Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PERHATIAN
KECELAHAAN BAG1 ORANG-ORANGYANG CURANG
(QSAl-Muthaffifin Ayat 1)
Para pembajak, penyalur, penjual, pengedar, dan. PEMBELI BUKU
BAJAKAN adalah bersekongkol dalam alam perbuatan CLIRANG.
Kelompok genk ini sating membantu memberi peluang hancurnya
citra bangsa, 'merampas" dan 'memakan" hak orang lain dengan
cara yang bathil dan kotor. Kelompok 'makhluk" ini semua ikut
berdosa, hidup dan kehidupannya tidak akan diridhoi dan
dipqsempit rizkinya oleh ALLAH SWT.
(Pesan dari Penerbit ,&f&cr&
A D R ~ ~SUTEDI,
N
S.H, M.H.
KATA PENGANTAR
gadai yang berbasiskan prinsip-prinsip syariah sehingga masyarakat mendapat beberapa keuntungan yaitu .cepat, praktis dan menentramkan. Cepat
karena hanya membutuhkan waktu 15 menit untuk prosesnya, praktis karena
persyaratannya mudah, jangka waktu fleksibel dan terdapat kemudahan lain,
serta menentramkan karena sumber dana berasal dari sumber yang sesuai
dengan syariah begitu pun dengan proses gadai yang diberlakukan. Produk
yang dimaksud di atas adalah produk Gadai Syariah.
Namun, pertanyaan yang kini muncul adalah sejauh mana kesinambungan antara teori dan prinsip-prinsip syariah mengenai gadai syariah
dengan aplikasi yang diterapkan oleh Perum Pegadaian? Untuk menjawab
pertanyaan tersebut, maka perlu dianalisis dengan cari membandingkan
antara teori dan aplikasi di dunia riil.
Pegadaian adalah suah hak yang diperoleh seseorang yang mempunyai piutang atas suatu barang bergerak. Barang bergerak tersebut diserahkan kepada orang yang berpiu&ng oleh seorang yang mempunyai utang atau
oleh orang lain atas nama orang yang mempunyai utang. Seseorang yang
berutang tersebut memberikan kekuasaan kepada orang yang berpiutang
untuk menggunakan barang bergerak yang telah diserahkan untuk melunasi
utang apabila pihak yang berutang tidak dapat melunasi kewajibannya pada
saat jatuh tempo.
Sedangkan gadai adalah suatu hak yang diperoleh d e h orang yang
berpiutang atas suatu' benda bergerak yang diberikan oleh orang yang berpiutang sebagai suatu jaminan dan barang tersebut bisa dijual jika orang
yang berpiutang tidak marnpu melunasi utangnya pada saat jatuh tempo.
Syariat pegadaian ini rnerup& salah satu bukti bahwa Islam tqlah
memiliki sistem perekonomian yang lengkap dan sempurna, sebagaimana
syariat Islam senantiasa memberikan jaminan ekonomis yang adil bagi
seluruh pihak yang terkait dalam setiap transaksi. Penerima piutang dapat
memenuhi kebutuhannya, dan pernberi piutang mendapat jaminan keamanan
bagi uangnya, selain mendapat pahala dari Allah atas pertolongannya kepada
orang lain.
Gadai dalam perspektif Islam disebut dengan istilah rahn, yaitu
suatu perjanjian untuk rnerfahan sesuatu barang sebagai jaminan atau tanggungan utang. Kata rahn secara etimologi berarti "tetap", "berlangsung" dan
"menahan". Maka, dari segi ba!!asa rahn bisa diartikan sebagai menahan
sesuatu dengan tetap. Ar-Rahn adalah rnenahan salah satu harta rnilik si
'
La
!.
Penulis
viii
DAFTAR IS1
................................................................................
.............................................................................................
KATA PENGANTAR
DAFTAR IS1
BAB 1
TINJAUAN UMUM GADAI SYARIAH
A. Tinjauan Umum Tentang Gadai Konvensional Gadai ...........................
1. Pengertian Gadai................................................................................
2 . Sifat-sifat Gadai ...............................................................................
3. Obyek Gadai .....................................................................................
4. Terjadinya Gadai ..............................................................................
. .
5. Hak dan Kewajiban Pemegang Gadai...............................................
6. Hak dan Kewajiban Peniberi Gadai ..................................................
7 Hapusnya Gadai ...............................................................................
B. Urgensi Lembaga Gadai Syariah dalam Sistem Jaminan .......................
C. Ruang Lingkup Gadai Syariah (Rahn)...................................................
1. Pengertian Gadai Syariah (Rahn) .....................................................
2. Sifat Gadai Syariah ...........................................................................
3. Rukun Gadai Syariah ........................................................................
4. Hakikat dan Fungsi Gadai Syariah ...................................................
5. Syarat Sah Gadai Syariah .................................................................
6. Perlakuan Bunga dan Riba dalam Perjanjian Gadai .........................
7. Ketentuan Gadai dalam Islam .................;.........................................
8. Hak dan Kewajiban Para Pihak Gadai Syariah.................................
. D. Prospek Gadai Syariah ..........................................................................
E. ManfaaVKeuntungan Gadai Syairah ......................................................
F . Perbedaan dan Persamaan Gadai Konvensional dan Gadai Syariah ......
...................................................
BAB 2
PERAN LEMBAGA PEGADAIAN SYARIAH
A Sejarah Pegadaian ..................................................................................
B. Sejarah Berdirinya Pegadaian Syariah ...................................................
1. Dasar Hukum Berdirinya Pegadian Syariah .....................................
2 . Aspek Legal Pendirian Gadai Syariah .............;..............:.................
3. Tujuan Pendirian Pegadaian Syariah ................................................
4. Tugas Pokok Pegadaian Syariah .......................................................
........................................
C.
D.
BAB 3
PELAKSANAAN GADAI SYARIAH
OLEH LEMBAGA PEGADAIAN
A. Produk Unit Layanan pada Pegadaian Syariah ......................................
B. Barang Jaminan Gadai Syariah ..............................................i ...............
C. Pemanfaatan Dana Pinjaman ..........;........................................................
D. Akad yang Digunakan ............................................................................
E. Batas Waktu Pinjaman dan Tarif Simpanan...........................................
F . Pelelangan Barang Jaminan Gadai .Syariah ............................................
l a n Syariah .................
G. Mekanisme dan Prosedur ~ e n ~ o ~ e r a s i o n aGadai
H . Peranan Gadai Syariah dalam Pembangunan .........................................
.............................................................
BAB 4
PENYELESAIAN SENGKETA JAMINAN GADAI SYARLAH
A . Dasar Hukum Gadai Syariah ..................................................................
B. Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak dalam Pelaksanaan
Gadai Syariah ........................................................................................
C. Pelelangan Benda Jaminan Gadai Syariah .............................................
D. Pelelangan Benda Jaminan Gadai pada Pegadaian Syariah ...................
E. Penyelesaian Sengketa Gadai Syariah Melalui Arbitrase Syariah..........
F. Penyelesaian Sengketa Gadai Syariah Melalui Litigasi Pengadilan.......
............
....................................................................................
.................................................................................
DAFI'AR PUSTAKA
TENTANG PENULIS
BAB 1
1. Pengertian Gadai
Pegadaian menurut Susilo (1999) adalah suatu hak yang diperoleli
oleh seorang yang mcmpunyai piutang atas suatu barang bergerak. Barang
bergerak tersebut diserahkan kepada orang yang berpiutang oleh seorang
yang mempunyai utang atau oleh orang lain atas nama orang yang mempunyai utang. Seorang yang berutang tersebut memberikan kekuasaan pada
orang lain yang berpiutang untuk' rnenggunakan barang bergerak yang telali
diserahkan untuk melunasi utang apabila pihak yang berutang tidak dapat
melunasi kewajibannya pada saat jatuh tempo.
Gadai. adalah suatu hak yalig diperoleh oleh orang yang orang yang
berpiutang atas suatu barang yang bergerak yang diserahkan oleh orang yang
berpiutang sebagai jaminan utangnya dan barang tersebut dapat dijual oleh
yang berpiutang bila yang berutang tidak dapat melunasi kewajibannya'pada
saat jatuh tempo. Sedangkan BUMN hanya berfungsi memberikan pembiayaan dalam bentuk penyaluran dana kredit kepada masyarakat atas dasalhukum gadai.
Gadai ini diatur dalam Buku I1 it el' 20 Pasal 1 150 sampai dengan
Pasal 1 161 KUHPerdata. Menurut Pasal 1 150 KUHPerdata pengertian dari
gadai adalah Suatu hak yang diperoleh seorang kreditor atas suatu barang
bergerak yang bertubuh maupun tidak bertubuh yang diberikan kepadanya
oleh debitor atau orang lain atas namanya untuk menjamin suatu utang, dan
yang memberikan kewenangan kepada kreditor untuk mendapatkan pelunasan dari barang tersebut lebih dahulu daripada kreditor-kreditor lainnya
terkecuali biaya-biayil i~ntuknielelang barang tersebut dan biaya yang telah
dikeluarkan untuk niemelihara benda itu, biaya-biaya mana hal-us didahulukan.
Dari definisi gadai tersebut terkandung adanya beberapa unsur
pokok, yaitu:
1. Gadai lahir karena perjanjian penyerahan kekuasaan atas barang gadai
kepada kreditor pemegang gadai;
Tinjauan Umum Gadai Syariah
2. Penyerahan itu dapatl dilakukan oleh debitor atau orang lain atas nama
debitor;
3. Barang yang menjadi obyek gadai hanya barang bergerak, baik bertubuh
maupun tidak bertubuh;
4. Kreditor pemegang gadai berhak untuk mengambil pelunasan dari barang
gadai lebih dahulu daripada kreditor-kreditor lainnya.'
2. Sifat-sifat Gadai
a. Gadai adalah Hak Kebendaan
'
'
'
Dalam Pasal 1150 KlJHPerdata tidak disebutkan sifat ini, namun demikian
sifat kebendaan ini dapat diketahui dari Pasal 1152 ayat (3) KUHPerdata
yang mengatakan bahwa: "Pemegang gadai mempunyai hak revindikasi dari
Pasal 1977 ayat (2) KUHPerdata apabila barang gadai hilang atau dicuri."
Oleh karena hak gadai mengandung hak revindikasi, maka hak gadai
merupakan hak kebendaan sebdb revindikasi merupakan ciri khas dari hak
kebendaan.
Hak kebendaan dari hak gadai bukanlah hak untuk menikmati suatu
benda seperti eigendom, hak bezit, hak pakai dan sebagainya. Memang
benda gadai harus dis'erahkan kepada kreditor tetapi tidak untuk dinikmati,
melainkan untuk menjamin piutangnya dengan mengambil, penggantian dari
benda tersebut guna membayar piutangnya.2
b. Hak Gadai BersifAt Accessoir
Hak gadai hanya merupakan tambahan saja dari perjanjian pokoknya, yalig
berupa perjanjian pinjam uang. Sehingga boleh dikatakan bahwa seseorang
akan mempunyai hak gadai apabila ia mempunyai piutang, dan tidak mungkin seseorang dapat mempunyai hak gadai tanpa mempunyai piutang. Jadi
hak gadai merupakan hak tambahan atau accessoir, yang ada dan tidaknya
tergantung dari ada dan tidaknya piutang yang merupakan perjanjian pokoknya. Dengan demikian hak gadai aka11hapus jika perjanjian pokoknya hapus.
Beralihnya piutang membawa serta beralihnya hak gadai, hak gadai
berpindah kepada orang lain bersama-sama dengan piutang yang dijamin
dengan hak gadai tersebut, sehingga hak gadai tidak mempunyai kedudukan
yang berdiri sendiri melainkan accessoir terhadap perjanjian pokoknya."
'
'
2
Purwahid Patrik dan Kashadi, Hukum Jaminan, Fakultas Hukurn Undip, 2003. hal. 13
Purwahid Patrik dan Kashadi, Hukum Jaminan, Edisi Revisi dengan UUHT. Fakultas Hukurn Undip.
2005, hal. 13-14
Purwahid Patrik dan Kashadi. Hukum Jaminun, Edisi Revisi dengan UUHT. Fakultas Hukurn Undip.
2005, hal. 14
Karena hak gadai tidak dapat dibagbbagi, maka dengan dibayarnya sebagian
utang tidak akan membebaskan sebagian dari benda gadai. Hak gadai tetap
membebani benda gadai secara keseluruhan.
Dalam Pasal 1 160 KUHPerdata disebutkan bahwa: "Tak dapatnya
hak gadai dan bagi-bagi dalam ha1 kreditor, atau debiti~rmeninggal dunia
dengan meninggalkan beberapa ahli waris." Ketentuan ini tidak merupakan
ketentuan hukum memaksa, sehingga para pihak dapat menentukan
sebaliknya atau dengan perkataan lain sifat tidak dapat dibagi-bagi dalam
gadai ini dapat disimpangi apabila telah diperjanjikati lebih dahuIu oleh para
pihak.
d. Hak gadai adalah hak yang didahulukan
Hak gadai adalah hak yang didahulukan. Ini dapat diketahui dari ketentuan
Pasal 1 133 dan 11 50 KUHPerdata. Karena piutang dengan hak gadai mempunyai hak untuk didahulukan daripada piutang-piutang lainnya, maka
kreditor pemegang gadai mempunyai hak mendahulu (droit de preference).
e. Benda yang menjadi obyek gadai adalah benda bergerak baik yang
bertubuh maupun tidak bertubuh
f. Hak gadai adalah hak yang kuat dan mudah penyitaannya4
Menurut Pasat 1134 ayat (2) KUHPerdata dinyatakan bahwa "Hak gadai dan
hipotik lebih diutamakan daripada privilege, kecuali jika undang-undang
menentukan sebaliknya". Dari bunyi pasal tersebut jelas bahwa hak gadai
mempunyai kedbdukan yang kuat.
Di samping itu kreditor pemegang gadai adalah termasuk kreditor
separatis. Selaku separatis, pemegang gadai tidak terpengaruh oleh adanya
kepailitan si debitor.
Kemudian apabila si debitor wanprestasi, pemegang gadai dapat dengan
mudah menjual benda gadai tanpa memerlukan perantaraan hakim, asalkan
penjualan benda gadai dilakukan di muka umum dengan lelang dan menurut
kebiasaan setempat dan harus memberitahukan secara tertulis lebih dahulu
akan maksud-maksud yang akan dilakukan oleh pemegang gadai apabila
tidak ditebus (Pasal 1155 juncto 1158 ayat (2) KUHPerdata). Jadi di sini
acara penyitaan Iewat juru sita dengan ketentuan-ketentuan menurut Hukum
Acara Perdata tidak berlaku bagi gadai.
3. Obyek Gadai
Obyek gadai adalah segala benda bergerak, baik yang bertubuh ~naupun
tidak bertubuh. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1 150juncties 1 153 ayat (I),
1 152 bis, dan 1153 KUHPerdata. Namun benda bergerak yang tidak dapat
dipindahtangankan tidak dapat digadaikan.
Dalam Pasal 1152 ayat (1) KUHPerdata disebutkan tentang hak
gadai atas surat-surat bawa dan seterusnya, demikian juga dalam Pasal 1153
bis KUHPerdata dikatakan bahwa untuk meletakkan hak gadai atas suratsurat tunjuk di per1ukan endorsemen dan penyerahan suratnya. Penyebutan
untuk surat-surat ini dapat nlenimbulkan kesan yang keliru mengenai obyek
gadai adalah piutang-piutng dibuktilan dengan surat-surat t e r s e b ~ ~ t . ~
4. Terjadinya Gadai
..
Untuk terjadinya gadai harus dipenuhi persyaratan-persyaratan yang ditentukan sesuai dengan jenis benda yang digadaikan Adapun cara-cara terjadi~iya
gadai dalah sebagai berikut:
1. Cara te&dinya gadai pada benda bergerak bertubuh
a. Perjanjian gadai
. -- -d3alcim ha1 ini antara debitor dengan kreditor mengadakan perjanjian
pinjam uang (kredit) dengan janji sanggup memberikan benda bergerak sebagai jaminan gadai atau perjanjian untuk memberikan hak
gadai (perjanjian gadai).
Perjanjian ini bersifat konsensual dan obligatoir. Dalam Pasal 1 151
KUHPerdata disebutkan bahwa "Perjanj ian gadai dapat d ibuktikan
dengan segala alat yang diperbolehkan bagi pembuktian perjanjian
pokok". Dari ketentuan ini dapat disimpulkan bahwa bentuk perjanjian
gadai tidak terikat pada formalitas tertentu (bentuknya bebas),
sehingga dapat dibuat secara tertulis maupun isa an.^
b. Penyerahan benda gadai
Dalam Pasal 1 152 ayat (2) KUHPerdata disebutkan: "Tidak ada hak
gadai atas benda yang dibiarkan tetap dalam kekuasaan debitor atas
kemauan kreditor." Dengan demikian hak gadai terjadi dengan
dibawanya barang gadai ke luar dari kekuasaan di debitor pemberi
gadai. Syarat bahwa. barang gadai harus dibawa keluar dari kekuasaan
Ibid, hal, 17
~ a r t i n Muljadi
i
dan Gunawan Widjaja, Hak Istimewa, Gadai, Dan Hiporek. Prenada Media, Jakarta,
2005, hal. hal. 74-75
Btjmma h u m L d a i Syariah
'
Mariam Darus Badrul'iaman Bab-bab fentang Credietverband, gadai danfidusia, Alumni, Bandung.
hal. 97
HukurnGadai Syariah
Bentuk pemberitahuan ini dapat dilakukan baik secara terteptu maupun secara lisan.
Pemberitahuan dengan perantaraan j uru sita perlu di lakukan
apabila si debitor tidak bersedia memberikan keterangan tertulis
tentang persetujuan pemberian gadai itu.
Dalam gadai piutang atas nama tersai~gkuttiga pihak seperti
penyerahan piutang atas nama (cessie). Gadai piutang atas nama juga
dinamakan cessie,, karena di sini yang digadaikan adalah piutang atas
nama, sedang penyerahan piutang atas nama di lakukan dengan cessie.'
5. Hak dan Kewajiban Pemegang Gadai
Selama berlangsungnya gadai, pemegang gadai mempunydi beberapa hak
dan kewajiban yang harus dipenuhi, baik pada gadai benda bergerak bertubuh rnaupun pada gadai atas piutang (benda bergerak tidak bertubuh).
Hak-hak pemegang gadai adalah sebagai berikut:
a. Hak untuk menjual benda gadai atas kekuasaan sendiri atau mengeksekusi benda gadai (parate executie)
Dalam Pasal 1155 KUH Perdata disebutkan bahwa: " ~ p a b i l aoleh para
pihak tidak telah diperjanjikan lain, jika si berutang atau si pemberi gadai
wanprestasi, maka si kreditor berhak menjual barang gadai dengan
maksud untuk mengambil pelunasan piutang pokok, bunga dan biaya dari
pendapatan penjualan tersebut."
b. Hak untuk menahan benda gadai (hak retentie)
Pasal 1 159 ayat (1) KUHPerdata menyatakan Dalam ha1 pemegang gadai
tidak menyalahgunakan benda gadai, maka si berutang tidak berkuasa
untuk menuntut pengembaliannya, sebelum ia membayar sepenuhnya
baik utang pokok, maupun bunga dan biaya utangnya yang untuk menjaminnya barang gadai telah diberikai, beserta segala biaya yang telah
dikeluarkan untuk menyelamatkan barang gadai.
Ketentuan ini memberi wewenang kepada pemegang gadai untuk
menahan benda gadai sela~nadebitor belum melunasi utangnya.
c. Hak Kompensasi
Hak ini erat hubungannya dengan utang kedua sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1159 ayat (2) KUHPerdata apabila guna melunasi piutang
pertama si kreditor telah mengeksekusi benda gadai, maka dari hasil
7:
beserta bunga dan biaya. Hal ini biasanya terjadi jika benda gadai beri~pa
benda antik.
i. Hak untuk menerima bunga piutang gadai
Hak ini berdasarkan Pasal 1158 KUHPerdata yang menentukan bahwa:
"Pemegang gadai dari suatu piutang yang menghasilkan bunga, berhak
menerima bunga itu, dengan kewajiban memperhitungkan dengan bunga
piutang yang harus dibayarkan kepadanya."
1159 ayat ( 1 )
'
10
J. Satrio. Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan, Citra Aditya Bakti. Bandung, 2002, ha1.132
Wikipedia Indonesia.com
11
HukumGodoi Syorioh
Ibid, hal. 3 1.
13
tersebut dalam arti piutang yang meminjamkan akan terjamin dengan adanya
jaminan. Dalam konteks inilah letak pentingnya lembaga jaminan itu.
Bentuk lembaga jaminan, sebagian besar mempunyai ciri-ciri internasional yang dikenal hampir di semua negara dan perundangundangan
modern, yaitu bersifat menunjang perkembangan ekonomi dan perkreditan
serta memenuhi kebutuhan masyarakat akan fasilitas modal.
Lembaga jaminan, tergolong bidang hukum yang bersifat netral,
karena tidak mempunyai hubungan yang erat dengan kehidupan spiritual dan
budaya bangsa. Sehingga terhadap bidang hukum yang demikian, tidak ada
keberatannya untuk diatur dengan segera. Karena'jika dilihat, peraturanperaturan hukum yang bertalian d-engan lembaga jaminan tersebut d i
Indonesia pada umurnnya sudah usang. Sedikit sekali peraturan yang Inengalarni perubahan sejak pembentukannya sebagaimana dikenal dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata dan peraturan-peraturan khusus lainnya,
misalnya hipotik dan crediet verband.
Gadai merupakan lembaga jaminan yang telah sangat dikenal dan
dalam kehidupan masyarakat, dalam upayanya untuk mendapatkan dana
guna berbagai kebutuhan. Pegadaian adalah sebuah BUMN di lndonesia
yang usaha intinya adalah bidang jasa penyaluran kreditlpinjaman kepada
masyarakat atas dasar hukum gadai.
Dalam fiqh muamalah dikenal dengan kata pinjaman dengan jaminan yang
\
disebut ar-rahn, yaitu menyimpan suatu barang sebagai tanggungan utang.
Ar-rahn (gadai) menurut bahasa bkrarti al-tsubut dan al-hubs yaitu
penetapan dan penahanan. Dan ada pula yang menjelaskan bahwa ruhn
adalah terkurung atau terjerat, di samping it11 rahn diartikan pula secara
bahasa dengan tetap, kekal, dan jaminan.I3
'
14
H. Hendi Suhendi, F~qhMuamalah (Cet I, Jakarta PT. Raja Grafindo Persada. 2002). ha1 105
ini digunakan sebagai ganti yaiti~dengall cara dijual sebagai bayaran dan jika
ada kelebihan dikembalikan kepada orang yang berutang.I4
Menurut istilah syara' ar-rahn terdapat beberapa pengertian di
antaranya:
1. Gadai adalah akad perjanjian pinjam memilljam dengall ~iienyeralikan
barang sebagai tanggiingan utang.
