Anda di halaman 1dari 22

Laporan Kasus

Fraktur Tibia Fibula Dextra 1/3 Medial Terbuka


Derajat II Dengan Garis Fraktur Oblique
Complete

Disusun oleh:
Dede Rosady Gustaman, S.Ked
1008120628

Pembimbing:
dr.Arnadi, Sp.OT

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2015

BAB I
PENDAHULUAN
Saat ini, penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak
dijumpai dipusat-pusat pelayanan kesehatan diseluruh dunia. Bahkan WHO telah
menetapkan dekade ini (2000-2010) mendaji Dekade Tulang dan Persendian.
Masalah pada tulang yang mengakibatkan keparahan disabilitas adalah fraktur.
Fraktur merupakan kondisi terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang
umumnya disebabkan trauma langsung maupun tidak langsung. Dengan makin
pesatnya kemajuan lalu lintas baik dari segi jumlah pemakai jalan, jumlah
pemakai kendaraan, jumlah pemakai jasa angkutan, bertambahnya jaringan jalan
dan kecepatan kendaraan maka mayoritas terjadinya fraktur adalah kecelakaan
lalu lintas. Sementara trauma lain yang dapat menyebabkan fraktur adalah jatuh
dari ketinggian, kecelakaan kerja dan cedera olahraga.1,2
Di indonesia kematian akibat kecelakaan lali lintas kurang lebih 12.000
orang pertahun, sehingga dapat disimpulkan bahwa hal tersebut membutuhkan
biaya yang sangat besar dan berkurangnya kualitas hidup seseorang akibat
kecacatan permanen.1
Fraktur terbukan sering membutuhkan pembedahan segera untuk
membersihkan area mengalami cidera, karena diskontuinitas pada kulit, debris
dan infeksi dapat masuk kelokasi fraktur dan mengakibatkan infeksi pada tulang.
Infeksi pada tulang dapat menjadi masalah yang sulit ditangani. Gustilo dan
Anderson melaporkan bahwa 50,7 % dari pasien mereka memiliki hasil kultur
yang positif pada luka mereka pada evaluasi awal. Sementara 31 % pasien yang
memiliki hasil kultur negatif pada awalnya, menjadi positif pada saat penutupan
definitif. Oleh karena itu, setiap upaya dilakukan untuk mencegah masalah
potensial tersebut dengan penanganan dini.1,2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pendahuluan
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. Trauma yang
menyebabkan fraktur dapat berupa trauma langsung, tekanan langsung pada
tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan, dan trauma tidak langsung, trauma
dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur. Akibat trauma
bergantung pada jenis trauma, kekuatan, arahnya dan umur penderita.1
2.2 Klasifikasi Fraktur
Klasifikasi fraktur dibagi menjadi:1
1. Menurut ada tidaknya hubungan antara patahan tulang dengan dunia
luar.
- Fraktur tertutup
Fraktur yang tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar.
- Fraktur terbuka
Fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka
pada kulit dan jaringan lunak.
2. Menurut etiologis
- Fraktur traumatik
Terjadi karena trauma yang tiba-tiba.
- Fraktur patologis
Terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan
patologis pada tulang maupun di luar tulang, misalnya tumor, infeksi
atau osteoporosis.
- Fraktur stres
Terjadi karena beban lama atau trauma ringan yang terus-menerus
pada suatu tempat tertentu, misalnya fraktur pada tulang tibia atau

metatarsal pada tentara atau olehragawan yang sering berlari atau


baris-berbaris.
3. Menurut komplit tidaknya garis fraktur
- Fraktur komplit
Apabila garis patah yang melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang.
- Fraktur tidak komplit
Apabila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang,
seperti:

Hairline fracture

Greenstick fracture

Buckle fracture

4. Menurut garis fraktur


- Transversal
- Oblik
- Spiral
- Kominutif
- Kupu-kupu
- Segmental
- Depresi
5. Menurut bergeser atau tidak bergesernya fragmen-fragmen fraktur
- Fraktur undisplaced:
Garis patah komplit tetapi kedua fragmen tidak bergeser.
- Fraktur displaced:
Terjadi pergeseran fragmen-fragmen fraktur.

