaminan perlindungan hak milik atas
tanah.16
Berangkat dari pemikiran tersebut, demi terciptanya kepastian
hukum atas tanah diperlukan pembenahan-pembenahan serta
kebijakan yang memihak kepada rakyat. Upaya kantor
pertanahan untuk meminimalisir terjadinya konflik di kemudian
hari salah satunya dengan upaya lebih memastikan kebenaran
alas hak sebagai dasar pendaftaran tanah. Upaya-upaya tersebut
antara lain:
1. Memastikan kelengkapan berkas permohonan pendaftaran
tanah terutama kelengkapan alas hak yang digunakan
2. Pada saat pengukuran harus dipastikan aparat desa
mengetahui pengukuran tersebut yang menunjukkan surat
pernyataan yang dibuat benar-benar asli
3. Dengan dibuatkannya surat pemberitahuan pengukuran
yang ditujukan kepada kepala desa dan para penyanding
batas agar pada saat pengukuran semua pihak yang

16 Adrian Sutedi, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, Sinar Grafika,
Jakarta, 2007, hlm. 5-6.

17

berkepentingan hadir dan terwujudnya asas kontradiktur


delimitasi.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian pembahasan
kesimpulan sebagai berikut:

di

atas

dapat

ditarik

a. Alas hak merupakan dasar dari suatu hak atas tanah.


Tanpa alas hak, maka pemberian hak atas tanah tidak
bisa
dilaksanakan
sehingga
tidak
terjaminnya
kepastian hukum hak atas tanah tersebut.
b. Surat ernyPat engPuas kFis (SPF) cukup layak dijadikan sebagai alas hak atas tanah
apabila penerbitannya sesuai prosedur yang berlaku,
data yang tercantum benar dan akurat, serta tidak ada
penyelewengan dari dasar hukumnya, yaitu aPeturnmihNo.24197dMetrgaAi/KplBnPhNsomar3uT197.
c. Adanya konflik Pertanahan yang berhubungan dengan Surat Peny guas Fik S(P)
biasanya disebabkan karena adanya penyelewengan
prosedur yang dilakukan baik oleh pihak yang ingin
menguasai bidang tanah maupun aparatur pemerintah
Desa.
B. Saran
Upaya yang harus dilakukan untuk mengatasi alas hak
yang merupakan dasar dari diterbitkan suatu sertipikat
maka seharusnya :
1. Pemerintah Desa sebaiknya menerapkan asas cermat
dalam melaksanakan tugasnya sebagai pengesah Surat
Pernyataan Penguasaan Fisik (SPPF), sehingga data yang
ada dan terbit adalah data yang valid dan terbukti
keabsahannya sehingga meminimalisir terjadinya alas hak
yang tumpang tindih.
2. Pemerintah Desa sebaiknya membenahi diri dengan
menertibkan pembukuan dan pencatatan, karena biasanya
awal terjadinya konflik, seperti tumpang tindih Surat
Pernyataan Penguasaan Fisik (SPPF) karena pembukauan
dan pencatatan yang kurang rapi dan terjaga.
3. Instansi Badan Pertanahan Nasional meskipun hanya
sebagai penerima data dan pencatat, namun sebaiknya
melakukan pengecekan keabsahan data dengan sebaikbaiknya, sehingga Surat Pernyataan Penguasaan Fisik
18

(SPPF) bermasalah
permohonan hak.

tidak

bisa

lolos

dalam

proses

DAFTAR PUSTAKA
Effendie, Bachtiar, 1993, Kumpulan Tulisan Tentang Hukum
Pertanahan, Bandung, Alumni.
Karjadi, M, 1979, Reglemen Indonesia yang Diperbaharui (s. 1941,
no. 44) RIB (HLR), Bogor, Olitea.
Laksamana, Rofiq; Sitorus, Oloan, 2007. Materi Pokok MKK
73206/3 SKS/MODUL I-IX, Hukum Agraria, Yogyakarta, STPN
Press.
Santoso, Urip, 2010,
Jakarta,Kencana.

Hukum Agraria dan Hak-Hak Atas Tanah,

Santoso, Urip, 2012, Hukum Agraria Kajian Komprehensif, Jakarta,


Kencana.
Simorangkir, J.C.T. dan Woerjono Sastro Pranoto, 1962, Pelajaran
Hukum Indonesia, Jakarta, Gunung Agung.
Sitorus, Oloan dan Laksamana, Rofiq, 2007. Materi Pokok MKK
73206/3 SKS/MODUL I-IX, Hukum Agraria, Yogyakarta, STPN
Press.
Soeprapto, R, 1986, Undang-Undang
Praktek, Jakarta, CV. Mitra Sari.

Pokok Agraria Dalam

Soesangobeng, Herman, 2012, Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum


Pertanahan dan Agraria, Yogyakarta, STPN Press.
Subekti, R dan R. Tjitrosudibio, 1992, Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata, Jakarta, PT. Pradnyana Aramita.
Sumardjono, Maria, 2005, Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi
dan Implementasi, Jakarta, Kompas.
Sutedi, Adrian, 2007, Peralihan Hak
Pendaftarannya, Jakarta, Sinar Grafika.

Atas

Tanah

dan

19

Tresna, MR, 1982, Komentar HIR, Jakarta, Pradnya Paramita.

Peraturan Perundang-Undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara
aPeturnmihNo.24197gadrftTn
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang No. 51 Tahun
1960 Tentang : Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Ijin Yang
Berhak Atau Kuasanya.
aPeturnMiNgA/KpBldahsonmr3uT1e97tgKalkPsnrmih2N4o.ut19e7agndPfT

20

Anda mungkin juga menyukai