2. Gadai adalah suatu barang yang dijadikan peneguhan atail penguat
kepercayaan dalam utang piutang.
3. Akad yang obyeknya menahan hargalerhadap sesuati~hak yang mi~ngkin
diperoleh bayaran dengan sempurna darinya.I5
sedang menilrut pendapat Syafe'i Antonio, Ar-rahn (Gadai) adalah
menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman
yang diterimanya.I6
Menurut beberapa mazhab, rahn berarti perjanjian penyerahan harta
yang oleh pemil iknya dijadikan jaminan utang yang naiitinya dapat dijadikan
sebagai pembayar hak piutang tersebut, baik seluruhnya maupun sebagainya.
Penyerahan jaminan tersebut tidak harus bersifat aktual (benvujud), namun
yang terlebih penting penyerahan itu bersifat legal, misalnya beri~papenyerahan sertifikat atau surat bukti kepemilikan yang sah silatu harta jaminan."
Dalam ha1 gadai Ghufron A. Mas'adi, mengemukakan bahwa yang
dimaksud ar-rahn (gadai) adalah sebuah akad utang piutang yang disertai
dengan jaminan (atau agunan).I8 Sedangkan di dalam syariah, ar-rahn itu
berarti memegang sesuatu yang mempunyai nilai, bila pemberian it11
dilakukan pada waktu terjadinya utang.I9
%
Dalam Fiqh Sunnah, menurut bahasa Rahn adalah tetap dan lestari.
seperti juga dinamai a/-habsu artinya penahanan, seperti dikatakan:
Ni 'matun Rahinah, artinya karunia yang tetap dan ~estari.~'
Sedangkan menurut syara' apabila seseorang ingin berutang kepada
orang lain, ia menjadikan barang miliknya baik berupa barang tak bergerak
'
A. Zainuddin dan Muhammad Jamhari. Al-lslum 2. Muumuluh dan Akhluq (Czt. I; Bandung: I'uslal;~
Setia. 1999).hal. 21
I".
Hendi Suhendi. op.cif.. hal. 105-106
If'
Muh. Syafei Anto~~io,
Bank Syuriuh dun Duri Teori Ke Prukfik (Cet. I: Jakarta: (jema Insnni Prcss.
2003). hal. 128
"
Hassan Sadily, Ensiklopedi Islam. Jilid V (Jakarta: PT. lchtiar van Hoove. 2000).hal. 1480
111
Ghution A.M. As'adi. Fiqh M~~umululi
Konfeksfuul (Cet. I: Jakarta: PT. Raia Gratindo I'ersada.
2002). hal. 175-176
I"
A. Rahman I. Doi, M~iamulaliSyuriah 111 (Cet. 1: Jakarta: PT. Raja Gratindo Persada. 1996). hal. 72
20
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah 12 (Cet. I: Bandung: PT. Al-Ma'arif. 1987), hal. 150
15
'I
23
''
16
Perum Pegiidaian. Munuul Oyerusi Ilnir hyunan (iadai Syuriah, hal. I dari 2
Lihat: Ibn Muflih al-Hanbali, a/-Mubdi'. IVD13, at-Maktab al-lslami. Reir~~t.
1400 : Muhammad hin
Ahmad ar-Ramli al-Anshari. Ghrjah al-Baydn Syarh Zabidi ihn Rustin. 11193. Liar al-Ma'rifah.
Beirut. tt; Abu Abdillah al-Maghribi, Mmvihib 01-Jalil, VD. Dar al-Fikr. Bein~t.cet. ii. 1398.
Rachmat Syafe'i. Fiqh Muumulah, Pustaka Setia, Bandung, 2000, hal. 159
Hukum GodoiSyariah
artinya apabila sesuatu itu terus menerus dan menetap. Rahn, dala~nbahasa
Arab, memiliki pengertian "tetap dan k ~ n t i n ~ u " . ~ '
Dalam bahasa Arab dikatakan bahwa' bWI bgl apabila tidak
mengalir, dan kata % 3
1
jbermakna nikmat yang tidak putus. Ada yang
menyatakan, kata "rahn" bermakna "tertahan", dengan dasar firman Allah,
Artinya:
"Tiap-tiap diri bertanggung jawab (tertahan) atm perbuutan yung telah
dikerjakannya. " (Qs. Al-Muddatstsir: 38).
Pada ayat tersebut; kata "rahinah" bermakna "tertahan". Pengertian
kedua ini hampir sama dengan yang pertama, karena yang tertahan itu tetap
di tempatnya.26
Ibnu Faris menyatakan, "Huruf ra', ha', dan nun adalah asal kata
yang menunjukkan tetapnya sesuatu yang diambil dengan hak atau tidak.
Dari kata ini terbentuk kata 'ar-rahn', yaitu sesuatu yang digadaikan."27
Adapun definisi rahn dalam istilah syariat, dijelaskan para ulama
dengan ungkapan, "Menjadikan harta benda sebagai jaminan utang, agar
utang bisa dilunasi dengan jaminan tersebut, ketika si peminjam tidak
mampu melunasi utangnya". 28 Atau harta benda yang dijadikan jaminan
utang untuk melunasi (utang tersebut) dari nilai barang jaminan tersebut,
apabila si peminjam tidak mampu melunasi ~ t a n ~ n ~ a . " . ~ ~
"Memberikan harta sebagai jaminan utang agar digunakan sebagai
pelunasan utang dengan harta atau nilai harta tersebut, bila pihak berutang
tidak mampu melunasinya."
Sedangkan Syekh al-Basaam mendefinisikan ar-rahn sebagai
jaminan utang dengan barang yang memungkinkan pelunasan utang dengan
''
l5
'"
27
''
"
'I'
Lihat: Kitab Taudhih al-Ahhm min Buhrgh al-Maram, Syekh Abdullah Al Bassam, cetakan kelima.
tahun 1423. Maktabah al-Asadi, Makkah. KSA, 41460.
Lisan al-Arab. karya lbnu Mandzur pada kata "rahana". dinukil dari kitah AI-Fiqh at-Muyassar,
Qislnul Mu'amalah. Prof Dr Abdullah bin Muhammad ath-Thayar. Prot Dr. Abdullali bin
Muhammad al-Muthliq. dan Dr. Muhammad bin lbrahim Alu Musa cetalian pzrtama. tahun IJ25t1.
Madar al-Wathani lin Nasyr. Riyadh. KSA. hal. 1 15.
Mu(iam Maquyis 01-Lzighah: 21452. dinukil dari Ahhats Hai'at Kihar al-IJlama hi1 Ma~nlaltahalArahiyah as-Su'udiyah. disusun oleh al-Amanah al-'Amah Lihai'at Kibar al-lllaiiia. celakan pertarnil.
tahun 1422 H. 61102.
Lihat: Al-Majmu' Syarhul Muhackab. Imam Nawawi. dengan penyempurnaan Muhamma Najich alMuthi'i. cetakan tahun 1419 H. Dar lhya at-Turats al-'Arahi. Bein~t.121299-300.
Lihat: M~rghni,lbnu Qudamah, tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin at-Turki dan Abdul Fatali
Muhammad al-Hulwu. cctakan kedua. tahun 1412 H, penerbit Hajar. Kairo. Mzsir. 61443.
Lihat: AI- Wajiz,fi Fiqkis Sunnah ival Kitab al-'Aziz.
17
barang tersebut atau dari nilai barang tersebut, apabila orang yang berutang
tidak lnampu ~ n e l u n a s i n ~ a . ~ '
Pengertian "tetap" dan "kekal" dimaksud, mel-upakan makna yang
tercakup dalam kata al-habsu, yang berarti menahan. Kata ini merupakan
makna yang bersifat materiil. Karena itu, secara bahasa kata ur-rahn berarti
"menjadikan sesuatu barang yang bersifat materi sebagai pengikat tan^".^'
Tolong-menolong dalam bentuk pinjaman, hukum Islarn mengajarkan agar kepentingan kreditur jangan sampai dirugikan. Oleh karena itu,
harus ada jaminan barang dari debitur atas pinjaman yang diberikan oleh
kreditur. Sehingga apabila debitur tidak mampu melunasi pi~~jamannya,
barang jaminan itu dapat dijual sebagai penebus pinjaman. Konsep inilah
dalam Fiqih Islam dikenal dengan istilah rahn atau gadai.3"
Secara etimologi rahn berarti (tetap dan lama) yakni tetap atau
berarti (pengekangan dan keharusan), sedangkan menurut ter~ninologi
syara'rahn artinya "Penahanan terhadap suatu barang dengan hak sehingga
dapat dijadikan sebagai pembayaran dari barang tersebut".
Pengertian gadai (rahn) secara bahasa seperti diitngkapkan di atas
adalah tetap, kekal, dan jaminan, sedangkan dalam pengertian istilah adalah
menyandera sejumlah harta yang diserahkan sebagai jaminan secara hak, dan
dapat diambil kembali sejumlah harta dimaksud sesudah ditebus. Namun,
pengertian gadai yang terungkap dalam Pasal 1 1 50 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata adalah suatu hak yang diperoleh seseorang yang mempunyai
piutang atas suatu barang bergerak, yaitu barang bergerak tersebut diserahkan kepada orang yang berpiutang oleh orang yang mempunyai utang ata~t
orang lain atas nama orang yang mempunyai utang. Karena itu, makna gadai
(rahn) dalam bahasa hukum perundang-undangan disebut sebagai barang
jaminan, agunan, dan rungguhan. Sedangkan pengertian gadai (rahn) dalam
hukum Islam (syara') adalah menjadikan suatu barang yang mempitnyai
nilai harta dalam pandangan syara' sebagai jaminan utang, yang memitngkinkan untuk mengambil seluruh atau sebagian utang dari barang tersebut.""
Jadi menurut istilah syara', yang dimaksud dengan ruhn ialah menjadikan suatu benda bernilai menurut pandangan ,syuru ' sebagai tanggungan
utang, dengan adanya benda yang menjadi tanggungan i ~ L Isclitrit 1 atau
"
'
"'
"
18
sebagian utang dapat diterima." Dalam istilah syaru', kata ruhri ialah
memperlakukan harta sebagai jaminan atas utang yang dipinjam, supaya
dianggap sebagai pembayaran manakala yang berutang tidak sanggup melunasi ~ t a n ~ n ~ a . ~ ~
Gadai dalaln hukum Islam disebut dengan Rahn yang berarti tetup,
kekal dan jaminan. Rahn dalam hukum positif Indonesia disebut dengan
barang jaminan, aguian, dan rungguhan. Dalam Islam ruhn merupakan
sarana saling tolong menolong bagi umat lslam tanpa adanya imbalan jasa.
Definisi rahn ada beberapa definisi yang dikemukakan oleh ulama
fiqh. Ulama madzhab Maliki mendefinisikan dengan "hurtayang dijudikan
pemiliknya sebagai jaminan utang yang bersifat mengikat. " U lama madzhab
Hanafi mendefinisikan dengan "Menjadikan sesuutu (barang) sebugai
"
'"
Hendi Suhendi, Fiqih Muamaluhh,PT Raia Grafindo Persada, 2002. hal. 105.
Fathul Bari V: 140 dan Manarus Sabil I. hal. 35 1
19
LX
"
I"
Muhammad Syafi'i Antonio. Bank Syariali dari 'I'eori ke Praktik. Cetakati I. lieriasa~iia(iernl Ir~sil~ii
Press dengan Tazkia Institute, U P . Jakarta: 2001. hal. 128.
A.A. Basyir, Hukum Islam Tentang Riba. Utang-Piutang Gadai. Al-Ma'arif. Handung: 1983..lial. 50.
Chuziamah T. Yanggo dan Hafiz Anshari. Problematika Hukum lslani Kontemporer. Edisi 3.L.SIK.
Jakarta: 1997. hal. 60.
Fatwa DSN Nomor: 25lDSN-MU1/111/2002 tentang Rahn
20'
:.. ,
tidak dapat rnelunasi marhun bih, rnaka marhun dijual paksa ~nelaluilelang
sesuai syariah dan hasilnya digunakan untuk rnelunasi marhun bih, biaya
pemeliharaan dan penyimpanan marhun yang belurn dibayar, serta biaya
pelelangan. Kelebihan hasil pelelangan menjadi rnilik rahin dan kekurangannya menjad i kewaj i ban rahin. "
Perjanjian gadai hanya dirnaksudkan agar kreditur percaya penuh
kepada debitur, rnisalnya tidak ada kernampuan untuk ~nembayarpersoalan
dapat diselesaikan. Selqin itu pernberi gadai secara tidak langsung masih
ingin rnemel ihara pem i likan atas benda yang diserah kan. Dengan perjanj ian
gadai 2 (dua) kepentingan sekaligus dapat terayorni, untuk kreditur akan ada
kepastian pelunasan utang akan tetapi jangan sarnpai ada indikasi untuk
rnenguasai objek gadai tersebut. Sedangkan untuk debitur ketika seseorang
mernbutuhkan uang atau barang tidak sampai rnenjual barangnya dengan
harga yang kurang.
Transaksi hukurn gadai dalarn fikih Islam disebut ar-rahn. Ar-rahn
adalah suatu jenis perjanjian untuk menahan suatu barang sebagai tanggungan utang. Pengertian ar-rahn dalarn bahasa Arab adalah atstsubut wu
ad-dawam, yang berarti "tetap" dan "kekal", seperti dalarn kalimat maun
rahin, yang berarti air yang tenang. Hal itu, berdasarkan firman Allah Swt.
dalam QS. Al-Muddatstsir (74) ayat (38) yaitu "Setiap orang bertangpng
jawub atas apa yang telah diperbuatnya." 42
Selain pengertian gadai (ruhn) yang dikemukakan di atas, Zainuddin
Al i lebih lanjut mengungkapkan pengertian gadai (rahn) yang diberikan oleh
para ahli hukum lslam sebagai berikut:
1. Ulama syafi'iyah mendefinisi kan sebagai berikut:
Rahn adalah menjadikan suatu barang yang biasa dijual sebagai jarninan
utang dipenuhi dari harganya, bila yang berutang tidak sanggup membayar utangnya
2. Ulama Hanabilah mengungkapkan sebagai berikut:
Rahn adalah suatu benda yang dijadikan kepercayaan suatu utang. untuk
dipenuhi dari harganya, bi la yang berharga tidak sanggup rnembayar
utangnya
'
"
HB. Tamam Ali. dkk (Ed.). Ekonomi Syariah dalam Sorotan. Kerjasama Yayasan Amanah. MES.
dan PNM. Yayasan Amanah. Jakarta: 2003. hal. 205.
Rahmat Syafei. "Konsep Gadai: Ar-Rahn dalam Fikih lslam antara Nilai Sosial dan Nilai
Komersial". dalam Huzaimah T. Yanggo, Problernarika Hukum Islam Konremnporer Ill, (Jakarta:
Lembaga Studi lslam dan Kemasyarakatan, 1995, cet. 11, hal. 59.
21
22
Muhammad Syati'i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Pruktik, Jakarta. tienla Ijisani Press. 2001.
hal. 128.
23
*
24
HukmGadai Syoriah
Selain itu pula, Allah juga menganjurkan (sunnah) untuk memberikan barang yang bernilai untuk dijadikan sebagai jaminan (gadai) bagi si
pemberi pinjaman. Kemudian dituliskan segala kesepakatan yang diambil
sebelum melakukan pinjam meminjam dengan gadai. Barang yang dijadikan
sebagai gadai (iaminan) tersebut hams senilai dengan pinjaman atau bahkan
nilainya lebih dari nilai besarnya pinjaman, barang tersebut dipegang oleh
yang berpiutang. Ayat tersebut sebagaimana yang telah dikutip sebelumnya,
yakni:
Terjemahnya:
"Jika kamu dalam perjalanan ( d m bermu'amalah tidak' secara tunai)
sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada
barang tanggungan yang dipegang (olih yang berpiutang). Akan tetapijika
sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang
dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya) don hendaklah ia
bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu @ara sahi)
menyembunyikan persahian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya.
maka sesung&nya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu keijakan".45
. Menurut tinjauan Islam berdasarkan ayat tersebut bahwa dasar
hukum gadai adalahjaiz (boleh) menurut al-kitab, as-sunnah dan ijma.46
Kata
pada ayat tersebut di atas secara lughat berarti perjalanan,
namun secara maknawi berarti perjalanan yang di dalamnya terjadi
muamalah tidak secara tunai.
Adapun kata
ireL
-e
secara lughat hendaklah ada
barang tanggungan yang dipegang. Barang tanggungan yang dimaksud
adalah gadai yang harus dipegang oleh orang yang berpiutang. Kemudian
jika kamu tidak percaya, artinya jika kamu satu sarna lain tidak percaya
mempercayai sedang kamu berada dalam safar dan tidak ada penulis, maka
1s
'
25
'
"
''
26
HukwnGodai Syariah
"
Heri Sudanono. Bank dun Lembaga Kercungan Syariah Deskripsi dun Ilrrsrrrsi. Ekonisi;~.
Yogyakatta 2003, hal. 160
27
28
Rasul saw. telah melarang untuk menjual sesuatu yang bukan atau belum
menjadi milik kits.''
Dalam akad jual-beli kredit, barang yang dibeli dengan kredit
tersebut tidak boleh dijadikan agunan. Tetapi, yang harus dijadikan agunan
adalah barang lain, selain bar ang yang dibeli (al-mabi? tadi.
Akad ar-rahn (agunan) merupakan tawtsiq bi ad-dbn, yaitu agar almurtahin percaya untuk memberikan utang (pinjaman) atau bermuamalah
secara tidak tunai dengin ar-rdhin. Tentu saja itu dilakukan pada saat akad
utang (pinjaman) atau muamalah kredit. Jika utang sudah diberikan dan
muamalah kredit sudah dilakukan, baru dilakukan ar-rahn, maka tidak lagi
memenuhi makna tawtsiq itu. Dengan demikian, ar-rahn dalam kondisi ini
secara syar'i tidak ada maknanya lagi.
Pada masa Jahiliah, jika ar-rdhin tidak bisa membayar utang
(pinjaman) atau harga barang yang dikredit pada waktunya, maka barang
agunan langsung menjadi milik al-murtahin. Lalu praktik Jahiliah itu
dibatalkan oleh Islam. Rasul saw. bersabda:
((c&,
a '&>&-y\*L S G J I '& y))
Artinya:
"Agunan itu tidak boleh dihalangi dari pemiliknya yang telah
mengagunkannya. la berhak atas kelebihan (manfaat)-nya dan wajib
menanggung kerugian @enyusutan)-nya ". (HR as-Syafi i, al-Baihaq i, alHakim, Ibn Hibban dan ad-Daraquthni)
Karena itu, syariat Islam menetapkan, al-murtahi4 boleh menjual
barang agunan dan mengambil haknya (utang atau harga kredit yang belum
dibayar oleh ar-rdhin) dari hasil penjualan tersebut. Lalu kelebihannya harus
dikem bali kan kepada pem i l iknya, yakni ar-rdhin. Sebali knya, j ika masih
kurang, kekurangan itu menjadi kewajiban ar-rdhin. Hanya saja, Imam alGhazali, menegaskan bahwa hak al-murtahin untuk menjual tersebut harus
dikembalikan kepada hakim, atau izin ar-rbhin, tidak serta-merta boleh
langsung menjualnya, begitu ar-rcihin gagal membayar utang pada saat jatuh
temponya.'*
Atas dasar ini, muamalah kredit motor, mobil. rumah, barang
elelctronik, dan sebagainya saat ini, yang jika pembeli (debitor) tidak bisa
melunasinya, lalu motor, mobil, rumah atau barang itu diambil begitu saja
'
Reul bersabda "Ld tabi'ma laysa .indaka (Jangan engkau jual apa yang bukan milikmu) (HR Ahu
Dawud, an-Nasai, Ibn Majah, at-Tirmidzi. Ahmad dan at-Baihaqi).
Abu H m i d al-Ghazali, al-Wasith, 1111520, Dar as-balm, Kairo. 1417 H.
'
oleh pemberi kredit (biasanya perusahaan pembiayaan, bank atau yang lain),
jelas menyalahi syariah.-~uamalahyang.demikian adalall batil, karenanya
tidak boleh dilakukan.
''
30
bumi ini dun di langit. Jika kamu berikan amanut kepadaku, pasti Aku
tunaikan. Pergilah kalian dengan bnju besiku rner~emuin~c~."~~
Mengenai teknis Gadai Syariah, maka secara teknis mekanisme
operasional dapat dilakukan lembaga tersendiri, seperti Pegadaian Syariah,
baik sebagai lembaga gadai swasta maupun pemerintah. Hadirnya Pegadaian
Syariah ini sebagai sebuah lembaga keuangan formal berbentuk unit dari
Perum Pegadaian, bertugas menyalurkan pembiayaan dalam bentuk pemberian pinjaman kepada masyarakat membutuhkan berdasarkan hukum gadai
syariah perlu mendapatkan sambutan positif. Dalam gadai syariah yang
terpenting dapat memberikan kemaslahatan sesuai dengan harapan
masyarakat dan menjauhkan diri dari praktik riba', qimar (spekulasi),
maupun gharar (ketidaktransfaranan) yang berakibat adanya ketidakadilan
dan kedzaliman pada masyarakat dan nasabah.
Saat ini, Pegadaian Syariah sudah beroperasi selama dari 2 tahun.
BMI berbentuk aliansi dan kerjasama (musyarakah) pembiayaan dengan
Perum Pegadaian, di mana BMI sebagai penyandang dana, sedangkan Perurn
Pegadaian sebagai pelaksana ~~erasionaln~a.'~
Kondisi demikian dikarenakan belum adanya regulasi yang membolehkan, selain Perum Pegadaian
membuka kantor gadai syariah. Secara jaringan, jumlah kantor Pegadaian
syariah saat ini terdapat di 9 kantor wilayah dan 22 PULS, terutama di kota
besar di ~ndonesia,'~dan 15 oficer gadai syariah. Ke-22 PULS itu,
berbentuk aliansi sinergi antara BMI dan Perum Pegadaian, dan direncanakan akan dibuka lagi jaringan kantor 40 PULS, yang mengkonversi cabang
konvensional ke'gadai syariah di Indonesia. Artinya jumlah tersebut baru 2,9
% s ja, apabila dibandingkan dengan total jaringan kantor Perum Pegadaian
yang berjumlah 739 cabang, yang tersebar di seluruh Indonesia. Berdasarkan
22 PULS yang telah beroperasi setahun ini, laba kotor yang dihasilkan
selama tahun 2003 sebesar Rp 3.5 miliar dan dana yang telah disalurkan
untu k pembiayaan (omzet) sebesar Rp 40 mi liar."