2.3 Fraktur tibia dan fibula


1. Frekuensi
Fraktur tibia merupakan fraktur yang paling sering dari semua fraktur
tulang panjang. Kejadian tahunan fraktur terbuka tulang panjang diperkirakan
11,5 per 100.000 orang, dengan 40% terjadi di ekstremitas inferior. Fraktur di
ekstremitas inferior paling banyak adalah fraktur yang terjadi pada diafisis tibia.1,2
Periosteum yang melapisi tibia agak tipis terutama pada daerah depan
yang hanya dilapisi kulit sehingga tulang ini mudah patah dan biasanya fragmen
frakturnya bergeser karena berada langsung dibawah kulit sehingga sering juga
ditemukan fraktur terbuka.1,2
2. Mekanisme Injuri
Cedera yang terjadi sering terjadi akibat trauma langsung pada kecelakaan
mobil dan sepeda motor. Cedera terjadi akibat gaya angulasi yang hebat yang
menyebabkan garis fraktur transversal atau oblik, kadang-kadang dengan fragmen
komunitif. Tenaga rotasi dapat juga terjadi pada olahragawan seperti pemain
bola.2
3. Gambaran klinis
Gambaran klinis yang terjadi berupa pembengkakan dan karena
kompartment otot merupakan sistem yang tertutup, sehingga pembengkakan
sering menekan pembuluh darah dan dapat terjadi sindrom kompartment dengan
gangguan vaskularisasi kaki.3
4. Mortalitas dan Morbiditas
Ancaman kehilangan anggota gerak bawah dapat terjadi sebagai akibat
dari trauma jaringan lunak berat, gangguan neurovaskular, cedera arteri popliteal,
sindrom kompartemen, atau infeksi seperti gangren atau osteomyelitis. Cedera
arteri popliteal adalah cedera serius yang mengancam ekstremitas bawah dan
biasanya sering terabaikan.3

Nervus perineus communis menyilang di samping collum dari fibula.


Saraf ini rentan terhadap cedera dari patah collum fibula, tekanan splint, atau
selama perbaikan bedah. Hal ini dapat mengakibatkan drop foot dan kelainan
sensibilitas.3
Delayed union, nonunion, dan arthritis dapat terjadi. Di antara tulang
panjang, tibia adalah yang paling umum dari fraktur nonunion.2
5. Diagnosis
- Anamnesis
Mekanisme trauma dan kejadian yang menyertainya meliputi waktu
terjadinya, jenisnya, berat ringan trauma, arah trauma dan posisi pasien atau
ekstremitas yang bersangkutan. Riwayat trauma atau patah tulang
sebelumnya, riwayat penyakit tulang, osteoporosis atau penyakit penyebab
osteoporosis sebelumnya. Penderita biasanya datang karena adanya nyeri,
pembengkakan, gangguan fungsi anggota gerak, deformitas, kelainan gerak
dan krepitasi.1,2,3
- Pemeriksaan Fisik
Lokalis:
Ditemukan tanda-tanda klinis patah tulang
Inspeksi:

Ekspresi wajah karena kesakitan

Deformitas yang berupa pembengkokan, terputar, pemendekan

Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak

Gerak-gerak yang abnormal

Keadaan vaskularisasi

Palpasi:

Krepitasi, terasa bila fraktur digerakkan. Pemeriksaan ini sebaiknya


tidak dilakukan karena dapat menambah trauma

Temperatur

Nyeri tekan dan nyeri sumbu

Palpasi arteri di sebelah distal fraktur


5

Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah

Sensibilitas

Pergerakan:

Fungsiolaesa. Seberapa jauh gangguan fungsi, gerak yang tidak mampu


dilakukan, ruang lingkup gerak sendi (ROM).

