ABSTRAK
Peritonitis bakterial spontan adalah salah satu infeksi yang dapat terjadi pada anak dengan sindrom nefrotik, serta meningkatkan mortalitas
dan morbiditas. Komplikasi ini biasanya terjadi pada 2 tahun pertama sejak gejala klinis muncul. Kerentanan terhadap infeksi berhubungan
dengan berbagai faktor. Organisme penyebab peritonitis bakterial spontan pada umumnya adalah bakteri Gram positif, terutama Streptococcus
pneumoniae, dan bakteri Gram negatif, terutama E. coli. Diagnosis peritonitis bakterial spontan didasarkan pada terdapatnya gejala inflamasi
peritoneum, cairan peritoneum yang keruh, jumlah sel cairan peritoneum >100 /L atau hitung neutrofil polimorfonuklear >50 sel/L,
disertai biakan cairan peritoneum positif, dan biakan darah positif. Pemberian antibiotik merupakan terapi utama peritonitis bakterial spontan.
Pencegahan adalah dengan mengobati sindrom nefrotik dengan adekuat dan imunisasi.
Kata kunci: peritonitis bakterial spontan, sindrom nefrotik, infeksi bakteri
ABSTRACT
Spontaneous bacterial peritonitis is serious infection in children with nephrotic syndrome, with high mortality and morbidity. This complication
occurs within 2 years after the first clinical manifestation. Susceptibility to bacterial infection is related to multiple predisposing factors, impaired
immunologic factors, mechanical factors (oedema and ascites), and immunosuppressive therapy. Gram-positive bacteria, mainly Streptococcus
pneumoniae, and Gram-negative bacteria, mainly E. coli, are the most common cause. Diagnosis is based on peritoneal inflammation sign, dark
peritoneal fluid with cell count >100 cells/L or polymorphonuclear cell count >50 cells/L, positive peritoneal fluid culture, and positive blood
culture. Antibiotic is the main treatment. Nephrotic syndrome management and immunization is recommended to prevent spontaneous
bacterial peritonitis. Sudung O. Pardede, Henny Adriani Puspitasari. Spontaneous Bacterial Peritonitis in Children with Nephrotic
Syndrome.
Key words: spontaneous bacterial peritonitis, nephrotic syndrome, bacterial infection
PENDAHULUAN
Sindrom nefrotik merupakan penyakit ginjal
pada anak yang sering ditemukan, ditandai
dengan kumpulan gejala yang terdiri atas
proteinuria masif, hipoalbuminemia (<2,5 g/
dL), edema, dan hiperkolesterolemia. Sindrom
nefrotik dapat menyebabkan komplikasi
serius yang terdiri atas komplikasi akut dan
komplikasi jangka panjang. Komplikasi
akut yang sering terjadi adalah infeksi dan
tromboemboli,
sedangkan
komplikasi
jangka panjang dapat berupa hipertensi dan
penurunan fungsi ginjal atau gagal ginjal.1
Infeksi pada anak dengan sindrom nefrotik
Alamat korespondensi
email: suopard@yahoo.com
265
TINJAUAN PUSTAKA
komplikasi dialisis peritoneal tidak termasuk
dalam definisi ini.
Peritonitis bakterial spontan adalah salah satu
komplikasi infeksi yang sering terjadi dengan
tingkat morbiditas serta mortalitas tinggi.2-4
Insidens PBS diperkirakan berkisar antara
1,5% hingga 16% dan kematian diperkirakan
sebesar 1,5%.5
Etiologi
Streptococcus pneumoniae dan Escherichia
coli adalah organisme yang paling sering
menyebabkan peritonitis dan sepsis pada
sindrom nefrotik.2,4,6,23 Bakteri Gram positif
lain penyebab PBS antara lain Enterococcus,
Streptococcus group D, dan Streptococcus
viridans yang sensitif terhadap penisilin,
sedangkan bakteri Gram negatif yang
ditemukan adalah Enterobacter cloacae,
Klebsiella penumoniae, Acinetobacter baumanii,
Neisseria meningitidis, dan Salmonella group
B yang sensitif terhadap aminoglikosida dan
sefalosporin. Pada penelitian retrospektif di
RS Chang Gung tahun 1993-1997, didapatkan
10 episode sepsis dan 8 episode PBS dari 452
kasus rawat inap. Hasil biakan steril didapatkan
pada 4 kasus, sedangkan bakteri Gram positif
dan Gram negatif ditemukan pada masingmasing 7 kasus. 4
Faktor imunologi pada sindrom nefrotik
Anak dengan sindrom nefrotik mengalami
defek imunologis humoral dan selular yang
meningkatkan risiko infeksi. Defek selular
meliputi gangguan sintesis imunoglobulin
dengan hipogammaglobulinemia, penurunan
transformasi limfoblas, peningkatan aktivitas
sel T supresor, dan hipersensitivitas tipe
lambat yang buruk.1,9,10 Defek imunitas
humoral berperan penting dalam kondisi
imunosupresif pada anak sindrom nefrotik
karena terdapat kelainan sistem komplemen.