''
''
Y'
''
''
Sabiq, Sayyid, FiqhStnnah. Jilid 12, Al Ma'arif. Bandung: 1996, hal. 139.
Sasli Rais. Membangunkan Gadai Syariah yang Berpihak Ekonomi Lemah. Artikci, beluln
dipublikasikan, Jakarta: Nopember 2003.
Berdasarkan data yangdiperoleh darii Bagian Divisi Syariah Perum Pegadaian Pusat Jakarta.
Republika, Kamis. 08 Januari 2004.
~uharnmadAkram Khan. Economic Teaching ofpropher Muhammad: A Select A n r h o l o ~qt'H~~dith
Li1eramrc;on Economics. diterjernahkan Team Bank Muamalat Jakarta: IWh. hal. 179-1 84.
31
" ' A b d u m h m a n Maliki. As-Siyasalu ul-lqlishadiyulri a/-Mutsla. diterjemahkan Ibnu Sholah. C'etakan
Pertarna. Al-lzzah. Bangil: 2001. ha]. vi.
32
'*
--
33
HukumGadai Syariah
"'
Wcxriyanto. Financial Ana!vsis and irs Relarionship b the Performance qj'Perum Peguduiun. '1'11csis
Institute of Management. IElJ. Jakarta: 1993. dalam lin Endang Mardiani. Analisis E'aktor I'enrntu
Perkembangan Pegadaian di Jawa Tengah. Tesis Program Pascasarjana Universitas Indo~lesia.
Jakarta:1994. hal. 46.
35
"
36
pemeliharaan, dan asuransi marhun, maka produk rahn ini biasanya hanyn
digunakan bagi keperluan fungsi sosial-konsumtif, seperti kebutuhan hidup,
pendidikan dan k e ~ e h a t a n .Sedangkan
~~
rahn sebagai produk pembiayaan,
berarti Pegadaian syariah memperoleh bagi hasil dari usaha rahin yang
dibiayainya.
5. .Syarat Sah Gadai Syariah
Sebelum dilakuan rahn, terlebih dahulu dilakukan akad. Akad lnenilri~t
Mustafa a z - ~ a r ~ adalah
a ' ~ ~ ikatan secara hukum yang dilakukan oleh 2
pihak atau beberapa pihak yang berkeinginan untuk mengikatkan diri.
Kehendak pihak y,mg mengikatkan diri itu sifatnya tersembunyi dala~nhati.
Karena itu, untuk menyatakan keinginan masing-masing diungkapkan dalam
suatu akad.
Lllama fiqh berbeda pendapat dalam menetapkan n ~ k u n rahn.
Menurut jumhur ulama, rukun rahn itu ada 4 (empat), yaitu:
1. Shigat (lafadz ijab dan qabul);
2. Orang yang berakad (rahin dan murtahin);
3. Harta yang d ijad ikan marhzm; dan
4. Utang (marhum bih).
Ulama Hanafiyah berpendapat, rukun rahn itu hanya ijah
(pernyataan menyerahkan barang sebagai jaminan pemilik barang) dan qubul
(pernyataan kesediaan memberi utang dan menerima barang jaminan itu).
Menurut Ulama Hanafiyah, agar lebih sempurna dan mengikat akad rahn,
maka diperlukan qabdh (penguasaan barang) oleh pemberi utang. Adapun
rahin, murtahin, marhun, dan marhun bih itu termasuk syarat-syarat rahn,
bukan r u k i ~ n n ~ a . ~ ~
a. ~ a h i n d a nMurtahin
Pihak-pihak yang melakukan perjanjian rahn, yakni ruhin dan murtuhin
harus mengikuti syarat-syarat berikut kemampuan, yaitu berakal sehai
Kemam puan j uga berarti kelayakan seseorang untuk melakukan transaksi
I
pemilikan.
Syarat yang terkait dengan orang yang berakad, adalah cakap
bertindak hukum (baligh dan berakal). Ulama Hanafiyah hanya mensyarat-
""adi
"'
37
kan cukup berakal saja. Karenanya, anak kecil yang mumayyiz (dapat
membedakan antara yang baik baik dan buruk) boleh melakukan akad rahn,
dengan syarat mendapatkan persetujuan dari walinya. Menurut Hendi
Suhendi, syarat bagi yang berakad adalah ahli tasharuJ; artiriya rnampu
membelanjakan harta dan dalam ha1 ini memahami persoalan yang berkaitan
dengan rahnPG6
"
"'
'*
38
Hendi Suhendi. Fiqh Muamalalt: Membahas Ekonomi Islam. Cetakan Pertama. PT. Rajaikatindo
Persada. Jakarta: 2002. hat.. 107.
Nasrun Haroen. Op. cit. hal.. 255.
[bid. ha!. 107.
'"
39
"
7z
'
''
40
41
77
7n
42
HukumGodai Syariah
dinaiki. dan diperah susunya dapat di-illat-kan dengan digunakannya kendaraan it11 untuk ha1 yang 'menghasilkan', dengan syarat tidak melusak
kendaraan itu. Hal yang dapat dipersamakan illat-nya adalah 'hasilnya7,
yaitu apabila hewan hasilnya susu, maka kendaraan hasilnya uang.'"
Selanjutnya syarat bagi murtahin untuk mengainbil manfaat marhun yang
bukan berupa hewan adalah sebagai berikut:
a. Ada izin dari penggadai rahin;
b. Adanya gadai bukan sebab mengutangkan.
Sedangkan apabila marhun itu tidak dapat diperah dan tidak dapat ditunggangi, maka barang tersebut dibagi menjadi 2 bagian:
a. Apabila marhun berupa liewan, maka boleh menjadikannya sebagai
khadam;
b. Apabila marhun bukan hewan, seperti rumah, kebun, sawah dan
sebagainya, maka tidak boleh mengambil manfaatnya.
Adapun yang menjadi alasan bagi Imam Ahmad atas pendapatnya itu,
adalah sebagai berikut:
Pertama, kebolehan murtahin mengambil manfaat dari marhun yang
dapat ditunggangi dan diperah ialah Hadits Nabi Saw. yang artinya
"Dari Abu Hurairah r.a. ia berkata, bersabda Rasulullah Suw.:
barang gadai 'barang gadai (marhun ' dikendarai obh sebab najkuhnya, apabila ia digadaikan dun susunya diminum, dengan nafkahnyu
apubila digadaikan dun atas yang mengendarui dun men~inunr
susunya wajib nufkahnya (HR. Bukhari).
Hadits lain yang di-jadikan alasan murtuhin dapat mengambil 11ianl:dat
dari marhun adalah Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Hammad
"Dari Hammad bin Salamah ia berkata, bersubdu Nahi Saw.:Alxrhiltr
seekor kambing digudaikan, maka yang nzenerimct gadai boleh mer~rinum susunya sesuai dengan kadar memberi makannyu, ~ip~rhil~r
meminum susu itu melebihi harga memberi nafkahnya, maka termu,suk
riba".
Hadits tersebut membolehkan murluhin untuk memanfaatk;ui
murlahin atas seizin dari piliak ruhin, dan nilai pemanfaatannya hal-us
disesuaikan dengall biaya yang telall dikeluarkannya untuli rntrrlrurr
tersebut.
''
Abdul Wahhah Khallaf. llmtr l~slrrrlFiqh. Alih Bahasa Noer lskandar d a ~ iM. 'folcliali Matiso~l..
Gema lnsani Press. Jakarta: 1994. lial. 80.
43
"
''
44
rahin harus datang kepada murtahin untuk memelihara dan mengambil manfaatnya. Hal ini akan mendatangkan madharat bagi kedua
belah pihak, terutama bagi pihak rahin.
Demikian pula, apabila setiap kali murtahin harus memelihara dan
menyerahkan manfaat barang gadaian kepada rahin, ini pun sama
madharat-nya, maka dengan demikian, murtahin yang berhak mengambil manfaat dari marhun tersebut, karena murfahin pulalah yang
memelihara dan menahan barang tersebut sebagai jaminan.82Pendapat
ulama Hanafiyyah tersebut, menunjukkan bahwa yang berhak
memanfaatkan marhun adalah pihak murtahin. Hal ini disebabkan
karena marhun tersebut yang telah dipelihara pihak murtahin dan ada
di bawah k e k u a ~ a a n n ~ a . ~ ~
Berdasarkan pemaparan pendapat ulama tentang pengambilan manfaat
marhun termasuk alasannya, maka menurut Rahmad Syafi' (1997),
pendapat-pendapat tersebut di atas dapat dianalisis sebagai berikut:
1. Analisis terhadap Pendapat Ulama as-Syafi 'iyyah dan Malikiyah
Kedua ulama tersebut sependapat bahwa pengambilan manfaat marhun
adalah rahin dan murtahin tidak dapat mengambil manfaat marhun.
kecuali atas izin dari rahin. Mereka beralasan dari hadits Abu Hurairah.
Hadits tersebut menegaskan bahwa rahin tetap tidak dapat tertutup dari
manfaat marhun, kerugian dan keuntungannya adalah di pihak rahin itu
sendiri. Hadits tersebut diriwayatkan juga oleh Halim, Baihaqi. dan lbnu
Hibban pada kitab sahihnya, Abu Dawud dan al-Bazzar telah menganggapnya pula sebagai hadits yang shahih. Karena hadits itu shuhih,
maka sah dijadikan dalil. Hadits tersebut diperkuat lagi dengan had its
riwayat Ibnu Umar yang mengatakan bahwa 'hewan seseorang tidak
dapat diperah tanpa seijin pemiliknya'. Hadits ini diriwayatkan oleh
Bukhari dan shahih derajatnya.
Berdasarkan hadits tersebut, maka yang berhak mengambil manfaat
marhun adalah rahin, karena sebagaimana sudah dijelaskan bahwa
marhun hanya merupakan kepercayaan bukan penyerahan hak mi li k.
Karenanya, rahin pemilik yang sah, maka rahin juga yang berhak
mengambil manfaatnya, sedang murtahin tidak boleh mengambi l man frat
dari murhun, kecuali dengan seizing rahin.
I1
45
''
46
HukumGodoi Syorioh
''
ffi
"
47
*'
XY
"'
"'
''
49
"
50
HukumGodoi Syorioh
Prinsip utama barang yang digunakan untuk menjamin adalah barang yang
dihasilkan dari sumber yang sesuai dengan syari'ah, atau keberadaan barang
tersebut di tangan nasabah bukan karena hasil praktik riba, gharar, dan
maysir. Jenis 'barang gadai yang dapat digadaikan sebagai jaminan dalam
kaidah Islam adalah semua jenis barang bergerak dan tidak bergerak yang
memenuhi syarat sebagai berikut:
I) Benda bernilai menurut syara'.
2) Benda berwujud pada waktu perjanjian terjadi.
3) Benda diserahkan seketika kepada murtahin.
Adapun menurut Syafi'iyah bahwa barang yang dapat digadaikan itu
berupa semua barang yang boleh dijual. Menurut pendapat ulama yang rujih
(unggul) barang-barang tersebut harus memiliki tiga syarat, yaitu:97
1) Berupa barang yang berwujud nyata di depan mata, karena barang nyata
itu dapat diserahterimakan secara langsung.
2) Barang tersebut' menjadi milik, karena sebelum tetap barang tersebut
tidak dapat digadaikan.
3) Barang yang digadaikan harus beirstatus sebagai piutang bagi pemberi
pinjaman.
"
Ibid. hal. 3
Ibid., hat. 157.
51
Para ula~naSyafi'iyah dan Hanabilah berpendapat bahwa biaya pemeliharaan barang gadai menjadi tanggungan penggadai dengan alasan bahwa
barang tersebut berasal dari penggadai dan tetap merupakan miliknya.
Sedangkan para ulama Hanafilah berpendapat lain; biaya yang diperlukan
untuk menyimpan dan memelihara keselamatan barang gadai menjadi tanggungan penerima gadai dalam kedudukannya sebagai orang yang memegang
amanat. Kepada penggadai hanya dibebankan perbelanjaan barang gadai
agar tidak berkurang potensinya.98
Berdasarkan kedua pendapat di atas, maka pada dasarnya biaya
pemeliharaan barang gadai adalah kewajiban bagi rahin da'lam kedudukannya sebagai pemilik yang sah. Namun apabila marhun (barang gadaian)
menjadi kekuasaan murtahin dan murtahin mengizinkan untuk memelil~ara
marhun, maka yang menanggung biaya pemeliharaan marhun adalah
murtahin. Sedangkan untuk mengganti biaya pemeliharaan tersebut, apabila
murtahin diizinkan rahin, maka murtahin dapat memungut hasil marhun
sesuai dengan biaya pemeliharaan yang telah dikeluarkan. Namun apabila
rahin tidakmengizinkan, maka biaya pemeliharaan yang telah dikeluarkan
oleh murtah'in menjadi utang rahin kepada m ~ r t a h i n . ~ ~
d. Pemanfwbn Barang Gadai
Pada dasarnya barang gadaian tidak boleh diambil manfaatnya, baik oleh
pemiliknya maupttn oleh penerima gadai. Hal ini disebabkan status barang
tersebut hanya sebagai jaminan utang dan sebagai amanat bagi penerimanya.
Namun apabila mendvat izin dari masing-rnasing pihak yang bersangkutan,
maka barang terseba b l e h dimanfaatkan. Namun haws diusahakan agar di
dalam perjatrjian gadai itu tercantum ketentuan: jika penggadai atau penerima gadai rneminta izin untuk memanfaatkan barang gadaian, maka hasilnya menjadi rnilik bersama. Ketentuan itu dirnaksudkan untuk rnenghindari
harta benda tidak berfungsi atau m u b a ~ i r . ' ~
e. Risfko atas Kerumkan Barang Gadai
Risiko atas hiliwg atau rusak barang gadai menurut para ulama Syafi'iyah
dan Hanabilah berpendapat bahwa murtahin (penerima gadai) tidak menanggung risiko apapun jika kerusakan atau hilangnya barang tersebut tanpa
disengaja. Sedangkan ulama mahzab Hanafi berpendapat lain, murtuhin
""
52
Ibid,hal. 82-83.
/bid..ha1 84
HukmGodai Syoriah
I"'
53
'Sd
55
Artinya:
56
57
Artinya:
"Binatang tunggangan boleh ditunggangi sebagai imbalan atas najkahnya
(makanannya) bila sedang digadaikan, dan susu binatang yang diperah
boleh diminum sebagai imbalan atas makanannya bila sedang digadaikan.
Orang yang menunggangi dun meminum susu berkewajiban untuk
memberikan makanan. " (Hr. Al-Bukhari, no. 25 12).
Adapun mayoritas ulama fikih dari Mazhab Hanafiyah, Malikiyah,
dan Syafi'iyah berpandangan tentang tidak bolehnya murtahin mengambil
manfaat barang gadai, dan pemanfaatan hanyalah hak penggadai, dengan
dalil sabda Rasulullahshallallahu 'alaihi wa sallam,
Artinya:
"Dia yang berhak rnemanfaatkannya dan wajib baginyp menanggung biaya
pemeliharaannya. " (Hr. Ad-Daruquthn i dan al-Haki m)
Tidak ada ulama yang mengamalkan hadits pemanfaatan kendaraan
dan hewan perah sesuai nafkahnya kecuali Ahmad, dan inilah pendapat yang
rajih -insya Allah- karena dalil hadits shahih tersebut.Io6
Ibnul Qayyim memberikan komentar atas hadits pemanfaatan kendaraan gadai dengan pernyataan, "Hadits ini serta kaidah dan ushul syariat
menunjukkan bahwa hewan gadai dihormati karena hak Allah. Pemi l i knya
memiliki hak kepemilikan dan murtahin (yang meGberikan utang) memiliki
hak jaminan padanya.
Bila barang gadai tersebut berada di tangan murtahin lalu dia tidak
ditunggangi dan tidak diperas susunya, maka tentu akan hilanglah kemanfaatannya secara sia-sia. Sehingga, berdasarkan tuntutan keadilan, analogi
(qbm), serta untuk kemaslahatan penggadai, pemegang barang gadai
(murtahin), dan hewan tekebut, maka murtahin mengambil manfaat, yaitu
mengendarai dan memeras susunya, serta dan menggantikan semua manfaat
itu dengan cara menafkahi (hewan tersebut).
Bila murtahin menyempurnakan pemanfaatannya dan menggantinya
dengan nafkah, maka dalarn ha1 ini ada kompromi dua kemaslahatan dan dua
hak.".lo7
Ketiga, pertumbuhan barang gadai. Pertumbuhan atau pertambahan
barang gadai setelah dia digadaikan, adakalanya bergabung dan adakalanya
terpisah. Bila tergabung, seperti (bertambah) gemuk, maka ia termasuk
58
HukumGadai Sywioh
dalam barang gadai, dengan kesepakatan ulama. Adapun bila dia terpisah,
maka terjadi perbedaan pendapat ulama dalam ha1 ini.
Abu hanifah dan Imam Ahmad, serta yang menyepakatinya, berpandangan bahwa pertambahan atau pertumbuhan barang gadai yang terjadi
setelah barang gadai berada di tangan murtahin akan diikutsertakan kepada
barang gadai tersebut.
Sedangkan Imam Syafi'i dan Ibnu Hazm, serta yang menyepakatinya, berpandangan bahwa ha1 pertambahan atau pertumbuhan barang gadai
tidak ikut serta bersama barang gadai, namun menjadi milik orang yang
menggadaikannya. Hanya saja, Ibnu hazm berbeda pendapat dengan Syafi'i
dalam ha1 kendaraan dan hewan menyusui, karena Ibnu Hazm berpendapat
bahwa dalam kendaraan dan hewan yang menyusui, (pertambahan dan
pertumbuhannya) menjadi milik orang yang menafkahinya.'08
Keempat, perpindahan kepemilikan dan pelunasan utang dengan
barang gadai. Barang gadai tidak berpindah kepemilikannya kepada
murtahin apabila telah selesai masa perjanjiannya, kecuali dengan izin orang
yang menggadaikannya (rahin) dan dia tidak mampu melunasi utangnya.
Pada, zaman jahil iyah dahulu, apabila pembayaran utang telah jatuh
tempo, sedangkan orang yang menggadaikan belum melunasi utangnya,
maka pihak yang mernberi pinjaman uang akan menyita barang gadai
tersebut secara langsung tanpa izin orang yang menggadaikannya (si
peminjam uang).
Kemudian, Islam membatalkan cam yang zalim ini dan menjelaskan
bahwa barang gadai tersebut adalah amanat pemiliknya yang berada di
tangan pihak yang memberi pinjaman. Karenanya, pihak pemberi pinjaman
tidak boleh memaksa orang yang menggadaikan barang tersebut untuk
menjualnya, kecuali si peminjam tidak marnpu melunasi utangnya tersebut.
Bila dia tidak rnarnpu melunasi utangnya saat jatuh tempo, maka
barang gadai tersebut dijual untuk membayar pelunas& utang tersebut.
Apabila ternyata hasil penjualan tersebut masih ada sisanya, maka sisa
penjualan tersebut menjadi milik pemilik barang gadai (orang yang
menggadaikan barang tersebut). Bila hasil penjualan barang gadai tersebut
belum dapat rnelunasi utangnya, maka orang yang menggadaikannya
tersebut masih menanggung sisa ~ t a n ~ n ~ a . ' ~
IU"
I"
Demikianlah, barang gadai adalah milik orang yang menggadaikannya. Namun bila pembayaran utang telah jatuh tempo, maka penggadai
meminta kepada murtahin (pemilik piutang) untuk menyelesaikan permasalahan utangnya, karena itu adalah utang yang sudah jatuh tempo maka harus
dilunasi seperti utang tanpa gadai.
Bila ia dapat melunasi seluruhnya tanpa (menjual atau memindahkan
kepemilikian) barang gadainya, maka murtahin melepas barang tersebut.
Bila ia tidak mampu melunasi seluruhnya atau sebagiannya, maka wajib bagi
orang yang menggadaikan (rahin) untuk menjual sendiri barang gadainya
atau melalui wakilnya dengan izin dari murtahin, dan murtahin didahulukan
atas pemilik piutang lainnya dalam pembayaran utang tersebut.
Apabila penggadai tersebut enggan melunasi utangnya dan menjual
barang gadainya, maka pemerintah boleh menghukumnya dengan penjara
agar ia menjual barang gadainya tersebut.
Apabila dia tidak juga menjualnya, maka pemerintah menjual barang
gadai tersebut dan melunasi utang tersebut dari nilai hasil jualnya. Inilah
pendapat Mazhab Syafi'iyah dan Hambaliyah.
Malikiyah berpandangan bahwa pemerintah boleh menjual barang
gadainya tanpa memenjarakannya, serta boleh melunasi utang tersebut
dengan hasil penjualannya. Sedangkan Hanafiyah berpandangan bahwa
murtahin boleh menagih pelunasan utang kepada penggadai, serta meminta
pemerintah untuk memenjarakannya bila dia tampak tidak mau melunasinya.
Pemerintah (pengadilan) tidak boleh menjual barang gadainya. Pemerintah
hanya boleh memenjarakannya saja, sampai ia menjual barang gadainya,
dalam rangka meniadakan keza~iman."~
Yang rajih, pemerintah menjual barang gadainya dan melunasi
utangnya dengan hasil penjualan tersebut tanpa memenjarakan si penggadai,
karena tujuannya adalah membayar utang dan itu telah terealisasikan dengan
penjualan barang gadai. Selain itu, juga akan timbul darnpak sosial yang
negatif di masyarakat jika si penggadai (yang merupakan pihak peminjan~
uang) dipenjarakan.
Apabila barang gadai tersebut dapat menutupi seluruh utangnya
maka selesailah utang tersebut, dan bila tidak dapat menutupinya maka
penggadai tersebut tetap memiliki utang, yang merupakan selisih antara nilai
barang gadainya yang telah dijual dan nilai utangnya. Dia wajib melunasi
sisa utang tersebut.
""
60
HukmGadai Syariah
Perlu jug diketahui dalam ha1 serah terima gadai syariah (rahn),
bahwa setelah serah terima, agunan berada di bawah kekuasaan al-murrahin.
Namun, itu bukan berarti al-murtahin boleh memanfaatkan harta agunan itu.
Sebab, agunan hanyalah tawrsiq, sedangkan manfaatnya, sesuai dengan hadis
di atas, tetap menjadi hak pemiliknya, yakni ar-rshin. Karena itu, ar-rbhin
berhak memanfaatkan tanah yang dia agunkan; ia juga berhak menyewakan
barang agunan, misal menyewakan rumah atau kendaraan yang dia agunkan,
baik kepada orang lain atau kepada al-murtahin, tentu dengan catatan tidak
mengurangi manfaat barang yang diagunkan (al-marhun). Ia juga boleh
menghibahkan manfaat barang itu, atau mengizinkan orang lain untuk
memanfaatkannya, baik orang tersebut adalah al-murtahin (yang
mendapatkan agunan) maupun bukan.