2. Pemeriksaan penunjang
Dilakukan pemeriksaan radiologis dengan foto Roentgen.
6. Penatalaksanaan
Jika tibia dan fibula fraktur yang diperhatikan adalah reposisi tibia.
Angulasi dan rotasi yang paling ringan sekalipun dapat mudah terlihat dan
dikoreksi. Pemendekan kurang 2cm tidak akan jadi masalah karena akan
dikompensasi pada waktu pasien sudah mulai berjalan. Sekalipun demikian
pemendekan sebaiknya dihindari.4,5
Fraktur tibia dan fibula dengan garis fraktur transversal atau oblik yang
stabil, cukup diimobilisasi dengan gips dan jari kaki sampai puncak paha dengan
lutut posisi fisiologis yaitu fleksi ringan, untuk mngatasi rotasi pada daerah
fragmen. Setelah dipasang, harus ditunggu sampai gips menjadi kering betul yang
biasanya membutuhkan waktu 2 hari. Saat itu gips tidak boleh dibebani.
Penyambungan fraktur diafisis biasanya terjadi antara 3-4 bulan. Angulasi dalam
gips biasanya dapat dikoreksi dengan membentuk insisi baji pada gips. Pada
fraktur yang tidak dislokasi diinstruksikan untuk menopang berat badan dan
berjalan. Makin cepat fraktur dibebani maka makin cepat penyembuhan. Gips
tidak boleh dibuka sebelum penderita dapat jalan tanpa nyeri.4,5
Garis fraktur yang oblik dan membentuk spiral merupakan fraktur yang
tidak stabil karena cenderung membengkok dan memendek sesudah reposisi. Oleh
karena itu diperlukan tindakan reposisi terbuka dan penggunaan fiksasi interna
atau eksterna. Fraktur dengan dislokasi fragmen dan tidak stabil membutuhkan
traksi kalkaneus terus menerus. Setelah terbentuk kalus fibrosis, dipasang gips

sepanjang tungkai dan jari hingga paha. Metode terapi alternatif lain pada fraktur
shaft tibia tertutup adalah dengan intramedullary nailing dan bagian teratas tibia.4,5
Fraktur biasanya merupakan akibat dari suatu trauma. Oleh karena itu
penting untuk memeriksa jalan nafas (airway), pernafasan (breathing), dan
sirkulasi (circulation). Bila tidak didapatkan permasalahan lagi baru lakukan
anamnesis dan pemariksaan fisik yang lengkap.4,5
Penatalaksanaan fraktur:2,4
1. Terapi konservatif:
a. Proteksi saja, misal mitela untuk fraktur collum chirurgicum humeri
dengan kedudukan baik
b. Imobilisasi saja tanpa reposisi, misal pemasangan gibs pada fraktur
incomplete dan fraktur dengan kedudukan baik
c. Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gibs, misalnya pada fraktur
suprakondiler,

fraktur

Smith,

fraktur

Colles.

Reposisi

dapat

menggunakan anestesi lokal atau umum.


2. Terapi operatif:
a. Reposisi terbuka, fiksasi interna
b. Reposisi tertutup dengan control radiologist diikuti fiksasi eksterna.
Pada fraktur tertutup diusahakan untuk melakukan reposisi tertutup.
Sedang untuk fraktur terbuka harus dilakukan secepat mungkin,
penundaan waktu dapat mengakibatkan komplikasi infeksi.
7. Komplikasi

Syok hipovolemik

Infeksi

Embolisasi

Deformitas permanen

8. Fraktur Terbuka
Klasifikasi menurut Gustilo, Merkow, dan Templeman (1990):4,5
I.

Luka kecil kurang dari 1 cm panjangnya, biasanya karena luka tusukan

dari fragmen tulang yang menembus keluar kulit. Terdapat sedikit kerusakan
jaringan dan tidak terdapat tanda-tanda trauma yang hebat pada jaringan lunak.
Fraktur yang terjadi biasanya bersifat simpel, transversal, oblik pendek, atau
sedikit kominutif.