Kelainan tersebut meliputi depresi konsentrasi
serum faktor I dan B, gangguan pembentukan
komplemen C3b dan opsonisasi.11
Selain albumin yang rendah karena
albuminuria terjadi juga kehilangan protein
melalui urin seperti imunogloblin G (IgG),
faktor I, dan faktor B. Faktor I dan faktor B
berperan dalam jalur alternatif komplemen
yang membantu proses opsonisasi, fagositosis,
dan kekebalan, sehingga defisiensi faktor I
dan faktor B akan menurunkan kemampuan
opsonisasi dan membunuh bakteri.10,14
266
TINJAUAN PUSTAKA
Secara klinis, diagnosis peritonitis ditegakkan
jika terdapat tanda peritonitis seperti nyeri
abdomen, demam, mual, dan muntah. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan defans muskular
(85%). Hasil laboratorium menunjukkan
leukositosis dengan rerata jumlah leukosit
perifer 21.500/L (median 21.400/L, kisaran
7.100 44.800/L) dengan persentase netrofil
83%. Kondisi tersebut biasanya ditemukan
bersamaan dengan edema dan asites.15
Diagnosis definitif peritonitis membutuhkan
biakan cairan peritoneum. Cairan peritoneum
yang diperoleh dengan pungsi asites tampak
keruh dan pada pemeriksaan laboratorium
menunjukkan uji Rivalta positip, jumlah lekosit
dan kadar protein meningkat. Pada cairan
asites perlu diperiksa dengan pulasan Gram.
Pada banyak kasus PBS, parasentesis diagnostik
sering tidak dapat dilakukan sehingga pasien
diterapi dengan antibiotik empiris tanpa
pemeriksaan cairan peritoneum.5
Diagnosis PBS pada sindrom nefrotik sering
sulit ditegakkan karena gejala dan tanda
sistemik dapat tersamarkan oleh penggunaan
kortikosteroid. Diagnosis peritonitis ditegakkan
jika terdapat gejala klinis peritonitis disertai
satu atau lebih hasil pemeriksaan penunjang,
yaitu: 1. cairan peritoneum berwarna keruh
atau jumlah sel cairan peritoneum >100 sel/
L atau jumlah sel netrofil polimorfonuklear
(PMN) >50 sel/L. 2. Terdapat bakteri dalam
cairan peritoneum ditandai dengan pewarnaan
Gram atau biakan cairan peritoneum positif
atau tes counter-immuno-electrophoreses yang
positif untuk antigen bakteri dari cairan asites;
dan 3. biakan darah positif.15
TATA LAKSANA
Tata laksana non-operatif merupakan terapi
utama pada PBS, terdiri atas pemberian
antibiotik dan terapi suportif. Antibiotik
spektrum luas digunakan pada terapi awal
kemudian disesuaikan menjadi spektrum
yang lebih sempit berdasarkan hasil biakan.
Terapi antibiotik awal merupakan terapi
empiris berdasarkan organisme yang sering
menyebabkan PBS. Terapi empiris yang
biasa diberikan adalah kombinasi golongan
penisilin dan aminoglikosida intravena selama
2 minggu, kemudian disesuaikan dengan hasil
267
TINJAUAN PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
Alwadhi RK, Mathew JL, Rath B. Clinical profile of children with nephrotic syndrome not on glucocorticoid therapy, but presenting with infection. J Pediatr Child Health. 2004;40:28-32.
3.
Uncu N, Bulbul M, Yildiz N, Noyan A, Kosan C, Kavukcu S, dkk.. Primary peritonitis in children with nephrotic syndrome: results of a 5-year multicenter study. Eur J Pediatr. 2010;169:73-6.
4.
Tain Y, Lin G, Cher T. Microbiological spectrum of septicemia and peritonitis in nephrotic children. Pediatr Nephrol. 1999;13:835-7.
5.
Hingorani SR, Weiss NS, Watkins SL. Predictors of peritonitis in children with nephrotic syndrome. Pediatr Nephrol. 2002;17:678-82.
6.
Mcintyre P, Craig JC. Prevention of serious bacterial infection in children with nephrotic syndrome. J Pediatr Child Health. 1998;34:314-7.
7.
Ilyas M , Roy S, Abbasi S, Leggiadro RJ, English K, Wyatt RJ. Serious infections due to penicillin-resistant Streptococcus pneumoniae in two children with nephrotic syndrome. Pediatr
Nephrol. 1996;10:639-41.
8.
Waisman DC, Tyrell GJ, Kellner JD, Garg S, Marrie TJ. Pneumococcal peritonitis: still with us and likely to increase in importance. Can J Infect Dis Med Microbiol. 2010;21:e23-7.
9.
Gbadegesin R, Smoyer WE. Nephrotic syndrome. Dalam: Geary DE, Schaefer F., penyunting; Comprehensive Pediatric Nephrology. Philadelphia: Mosby Elsevier. 2008.hal. 215-8.
10. Matsell DG, Wyatt RJ. The role of I and B in peritonitis associated with the nephrotic syndrome of childhood. Ped Res. 1993;34:84-8.
11. Han J, Lee K, Hwang J, Koh D, Lee J. Antibody status in children with steroid-sensitive nephrotic syndrome. Yonsei Med J. 2009;51:239-43.
12. Farthmann EH, Schoffel U. Epidemiology and pathophysiology of intraabdominal infections (IAI). Infection. 1998;26:329-34.
13. Clark JH, Fitzgerald JF, Kleiman MB. Spontaneous bacterial peritonitis. J Pediatr. 1984;104:495-500.
14. Patiroglu T, Melikoglu A, Dusunsel R. Serum levels of C3 and factors I and B in minimal change disease. Acta Paediatr Jpn. 1998;40:333-6.
15. Gorensek MJ, Lebel MH, Nelson JD. Peritonitis in children with nephrotic syndrome. Pediatrics. 1988;81:849-56.
16. Advisory Committee on Immunization Practices. Preventing pneumococcal among infants and young children. Recommendations on the Advisory Committee on Immunization Practices (ACIP). MMWR Recomm Rep. 2000;49(RR-9):1-35.
268