Hanya saja, pemanfaatan barang oleh al-murtahin tersebut hukumnya berbeda dengan orang lain. Jika akad ar-rahn itu untuk utang dalam
bentuk al-qardh, yaitu utang yang harus dibayar dengan jenis dan sifat yang
sama, bukan nilainya. Misalnya, pinjaman uang sebesar 50 juta rupiah, atau
beras I ton (dengan jenis tertentu), atau kain 3 meter (dengan jenis tertentu).
Pengembaliannya harus sama, yaitu 50 juta rupiah, atau I ton beras dan 3
meter kain dengan jenis yang sama. Dalam kasus utang jenis qardh ini, ulmurtahin tidak boleh mamanfaatkan barang agunan sedikitpun, karena itu
merupakan tambahan manfaat atas qardh. Tambahan itu termasuk riba dan
hukumnya haram."'
Jika ar-rahn itu untuk akad utang dalam bentuk dayn, yaitu utang
barang yang tidak mempunyai padanan dan tidak bisa dicarikan padanannya,
seperti hewan, kayu bakar, properti dan barang sejenis yang hanya bisa dihitung berdasarkan nilainya,"' maka al-murtahin boleh memanfaatkan baralig
agunan itu dengan izin dari ar-rrihin. Sebab, manfaat barang agunan itu tetap
menjadi milik ar-rdhin. Tidak terdapat nash yang melarang ha1 itu karena
tidak ada nash yang mengecualikan al-murtahin dari kebolehan itu.
Ketentuan di atas berlaku, jika pemanfaatan barang agunali itu tidak
disertai dengan kompensasi. Namun, jika disertai kompensasi. seperti urrdhin menyewakan agunan itu kepada al-murtahin, maka al-murtahin boleh
memanfaatkannya baik dalam akad al-qardh maupun dayn. Karena dia
memanfaatkannya bukan karena statusnya sebagai agunan al-qardhu tetapi
I"
'I2
Rasul bersahda: "kullu qardhin ,jarra manfa'atan ./ahma majhun min wvjtihi ar-riha (Sctiap
pinjaman yang menarik suatu mantaat maka itu termasuk salah satu bentuk riba.) [HR al-Baihaqi]
Lihat. ibid, hal. 304. Secara umum. sehenarnya d q n lebih umum daripada qardh. Dengan kata lain.
dayn j u g meliputi qardh, namun konteks doyn yang dimaksud dalam pembahasan ini dispesitikkan
untuk kasus utang di luar qardh, yang telah dijelaskan di atas.
61
""bdul
Aziz Dahlan, Ensiklopedia Hukum Islam. Cetakan Keempat. PT. lchtiar Baru Van Hoevc,
Jakarta: 2000, hal. 383.
62
63
'I4
64
Agreement Establishing the Islamic Development Bank. Dar Alasfahani Printing Press. .leddah, 12
Agustus 1994, hal. 6.
internasional karena kegiatan operasional bank ini tidak menggunakan perangkat bunga.
Dengan mengenali kekuatan dari pegadaia~isyariah, maka kewajiban
kita semua untuk terus mengembangkan kekuatan yang dimiliki
perusahaan gadai dengan sistem ini.
2. Kelemahan (weakness)dari sistem mudharabah.
a. Berprasangka baik kepada semua nasabahnya dan berasumsi bahwa
semua orang yang terlibat dalam perjanjian bagi hasil adalah jujur
dapat menjadi bumerang karena pegadaian syariah akan menjadi
sasaran empuk bagi mereka yang beritikad tidak baik. Contoh:
Pinjaman mudharabah yang diberikan dengan sistem bagi hasil akan
sangat bergantung kepada kejujuran dan itikad baik nasabahnya. Bisa
saja terjadi nasabah melaporkan keadaan usaha yang tidak sesuai
dengan keadaan yang sebenamya. Misalnya suatu usaha yang untulig
dilaporkan rugi sehingga pegadaian tidak memperoleh bagian laba.
b. Memerlukan perhitungan-perhitungan yang rumit terutama dalam
menghitung biaya yang dibolehkan dan bagian laba nasabah yang
kecil-kecil. Dengan demikian kemungkinan salah hitung setiap saat
bisa terjadi sehingga diperlukan kecermatan yang lebih besar.
c. Karena membawa misi bagi hasil yang adil, maka pegadaian syariah
lebih banyak memerlukan tenaga-tenaga profesional yang andal.
Kekeliruan dalam menilai kelayakan proyek yang akan dibiayai
dengan sistem bagi hasil mungkin akan membawa akibat yang lebih
berat daripada yang dihadapi dengan cara konvensional yang hasil
pendapatannya sudah tetap dari bunga.
d. Karena pegadaian syariah belum dioperasikan d i Indonesia, maka
kemungkinan disana-sini masih diperlukan perangkat peraturali pelaksanaan untuk pembinaan dan pengawasannya. Masalah adaptasi
sistem pembukuan dan akuntansi pegadaian syariah terhadap sistem
pembukuan dan akuntansi yang telah baku, termasuk ha1 yang perlu
dibahas dan diperoleh kesepakatan bersama.
Dengan mengenali kelemahan-kelemahan ini maka adalah kewajiba~ikita
semua untuk memikirkan bagaimana me~igatasinya dali me~ieniukali
penangkalnya.
65
$1
67
HukumGodoi Sgariah
piutang sesuai dengan syariat adalah merupakan salah satu konsep ekonomi
Islam dimana bentuknya yang lebih tepat adalah al-qardhul hassan.
Keempat, Utang piutang dalam bentuk al-qardhul hassan dengan
dukungan gadai (rahn), dapat dipergunakan unutk keperluan sosial maupun
komersial. Peminjam mempunyai dua pilihan, yaitu: dapat memilih qardhul
hassan atau menerima pemberi pinjaman atau penyandang dana (rabb almal) sebagai mitra usaha dalam perjanjian mudharubah.
Kelima, Untuk nasabah yang memilill pinjaman gadai dalam bentuk
mudharabah maka fungsi gadai disini adalah mencairkan atau mernproduktifkan (dishoarding) harta beku (hoarding) yang tidak produktif.
Keenam, Lembaga gadai syariah perusahaan bertindak sebagai
penyandang dana atau rabb almal sedang nasabahnya bisa bertindak sebagai
rahin atau bisa juga bertindak sebagai mudharib tergantung alternatif yang
dipilih.
Ketujuh, Lembaga gadai syariah untuk hubungan antar pribadi
sebenarnya sudah opemsional karena setiap orang bisa melakukan perjanjian
utang piutang dengan gadai syariah.
Kedelapan, Lembaga gadai syariah untuk hubungan antara pribadi
dengan perusahaan (bank syariah) khususnya gadai fidusia sebenarnya juga
sudah operasional. Contoh yang dapat dikemukakan disini adalah bank
syariah yang memberikan pinjaman dengan agunan sertifikat tanah, sertifikat
saham, sertifikat deposito. atau Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKH).
dan lain-lain.
Kesembi Ian, aspek-aspek penting yang perlu diperhatikan ~ ~ n l u k
mendiri kan lembaga gadai perusahaan adalah aspek legalitas. aspek
pennodalan, aspek sumber daya manusia. aspek kelembagaan, aspek siste~n
dan prosedur, aspek pengaiasan, dan lain-lain.
Kesepuluh, mendirikan lembaga gadai syariah dalam b e n t ~ ~ k
perusahaan memerlukan izin Pewpintah. Namun sesuai dengan PP no. 10
tahun 1990 tentang pengalihap bentuk Perusahaan Jawatan Pegadaian
(PERJAN) menjadi Perusahaan Umum (PERUM) Pegadaian, pasal 3 ayat
(1)a menyebutkan bahwa Perum Pegadaian adalah badan usaha tunggal yang
diberi wewenang untuk menyalurkan uang pinjaman atas dasar hukum gadai.
Kesebelas, misi dari Perum Pegadaian dapat diperiksa antara lain
pada pasal5 ayat (2) huruf b yaitu pencegahan ijon, riba, dan pinjaman tidak
wajar lainnya.
69
. 70
71
'
I I'J
72
HukumGadoiSyarioh
"'
73
H'uiurnGadai Syariah
Biaya itu dihitung dari nilai barang, bukan dari jumlah pinjaman. Sedangkan
pada pegadaian konvensional, biaya yang harus dibayar sejumlah dari yang
dipinjamkan.
Program Syariah Perum Pegadaian mendapat sambutan positif dari
masyarakat. Dari target omzet tahun 2006 sebesar Rp 323 miliar, hingga
September 2006 ini sudah tercapai Rp 420 miliar dan pada akhir tahun 2006
ini diprediksi omzet bisa mencapai Rp 450 miliar. Bahkan Perum Pegadaian
Pusat menurut rencana akan menerbitkan produk baru, gadai saham di Bursa
Efek Jakarta (BEJ), paling lambat Maret 2007. Manajemen Pegadaian
melihat adanya prospek pasar yang cukup bagus saat ini untuk gadai saham.
Bisnis pegadaian syariah tahun 2007 ini cukup cerah, karena minta
masyarakat yang memanfaatkan jasa pegadaian ini cukup besar. Itu terbu kti
penyaluran kredit tahun 2006 melampaui target.
Pegadaian cabang Majapahit Semarang misalnya, tahun 2006
mencapai 18,2 miliar. Lebih besar dari target yang ditetapkan sebanyak 1 1,5
miliar. Jumlah nasabah yang dihimpun sekitar 6 ribu orang dan barang
jaminannya sebanyak 16.855 potong. Penyaluran kredit pegadaian syariah
Semarang in! berdiri tahun 2003, setiap tahunnya meningkat cukup
signifikan dari Rp 525 juta tahun 2004 meningkat menjadi Rp 5,l miliar dan .
tahun 2006 mencapai Rp 18,4 miliar. Mengenai permodalan hingga saat ini
tidak ada masalah. Berapapun permintaan nasabah asal ada barang jaminan
akan dipenuhi saat itu pula bisa dicairkan sesuai taksiran barang jaminan
tersebut. Demikian prospek pegadaian syariah ke depan, cukup cerah.
Perlu juga dikemukakan bahwa gadai diadakan dengan persetiijuan
jika hak itu hilang dan gadai itu lepas dari kekuasaan si pemiutang. Si
pemegang gadai berhak menguasai benda yang digadaikan kepadanya
selama utang si berutang belum lunas. tetapi ia tidak berhak mempergunakan
benda itu. Selanjutnya ia berhak menjual gadai itu, jika siberutang tidak mau
membayar utangnya jika hasil gadai itu lebih besar daripada utang yalig
harus dibayar, maka kelebihan itu harus dikembalikan kepada si pegadai.
Tetapi jika hasil itu tidak mencukupi pembayaran utang, rnaka si
pemiutang tetap berhak menagih piutangnya yang belum dilunasi itu.
Penjualan barang gadaian harus dilakukan di depan umum dan sebelum
penjualan dilakukan biasanya ha1 itu harus diberitahukan lebih dahulu
kepada si penggadai tentang pelunasan utang, pemegang gadai selalu
didahulukan dari pada pemiutang lainnya.
Pemilik masih tetap berhak mengambil manfaatnya dari barangnya
yang dijaminkan, bahkan manfaatnya tetap kepunyaan pemilik dan keruTinjouon Uinun Gadai Syarioh
75
sakan menjadi tanggungan pemilik. Tetapi usaha pe~nilikuntuk menghilangkan miliknya dari abrang itu (jaminan), mengurangi harga menjual atau
mempersewakannya tidak sah tanpa izin yang menerima jaminan (borg).I2'
Menjaminkan barang-barang yang tidak mengandung risiko biaya
perawatan dan yang tidak menimbulkan manfaat seperti menjadikan bukti
pemilikan, bukan barangnya, sebagaimana yang berkembang sekarang i11i
agaknya lebih baik untuk menghindarkan perselisihan antara kedua belah
pihak sehubungan dengan risiko dan manfaat barang gadai. Lebih dari itu,
masing-masing pihak dituntut bersikap amanah, pihak yang berutang menjaga amanah atas pelunasan utang. Sedangkan'pihak pemegang gadai
bersikap amanah atas barang yang dipercayakan sebagai jaminan.""
Penulis dapat menyimpulkan bahwa pemanfaatan barang gadaian
dapat menimbulkan suatu manfaat terhadap masyarakat yang telah melaksanakan gadai menggoda dalam transaksi ekonomi.
Dalam hukum Islam hikmah gadai sangat besar, karena orang yang
menerima gadai membantu menghilangkan kesediaan orang yang menggadaikan, yaitu kesedihan yang membuat pikiran dan hati kacau. Di antara
manusia ada yang membutuhkan harta berupa uang untuk mencukupi
kebutuhannjla.
Kebutuhan manusia itu banyak. Mungkin ia meminta bahwa kepada
seseorang dengan cara berutang, tetapi orang itu menolak untuk memberikan
harta kecuali dengan ada barang jaminan yang nyata sampai diken~balikannya sejumlah jaminan itu. Dengan adanya kenyataan seperti Allah Maha
Bijaksana mensyariatkan dan membolehkannya sistem gadai agar orang
yang menerima gadai merasa tenang atas hartanya.
Alangkah baiknya kalau mereka mengikuti syari'at dalam penggadaian, karena kalau mereka mengikuti syari'at tidak ada yang ~nenjadi
korban keserakahan orang-orang kaya yang bisa menutupi pintu-pintu yang
tidak terbuka dan melarat orang yang didahuluinya maka dengan kemewahan dan kebahagiaan.
'
Hikmah yang bisa diambil dari sistem gadai ini ialah timbulnya rasa
saling cinta mencintai dan sayang menyayangi antara manusia, belum lagi
pahala yang diterima oleh orang yang menerima gadai dari Allah Swt. I l i
suatu hari yang tiada guna lagi harta dan anak, kecuali orang yang lapang.
"'
76
H. lbrahim Lubis, BC'. HK. Dpl. Ec, Ekonomi Iskum Sualu Pengunlur 2 (.eel. I ; Jakarta: kalani
Mulia, 1995). hal. 405
Ghufron A. M. As'adi. op.cil., hal. 179
'''Lihaf Hamzah Ya'kub. Kode Efik Dugang menunif lslam. (Cet. 11: Bandung: Diponegoro. 1992). hal.
'I"
Iz7
14.
H. Hamzah Ya'qub. loc. cif.
Chairuman Pasaribu, Suhrawardi K L.ubis, Hiikiim Perjunjian dubm Islum. Sinar Ciratika cet II. 19%.
ha]. 140.
.*
77
'
hukum adat. Adapun pengertian gadai menurut hukum adat yaitu menyerahkan tanah untuk menerima pembayaran uang secara tunai, dengan
ketentuan: si penjual (penggadai) tetap berhak atas pengembalia~itanalinya
dengan jalan menebusnya k e m b a ~ i . ' ~ ~
Dari kedua pengertian tersebut, maka dapat dikemukakan bahwa
gadai menurut ketentuan syari'at Islam merupakan kombinasi pengertian
gadai yang terdapat dalam KUH. Perdata dan Hukum Adat, terutama
menyangkut obyek perjanjian gadai. Menurut syari'at Islam, gadai meliputi
semua barang yang mempunyai nilai harta dan tidak dipersoalkan apakah
termasuk benda bergerak atau tidak bergerak.I2'
Menurut KUH Perdata pasal 1150 Adalah suatu hak yang diperoleh
seseorang yang mempunyai piutang atas suatu barang bergerak, yang
diserahkan kepadanya oleh seorang yang berutang atau oleh seorang lain
atas dirinya, dan yang memberikan kekuasaan kepada orang yarig berpiutang
itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan
daripada orang yang berpiutang lainnya, dengan pengecualian biaya yang
telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan,
biaya-biaya mana harus didahulukan.
Gadai dalam Fiqh Gadai (rahn) adalah perjanjian suatu barang
sebagai tanggungan utang, atau menjadikan suatu benda bernilai menurut
pandangan syara sebagai tanggungan pinjaman (marhun bih), sehingga
dengan adanya tanggungan utang ini seluruh atau sebagian utang dapat
diterima.
Persamaan Gadai (Hukum Perdata) dengan Rahn (hukurn Islam)
adalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
It'
IZy
78
79
BAB 2
PERAN LEMBAGA PEGADAIAN
SYARIAH
A. Sejarah Pegadaian
Pegadaian atau Pawn Shop merupakan lembaga perkreditan dengan sistem
gadai. Lembaga semacam ini pada awalnya berkembang di ltalia yang kemudian dipraktikkan di wilayah-wilayah Eropa lainnya, misalnya lnggris dan
Belanda. Sistem gadai tersebut memasuki Indonesia dibawa dan dikembangkan oleh orang Belanda(VOC), yaitu sekitar abad ke-19.
Sejarah pegadaian dimulai pada abad XVll ketika Vareenigde 00s
Compagine (VOC) suatu maskapai perdagangan dari Belanda, datang ke
lndonesia dengan tujuan berdagang. Dalam rangka memperlancar kegiatan
~erekonomiann~a
VOC mendirikan Bank dan Leening yaitu Lembaga
Kredit yang memberikan Kredit dengan sistem gadai. Bank Van Leening
didirikan pertama di Batavia pada tanggal 20 Agustus 1746 berdasarkan
keputusan Gubemur Jendral Van Imhoff. Bank Van Leening yaitu lembaga
keuangan yang memberikan kredit dengan sistem gadai, lembaga ini pertama
kali didirikan di Batavia pada tanggal 20 Agustus 1746.
Pada tahun 1800 setelah VOC dibubarkan, lndonesia berada di
bawah kekuasaan pemerintah Belanda. Pemerintah Belanda di bawah
Gubernur Jendral Daendels mengeluarkan peraturan yang merinci jenis
barang yang dapat menggadaikan seperti emas, perak, kain dan sebagian
perabot rumah tangga, yang dapat disimpan dalam waktu yang sangat relatif
singkat.
Ketika lnggris mengambil alih kekuasaan lndonesia dari tangan
Belanda (181 1-1816) Bank Van Leening milik pemerintah Belanda.
Gubernur Jendral Thomas Stamford ~ & e s (181 1) memutuskan ~ ~ n t u k
membubarkan Bank Van Leening dan mengeluarkan peraturan yang
menyatakan bahwa setiap orang boleh mendirikan Usaha Pegadaian dengaii
ijin (licenci) dari pernerintah daerah setem pat. Dari penjualan lisensi ini
pemerintah memperoleh tambahan pendapatan. Bentuk usaha pegadaian di
lndonesia berawal dari Bank Van Lening pada masa VOC yang mempunyai
81
tetap diberi fasi litas monopoli atas kegiatan pegadaian di Indonesia. Dinas
pegadaian mengalami beberapa kali perubahan bentuk badan hukum.
Dalamtnasa ini Pegadaian sudah beberapa kali berubah status, yaitu
sebagai Perusahaan Negara (PN) sejak I Januari 1961 kemud ian berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1969 menjadi Perusahaan Jawatan
(PERJAN). Pada waktu pegadaian masih berbentuk Perusahaan Jawatan,
misi sosial dari pegadaian merupakan satu-satunya acuan yang digunakan
oleh manajernya dalam mengelola pegadaian. Pengelolaan pegadaian bisa
dilaksanakan meskipun perusahaan tersebut mengalami kerugian.
Selanjutnya berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun
1990 (yang diperbaharui dengan Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun
2000) berubah lagi menjadi Perusahaan Umum (PERUM) h ingga sekarang.
Sejak statusnya diubah menjadi Perusahaan Umum, keadaan tersebut tidak
sepenuhnya dapat dipertahankan lagi. Disamping berusaha memberikan
pelayanan umum berupa penyediaan dana atas dasar hu kum gadai, manajemen perum pegadaian juga berusaha agar berusaha agar pengelolaan usaha
ini sedapat mungkin tidak mengalami kerugian. Perum pegadaian diharapkan
akan dapat mengalami keuntungan atau setidaknya penerimaan yang didapat
mamplt menutup seluruh biaya dan pengeluarannya sendiri. Kantor pusat
Perum berkedudukan di Jakarta dan dibantu oleh kantor daerah, kantor
perwakilan daerah dan kantor cabang. Saat ini jaringan. usaha P e r ~ ~ m
Pegadaian telah meliputi lebi h dari 500 cabang yang tersebar di seluruh.
Kini usia Pegadaian telah lebih dari seratus tahun, manfaat semakin
dirasakan oleh masyarakat, meskipun perusahaan membawa misi publik
service obligation, ternyata perusahaan masih mampu memberikan
kontribusi yang signifikan dalam bentuk pajak dan bagi keuntungan kepada
Pemerintah, di saat mayoritas lembaga keuangan lainnya berada dalam
situasi yang tidak menguntungkan. Pegadaian pada tahun 2010 diharapkan
menjadi perusahaan yang modern, dinamis dan inovatif dengan usaha utama
gadai dengan misi ikut membantu program pemerintah dalam upaya
meningkatkan kesejahteraan masyarakat golongan menengah ke bawah
melalui kegiatan utama berupa penyaluran kredit gadai dan melakukan usaha
lain yang menguntungkan.
Sejak Proklamasi Kemerdekaan sampai tahun 1961, Pegadaian berstatus sebagai Jawatan, yaitu sampai terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor
1 78 tahun 1 96 1, yang merubah status Jawatan Pegadaian menjadi
Perusahaan Negara dan pada tahun 1965 diintegrasikan ke dalam urusan
Bank Sentral. Selanjutnya berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun
Peran Lembqga Pegadaian Syarioh
83
Modal sendiri.
Penyertaan modal Pemerintah.
Pinjaman jangka pendek dari pemerintah.
Pinjaman jangka panjang yang berasal dari KLBI.
Dari masyarakat melalui obligasi.'
'
84
85
'
Heri Soedarsono. Bank R Lembagu Kezcangun Sycrriah Deskripsi don Ilustrosi. Ekonisia, 2004. hal.
165-166.
"rospektus
Perurn Pegadaian, Jakarta. 16 Juni 1993: hal. 96-97.
86
'
Pengertian riba pada makalah ini menganut pengertian yang sama dengan pengertian yang menjadi
latar belakang berdirinya bank-bank lslam di seluruh dunia. Termasuk bunga bank dan bunga
obligasi dalam pengertian ini adalah riba.