Gustilo type I open fracture


II.

Laserasi kulit melebihi 1 cm panjangnya tetapi tidak ada kerusakan

jaringan yang hebat atau avulsi kulit. Terdapat kerusakan yang sedang dari
jaringan dengan sedikit kontaminasi dari fraktur.

Gustilo type II open fracture

III.

Terdapat kerusakan yang hebat dari jaringan lunak termasuk otot, kulit,

dan struktur neurovaskuler dengan kontaminasi yang hebat. Tipe ini biasanya
disebabkan oleh karena trauma dengan kecepatan tinggi. Tipe III dibagi lagi
dalam tiga subtipe:

Tipe III a, jaringan lunak cukup menutup tulang yang patah walaupun
terdapat laserasi yang hebat ataupun adanya flap. Fraktur bersifat

segmental atau kominutif yang hebat.


Tipe III b, fraktur disertai dengan trauma hebat dengan kerusakan dan
kehilangan jaringan, terdapat pendorongan (stripping) periost, tulang

terbuka, kontaminasi yang hebat serta fraktur kominutif yang hebat.


Tipe III c, fraktur terbuka yang disertai dengan kerusakan arteri yang
memerlukan perbaikan tanpa memeperhatikan tingkat kerusakan jaringan
lunak.

Penanggulangan Fraktur Terbuka


Beberapa prinsip dasar pengelolaan fraktur terbuka:4,5
1. Obati fraktur terbuka sebagai suatu kegawatan
2. Adakan evaluasi awal dan diagnosis adanya kelainan yang dapat
menyebabkan kematian
3. Berikan antibiotik dalam ruang gawat darurat, di kamar operasi dan
4.
5.
6.
7.
8.
9.

setelah operasi
Segera dilakukan debridemen dan irigasi yang baik
Ulangi debridemen 24-72 jam berikutnya
Stabilisasi fraktur
Biarkan luka terbuka antara 5-7 hari
Lakukan bone graft
Rehabilitasi anggota gerak yang terkena

Tahap-tahap pengobatan fraktur terbuka


1. Pembersihan luka
Pembersihan luka dilakukan dengan cara irigasi dengan cairan NaCl
fisiologis secara mekanis untuk mengeluarkan benda asing yang melekat.
2. Eksisi jaringan yang mati dan tersangka mati (debridemen)

Semua jaringan yang kehilangan vaskularisasinya merupakan daerah


tempat pembenihan bakteri sehingga diperlukan eksisi secara operasi pada
kulit, jaringan subkutaneus, lemak, fasia, otot dan fragmen-fragmen yang
lepas.
3. Pengobatan fraktur itu sendiri
Fraktur dengan luka yang hebat memerlukan suatu traksi skeletal atau
reduksi terbuka dengan fiksasi eksterna tulang. Fraktur grade II dan III
sebaiknya difiksasi dengan fiksasi eksterna.
Reduksi terbuka
Tindakan operasi harus diputuskan dengan cermat dan dilakukan oleh
ahli bedah yang berpengalaman dalam ruangan yang aseptik. Operasi
harus dilakukan secepatnya (dalam satu minggu). Alat-alat yang
digunakan dalam operasi yaitu kawat bedah, kawat Kirschner, screw,
screw and plate, pin Kuntscher intrameduler, pin Rush, pin Steinmann, pin
Trephine, plate and screw Smith Peterson, pin plate teleskopik, pin Jewett,
dan protesis.
Selain alat-alat metal, tulang yang mati ataupun hidup dapat pula
menggunakan bone graft baik autograft/alograft, untuk mengisi defek
tulang atau pada fraktur nonunion. Operasi dilakukan dengan cara
membuka daerah fraktur dan fragmen direduksi secara akurat dengan
penglihatan langsung.
Prinsip operasi teknik AO berupa reduksi akurat, reduksi rigid, dan
mobilisasi dini yang akan memberikan hasil fungsional yang maksimal.
a. Reduksi terbuka dengan fiksasi interna
Indikasi
Fraktur intra-artikuler misalnya fraktur maleolus, kondilus,
olekranon, patela
Reduksi tertutup yang mengalami kegagalan misalnya fraktur radius
dan ulna disertai malposisi yang hebat atau fraktur yang tidak
stabil.
Bila terdapat intraposisi jaringan di antara kedua fragmen.
Bila diperlukan fiksasi rigid misalnya pada fraktur leher femur.
Bila terdapat fraktur dislokasi yang tidak dapat direduksi dengan
reduksi tertutup, misalnya fraktur monteggia dan fraktur bennet.