HukumGadaiSyariah
nuhi filosofi gadai dan sistem operasionalisasi gadai syari'ah. SDM selain
mampu menangani masalah taksiran barang gadai, penentuan instrumen
pembagian rugi laba atau jual beli, menangani masalah-masalah yang
dihadapi nasabah yang berhubungan dengan penggunaan uang gadai, juga
berperan aktif dalam syi'ar Islam dimana penggadaian itu berada.
Suatu perusahaan gadai hanya akan mampu bertahan dan berjalan
dengan mantap apabila nilai barang yang dijadikan agunan cukup untuk
menutup utang yang diminta oleh pemilik barang. Untuk menilai suatu
barang gadaian apakah dapat menutup jumlah pinjaman tidaklah mudah.
Apalagi jenis barang yang mungkin dijadikan agunan gadai sangat beraneka ragam. Belum lagi dengan kemajuan teknologi yang sangat cepat
menjadikan suatu barang lebih cepat ketinggalan jaman. Untuk dapat
sedikit meyakini nilai suatu barang gadaian diperlukan pengetahuan,
pengalaman, dan naluri yang kuat.
Dengan kualitas sumber daya manusia yang menangani penaksiran
barang gadaian sangat menentukan keberhasilan suatu perusahaan gadai.
Penaksir gadaian adalah ujung tombak operasional perusahaan
gadai, oleh karena itu mereka perlu di didik, dilatih, dan digembleng
pengetahuan dan keterampilannya.
Diperlukan waktu yang cukup untuk melatih mereka. Selain penaksir barang, pada perusahaan gadai syariah diperlukan juga analis kelayakan usaha yang andal untuk menilai usaha yang diajukan pada perjanjian utang piutang gadai dalam bentuk mudharabah. Analis kelayakan
usaha yang andal adalah tumpuan harapan bagi perusahaan gadai syariah
untuk memperoleh bagi hasil yang memadai. Untuk juru taksir, pada
tahap awal barangkali perlu dipekerjakan kembali para pensiunan penaksir Perum Pegadaian Kemudian untuk para analis kelayakan usaha diperlukan tenaga-tenaga sarjana yang berpengalaman minimal 2 taun. Caloncalon rnanajer pun perlu dipersiapkan untuk pimpinan pusat maupun
cabang.
d. Aspek Kelernbagaan
Sifat kelembagaan mempengaruhi keefektifan sebuah perusahaan gadai
dapat bertahan. Sebagai lembaga yang relatif belum banyak dikenal
masyarakat, pegadaian syari'ah perlu mensosialisasikan posisinya sebagai
lembaga yang berbeda dengan gadai konvensional. Hal ini guna memperteguh keberadaannya sebagai lembaga yang berdiri untuk memberikan
kemaslahatan bagi masyarakat.
Peran Lembaga Pegadaian Syariah
89
Perusahaan gadai syariah membawa misi syiar Islam, oleh karena itu
harus dapat diyakini bahwa seluruh proses operasional dilakukan tidak
menyimpang dari prinsip syariat Islam. Proses operasional mulai dari
mobilisasi dana untuk modal dasar sampai kepada penyalurannya kepada
masyarakat tidak boleh mengandung unsur-unsur riba.
Usaha-usaha yang akan dibiayai dari pinjaman gadai syariah adalah
usaha-usaha yang tidak dilarang dalam agama Islam. Untuk ~neyakini
tidak adanya penyimpangan terhadap ketentuan syariah diperlukan
adanya suatu dewan pengawas yang lazimnya disebut Dewan Pengawas
Syariah yang selalu memonitor kegiatan perusahaan. Oleh karena itu
organisasi perusahaan gadai syariah sangat unik karena harus melibatkan
unsur ulama yang cukup dikenal oleh masyarakat setempat.
e. Aspek Sistem dan Prosedur
Sistem dan prosedur gadai syariah harus sesuai dengan prinsip-prinsip
syariah, di mana keberadaannya menekankan akan pentingnya gadai
syariah. Oleh karena itu, gadai syariah merupakan representasi dari suatu
masyarakat di mana-gadai itu berada maka sistem dan prosedural gadai
syariah berlaku fleksibel asal sesuai dengan prinsip gadai syariah.
Menyandang nama syariah pada kegiatan utang piutang gadai
membawa konsekuensi harus efektif dan efisiensinya kegiatan operasional perusahaan gadai syariah. Oleh karena itu, sistem dan prosedur harus
dibuat sedemikian rupa sehingga tidak menyulitkan calm nasabah yang
akan meminjamkan uang baik datam perjanjian utang piutang gadai
dalam bentu k al-qardhul hmsan maupun utang-piutang gadai dalam
bentuk almudharabah.
Loket-loket dipisahkan antara yang ingin meniasuki perjanjian utang
piutang gada-i dalam bentu k a!-qardhul hassan dan yang ingin memasuki
perjanjian utang piutang gadai dalam bentuk al-mudharabah, namun
harus dibuat fleksibel sedemikian rupa sehingga terhindar adanya antrian
panjang. Biasanya mereka yang ingin memasuki perjanjian utang piutang
gadai dalam bentuk al-mudharubah-adalah peminjam dalam ju~nlah
besar.
f. Aspek Pengawasan
Aspek-pengawasan dari suatu perusahaau gadai syariah adalah sangat
penting karena dalam pengertian pengawasan itu termasuk di dalamnya
pengawasan oleh Yang Maha Kuasa melalui malaikat-Nya. Oleh karena
.-
90
91
b. Menghindarkan masyarakat dari gadai gelap, ijon, praktik riba, dan pinjaman tidak wajar lainnya. Pegadaian syariah juga memegang nilai-nilai
prinsip dasar dalam pengelolaan usaha, yaitu kejijuran, keadilan, dan
kesesuaian dengan syariah.
4. Tugas Pokok Pegadaian Syariah
Unit Layanan Gadai Syariah dibentuk sebagai unit bisnis yang mandiri
dengan maksud untuk menjawab tantangan kebutuhan masyarakat yang
mengharapkan adanya pelayanan pinjam meminjam yang bebas dari unsur
riba yang dilarang menurut syari7atIslam. Dalam kenyataannya di lapangan,
sudah ada institusi lain yang menjawab tantangar! ini dengan mengeluarkan
produk gadai berprinsip syariah (rahn).
Dengan demikian tidak ada pilihan lain bagi pegadaian, apabila
ingin tetap eksis di mata masyarakat luas terutama terhadap penduduk
muslim, maka harus mampu menjawab tuntutan kebutuhan pasar ini.
Menyingkap perkembangan keadaan tersebut, maka dibentuklah Unit
Layanan Gadai Syariah sebagai cikal bakal anak perusahaan yang di
kemudian hari diharapkan menjadi institusi Layanan Syari7ah mandiri yang
terpisah dari pegadaian. Oleh karena itu, dibentuknya Unit Layanan Gadai
Syariah ini adalah untuk mengemban tugas pokok melayani kegiatan pemberian kredit kepada masyarakat luas atas penerapan prinsip-prinsip gadai
yang dibenarkan secara Syariah Islam.
5. Fungsi Pegadaian Syariah
Untuk dapat menjalankan tugas pokok tersebut, maka Unit Layanan Gadai
Syari'ah mempunyai fungsi sebagai unit organisasi Perum Pegadaian yang
bertanggung jawab mengelola usaha kredit gadai secara syariah agar mampu
berkembang menjadi institusi yang mandiri dan menjadi pilihan utama
masyarakat yang membutuhkan pelayanan gadai secara syari 'ah. U ntuk
dapat mewujudkan tercapainya tugas pokok dan fungsi tersebut, maka
dibentuk struktur kepemimpinan dari pusat hingga ke Cabang Layanan
Syariah.
6. Struktur Organisasi Pegadaian Syariah
Berdasarkan peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1 03 tahun
2000, tentang Perusahaan Umum (PERUM) Pegadaian, bahwa "Perum
Pegadaian dipimpin oleh seorang Direktur, yaitu Direktur Operasi dan
Pengembangan, Direktur Keuangan. serta Direktur Umum yang seluruhnya
berfungsi sebagai Staf Direktur Utama.
92
Selanjutnya dalam melaksanakan tugas teknis operasional penyaluran uang pinjaman kepada masyarakat, dilakukan hubungan strukti~ral
teknis operasional dengan para Pimpinan Wilayah, serta Pimpinan Wilayah
melakukan hubungan struktural teknis operasional dengan para Manajer
Kantor Cabang.
Sesuai dengan struktural organisasi tersebut, bentuk organisasi
Perum Pegadaian adalah bentuk Line dan Staff dengan tata kerja sebagai
berikut:
a. Setiap Manajer Kantor Cabang dalam melaksanakan tugas operasionalnya bertanggung jawab langsung kepada Pimpinan Wilayah.
b. Setiap Pimpinan Wilayah dalam melaksanakan tugasnya bertanggung
jawab langsung kepada Direktur Utama.
c. Dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari Direktur Utama dibantu oleh
para Direktur yang berfungsi sebagai Staf Direktur Utama.
d. Setiap Pimpinan Wilayah dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari
dibantu oleh para Manajer serta lnspektur Wilayah yang seluruhnya
berfungsi sebagai Staf Pimpinan Wilayah.
e. Setiap Manajer Kantor Cabang dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari
dibamtu oieh para Asisten Manajernya.
Unit layanan Gadai Syariah merupakan suatu unit cabang dari
Perum Pegadaian yang berada di bawah binaan Divisi Usaha Lain. Unit ini
merupakan unit bisnis mandiri yang secara struktural terpisah pengelolaannya dari usaha gadai secara konvensional. Dengan adanya pemisallan
ini, maka konsekuensinya perlu dibentuk Kantor Cabang yang terpisah dan
mandiri dari usaha gadai secara konvensional, namun masih dalam binaan
Pimpinan Wilayah Pegadaian sesuai dengan tempat kedudukan Kantor
Cabang tersebut.
Dewan Pengawas Syariah (DPS) yaitu badan independen yang
ditempatkan oleh Dewan Syariah Nasional, yang terdiri dari ahli di bidang
fiqih muamalah dan memiliki pengetahuan dalam bidang perbankan.
Adapun persyaratan anggota ditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional. dan
dalam pelaksanaan tugas sehari-hari, DPS wajib mengikuti t'atwa Dewan
Syariah Nasional yang merupakan otoritas tertinggi dalam mengeluarkan
fatwa produk dan jasa.
Fungsi Dewan Pengawas Syariah Nasional antara lain adalah
sebagai berikut:
93
1. Sebagai penasihat dan pemberi saran kepada Direksi Unit Usaha Syariah
dan Pimpinan Kantor Cabang Syariah mengenai hal-ha1 yang berkaitan
dengan syariah.
2. Sebagai mediator antara bank dan Dewan Syariah Nasional dalam
mengkomunikasikan usul dan saran untuk pengembangan unit usaha
syariah yang diawasinya.
3. Sebagai perwakilan Dewan Syariah Nasional yang ditempatkan pada unit
usaha syariah dan wajib rnelaporkan kegiatan usaha Bagian Gudang
Penaksiran Kasir Keamanan serta perkembangan unit usaha syariah yang
diawasinya ke Dewan Syariah Nasional-MUI.
Sedangkan Fungsi Direksi antara lain adalah sebagai berikut:
1 . Sebagai penanggung jawab keberhasilan seluruh unit usaha bisnis perusahaan, baik usaha inti maupun usaha non inti.
2. Sebagai penentu kebutuhan strategis sekaligus mengendalikan kegiatan
bisnis agar tercapai tujuan yang telah ditetapkan.
Fungsi General Manager usaha lain dalam pernbinaan Unit layanan
Gadai Syariah adalah sebagai pengatur kebijakan umum operasional gadai
syariah dan' mengintegrasikan kegiatan Unit layanan Gadai Syariah dengan
unit bisnis lain sehingga rnembentuk sinergi menguntungkan perusahaan.
Fungsi Pimpinan Wilayah dalam pernbinaan Unit Layanan Gadai
Syariah adalah bertanggung jawab dari rnulai merintis pernbukaan Kantor
Cabang Unit layanan Gadai Syariah, pembinaan operasional sehari-hari
maupun penanganan administrasi keuangan seluruh Kantor Cabang Gadai
Syariah di wilayah masing-masing.
Fungsi Manajer Unit Layanan Gadai Syariah Pusat adalah:
1. Sebagai koordinator teknis pengoperasian Unit Layanan Gadai Syariah
hingga sampai pembuatan laporan keuangan Unit Layanan Gadai Syariah
konsolidasi se Indonesia.
2. Bertanggung jawab terhadap seluruh operasional Unit Layanan Gadai
Syariah agar tumbuh dan berkembang sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan dalam rencana kerja dan anggaran perusahaan maupun
rencana jangka panjang.
3. Membuat kebijaksanaan serta petunjuk operasional yang wajib ditaati
oleh Pimpinan Cabang Unit Layanan Gadai Syariah.
94
Hukum.GadaiSywiah
Fungsi Manajer Kantor Cabang Unit Layanan Gadai Syariah adalah sebagai
beri kut:
1. Sebagai pimpinan pelaksanaan teknis dari perusahaan yang berhubungan
langsung dengan masyarakat. Secara organisatoris Manajer Kantor
Cabang Unit Layanan Gadai Syariah bertanggung jawab langsung kepada
pimpinan wilayah, selanjutnya Pimpinan Wilayah akan melaporkan hasil
kegiatan binaannya kepada Direksi. Sedangkan Direksi akan lnembuat
kebijakan pengelolaan Unit Layanan Gadai Syariah dan memberikan
respon atau tindak lanjut atas laporan Pimpinan Wilayah dengan dibantu
oleh Jendral Manajer Usaha Lain dan Manajer Unit layanan Gadai
.Syariah Pusat. Dalam melaksanakan fungsi tersebut di atas Manajer
Kantor Cabang mengkoordinasi kegiatan pelayanan peminjaman uang
menggunakan prinsip atau akad rahn (gadai syariah), ijaroh (sewa
tempat) untuk penyimpanan barang jaminan (agunan).
2. Membantu kelancaran pelaksanaan tugas di Kantor Cabang Unit Layanan
Gadai Syariah Pimpinan Cabang dibantu sejumlah pegawai dengan
masing-masing bagian sebagai berikut:
..
a. Penaksir; bertugas menaksir barang jaminan untuk menentulgan mutu
dan nilai barang sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam,%fingka
mewujudkan penetapan taksiran dan uang pinjaman yang wajanwrta
citra baik perusahaan.
b. Kasir bertugas melakukan tugas penerimaan, penyimpanan dan pembayaran serta pembelian sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk
kelancaran pelaksanaan operasional Kantor Cabang unit Layanan
Gadai Syariah.
c. Bagian Gudang bertugas melakukan pemeriksaan, ' penyimpanan,
pemeliharaan dan pengeluaran serta pembukuan m a r h n selain barang
kantor sesuai dengan peraturan yang berlaku dalam rangka ketetapan
dan keamanan serta keutuhan marhun.
95
2. Pembelian dan pengadaan berbagai macam bentuk aktiva tetap dan inventaris kantor gadai syariah. Aktiva tetap berupa tanah dan bangunan, serta
inventaris ini tidak secara langsung dapat menghasilkan peneri~naanbagi
lembaga gadai syariah, namun sangat penting agar usahanya dapat
dijalankan dengan baik. Aktiva tetap dan peralatan ini, berupa tanah,
kantorlbangunan, komputer, kendaraan, meubel, brankas, dan lain-lain.
3. Pendanaan Kegiatan Operasional
Kegiatan operasional gadai syariah memerlukan dana yang tidak kecil.
Dana ini digunakan gaji pegawai, honor, perawatan, peralatan, dan lainlain;
4. Penyaluran Dana
Penggunaan dana yang utama disalurkan untuk pembiayaan atas dasar
hukum gadai syariah. Lebih dari 50 % dana yang telah dihimpun gadai
syariah, tertanam dalam bentuk ini, karena memang ini kegiatan utamanya.
Penyaluran dana ini diharapkan akan dapat menghasilkan penerimaan
dari biaya jasa yang dibayarkan nasabah. Usaha ini merupakan penerimaan utama bagi gadai syariah dalam menghasilkan keuntungan,
meskipun tetap dimungkinkan mendapatkan penerimaan dari sumber lain,
seperti investasi surat berharga syariah dan pelelangan marhun, dan lainlain.
5. lnvestasi lain
Kelebihan dana atau idleafind, yang belum diperlukan untuk niendanai
kegiatan operasional maupun belum dapat disalurkan kepada masyarakat.
dan menengah. lnvestasi ini dapat menghasilkan penerimaan bagi lenibaga gadai syariah, namun penerimaan ini bukan merupakan peneri~naan
utama yang diharapkan gadai syariah. Sebagai contoh, gadai syariah
dapat memanfaatkan dananya untuk investasi di bidang properti, seperti:
kantor dan toko. Pelaksanaan investasi ini biasanya bekerja sama dengan
pihak ketiga, seperti: developer, kontraktor, dan lain-lain.5
'
96
Susilo, Y. Sri; Sigit 'rriandaru; dan A. Totok Budi Sanlosc). Op. cit. hJ. 182.
Hukum GodoiSyorioh
HukumGodoi Syorioh
99
BAB 3
PELAKSANAAN GADAI SYARTAH
OLEH LEMBAGA PEGADAIAN
2. Jasa Talcsiran
Jasa Taksiraq adalah pemberian pelayanan kepada masyarakat yang ingin
mengetahui seberapa besar nilai sesungguhnya dari barang yang dimiliki
seperti emas, berlian, batu permata dan lain-lain.
3. Jasa Titipan
Jasa Titipan adalah pemberian pelayanan kepada masyarakat yang ingin
menitipkan barang-barang atau surat berharga yang dimiliki terutama bagi
orang-orang yang akan pergi meninggalkan rumah dalam waktu lama, misalnya menunaikan ibadah haji, pergi keluar kota atau mahasiswa yang sedang
berlibur.
4. Kreasi
Kreasi atau Kredit Angsuran Fidusia merupakan pemberian pinjaman kepada
para pengusaha mikro-kecil (dalam rangka pengembangan usaha) dengan
kontruksi pinjaman secara fidusia dan pengembalian pinjamannya dilakukan
melalui angsuran. Kredit Kreasi merupakan modifikasi dari produk lama
yang sebelumnya dikenal dengan nama Kredit Kelayakan Usaha Pegadaian.
5. Krasida
Krasida atau Kredit Angsuran Sistem Gadai merypakan pemberian pinjaman
kepada para penguasa mikro-kecil (dalam rangka pengembangan usaha) atas
dasar gadai yanglpengambilanpinjamannya dilakukan melalui angsuran.
Peloksanoon Godai @onah oleh Lemboga Pegadoion
101
6. Kresna
Kresna atau Kredit Serba Guna merupakan pemberian pinjaman kepada
pegawai/karyawan dalam rangka kegiatan produkif/konsumtif dengan
pengembalian secara angsuran. Kredit Kresna merupakan modifikasi dari
produk lama yaitu kredit untuk pegawai (Golongan E).
7. Jasa Lelang
Perum Pegadaian memiliki satu anak perusahaan PT. Balai Lelang Artha
Gasia dengan komposisi kepemilikan saham 99,99% (Perum Pegadaian) dan
0,01% (Deddy Kusdedi). PT. Balai Lelang Artha Gasia bergerak di bidang
jasa lelang dengan maksud menyelenggarakan penjualan dimuka umum
secara lelang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2. Ikut serta mencegah adanya pemberian pinjaman yang tidak wajar, ijon.
pegadaian gelap, dan praktik riba lainnya.
3. Disamping menyalurkan kredit, daupun usaha-usaha lainnya yang
bermanfaat terutama bagi pemerintah dan masyarakat.
4. Membina pola perkreditan supaya benar-benar terarah dan bermanfaat
dan bila perlu memperluas daerah operasinya.
Dengan seiring perubahan status perusahaan dari Perjan menjadi
Perum pernyataan misi perusahaan dirumuskan kembali dengan pertimbangan jangan sampai misi perusahaan itu justru membatasi ruang gerak
perusahaan dan sasaran pasar tidak hanya masyarakat kecil dan golongan
lo2
HukmGadai Syariah
..
103
'
104
2.
3.
4.
5.
'
'
Marzuki, Manajemen Lemhaga Keuangan. CV. Intermedia. Jakarta: 1995. hat. 360.
Dahlan Siamat, Manajemen kmhaga Keuangun. Edisi 2. Cetakan 2. Lembaga Fakultas Ekotlotn~
Universitas Indonesia, Jakarta: 2001, hal. 503.
Kasmir, Bunk dun Lemhaga Keuangan Lmnnya. Edisi 6. Cetakan 6. PT. RajaGratindo Persada.
Jakarta: 2002, hal. 250.
105
M. Bahsan, Penilaian Jaminan Kredit Perhankan Indonesia. Rejeki Agung. Jakarta: 2002. hal. 15-
"
16.
Imam Taqiyyudin. Kafayatul Akhyr.fii Halli ghayati al-lkhtisar. Alih Bahasa Achmad Zaidun dan
A. Ma'ruf Asmri. Jilid 2. PT.Bina Ilmu, Surabaya: 1997, hal. 59.
A. A. Basyir, Hukum Islam Tentang Riha, Utang-Piutang Gadai. Al-Ma'arif Bandung: 1983. ha1 52.
Nasrun Haroen. Fiqh Mumalah, Cetakan I , PT.Gaya Media Pratama Jakarta: 2000. hal. 255.
106
HukunGadai Syariah
Mustaq Ahmad. Op. cit. hlm. 103. Namun saat ini. Pegadaian Syarirh sudah memherikan 'Inhel.
tamhahan sebagai infonnasi buat calon nasabah bahwa untuk sementam hanya harrng jaminan
b p a emas dan herlian aja yang dapat diterima oleh Lembaga Pegadaian Syarirh. Sedangkan
ditempat lain Pegadaian Syariah belum penulis dapatkan informasinya.
107
4. Barang jaminan itu tidak terkait dengan hak milik orang lain, seperti juga
apabila marhun itu milik pemerintah;
5. Barang jaminan itu seimbang dengan marhun bih;
6. Barang jaminan itu sebagai piutang bagi. yang memberi murtahin;
7. Barang jaminan itu dapat dimanfaatkan murtahin dengan kesepakatan
rahin.
C. Pemanfaatan Dana ,Pinjaman
Pemanfaatan marhun bih oleh nasabah ~egadaianSyariah pada dasarnya
diadakan identifikasi saat calon nasabah mengajukan pinjaman (diberi
selembar kertas agar diisi, digunakan apa pinjamannya), berupa keperluan
perdagangan, pendidikan, pertanian, perumahan, kesehatan, dan industri,
namun ha1 itu hanya sebatas identifikasi saja (untuk dilaporkan di Departemen Keuangan), dan tidak berpengaruh pada diterima atau tidaknya calon
nasabah itu atau pun menentbkan akad apa yang digunakan (qardhul hasan,
*ah atau skim bagi hasil). Jadi tidak sampai dikondisikan dengan realitas
penggunaan marhun bih oleh nasabah jdi lapangan, sehingga hakikatnya
~ e ~ a d a i aSyariah
n
tidak memperdulikan untuk apa nantinya dana marhun
'
bih itu digunakan oleh rahin.
Demikian juga Pegadaian konvensional yang tidak mementingkan
untuk apa uang pinjhman digunakan. terpenting setiap peminjaman harus
dengan jaminan barang tertentu dan dapat mengembalikan pinjamannya,'O
hingga hakikatnya antara praktik Pegadaian -Syariah dengan Pegadaian
konvensional memiliki kesamaan, terutama dimanfaatkan untuk perdagangan (usaha modal), biaya pendidikan, kesehatan (biaya pengobatan), dan
kebutuhan konsumsi sehari-hari.
Sedang dalam teori gadai syariah sendiri, tidak jelas dan ketal
penggunaan marhun bih itu harus digunakan untuk apa, hanya saja
mensyaratkan:
1. Dana pinjaman itu wajib dikembalikan kepada orang/lembaga yang meniberikan dana pinjaman sebagai tempat berutang;
2. Dana pinjaman itu boleh dilunasi dengan marhun itu setelah dilakukan
penjualan/pelelangan;
3. Dana marhun bih itu jelas dan tertentu."
"'
"
108
Dengan perkembangan lembaga keuangan, baik konvensional maupun LKS, maka Pegadaian Syariah sudah saatnya melakukan seleksi yang
ketat untuk apa dana marhun bih itu dimanfaatkan nasabah (seperti yang ada
dalam kertas isian pada saat calon nasabah datang ke Pegadaian Syariah),
yaitu berisi keperluan perdagangan, pendidikan, pertanian, perumahan,
kesehatan, dan industri. Dalam ha1 ini, Pegadaian Syariah dapat memilah
terhadap pemanfaatan dana marhun bih oleh nasabah. Apakah digunakan
untuk yang sifatnya konsumtif, seperti biaya kesehatan, biaya makan seharihari, biaya sekolahlkuliah yang sifatnya mendesak dan bersifat penting atau
kebutuhan yang sifatnya. primer. Ataukah dipergynakan yang sifatnya
produktif, seperti membuka ataupun menambah modal usaha. Hal ini
menurut Syaltut dalam Z.A. Alawy dalam rangka membina ekonomi ummat,
sehingga ekonomi muslim dapat terus hidup dan berkehbang.l2
Di samping itu, adanya seleksi ketat, maka akan dapat diele~ninir
adanya pemanfaatan dana tidak sesuai usulan pengajuannya, apalagi
digunakan hal-ha1 yang dilarang syariah, seperti buat berjudi, beli minuman
keras, narkoba, maupun usaha yang dilarang, seperti berjualan minuman
keras.
D. Akad yang Digunakan
1. Akad Qardhul Hasan
Praktik syariah di Pegadaian Syariah menggunakan akad yang hampir salna
dengan akad Pegadaian konvensional yaitu akad qardhul hasun (bea
administrasi, biaya surat hilang, biaya penjualan) dan akad ijarah (simpanan)
untuk semua pemanfaatan dana pinjaman (marhun bih) nasabah, baik keperluan sif$nya sosial (kebutuhan hidup sehari-hari, pendidikan, dan kesehatan)
maupun sifatnya produktiflpenambahan modal (perdagangan wiraswasta).
Demi kemaslahatan, menurut az-zarqa,I3 akad dalam Islam akan
memberi ikatan secara hukum apabila akad itu telah penuhi syarat, sesuai
ketentuan syara'. Berdasar adanya akad yang akan mengikat secara hukum
itu, menurut Muhammad, Pegadaian Syariah dapat gunakan akad yang sifatnya sosial, terutama yang digunakan dana marhun hih untuk sifatnya
konsumtif yang mendesak dan relatif kecil keperluannya (akad qurdhul
hasan dan ijarah) dan akad yang sifatnya produktif guna membuka usaha
I2
"
109
atau mengembangkan usahanya, yang dari usaha ini nasabah dapat menghasilkan keuntungan dan dapat pula menghasilkan kerugian (akad
rnudharabah, musyarakah, ba 'i rnuqayyadh, dan rahn).
Demikian juga ~ h a n , gadai
' ~ syariah sebagai konsep utang piutang
yang sesuai dengan syariah, karenanya bentuk yang lebih tepat adalah skim
qardhul hasan, disebabkan kegunaannya keperluan sifatnya sosial. Dana
pinjaman itu diberikan gadai syariah untuk tujuan kesejahteraan, seperti
pendidikan, kesehatan, dan kebutuhan darurat lainnya, utama diberikan
membantu meringankan beban ekonomi para kaum dhuafa atau orang yang
berhak menerima zakat (rn~tahiq).'~
Dalam bentuk akad qardhul hasan ini, utang yhng terjadi wajib
dilunasi pada waktu pinjamannya jatuh tempo tanpa ada tambahan apapun
yang disyaratkan (kembali pokok). Peminjam hanya menanggung biaya yang
secara nyata terjadi, seperti biaya administrasi, biaya peny impanan dan
dibayarkan dalam bentuk uang, bukan prosentase. Peminjam pada waktu
pinjamannya jatuh tempo tanpa ikatan syarat apapun .boleh menambahkan
secara sukarela pengembalian utangnya.I6
Di samping itu, rnurtahin juga dibolehkan mengenakan biaya
administrasi kepada rahin.I7 Murtahin/shahibul maul harus berupaya
memproduktiflcan modalnya, dan bagi yang tidak mampu menjalankan usaha
atau untuk tujuan sifatnya produktif, Islam menyediakan bisnis alternatif
dengan sistem bagi hasil."
Pemanfaatan rnarhun bih akan berpengaruh terhadap akad yang
digunakan, terutama apabila nasabah itu sebagai kelompok masyarakat yang
tingkat sosial ekonominya berada dalam kelompok bawah, yang selama ini
sebagai nasabah dominan Pegadaian Syariah, tetap terlayani dengan cara
sebagai berikut:
1. Memanfaatkan dana yang berasal dari sumber dana Pegadaian Syariah
sendiri;
2. Memanfaatkan dana yang berasal dari sisa penjualan rnarhun di
Pegadaian Syariah yang tidak diambil nasabah; dan
3. Memanfaatkan dana sosial yang diperoleh Pegadaian Syariah, baik
melalui perorangan maupun lembaga, baik yang berasal dari L,KS
"
I'
'"
"
'*
.
110
maupun lembaga konvensional, yang berasal dari bentuk ZIS, atau dari
pendapatan non halal.
Sedang menghidupkan skim bagi hmil dapat diterapkan pada
nasabah yang manfaatkan dana marhun bih untuk kepentingan sifatnya
produktif atau usaha mendapatkan return. Sumber dana skim bagi hasil ini,
dapat dari dana intern Pegadaian maupun mengadakan sinergi dengan LKS
lainnya, baik itu lembaga bank ataupun non bank syariah yang sepakat
menerima skim bagi hasil sesuai dengan syariat Islam. Sedangkan bagi
Pegadaian Syariah, dapat memanfaatkan patnernya, yaitu BM1 dengan cara
apabila skim yang ditawarkan adalah bagi hasil, ~nakapendanaannya BMI,
seperti sistem bagi hasil yang 'diterapkan di BMl sendiri, sedangkan
penanggungjawab opersionalnya adalah Pegadaian Syariah.
2. Akad Rahn
111
"
112
ketidakadilan dan kedhaliman. Karenanya, dalam akad gadai, Islam menganjurkan supaya kedua pihak rahin dan murtahin tidak ada yang merasa
dirugikan.
Oleh karena itu, Pegadaian syariah hendaknya melakukan bisnisnya
pada usaha yang menguntungkan, untuk itu memerlukan 3 elemen dasar,
yaitu:
1. Mengetahui investasi yang paling baik, terutama dalam rangka mencari
ridha Allah Swt. (QS. At-Taubah: 72);
2. Membuat keputusan yang logis, bijaksana, dan hati-hati; dan
3. Mengikuti perilaku yang baik (shidiq, amanah,fathanah, dan t ~ b l i ~ h ) . ~ '
Dalam akad rahn ini, selama rahin memberikan izin, maka murtahin
dapat memanfaatkan marhun.yang diserahkan rahin untuk memperoleh pendapatan (laba) dari usahanya. Namun, bukan berarti murtahin boleh
mengambil seluruh hasil dari marhun tersebut. Karena marhun tersebut
bukan miliknya secara sempurna. Oleh karena itu, murtahin harus membagi
laba kepada rahin sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat oleh rahin
dan murtahin. Begitu juga dengan rahin, apabila rahin telah mendapatkan
izin dari murtahin untuk mengambil manfaat marhun, maka rahin juga boleh
mengambil manfaat dari marhun tersebut, dan hams dibagi pendapatnnya
dengan murtahin. Karena marhun berada di bawah kekuasaannya.
Ketentuan ini hanya dapat dijalankan pada semua marhun yang
dapat dimanfaatkan dan ada labanya. Sedangkan berkenaan dengan siapa
yang berhak marhun adalah disesuaikan kesepakatan pada saat akad terjadi.
Dalam ha1 ini, antara rahin dan murtahin diberikan kebebasan untuk
menentukan mengenai siapa yang sebaiknya mengelola marhun tersebut.
Mengenai porsi bagi hasil yang akan diberikan tergantung pada akad pula,
namun sebaiknya bagi yang mengelola marhun tersebut harus mendapatkan
porsi yang lebih besar, karena dia telah bertanggung jawab dalam pengelolaan marhun tersebut. Dengan demikian, kedua belah pihak tidak ada yang
merasa dirugikan nantinya.
Adapun tentang dibolehkannya murtahin mengambil manfaat adalah
mengikuti pendapat Rahmad Syafi'i dalam Yanggo dan Anshary.
Mekanisme Pelaksanaan Akad Rahn.
"
"'
'
Mustaq Ahmad, Business Ethics in Islam. Alih Bahasa Samson Rahman. Cetakan Kedua, Pustaka AlKautsar, Jakarta: 2003hlm. 38-43. Adiwarman A. Karim, Dasar-Dasar Ekonomi Islam, Jurnul
Dirosah Islarnjrrh, Volume I, Nomor 2 tahun 2003, hal. 9.
Muhammad, Kebijakan Moneter dm Fiskal dalam Ekonomi Islam, Edisi Pertama. Salemba Empat,
Jakarta: 2002, hal. 117.
113
Kategori marhun adalah semua jenis marhun yang dapat dimanfaatkan, baik itu barang bergerak muapun tidak bergerak. Barang bergerak,
misalnya kendaraan, barang elektronik dan sebagainya. Sedangkan barang
tidak bergerak, seperti tanah dan pekarangan.
Bagi hasil yang dibagikan dalam akad ini adalah dari laba bersih
pihak yang diamanati untuk marhun. Artinya, bahwa laba tersebut setelah
dikurangi biaya pengelolaan. Sedangkan mengenai ketentuan nisbah adalah
sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak. Apabila marhun dikelola
rahin, maka nisbah yang dibagikan, misalnya 75% untuk rahin dan 25%
untuk murtahin.
Hal ini ditempuh karena pihak rahin adalah pemilik marhun yang
sah. Sedangkan murtahin, jumlah persentasenya dapat digunakan untuk
menjaga terjadinya inflasi atau kerugian lain atas uang yang dipinjamkannya. Adapun apabila yang mengelola menilai marhun adalah murtahin,
maka persentase yang dibagikan, misalnya 35 % untuk murtahin dan 65 %
rahin. Bagi hasil yang diterima murtahin sebagai upah dari pengelolaan dan
pengganti biaya administrasi, serta cadangan adanya risiko kerugian.
Adapun bagi rahin adalah pemilik marhun yang sah.
~ a l ha1
k Prosedur Penaksiran Marhun, penyaluran marhun bih
atas dasar hukum gadai syariah mensyaratkan adanya penyerahan barang
sebagai jaminan utang. Khusus akad rahn, marhzm-nya adalah melipitti
semua jenis barang bergerak dan tidak bergerak. Besar kecilnya jumlah
pinjaman yang diberikan kepada rahin, tergantung nilai taksir barang setelah
petugas penaksir menilai marhun tersebut. Petugas penaksir sebaiknya orang
yang sudah memiliki keahlian dan pengalaman khusus dalam melakukan
penaksiran ntarhn.
Adapun pedoman penaksiran marhun yang dibagi menjadi 2
kategori, yaitu barang bergerak dan barang tidak bergerak.Sedangkan lebih
jelasnya adalah sebagai berikut:
I) Barang Bergerak
r, f, :;.
:t'
I;
I,/,
$114
115
3. Akad Ijarah
Akad Jarah rnerupakan penggunaan.manfaat atau jasa penggantian kompensasi, yaitu pemilik yang menyewakan manfaat disebut muutjir sedangkan
penyewa atau nasabah disebut dengan mustajir. Sesuatu yang diambil
manfaatnya (tempat penitipan) disebut majur dengan kompensasi atau balas
jasa yang disebut dengan ajran atau ujrah. Karena itu, nasabah (ruhin) akan
memberikan biaya kepada muajjir karena telah menitipkan barangnya untuk
dijaga dan dirawat oleh mutarhin. Untuk menghindari riba, pengenaan biaya
jasa pada barang simpanan rahin mempunyai ketentuan, yaitu:
1. Harus dinyatakan dalam nominal, bukan persentase;
2. Sifatnya harus nyata, jelas, pasti, serta terbatas pada hal-ha1 yang mutlak
diperlukan untuk terjadinya kontrak;
3. Tidak terdapat tambahan biaya yang tidak disebutkan dalam akad awal.
"
"
116
HukmGadai Syariah
Dalam Hendi Suhendi. Fiqh Muamalah: Membahas Ekonomi Islam. Cetakar~ Pertanla. P'I'
RajaGrafindo Persada, Jakarta: 2002. hal. 114.
117
'
HukumGadai Syariah
"
I"
119
*'
"
'
"
120
HukunGadai Syariah
"
'
HB. Tamam Ali. et.al. Ekonomi Syariah dalam Sorotan. Kerjasarna Yayasan Amanah, MES. dan
PNM,Yay&an Amanah, Jakarta: 2003, hal. 172.
Markurn Sumitro, Op. cit, him. 40; Muhammad, Op. cit, hal. 43.
121
122
5. Akad Mudharabah
Apabila nasabah mengguaakan dana marhun bih untuk modal usaha, misal
membuka 'counter pulsa', setelah dilakukan perhitungan matang, pihak
murtahin dapat memberikan pinjaman kepada nasabgh. . Keqntungan
,. . ...dari
.
hasil counter pulsa itu, setelah dilakukan perhitungan, pendapptan dan
dikurangi bi&a yang nyita, makit di lakukan bagi hasil menudkeiepakatan
a i d . &baliknya . iiabila menderita kerugian, akah ditanggung'beiiipia.
Karena'itu, pihak ~ e g d a i a nSyariah seharusnya mefakukqn studi kelaiakan
usaha secia detail dan teliti, sehingga kemungkinan risiko kerug& dap&
dieliminir dan tetap menganut prudential, termasuk mencari .nasabah
jujur
.
. .
.
dan am&h.
,. .
Bebas dari adanya moral hazard. Karena kunci keberhgilan d a d
mudharbbah denganbagi
. .
hasil ini sangat ter&tung pada
.. karakter nasabah.
Dalam akad mudharabah ini, Pegadaian syariah sebagai shohibul
maul (penyandang dana) dan rahin sebagai mudharib (pengelola dana).
Akad mudharabah hanya dapat diterapkan pada rahin yang menginginkan
gadai barang untuk keperluan produktif, artinya dengan menggadaikan
barangnya, rahin tersebut mengharapkan adanya modal kerja. Marhun yang
dijaminkan adalah barang yang dapat dimanfaatkan atau tid+ dapat
dimanfaatkan (dikelola) oleh rahin dan murtahin. Rahin akan memberikan
bagi hasil (profit loss sharing) berdasarkan keuntungan usaha yang
'
>
"' Muhammad dan Sholikhul Hadi, Op. ci& hal. 1 14-1 19.
"
M. Ali Hasan, Op. cit. hal. 254.
123
''
124
HukumGadai Syariah
bagi hasil dari pemanfaatan barang, murtahin juga masih mendapatkan bagi
hasil dari usaha yang nasabah biayainya. Ketentuan bagi hasil tersebut, tidak
mutlak dan bergantung kesepakatan kedua belah pihak.
Penyaluran uang pinjaman atas dasar bukum gadai syariah mensyaratkan adanya penyerahan barang. Namun, khusus akad ini, jenis marhun
meliputi semua jenis barang, baik bergerak maupun tidak bergerak. Besar
kecilnya jumlah pinjaman yang diberikan kepada rahin, tergantung nilai
taksir m a r k setelah petugas penaksir menilai marhn. Petugas penaksir
sebaiknya orang yang sudah memiliki keahlian dan pengalaman khusus
dalam melakukan penaksiran mwhun. Adapun pedoman penaksiran marhun
dibagi menjadi 2 kategori, yaitu barang bergerak dan barang tidak bergerak.
Sedangkan lebih jelasnya adalah sebagai berikut:
1. Barang Bergerak
Murtahinlpetugas penaksir melihat Harga Pasar Pusat yang telah
berlaku (standar harga yang berlaku);
Murtahinlpetugas penaksir melihat Harga Pasar Setempat dari barang.
Harga peddman untuk keperluan penaksiran ini selalu disesuaikan
dengan perkembangan harga yang terjadi;
~urtah'in/~enaksir
melakukan uji kualitas marhun;
Murtahinlpetugas penaksir menentukan nilai taksir.
2. Barang Tak Bergerak
Murtahinl penaksir dapat minta sertifikat tanah pada nasabah untuk
mengetahui gambaran umum marhun;
Murtahinlpetugas penaksir dapat melihat langsung atau tidak langsung
kondisi marhun ke lapangan;
Murtahinlpenaksir melakukan uji kualitas marhun;
Murtahinlpenaksir dapat menentukan nilai taksir.
Prosedur untuk memperoleh dana marhun bih bagi masyarakat yang
membutuhkan akan sangat sederhana dan cepat di Pegadaian syariah, tidak
sesulit memperoleh dana pinjaman di bank. Prosedur mendapatkan marhun
bih dari gadai syariah adalah sebagai berikut:
I . Calon rahin datang ke rnurtahin dan menyerahkan marhun dengan
menunjukkan surat bukti diri, seperti KTP atau surat kuasa apabila
pemilik barang tidak dapat datang sendiri;
2. Marhun diteliti kualitasnya untuk menaksir dan menetapkan harganya.
Berdasarkan hasil taksiran, maka ditetapkan besamya marhun bih yang
diterima nasabah. Besarnya nilai marhun bih yang diberikan lebih kecil
daripada nilai pasar marhun. Hal ini ditempuh guna mencegah kerugian;
Pelaksanwn Gadai SyaFioh oleh Lewhgo Pegadaian
125
''
126
HukmGadai Syariah
kan izin bagi murtahin untuk mengelolanya, ha1 ini dapat dijadikan sebagai
media pendapatan Pegadaian Syariah. Karena itu, pihak murtahin seharusnya melakukan studi kelayakan usaha secara detail dan teliti, sehingga
kemungkinan risiko kerugian itu dapat dieliminir dan tetap menganut
prudential, termasuk mencari nasabah jujur dan amanah. Karena kunci
keberhasilan akad ba'i muqayyadah ini tergantung pada karakter nasabah.
Akad ba 'i muqayyadah diterapkan pada nasabah yang mengingin kan
rahn untuk keperluan produktif, artinya dalam menggadaikan marhun,
nasabah tersebut menginginkan modal kerja berupa pembelian barang.
Marhun yang dapat dijaminkan untuk akad ini adalah barang yang dapat
dimanfaatkan atau tidak dapat dimanfaatkan. Dengan demikian, murtahin
akan membelikan barang yang sesuai dengan keinginan nasabah, dan pihak
rahin akan memberikan mark up kepada murtahin sesuai dengan kesepakatan pada saat akad berlangsung dan sampai batas waktu yang telah
ditentukan .40
Selanjutnya, jika marhun dapat dimanfaatkan, maka dapat diadakan
kesepakatan baru (akad lain) mengenai pemanfaatan marhun, dan jenis akadnya disesuaikan dengan jenis barangnya. Apabila nasabah tidak ingin
memanfaatkaii marhun dan diserahkan sepenuhnya kepada murtahin, maka
murtahin berhak mengelola marhun dan memungut hasilnya. Sedangkan
sebagian hasilnya harus diberikan kepada nasabah, karena nasabah merupakan pemilik marhun yang sebenamya. Sebaliknya, apabila murtahin tidak
ingin diberi amanat untuk mengelola marhun, maka nasabah-lah yang harus
mengelola, dan akan memberikan bagi hasil kepada murtahin sesuai dengan
kesepakatan.
Kategori marhun dalam akad ini adalah semua jenis barang yalig
dapat dimanfaatkan ataupun tidak dapat dimanfaatkan, baik itu berupa
barang bergerak maupun tidak bergerak. Barang bergerak, misalnya kendaraan, barang elektronik dan sebagainya. Adapun jenis barang yang tidak
bergerak adalah tanah dan pekarangan.
Dalam akad ini adalah dari keuntungan bersih pihak yang diamanati
untuk mengelola marhun yang sesuai dengan kesepakatan. Artinya, keuntungan tersebut setelah dikurangi biaya pengelolaan. Ketentuan persentase
bagi hasil dari pengelolaan usaha adalah sesuai dengan kesepakatan kedua
belah pihak.
"'
127
Apabila yang mengelola pihak rahin, maka adalah 80% untuk rahin
dan nisbah 20% untuk murtahin. Hal ini ditempuh oleh karena pihak rahin
adalah pihak pemilik barang gadai yang sah. Sedangkan bagi murtuhin,
jumlah persentasenya dapat digunakan untuk menjaga terjadinya inflasi atau
kerugian lain atakuang yang dipinjamkan. Selain itu, murtahin juga telah
mendapatkan mark up dari hasil pembelian barang yang diinginkan oleh
rahin.
Adapun apabila yang mengelola marhun tersebut adalah murtahin,
maka nisbah yang dibagikan, misalnya 30% untuk murtahin dan 70% untuk
rahin. Bagi hasil yang diterima murtahin sebagai upah dari pengelolaan dan
pengganti biaya administrasi, serta cadangan adanya kerugian. Ketentuan
bagi hasil tersebut, tidak mutlak dan bergantung pada kesepakatan kedua
belah pihak.