10

Fraktur terbuka
Bila terdapat kontraindikasi pada mobilisasi eksterna sedangkan
diperlukan mobilisasi yang cepat, misalnya fraktur pada orangtua.
Eksisi fragmen yang kecil
Eksisi fragmen tulang yang kemungkinan mengalami nekrosis
avaskular misalnya fraktur leher femur pada orangtua
Fraktur avulsi misalnya pada kondilus humeri
Fraktur epifisis tertentu pada grade III dan IV (Salter-Harris) pada
anak-anak
Fraktur multiple misalnya fraktur pada tungkai atas dan bawah
Untuk mempermudah perawatan penderita misalnya fraktur
vertebra tulang belakang yang disertai paraplegia.
b. Reduksi terbuka dengan fiksasi eksterna
Reduksi terbuka dengan alat fiksasi eksterna dengan menggunakan
kanselosa screw dengan metilmetakrilat (akrilik gigi) atau fiksasi eksterna dengan
jenis-jenis lain. Indikasi:

Fraktur terbuka grade II dan grade III


Fraktur terbuka disertai hilangnya jaringan atau tulang yang hebat
Fraktur dengan infeksi
Fraktur yang miskin jaringan ikat
Kadang-kadang pada fraktur tungkai bawah penderita diabetes

melitus.
4. Penutupan kulit
Apabila fraktur terbuka diobatai dalam waktu periode emas (6-7 jam
mulai dari terjadinya kecelakaan), maka sebaiknya kulit ditutup. Hal ini
tidak dilakukan apabila penutupan membuat kulit sangat tegang. Dapat
dilakukan split thickness skin-graft serta pemasangan drainase isap untuk
mencegah akumulasi darah dan serum pada luka yang dalam. Luka dapat
dibiarkan terbuka setelah beberapa hari tapi tidak lebih dari 10 hari. Kulit
dapat ditutup kembali disebut delayed primary closure. Yang perlu
diperhatikan adalah penutupan kulit tidak dipaksakan sehingga kulit
menjadi tegang.
5. Pemberian antibiotik

11

Pemberian antibiotik bertujuan untuk mencegah infeksi. Antibiotik


diberikan dalam dosis yang adekuat sebelum, pada saat, dan sesudah
tindakan operasi.
6. Pencegahan tetanus
Semua penderita dengan fraktur terbuka perlu diberikan pencegahan
tetanus. Pada penderita yang telah mendapat imunisasi aktif cukup dengan
pemberian toksoid tapi bagi yang belum dapat diberikan 250 unit tetanus
imunoglobulin.

12

BAB III
LAPORAN KASUS

I.

II.

IDENTITAS PASIEN
Nama

: An. F

Umur

: 11 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Agama

: Islam

Bangsa

: Indonesia

Alamat

: jl. Pasantren

Pekerjaan

: Siswa SD

MRS

: 15 Januari 2015

ANAMNESIS
Aloanamnesis ( Tanggal 15 Januari 2015)
Keluhan Utama:
Luka dan nyeri bila digerakkan pada tungkai kanan bawah setelah kecelakaan
lalu lintas 1 jam sebelum masuk rumah sakit.

III. Primary Survey


Airway and cervical control
a. Objective
- Pasien dapat berbicara dengan baik saat ditanya
b. Assesment
- Airway clear
c. Action
- Oxygen 3L/m dengan nasal kanul

13

Breathing
a. Objective
- Inspeksi

: jejas didada (-), gerakan dinding dada simetris, retraksi

interkostal (-)
- Palpasi

: Krepitasi (-)

- Perkusi

: Sonor

- Auskultasi

: Vesicular (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)

- RR

: 21x/i

b. Assesment : Breathing clear


c. Action

: Lanjutkan oksigen 3L/m dengan nasal canul

Circulation and hemorrhagic control


a.Objective
- Nadi 85x/m, regular
- Akral hangat, CRT <2 detik
b. Assesment
- Circulation clear
c.Action
- Balut tekan pada luka terbuka dan pasang bidai/mobilisasi
Disability
a. Objective
-

Pupil Isokor (+/+), reflex cahaya (+/+)

Glasglow coma scale (GCS)


Eyes : mata membuka spontan (E4)
Verbal : berbicara dengan baik dan berorientasi baik (V5)
Motorik : bergerak sesuai perintah(M6)
GCS

: 15 (E4V5M6)

- Kekuatan motorik

: Ekstremitas atas

: normal kanan dan kiri

Ekstremitas bawah : kanan : terbatas karena nyeri


kiri : Normal

14

b. Assessment
-

Hasil pemeriksaan mini neurologis baik

Eksposure
Seluruh pakaian pasien dibuka, selimuti pasien untuk mencegah hipotermia
Secondary Survey :
1 jam SMRS pasien mengalami kecelakan lalu lintas, yaitu kecelakaan
antar sepeda motor dan mobil. Pasien dibonceng oleh teman dan
menggunakan helm. Pasien ditabrak dari arah belakang oleh pengendara mobil
dalam kecepatan sedang. pasien terjatuh kekanan dan tungkai kanan pasien
terkena bagian motor. pasien merasakan nyeri pada tungkai kanan serta tidak
dapat

digerakkan.

Kehilangan

kesadaran

tidak

ada,muntah

tidak

ada,perdarahan dari hidung dan telinga tidak ada.

Riwayat Penyakit Dahulu


- Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya.
- Riwayat Asma (-), Alergi (-) dan penyakit lainnya disangkal.

IV. PEMERIKSAAN FISIK


Status Generalis
Keadaan Umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Komposmentis GCS : 15 (E4 M5 V6)

Gizi

: Baik

Pernafasan

: 21x/menit

Nadi

: 85x/menit

Tekanan Darah

:-

Suhu

: 36,4

15

Status generalis :
Kepala : Normocephali, deformitas (-), luka (-), nyeri tekan (-), hematom (-)
Mata : Konjungtiva anemis -/- , sklera ikterik -/-, pupil isokor, reflek cahaya +/+
Leher : Tiroid dan kelenjar getah bening tidak teraba membesar
Thorax : Jejas (-), luka (-), nyeri tekan (-)
Paru-paru

Inspeksi

: Pergerakan simetris antara kanan dan kiri

Palpasi

: Vocal fremitus simetris (+/+)

Perkusi

: Sonor pada kedua lapangan paru

Auskultasi

: Suara nafas vesikular, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Jantung

Inspeksi : Tidak tampak pulsasi ictus cordis

Palpasi

: Teraba ictus cordis pada sela iga V di linea

midklavikularis kiri

Perkusi

: Batas kanan: sela iga V linea parasternalis kanan. Batas

kiri : sela iga V, 1 cm medial linea midklavikularis kiri. Batas atas :


sela iga II linea parasternal kiri

Auskultasi : Bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi

: Datar, jejas (-),luka (-)