Penyaluran marhun bih mensyaratkan adanya penyerahan barang.
Namun, khusus akad jenis ba'i muqayyadah, maka marhun meliputi semua
jenis barang, baik bergerak maupun tidak bergerak. Besar kecilnya jumlah
marhun bih yang diberikan kepada rahin, tergantung nilai taksir barang
setelah petugas penaksir menilai marhun. Penaksir sebaiknya orang yang
sudah memiliki keahlian dan pengalaman khusus dalam melakukan
penaksiran marhun. Adapun pedoman penaksiran marhun dibagi menjadi
dua kategori, yaitu barang bergerak dan barang tidak bergerak. Sedangkan
lebih jelasnya adalah sbb.:
Barang Bergerak,
Murtahinlpetugas penaksir melihat Harga Pasar Pusat yang telah
berlaku (standar harga yang berlaku);
3. Murtahin/penaksir melihat Harga Pasar Setempat dari barang. Harga
pedoman untuk keperluan penaksiran ini selalu disesuaikan perkembangan harga yang terjadi;
4. Murtahinl penaksir melakukan uji kualitas marhun;
5. Murtahinlpetugas penaksir menentukan nilai taksir;
6. Barang Tak Bergerak;
7. Murtahinlpenaksir meminta sertifikat tanah kepada rahin untuk mengetahui gambaran umum marhun;
8. Murtahinlpenaksir dapat melihat langsung atau tidak langsung kondisi
marhun ke lapangan;
9. Murtahinlpenaksir melakukan uji kualitas murhun;
10. Murtahinlpenaksir dapat menentukan nilai taksir.
128
HukunGadoi Syorioh
129
7. Akad Musyarakah
Seperti kerjasama antara Pegadaian dengan BMI, dimana Pegadaian sebagai
operasionalnya (mudharib), sedang BMI sebagai penyandang dana. Keuntungan dibagi bersama antara Pegadaian dengan BMI dengan bagi hasil
50%: 509'0, cara pembayarannya dapat bulanan, triwulan, semester, tahunan,
atau sampai &ad berakhir.
Akad musyarakah dapat dilanjutkan dengan pembaharuan lagi akad
musyarahh-nya, mungkin nisbah dapat berubch, intinya sesuai dengan
kesepakatan Pegadaian dan BMI. Apabila ha1 ini dilaksanakan, tidak hanya
akan memberikan keuntungan Pegadaian Syariah, namun akan lebih
menguatkan LKS yang ada di Indonesia secara umumnya.
8. Akad Musyarakah Amwal Al-'Inan
''
"
130
HukmGodoi Syorioh
'
"
Abdullah Al-Muslih dan Ash-Shawi. Ma La Yasa'ul Tqjim Jahluhu. Dar Al-Muslim. Riyadh KSA.
Diterjemahkan Abu Umar Basyir, Cetakan 1, Darul Haq, Jakarta: 2004, hal. 148.
Muhammad Syafi'i Antonio, Op. cit. hal. 90.
131
"
"
"
"
'9
132
133
4. Dan dilakukan akad ulang, apabila modal itu diserahkan oleh patner dan
dikelola kembali oleh Pegadaian Syariah.
Demikian juga, Pegadaian Syariah sebagai alternatif pembiayaan
dapat dibuktikan untuk dimanfaatkan masyarakat umum, terutama masyarakat yang memiliki usaha-usaha kecil yang berprospek baik. Di samping
itu, sebagai 'skim yarzg khasJ yang dimiliki LKS, skim bagi hasil akan
merupakan skim yang sangat diminati masyarakat usaha kecil nantinya,
apabila skim bagi hasil ini sudah memasyarakat dan LKS sendiri sudah
sangat dipercaya oleh masyarakat, sehingga motto Pegadaian Syariah:
"Mengatasi Mmalah Sesuai Syariah" memang dapat dibuktikan, bukan
hanya slogan semata-mata.
Perlu mendapatkan perhatian Pegadaian Syariah bahwa adanya
pemasyarakatan skim bagi hasil ini, Pegadaian dapat memanfaatkan ha1 itu
sebagai media pembinaan nasabahnya, melalui customer empowerman
program, yang mungkin menjadi kendala dalam program ini adalah adanya
kekurangan SDM yang dimiliki Pegadaian Syariah. Karena itu, mengantisipasinya, salah satunya memanfaatkan mahasiswa/masyarakat. yang memiliki
antusias terhadap program ini untuk diajak bersama melakukannya. Dengan
adanya kerjasama ini, terdapat kemanfaatan ganda, bagi Pegadaian Syariah
dapat menutupi SDM yang diperlukan dan bagi mahasiswdmpsyarakat, ha1
ini dapat dijadika~i media pembelajaran sebelum nantinya terjun di
masyarakat. Sedangkan masalah fee yang harus diterimanya, dapat dilakukan
musyarawah saling menguntungkan antara pihak Pegadaian. Syariah,
nasabah, dan mahasiswdmasyarakat sendiri.
134
HukumGadai Syoriah
selama mampu dan mau bayar jasa biaya administrasi dan simpanan, atau
perbaharui akad gadai. Sedang penerapan biaya tarif simpanan yang dilaksanakan gadai syariah seperti yang saat ini, dengan penetapan waktu per I0
hari, sehingga apabila nasabah mampu dalam waktu kurang 10 hari (misal 2
hari), maka tetap dihitung 10 hari (2 hari = 10 hari), dengan tarif Rp
90lRp 10.000 dari ni lai taksiran barang jaminan.
Dalam gadai konvensional, menurut , Susilo, dkk.,S2 Pegadaian
menggunakan jasa titipan barang sebagai produk tersendiri, karena tarif
biaya dalam Pegadaian konvensional bentuknya berupa sewa modal1
pinjaman, berupa 'bunga'. Nasabah hams membayarnya per 15 hari sekali,
apabila lebih dari itu, maka dihitung 15 hari lagi (kelebiban 1 hari = 15 hari),
yang berarti b'unganya akan mengalami peningkatan, begitu seterusnya
apabila nasabah mengalami keterlambatan.
- Dalam teori gadai syariah, dalam penentuan tarif simpanan, sebenarnya Belem ditemukan seberapa besar tarif yang tepat. Namun, menurut
Yusuf, minimal bebas dari 'ha1 yang merusak dun menyalahi norma dan
etika bisnis m slam'?^ Viyolina, rnenjauhkan dari unsur yang mendatangkan
ha1 yang bersifat negatif (kemadharatan).54 Muhammad, agar terh indar dari
kedhaliman dan praktik ketidakadilan (tidak ada yang merasa dirugikan)?'
Menurut az-Zu hail i, mensyaratkan tidak termasuk kategori riba ',
termasuk kelebihan uang dengan menggunakan tenggang waktu. Sedang
menurut Ridha, mensyaratkan yang tidak diharamkan karena merugikan
salah seorang tanpa sebab, dikarenakan kecuali 'keterpaksuan'. Sedang
Afialurrahman (1996) dalam Muhammad dan Solikhul Hadi, memberikan
pedoman agar terhindar dari riba', (1) Kelebihan dari pokok pinjaman; (2)
Kelebihan pembayaran sebagai imbalan tempo pembayaran; (3) Sejumlah
tambahan yang disyaratkan dalam transaksi.
Adanya pembatasan tarif simpanan, baik Pegadaian Syariah, teori
Pegadaian konvensional, maupun teori gadai syariah tidak ada yang mempermasalahkan selama ha1 itu disepakati kedua belah pihak, yaitu nasabah
dan Pegadaian Syariah. Demikian juga dengan besarnya tarif ijarah,
meskipun antara gadai syariah dengan teori gadai konvensional 'adu
52
Susilo, Triandaru. dan Santoso. Bank don Lembaga Keuungun Lain. Cetakan Pertama. Salemba
Empat, Jakarta: 2000, hal. 181.
Muhammad Yusuf, Pegadoian Konvensionaldolam PerspektifHukum Islam, Skripsi, Sekolah Tinggi
llmu Syari'ah (STIS). Yogyakarta: 2000, hal. 64.
si
Viyolina, Sistem Bunga dalam Gadoi, Ditinjau dari Hukum Islam. Skripsi. Sekolah Tinggi llmu
Syari'ah (STIS), Yogyakarta: 2000, hal. 65.
"
Muhammad dan Sholikhul Hadi, Op. cit, hal. 86.
''
135
"
137
Di dalam Al-Qur'an tidak ada aturan pasti yang mengatur tentang lelang,
begitu juga dengan hadits. Berdasarkan definisi lelang, dapat disamakan
(diqiyaskan) dengan jual beli di mana ada pihak penjual dan pembeli. Di
mana pegadaian dalam ha1 ini sebagai pihak penjual dan masyarakat yang
hadir dalam pelelangan tersebut sebagai pihak pembeli. Jual beli termaktub
dalam Q.S Al Baqarah 275 dan 282.'8
Q.S Al Baqarah 275 Allah berfirman yang artinya "Orung-orang
yang memakan (mengambil) riba itu tidak dapat berdiri betul melainkan
seperti berdirinya orang yang dirasuk Syaitan dengan terhuyung-hayang
kerana sentuhan (Syaitan) itu. Yang demikian disebabkan mereka mengatakan: "Bahwa sesungguhnya berniaga itu sama sahaja seperti riba". Padahal
Allah telah menghalalk& berjuaI-beli (berniaga) dun mengharamkan riba.
Oleh itu sesiapa yang telah sampai kepadanya peringatan (larangan) dari
Tuhannya lalu ia berhenti (dari mengambil riba), maka apa yang telah
diambilnya dahulu (sebeium pengharaman itu) adalah menjadi haknyai dun
perkaranya terserahlah kepada Allah. Dan sesiapa yang mengulangi lagi
(perbuatan mengambil riba itu) maka itulah ahli neraka, mereka kekal di
dalamnya". ( QS. A1 baqarah: 275).
Q.S A1 Baqarah 282 Allah berfirman yang artinya " Wahui orangorang yang beriman! Apabila kamu menjalankan sesuatu urusan dengun
utang piutang yang diberi tempo hingga ke suatu masa yung tertentu muka
hendaklah kamu menulis (utang dun masa bayarannya) itu dun henduklah
''
138
HukumGodoi Syariah
"'
139
a. Tentang subyeknya
Kedua belah pihak yang melakukan perjanjian jual beli tersebut haruslah:
1) Berakal, agar dia tidak terkecoh. Orang yang gila atau bodoh tidak sah
jual belinya.
2) Dengan kehendaknya sendiri (bukan paksaan).
3) Keduanya tidak mubazir.
4) Baligh.
b. Tentang obyeknya
Yang dimaksud dengan obyek jual beli di sini adalah benda yang menjadi
sebab terjadinya jual beli. Benda yang dijadikan obyek jual beli ini
haruslah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1) Bersih barangnya
Maksudnya bahwa barang yang diperjualbelikan bukanlah benda yang
dikualifikasikan sebagai benda najis, atau golongan sebagai benda
yang diharamkan.
h
2) Dapat dimanfaatkan
Pengertian barang yang dapat dimanfaatkan tentunya sangat relatif,
sebab pada hakikatnya seluruh barang dapat dimanfaatkan, seperti
untuk dikonsumsi, dinikmati keindahannya dan lain sebagainya.
Dalam ha1 ini yang dimaksud dengan barang yang bermanfaat adalah
bahwa kemanfaatan barang tersebut sesuai dengan ketentuan Syariat
Islam.
3) Milik orang yang melakukan akad
Orang yang melakukan perjanjian jual beli atas suatu barang adalah
pemilik sah barang tersebut atau telah mendapat izin dari pemilik sah
barahg tersebut.
4) Marnpu menyerahkannya
Pihak penjual dapat menyerahkan barang yang dijadikan obyek jual
beli sesuai dengan bentuk dan jumlah yang diperjanjikan pada waktu
penyerahan barang kepada pihak pembeli.
5) Mengetahui
Mengetahui di sini dapat diartikan secara lebih luas, yaitu melihat
sendiri keadaan barang baik hitungan, takaran, timbangan, atau kualitasnya, sedangkan menyangkut pembayaran, kedua belah pihak harus
mengetahui tentang jumlah pembayaran maupun jangka waktu
pembayaran.
140
HukmGadai Syariah
"'
61
H. Chairurnan Pasaribu, Suhrawardi K. Lubis. Hukum Perjmjian Dalam Islam. Jakarta: Sinar
Grafika. 1994. hal. 1 15-1 16.
Ibid. H. Chaeruddin Pasaribu, Dm.. dan Suhrawardi K. Lubis. 1994. hat. 115-1 16
141
'
3. Objek Lelang
Prinsip utama barang yang dapat dijadikan sebagai objek lelang adalah
barang tersebut harus halal dan bermanfaat. Dan yang menjadi objek lelang
di sini adalah barang yang dijadikan jaminan gadai (marhun) yang tidak bisa
ditebus oleh pemilik barang jaminan gadai (rahin).
"'
H. Abdul Malik Idris. Drs.. dan H. Ahu Ahmadi. Drs.. Kifayatul Akhyar. 'I'eriemahan Kingkas Fiyil~
Islam Lengkap, Jakarta: Rineka Cipta 1990, hal. 143.
Imam Az- Zabidi. Ringkasan Hadits Shahih A1 Bukhari, Pustaka Amani, Jakarta. 2002 hadits nn.
2140
142
dibolehkan untuk menjual barang tersebut dengan syarat pada saat jatuh
tempo pihak penggadai tidak dapat melunasi k e ~ a j i b a n n ~ a . ~ ~
Jika terdapat persyaratan; menjual barang gadai pada saat jatuh
tempo, ha1 ini dibolehkan dengan ketentuan:
a. Murtahin harus terlebih dahulu mencari tahu keadaan rahin (mencari tahu
penyebab belum melunasi utang).
b. Dapat memperpanjang tenggang waktu pembayaran.
c. Kalau murtahin benar-benar butuh uang dan rahin belum melunasi
utangnya, maka murtahin boleh memindahkan barang gadai kepada
murtahin lain dengan seizin rahin.
d. Apabila ketentuan di atas tidak terpenuhi, maka murtahin boleh menjual
barang gadai dan kelebihan uangnya dikembalikan kepada rahin.
Sebelum penjualan marhun dilakukan, maka sebelumnya dilakukan
pemberitahuan kepada rahin. Pemberitahuan ini dilakukan paling lambat 5
hari sebelum tanggal penjualan melalui: surat pemberitahuan ke masingmasing alamat, dihubungi melalui telepon, papan pengumuman yang ada di
kantor cabang, informasi di kantor kelurahanlkecamatan (untuk cabang di
daerah).
Untuk mencegah adanya penyimpangan syariah dan pelanggaran
hak, norma dan etika dalam praktik lelang, Syariat Islam memberikan
panduan dan kriteria umum sebagai pedoman pokok yaitu di antaranya:
a. Tmnsaksi dilakukan oleh pihak yang cakap atas dasar saling sukarela
('antharadhin).
b. Objek lelang harus halal dan bermanfaat.
c. Kepemilikanl kuasa penuh pada barang yang dijual.
d. Kejelasan dan transparansi barang yang dilelang tanpa adanya manipulasi
e. Kesanggupan penyerahan barang dari penjual.
f. Kejelasan dan kepastian harga yang disepakati tanpa berpotensi menimbulkan perselisihan.
g. Tidak menggunakan cara yang menjurus kepada kolusi dan suap untuk
memenangkan tawaran.
Segala bentuk rekayasa curang untuk mengeruk keuntungan tidak
sah dalam praktik lelang dikategorikan para ulama dalam praktik nujuLW'v
(komplotanltrik kotor lelang), yang diharamkan Nabi Saw. (HR, Bukhari dan
Muslim), atau juga dapat dimasukkan dalam kategori Risywah (sogok) bila
penjual atau pembeli menggunakan uang, fasilhtas ataupun servis untuk
6.1
143
"
Tim Penulis DSN-MUI. Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional . PT. 1ntermasa.ed. 2. Jakarta.
2003, ha1 155-1 59
Abdul Aziz Dahlan, Op. cit, 2000, ha1 383.
144
jaminan itu diambil sebagian melunasi utang, dalam ha1 ini digunakan
'penjualan'. Namun, Pegadaian berkewajiban beri tahu nasabah sebelum
adakan jual barang gadai.
Sedangkan Susilo, Triandaru, dan an to so^^ mengatakan hasil pelelangan itu digunakan melunasi seluruh kewajiban nasabah yang terdiri dari:
pokok pinjaman, bunga, dan biaya lainnya dan sisanya dikembalikan
kepadanya, dalam ha1 ini istilah digunakan 'pelelangan'. Di samping itu,
harus dilakukan hal-hal:
(1) Pemilihan waktu yang tepat, agar tidak mengurangi hak nasabah, karena
setelah nasabah tidak melunasi utangnya pada saat jatuh tempo dan
tidak melakukan perpanjangan;
(2) Waktunya diumumkan 3 hari sebelum pelaksanaan pelelangan; dan
(3) Pengambilan keputusan lelang adalah bagi mereka yang menawar
paling tinggi (pelelangan secara terbuka).
Menurut Kasmir, bagi nasabah yang tidak dapat membayar pinjamannya, maka barang jaminannya akan dilelang secara resmi ke masyarakat luas, di mana hasil penjualan/pelelangan tersebut diberitahukan kepada
nasabah dan seandainya uang hasil penjualanlpelelangan setelah dikurangi
pinjaman d& biaya-biaya lainnya masih lebih, maka akan dikembalikan
kepada na~abah.~'
Dalam teori gadai syariah, menurut Jumhur Fukaha bahwa murtahin
dibolehkan 'menjual' marhun tersebut, dengan syarat saat jatuh tempo pihak
rahin tidak dapat atau tidak mampu melunasi kewajibannya. Sedang Al~ u s a i n i berpendapat
~~,
'penjualan' barang jaminan itu hak pemberi gadai
saat ia menuntut haknya, dikarenakan rahin tidak mampu mengembalikan
marhun bih-nya.
Basyir membolehkan ha1 itu, dengan 'menjual' barang jaminan pada
saat jatuh tempo, namun dengan syarat sebagai berikut:
1. Pemberi gadai harus mencari tahu keadaan nasabah atau mencari tahu
penyebab nasabah belum melunasi utangnya;
2. Nasabah diberikan kesempatan dapat memperpanjang tenggang waktu
pembayarannya; dan
"
''
145
'
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah: Membahas Ekonomi Islam. Cexakan I , PT. RaiaGratindo Persada
Jakarta: 2002, hal. 110.
146
Hukum GodoiSyorioh
yang telah dipilih. Menurut manajemen karena pembeli-pembeli itu dianggap pembeli yang baik, sehingga dipilih turut serta dalam melakukan pelelangan yang dilakukan manajemen. Kebijakan manajemen seperti itu, karena
manajemen memahami bahwa yang terpenting dengan 'penjualan marhun'
itu, maka pinjaman nasabah dapat dilunasi melalui hasil penjualan itu, meski
dengan cara penjualan terbatas.
Kebijakan demikian, meski secara syariah tidak dilarang, namun
sebenarnya secara maslahah mursalah akan kurang menguntungkan pihak
manajemen Pegadaian Syariah sendiri. Hal ini karena memungkinkan 'harga
beli kurang optimal' oleh pembeli barang gadai yang dijual itu, karena
keterbatasan pembeli. Menirrut Hasan, I ha1 ini akan berbeda apabila pelelangan itu dilakukan melalui pelelangan 'terbuka', sehingga dengan
banyaknya pembeli akan terjadi 'hukum permintaan dan penmaran' yang
wajar, memungkinkan manajemen mendapatkan 'penawaran atau
pembelian' di atas harga pasar, apabila dibandingkan dengan proses
pelelangan dilakukan secara 'tertutup'. Apalagi dalam ha1 ini, manajemen
telah memiliki batas minimal 'mengeluarkan' barang gadai itu kepada pihak
pembeli, dan jika pembeli menawar dengan harga 'minimal atau harga dasar
jual' yang telah ditetapkan manajemen, apabila tidak ada kesepakatan
pembeli itu dengan harga yang telah ditentukan, manajemen sendiri yang
akan membeli agar rnarhun bih da;i nasabah dapat terbayarkan.
Pendapatan Pegadaian Syariah masih didominasi skim Garah dan
skim qardhul hasan (feelilbiaya yang sifatnya administratif). Pendapatan
lain, seperti jasa taksiran, galeri 24, dan jasa simpanan di luar ijarah secara
langsung belum diusahakan. Hal ini karena pihak manajemen belum siap
SDM-nya yang menangani kegiatan itu, di samping juga tidak adanya tempat
kegiatan itu.
Sedangkan skim bagi hasil sampai saat ini belum dapat terlaksana.
Kondisi itu karena berdasarkan hasil penelitian dengan pihak manajemen,
baik itu di tingkat cabang, di tingkat wilayah, maupun pusat Perum
Pegadaian (divisi syariah), dikarenakan adanya keterbatasan-keterbatasan
antara lain:
I. SDM Pegadaian masih kurang mengerti gadai sekaligus mengerti syariah;
2. Belum ada fatwa dari Dewan Syariah Nasional (DSN), sehingga pihak
manajemen belum berani melakukan inovasi baru untuk memasarkan
produk dengan skim baru, seperti skim bagi hasil ini;
3. Kurangnya gudangltempat tidak adafkecil yang dimiliki Pegadaian
Syariah, hingga masih terbatas menerima marhun yang tidak butuh
Pelaksanaan Gadai Syariah oleh Lembaga Pegadaian
147
a-
HukurnGodoi Syarioh
149
Pegadaian Syariah tidak perlu ragu lagi dalam mengambil suatu kebijakan di
masa yang akan datang, sehingga antara Pegadaian Syariah dan nasabah
saling menguntungkan dan terhindar dari hal-ha1 yang dilarang syariah.
Kekurangan SDM dalam melakukan operasionalnya menyebabkan
ha! ini jadi salah satu penghambat akad bagi hasil sebagai 'ciri khas' sistem
LKS. Karenanya, pihak Pegadaian Syariah dapat melaksanakannya dengan
menjalin kerjasama dengan mahasiswa maupun organisasi yang berkompeten dengan pemberdayaan pengusaha kecil. Hal ini akan memberikan
manfaat ganda. Pertama, bagi mahasiswa akan dijadikan media
'pembelajaran' sebelum nantinya terjun dalarn dunia kerja nantinya. Kedua,
bagi organisasi sosial-ekonomi akan dapat dijadikan media implementasi
program kerja dan bidang yang memang ditekuninya untuk membantu
negara dalam meningkatkan dan memberdayakan kegiatan ekonomi kecil
(empowerman). Ketiga, bagi Pegadaian Syariah sebagai media
'pembelajaran' untuk membantu memberdayakan nasabahnya pada saatnya
nanti, ketika mahasiswa maupun organisasi sosial-ekonomi itu sudah lepas
dari kerjasama, disamping mengatasi kelangkaan SDM untuk jangka pendek
dan menengah. Semua itu untuk membangun masyarakat madani diridhoi
Allah SWT:
G. Mekanisme dan Prosedur Pengoperasionalan Gadai Syariah
Mekanisme operasional gadai syariah sangat penting untuk diperhatikan,
karena jangan sampai operasional gadai syariah tidak efektif dan efisien.
Mekanisme operasional gadai syariah haruslah tidak menyulitkan calon
nasabah yang akan meminjam uang atau akan melakukan akad utangpiutang.
Akad yang dijalankan, termasuk jasa dan produk yang dijual juga
hams selalu berlandaskan syariah (al-Qur'an, al-Hadist, dan ljma Ulama),
dengan tidak melakukan kegiatan usaha yang mengandung unsur ribu',
maisir, dan gharar. Oleh karena itu, pengawasannya harus melekat, baik
internal terutama keberadaan Dewan Pengawas Syariah (DPS) sebagai
penanggung jawab yang berhubungan dengan aturan syariahnya dan eksternal maupun eksternal Pegadaian syariah, yaitu masyarakat Muslim utamanya, serta yang tidak kalah pentingnya adanya perasaan selalu mendapatkan
pengawasan dari yang membuht aturan syariah itu sendiri, yaitu Allah Swt.
150
HukmGadai Syoriah
151
akan dilelang, barang yang tidak laku karena penawaran lebih rendah dari
pinjaman maupun barang dengan taksiran terlalu tinggi.
Adanya unsur keadilan dan tidak menzhalimi sangat diperlukan
dalam proses penggadaian sampai pelelangan. Pelelangan merupakan pola
penyelesaian eksekusi marhun (barang jaminan gadai) yang telah jatuh
tempo dan akhirnya tidak ditebus oleh rahin. Pelelangan sendiri menjadi
minat tersendiri bagi masyarakat karena harga yang ditawarkan sesuai
dengan taksiran barang second yang ada di pasar dan mungkin ada barang
yang sulit dicari di pasar kemudian barang tersebut ada dan dilelang di
pegadaian tersebut. Pelelangan benda jaminan gadai (marhun) di pegadaian
syariah dilakukan dengan cam marhun dijual kepada nasabah, dan nantinya
marhun diberikan kepada nasabah yang melakukan kesepakatan harga
pertama kali.
Hal ini tentunya sangat berbeda dengan sistem pelelangan yang
dilakukan pada pegadaian konvensional, di mana marhun diberikan kepada
nasabah yang berani menawar dengan harga yang paling tinggi. Perbedaan
sistem pelelangan di pegadaian syariah inilah yang mendorong peneliti untuk
melakukan penelitian di pegadaian syariah. Dalam penelitian ini, peneliti
mengambil ' Pegadaian Syariah Mlati Sleman, Jogjakarta sebagai objek
penelitian, karena pegadaian ini merupakan salah satu pegadaian syariah di
Jogjakarta yang menerapkan pelelangan dengan sistem penjualan marhun.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk menganalisis
pelelangan benda jaminan gadai pada Pegadaian Syariah Cabang Mlati.
Sleman. Jogjakarta serta kesesuaian implementasinya dengan. Fatwa DSN
No: 25lDSN-MUI/III/2002 bagian kedua butir 5b yang mengatur tentang
penjualan marhun.
Pedoman Operasional Gadai Syariah (POGS) Perum Pegadaian,
pada dasarnya dapat melayani produk dan jasa sebagai berikut:
1. Pemberian pinjaman atau pembiayaan atas dasar hukum gadai syariah
(rahn), yaitu pegadaian syariah mensyaratkan penyerahan barang gadai
oleh nasabah (rahin) untuk mendapatkan uang pinjaman, yang besarnya
sangat ditentukan oleh nilai barang yang digadaikan. Konsekuensinya
bahwa jumlah pinjaman yang diberikan kepada masing-masing peminjam
sangat dipengaruhi oleh nilai barang bergerak dan tidak bergerak yalig
akan digadaikan.
Barang yang akan ditaksir pada dasarnya, meliputi semua barang bergerak dan tidak bergerak yang dapat digadaikan. Jasa taksiran diberikan
kepada mereka yang ingin mengetahui kualitas, terutama perhiasan,
152
HukumGadai Syariah
71
Sony Hem Priyanto. Pegadaian Menuju Era Stick lo the Customer. Mqalah Usahman. No. 10
Tahun XXVl Oktober 1997: Jakarta, hal. 47.
Sony Hem Priyanto, Pegadaian Menuju Era Slick lo the Cus~omer.M+ah
Usohmvan. No. 10
Tahun XXVl Oktober 1997: Jakarta, hat. 47.
.
153
74
7%
76
77
154
HukumGadai Syariah
dari harga aslinya- sehingga berbeda jauh dengan apa yang dapat ditemukan
dalam j q h (representasi historis hukum Islam).
Ketentuan-ketentuan yang terkait dengan sistem dan prosedur
pemberian pinjaman, pelunasan pinjaman antara lain adalah:
1. Syarat-syarat Pemberian Pinjaman
Dalam memberikan pinjaman, pihak pegadaian memberikan syarat-syarat
tertentu yang harus dipenuhi oleh peminjam. Adapi~n syarat-syarat
tersebut adalah:
a. Marhun mil ik sendiri.
b. Fcto copy tanda pengenal.
c. Marhun memenuhi persyarat-anmenurut ketentuan.
d. Surat kuasa dari pemilik barang, jika dikuasakan dengan disertai
materai dan KTP asli pemilik barang. Jika pemilik tidak bisa hadir.
e. Mengisi dan menandatangani Formulir Permintaan Pinjaman (FPP).
f. Menandatangani akad rahn dan ijarah dalam Surat Bukti Rahn (SBR).
2. Kategori dan jenis marhun yang dapat diterima sehagai jaminan
a. Barang-barang perhiasan emas atau berlian.
b. Kendiraan bermotor, seperti mobil (sesuai dengan ketentuan yang
berlaku).
c. Barang-barang elektronik, seperti televisi, radio, tape, mesin cuci,
kulkas, dan lain-lain.
Pada dasarnya semua marhun, baik bergerak maupun tak bergerak,
dapat digadaikan sebagai jaminan dalam gadai syariah. Namun, menurut Basyir yang memenuhi syarat sebagai berikut: 78
1) Merupakan benda bernilai menurut hukum syara';
2) Sudah ada wujudnya ketika perjanjian terjadi;
3) Mungkin diserahkan seketika kepada murtahin.
Adapun menurut Syafi'iyah bahwa barang yang dapat digadaikan itu
berupa semua barang yang boleh dijual. Menurut pendapat ulama
yang rajih (unggul) bahwa barang-barang tersebut harus memiliki 3
(tiga) syarat, yaitu:79
I) Berupa barang yang benvujud nyata di depan mata, karena barang
nyata itu dapat diserahterimakan secara langsung;
'
''
A.A. Basyir, Hukum Islam Tentang Riba. Utang-Piutang Gadai. Al-Ma'arif. Bandung: 1983. hlm. 52.
dalam Muhammad dan Solikhul Hadi, Op. cit. ha1 82.
Al-Imam Taqiyuddin Husain, Kafayrrhrl Akhpr, Alih Bahasa Achmad Zaidun dan A. Ma'ruf Asrori,
Jilid 2. PT. Bina Ilmu, Surabaya: 1997, dalam Ibid, ha1 83.
155
3. Penggolongan Marhun
Pembagian golongan marhun didasarkan pada pembagian level tanggung
jawab penentuan taksiran:
a. Golongan A dilaksanakan oleh Penaksir Y unior
b. Golongan B dan C oleh Penaksir Madya
c. Golongan D dan E oleh penaksir SeniodManajer Cabang
4. Pemeliharaan Marhun
Menurut Basyir, ulama berbeda pendapat dalam ha1 ini. Lllama Syafi'iyah
dan Hanabilah berpendapat bahwa biaya pemeliharaan marhun menjadi
tanggungan rahin, dengan alasan bahwa barang tersebut berasal dari
rahin dan tetap menjadi miliknya. Sedangkan ulama Hanafiyah berpendapat bahwa biaya yang diperlukan untuk menyimpan dan memelihara
keselamatan marhun menjadi tanggungan murtahin dalam kedudukannya
sebagai orang yang menerima amanah. Kepada rahin hanya dibebankan
perbelanjaan marhun agar tidak berkurang potensinya.8'
"
''
Mariam Darus, 1987 hlm. 37, dalam Suhrawardi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam. Edisi I. Cetakan
2. Sinar Grafika. Jakarta: 2000. hal. 1 10.
A.A. Basyir. Op. cit. hlm. 58. dalam Muhammad dan Solikhul Hadi, Op. cit. ha1 83.
156
82
''
157
Dalam keadaan normal hak dari rahin setelah melaksanakan kewajibannya adalah menerima ilang pinjarnan dalam jumlah yang sesuai dengan
yang disepakati dalam batas nilai jaminannya, sedang kewajiban rahin
adalah.. menyerahkan barang jaminan yang nilainya cukup untuk jumlah
utang yang dikehendaki. Sebaliknya hak dari murtahin adalah menerima
barang jaminan dengan nilai yang aman untuk uang yang akan dipinjamkannya., sedang kewajibannya adalah menyerahkan uang pinjaman sesuai
dengan yang disepakati bersama.
Setelah jatuh tempo, rahin berhak menerima barang yang menjadi
tanggungan utangnya dan berkewajiban membayar kembali utangnya dengan
sejumlah uang yang diterima pada awal perjanjian utang. Sebaliknya
murtahin berhak menerima pembayaran utang sejumlah uang yang diberikan
pada awal perjanjian utang, sedang kewajibannya adalah menyerahkan
barang yang menjadi tanggungan utang rahin secara utuh tanpa cacat.
Di atas hak dan kewajiban tersebut di atas, kewajiban murtahin
adalah memelihara barang jaminan yang dipercayakan kepadanya sebagai
barang amanah, sedang haknya adalah menerima biaya pemeliharaan dari
rahin. Sebaliknya rahin berkewaj iban membayar biaya pemel iharaan yang
dikeluarkan inurtahin, sedang haknya adalah menerima barang yang menjadi
tanggungan utang dalam keadaan utuh. Dasar hukum siapa yang menanggung biaya pemeliharaan dapat dirujuk dari pendapat yang didasarkan
kepada Hadits Nabi riwayat A1 - Syafi'l, A1 - Ataram, dan A1 - Darulquthni
dari Muswiyah bin Abdullah Bin Ja'far "la (pemilik barang gadai) berhak
menikmati hasilnya dan wajib memikul bebannya (beban pemeliharaannya)11,8'
Di tempat lain terdapat penjelasan bahwa apabila barang jaminan itu
diizinkan untuk diambil manfaatnya selama digadaikan, maka pihak yang
memanfaatkan itu berkewajiban membiayainya. Hal ini sesuai dengan Hadits
Rasullullah Saw. Dari Abu Hurairah, berkata, sabda Rasullulah Saw.
"Punggung (binatang) apabila digadaikan, boleh dinaiki asal dibiayai. Dan
susu yang deras apabila digadaikan, boleh juga diminum asal dibiayai. Dan
orang yang menaiki dan meminum itulah yang wajib membiayai." (HR. Al-.
~ukhari)~~.
"
%
I!
Masjfuk Zuhdi, Drs., Masail Fiqhiyah. Kapita Selekta Hukum Islam, CV. Haji Masagung. Jakarta.
1989, hal. 156.
Thahir Abdul Muhsin Sulaiman. Menanggulangi Krisis Ekonomi Secara Islam, terjemahan Anshori
Umar Sitanggal dari Haajul Musykilah Al-lqtisshaadiyah fil-Islam, Al-Ma'arif, Bandung, 1985, hal.
180.
158
HukmGadai Syariah
"
"
"
'
H. Abdul Malik Idris. Drs.. dan H. Abu Ahmadi, Drs.. Kifayatul Akhyar. 'rerjemahan R~ngkasFiqih
Islam Lengkap, Rineka Cipta Jakarta, 1990, hal. 143
Thahir Abdul Muhsin Sulaiman, Menanggulangi Krisis Ekonomi Secara Islam, terjemahan Anshori
Umar Silanggal dari Haajul Musykilah Al-lqtisshaadiyah fit-Islam. Al-Ma'arif. Bandung. 1085. hat
180.
MMasjk Zuhdi. Dm.. Masail Fiqhiyah, Kapita Selekta Hukum Islam. CV. Haji Masagung. Jakarta.
1989. hal. 156
H. Abdul Malik Idris, Drs.. dan H.Abu Ahmadi, Dm.. Yifayatul Akhyar. 'Terjemahan Ringkas FlQlH
ISLAM LENGKAP, Rineka Cipta, Jakarta, 1990, hal. 144
159
91
Muhammad Akram Kahan, Ajaran Nabi Muhammad SAW tentang Ekonomi (Kumpulan Haditshadits Pilihan tentang Ekonomi), PT.Bank Muamalat Indonesia, Jakarta. 1996. hal. 179- 184.
160
HukunGadai Syariah
161
Prosedur untuk mendapatkan dana pinjaman dari pegadaian syariah sangatlah mudah yakni nasabah datang langsung ke murtahin (pegadaian syariah)
dan menyerahkan barang yang akan dijadikan jaminan dengan menunjukkan
surat bukti diri seperti KTP atau surat kuasa apabila pemilik barang tidak
bisa datang sendiri. Nasabah akan mendapatkan Formulir Permintaan Pinjaman. Barang jaminan tersebut diteliti kualitasnya untuk ditaksir dan
ditetapkan harganya. Berdasarkan taksiran yang dibuat murtahin, ditetapkan
besarnya uang pinjaman yang dapat diterima oleh rahin. Besarnya nilai uang
pinjarnan yang diberikan lebih kecil daripada nilai pasar dari barang yang
digadaikan. Hal ini ditempuh guna mencegah munculnya kerugian. Selanjutnya murtahin menyerahkan uang pinjaman tanpa ada potongan apapun
disertai SBR.
Prosedur pemberian pinjaman (marhun bih) dalam gadai syariah di
Perum Pegadaian dapat dijelaskan sebagai berikut:
'
Muhammad Akram Kahan, Ajarun Nabi Muhammad SAW /enlung Ekonomi (Kumpulan Hadilshadirs Pilihun /enlung Ekonomi), PT. Bank Muamalat Indonesia, Jakarta. 1996. halaman 179-184,
hal. 182-183
162
HukmGodai Syarioh
163
5. Biaya Administrasi
Keterangan:
N
= Hasil perhitungan taksiran barang
T
= Angka tarif yang ditentukan bagi konstanta yang merupakan
kelipatan angka tertentu yang dijadikan dasar dalam penentuan
perhitungan tarif.
=
Lama waktu pinjaman dibulatkan ke kelipatan 10 terdekat dibagi
W
10 (angka lima merupakan satuan waktu pinjaman terkecil)
164
~ a r i Ijarah
f
dihitung dari nilai taksiran barang jaminanlrnarhun dan
Tarif Ijarah dihitung dengan kelipatan 10 hari, 1 hari dihitung 10 hari.
Simulasi Perhitungan Ijarah:
Nasabah memiliki barang jaminan berupa emas dengan nilai taksiran Rp
10.000.000.
Marhun Bih maksimum yang dapat diperoleh nasabah tersebut adalah Rp
9.000.000 (90% x taksiran)
Maka, besarnya Ijarah yang menjadi kewajiban nasabah per 10 hari
adalah:
Ijaroh
10.000.000
10
x Rp 85 x - Rp85.000
10.000
10
No
1
2
3
Jenis Marhun
Emas, Berlian
Elektronik
Kendaraan
Bermotor
Perhitungan Tarif
Taksiran / Rp 10.000 x Rp 85 x Jangka waktu / I0
Taksiran / Rp 10.000 x Rp 90 x Jangka waktu / 10
Taksiran / Rp 10.000 x Rp 95 x Jangka waktu / 10
7. Pemberian Diskon
Diskon ini diberikan kepada rahin karena apabila terdapat ruhin yang tidak
mengambil penuh marhun bih berdasarkan taksiran barang. Diskon ini
diberikan dengan pertimbangan bahwa resiko marhun bih tidak dikembalikan oleh rahin menjad i berkurang. Semakin kecil permintaan murhun
'
165
bih maka semakin kecil pula resiko bahwa marhun bih tersebut tidak kembali ke perusahaan, maka diskon yang diberikan akan makin besar.
Pemberian diskon merupakan kebijakan internal perusahaan sebagai
"balas jasa" kepada rahin atas berkurangnya resiko yang dihadapi perusahaan. Karena bersifat balas jasa, maka tidak diperjanjikan dalam akad.
a) Besaran Diskon Jasa Simpan
Tabel Besaran Diskon Jasa Simpan
10 % 19 % x taks
70
27
29
30
4 0 % x taks
80
18
19
20
produk dari gadai syariah. Jasa penitipan adalah suatu bentuk layanan
penyimpanan barang sementara di Cabang Pegadaian, yang menerima penitipan barang bergerak dan surat-surat berharga atau surat penting lainnya,
dengan proses cepat dan biaya terjangkau. Jangka waktu penitipan bervariasi, sesuai kebutuhan pelanggan, mulai dari 2 minggu hingga maksimun 12
bulan. Dan untuk kemudian dapat diperpanjang untuk jangka waktu yang
sama. Setiap barang disimpan di tempat yang bersih, rapi, dan kokoh dan
diasuransikan.
Prosedur layanan jasa penitipan tersebut, dapat diuraikan sebagai
berikut ini:
1. Pemohon mengisi formulir permintaan jasa penitipan, dan melengkapinya
dengan foto copy KTP atau identitas lain yang masih berlaku;
2. Petugas menerima, memeriksa, dan menghitung nilai barang yang akan
dititipkan;
3. Pemohon mernbayar biaya adrninistrasi;
4. Petugas menyirnpan barang dengan baik, dan menyerahkan surat bukti
penyimpanan barang.
8. Akad Rahn
Perjanjian utang piutang juga diperlukan bagi keperluan komersil. Dalam ha1
perjanjian utang piutang ini untuk keperluan komersil, maka biasanya
kelengkapan gadai yang cukup menjadi persyaratan yang tidak dapat ditinggalkan. Ini membuktikan bahwa sebenarnya pihak perninjam bukan lah orang
yang miskin tetapi orang yang mernpunyai sejumlah harta yang dapat
digadaikan. Pilihan yang terbuka untuk kepentingan ini adalah melakukan
perjanjian utang piutang dengan gadai dalam bentuk al-qardhul hassan atau
rnelakukan perjanjian utang piutang dengan gadai dalarn bentuk
mudharabah.
a. Perjanjian utang piutang dengan gadai dalarn bentuk al-qardhul hassan.
Apabila pilihan seorang peminjarn adalah pinjarnan gadai dalarn bentuk
qardhul hassan, rnaka biasanya perninjam adalah pengusaha pemula yang
baru rnencoba rnernbuka usaha. Pengusaha larnapun bisa mernilih pinjarnan gadai dalarn bentuk qardhul hassan apabi la usahanya sedang lesu
dan ingin dibangkitkan lagi.
Perjanjian utang piutang dengan gadai dalam bentuk ul-qardhul hassan
adalah perjanjian yang terhorrnat, oleh karena itu para pihak yang terlibat
harus rnernperlakukan satu sarna lain secara terhormat pula. Pada saat
jatuh tempo sernua hak dan kewajiban diselesaikan dan apabila terjadi
Pelaksanoan Godoi Syarioh oleh Lembaga Pegodoion
167
i
I
Mengambil keuntungan pada jual beli uang yang herlaku sebagai alat tukar yang sah atau
mengenakan sewa atas modal uang yang berlaku sebagai alat tukar yang sah sering dipergunakan
untuk menutupi kata bunga
168
HukmGadai Syariah
I
I
bank atau di tempat lainnya. Biaya bunga uang apapun namanya juga
dilarang d ikenal~an~~.
Lembaga gadai syariah untuk hubungan antara pribadi dengan
perusahaan (bank syariah) khususnya gadai fidusia sebenarnya juga sudah
operasional. Contoh yang dapat dikemukakan di sini ialah bank syariah yang
memberikan pinjaman dengan agunan sertifikat tanah, sertifikat saham,
sertifikat deposito, atau Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB), dan
lain-lain.
Sebagaimana halnya dengan lembaga gadai syariah pada hubungan
antar pribadi, lembaga syariah untuk hubungan antara pribadi dengan bank
syariah juga mempunyai dua bentuk, yaitu perjanjian utang piutang dengan
gadai dalam bentuk al-mudharabah.
Operasionalisasi kedua bentuk tersebut sama dengan operasionalisasi lembaga gadai syariah pada hubungan antar pribadi tersebut di atas.
Dari uraian tersebut di atas dapat dipahami bahwa lembaga gadai
syariah pada perbankan syariah adalah ha1 yang lazim ada. Karena adanya
hambatan hukum positif yang kita warisi dari pemerintahan kolonial, menyebabkan bank sekarang ini tidak diperkenankan menerima agunan dan
.menyimpan gadai barang bergerak. Narnun menurut berita dalam praktik
banyak bank-bank terutarna yang berkantor di wilayah kecamatan yang
melakukan praktik menerima gadai barang bergerak terutama dalam bentuk
perhiasan.
Pemisahan jenis barang gadai inilah yang menyebabkan adanya
jawatan yang khusus didirikan untuk melayani kebutuhan masyarakat akan
pinjaman gadai barang bergerak. Tujuan semula dari jawatan ini adalah
semata-mata untuk membantu masyarakat yang membutuhkan kredit kecil.
Modal jawatan untuk operasional dan pengembangan semula dipasok dari
anggaran negara sehingga misi utamanya adalah sosial. Tujuan mencari
untung tidak ditonjolkan dan jawatan dinilai cukup baik apabila hasil
usahanya dapat menutup biaya (breakeven). Dengan misi sosial yang sesuai
dengan misi al-qardhul hmsan pada gadai syariah, maka perlu dicari da11
dipertahankan bentuk badan usaha yang cocok. Sesuai dengan panduan
syariah perusahaan dapat saja mendapatkan keuntungan yang besar tetapi
hanya mungkin apabila dana yang tersedia disalurkan dalam perjanjian utang
piutang dengan gadai dalam bentuk al-mudharabah. Karena gadai dalam
"
Muhammad Akram Kahan, Ajaran Nabi Muhammad SAW tentang Ekonomi (Kumpulan Hadirshadirs Pilihan tentang Ekonomi), PT. Bank Muamalat Indonesia, Jakarta. 1996, halaman 179- 1 84.
hal. 182-183
169