Palpasi

: Supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), hepar lien tidak

teraba membesar

Perkusi

: Timpani, shifting dullness (-), nyeri ketok CVA tidak

dilakukan

16

Auskultasi

: Bising usus (+)

Ekstremitas

Atas

Bawah : status lokalis

: Akral hangat +/+, oedem -/-, jejas -/-, memar -/-, luka -/-

Status lokalis : Regio cruris dextra

Look

Tampak luka terbuka di sisi tungkai kanan bawah bagian medial dengan
dasar luka otot

Tampak oedem di tungkai kanan bawah disertai hematom di sekitar luka

Tungkai atas tidak ada jejas, jari-jari jumlah lengkap

Feel

Ukuran luka 1 cm x 1,5 cm x 1 cm

Teraba hangat (+), nyeri tekan (+), CRT <2, pulsasi a.dorsalis pedis +/+

Move

Aktif : Sulit dinilai terbatas karena nyeri

Pasif: ROM terbatas karena nyeri

Kekuatan motorik :
o Tungkai atas : sulit dinilai
o Tungkai bawah : sulit dinilai
o Ankle joint

: sulit dinilai

17

o Jari-jari

: sulit dinilai

V. DIAGNOSIS KERJA
Fraktur cruris dextra 1/3 tengah terbuka derajat II

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Pemeriksaan Laboratorium
Tidak dilakukan pemeriksaan (Pasien pulang)
2. Pemeriksaan radiologi
Rontgen cruris dextra AP dan Lateral

18

Kesan: fraktur oblique os tibia fibula 1/3 medial (dextra)


VII. RESUME
Pasien diantar ke IGD RSUD Arifin Achmad dengan luka terbuka setelah
tertabrak mobil yang sedang melaju dengan kecepatan sedang dari arah belakang.
Pasien jatuh ke kanan dengan posisi tungkai kanan terkena bagian motor.
Pada pemeriksaan fisik tampak luka terbuka di sisi kanan medial tungkai
kanan bawah dan tampak tungkai

kanan bawah oedem disertai hematom di

sekitar luka terbuka. Tungkai kanan bawah teraba hangat, nyeri tekan, CRT<2
detik, pulsasi a.dorsalis pedis ++.

19

Pada pemeriksaan rontgen cruris dextra terdapat gambaran fraktur oblique


os tibia fibula 1/3 distal.
VIII. DIAGNOSIS AKHIR
Fratktur tibia fibula dextra 1/3 medial terbuka derajat II dengan garis fraktur
oblique complete
IX. PENATALAKSANAAN

Medikamentosa:
-

Pemasangan bidai/imobilisasi

ATS 1500 unit

Amoxilin 2 x 1 tab

Paracetamol 3 x 1 tab

Rencana Operatif:
- Konsultasi dokter bedah orthopedi.
- Open Reduction Internal Fixation dengan plate dan screw.

X. PROGNOSIS
Ad vitam

: bonam

Ad functionam

: bonam

Ad sanationam

: dubia ad bonam
DAFTAR PUSTAKA

1.

Jong WD, Sjamsuhidajat R. Patah Tulang dan Dislokasi.


Dalam : Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC. Jakarta, 1997 : 1138.

2.

Rasjad Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi. Bintang


Lamumpatue : Ujung pandang,1998 :327.

3.

Mark E Baratz, MD. Tibia and Fibula Fracture. Available from


http://emedicine.medscape.com/article/826304-overview.

20

4.

Lung-fung,

TSE.

Management

of

Open

Fractures.

Available

at

http://www.aado.org/file/open-fracture-ws_mar09/LFTse.pdf. Accessed on
Sept, 28th 2013.
5.

Koval Kenneth J., Zuckerman Joseph D. Handbook of Fractures. 3 rd Edition.


Lippincott William & Wilkins Press. 2006.

21

Anda mungkin juga menyukai