Anda di halaman 1dari 24

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR

DAFTAR TABEL

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Nanas (Ananas comosus) adalah tumbuhan asli dari Amerika Latin. Masuk ke
Indonesia dibawa oleh bangsa Eropa pada abad XVII. Namun pengembangannya secara
besar-besaran baru dimulai beberapa puluh tahun terakhir. Terutama setelah Hawai yang
selama ini dikenal sebagai produsen nanas kalengan mulai mengalihkan perhatiannya ke
industri pariwisata. Peluang ini mulai ditangkap oleh negara-negara di Asia Tenggara
termasuk Indonesia.
Prospek komoditas buah nanas sangat besar, terutama bila nanas diolah menjadi
makanan kaleng seperti selai nanas, sirup buah nanas dan sirup kulit buah nanas. Pabrik
pengalengan buah nanas sudah banyak di bangun, diantaranya dilakukan oleh PT Great Giant
Pineapple di Lampung. Komoditi nanas kaleng adalah nanas yang telah diolah atau
diawetkan dan dikemas dengan kemas kaleng. Dalam perdagangan internasional, nanas
kaleng (canned pineapple) diklasifikasikan dalam kode HS.2008.20.100, yaitu nanas dengan
sirup dalam kemasan kedap udara (pineapple in syrup in airtight containers). Nanas kaleng
adalah nanas dalam kaleng ditambah cairan nanas (pineapple juice), dalam bentuk irisan siap
hidang. Menurut Departemen Perindustrian, nanas kaleng adalah hasil proses pengalengan
nanas segar yang diberi larutan gula dengan atau tanpa bahan tambahan. Walaupun daerah
penghasil nanas sudah menyebar merata, Indonesia hingga saat ini hanya mampu
mengekspor sebagian kecil saja dari kebutuhan dunia. Padahal nanas memiliki peluang besar
dalam kebutuhan dunia. Ekspor yang kecil juga dipengaruhi oleh sejauh mana jaminan mutu
produk nanas dalam negeri.
Untuk meningkatkan mutu dan keamanan produk, tentu saja diperlukan usaha
pengendalian seperti sanitasi dan higiene segala faktor yang mempengaruhinya. Prosedur
sanitasi yang dirancang guna mencegah jangan sampai pencemar patogenik masuk dan
tumbuh pada produk pangan tersebut. Hal ini dapat menghindarkan dari kontaminan dan

faktor-faktor yang dapat menyebabkan bahaya (kimia, fisik, biologis, dan sebagainya) dan
penurunan kualitas sejak penerimaan bahan baku sampai penggudangan produk akhir.
2.1 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari pembuatan makalah ini adalah :
1. Apa itu sifat dan karakteristik buah nanas?
2. Apa itu pengalengan buah ?
3. Bagaimana sanitasi dan higiene dalam proses pengalengan buah?

3.1 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1. Dapat mengetahui karakteristik dan sifat buah nanas
2. Dapat mengetahui tahapan pengalengan buah nanas
3. Dapat mengetahui sanitasi dan higiene dalam pengalengan buah nanas

BAB II
ISI
1.2 Buah Nanas
1.1.1

Pengertian dan Komposisi


Nanas (Ananas comosus (L.) Merr.) merupakan salah satu
jenis buah-buahan tropis yang banyak dikonsumsi
masyarakat baik karena harganya murah, mudah
didapat, kandungan gizi cukup tinggi, dan
mudah dibudidayakan.

Gambar 1. Buah Nanas

Buah nanas memiliki kadar air


yang tinggi hingga mencapai kurang

lebih 80-90 % sehingga mudah sekali mengalami perubahan fisik, kimia maupun
fisiologis. Dengan demikian apabila tidak segera dipasarkan atau dilakukan penanganan
lebih lanjut maka mutunya akan cepat menurun
Ditinjau dari segi kandungan gizinya, buah nanas merupakan sumber zat pengatur
yaitu vitamin dan mineral yang sangat diperlukan oleh tubuh manusia. Mineral dan
vitamin berguna untuk kelancaran metabolisme dalam pencernaan makanan yang sangat
vital untuk menjaga kesehatan. Fungsi vitamin dan mineral adalah untuk menjaga
keseimbangan yang harmonis dalam proses metabolisme tubuh agar berjalan secara
normal.
Selain kegunaan diatas, nanas mengandung citric dan malic acid yang memberi
rasa manis dan asam pada buahnya. Asam ini membuat nanas menjadi bahan makanan
yang digunakan secara luas untuk membuat masakan asam manis.

Tabel 1. Kandungan Gizi Buah Nanas Segar Tiap 100 gram Bahan

Kandungan Gizi
(Nutrisi)
Kalori
Protein
Lemak
Karbohidrat
Fosfor
Zat Besi
Vitamin A
Vitamin B1
Vitamin C
Air
Bagian
yang
dapat dimakan

Jumlah
52.00 kal
0.40 g
0.20 g
16.00 g
11.00 mg
0.30 mg
130.00 SI
0.08 mg
24.00 mg
85.30 g
53 %

Sumber : Direktorat Gizi Depkes RI, 1998


1.2.2

Efek Samping Buah Nanas


Nanas, ternyata tidak selalu baik untuk tubuh. Bagi beberapa orang,

mengkonsumsi nanas terkadang dapat menyebabkan sakit kepala. Nanas dapat juga
menimbulkan reaksi alergi pada sebagian orang. Biasanya berupa alergi kulit dimana
kulit menjadi merah dan gatal setelah mengkonsumsi nanas. Untuk menghindari hal
tersebut, sebelum mengkonsumsi nanas, cuci buah nanas yang sudah bersih dengan air
garam, sehingga enzim dalam nanas yang bisa menimbulkan rasa gatal tadi berkurang.
Selain itu efek samping buah nanas bagi tubuh kita adalah :
1. Dapat menggugurkan kandungan, Nanas muda berpotensi sebagai abortivum atau
sejenis obat yang dapat menggugurkan kandungan. Makanya, nanas sering digunakan
untuk mengatasi haid yang terlambat. Wanita hamil disarankan untuk tidak
mengkonsumsi nanas muda.
2. Memicu rematik. Di dalam saluran cerna, buah nanas terfermentasi menjadi alkohol.
Ini bisa memicu kekambuhan rematik. Penderita rematik dan radang sendi dianjurkan
untuk membatasi konsumsi nanas.
3. Meningkatkan gula darah. Buah nanas masak mengandung kadar gula yang cukup
tinggi. Penderita diabetes sebaiknya tidak mengonsumsi nanas secara berlebihan.

1.2.3

Tips Memilih Buah Nanas


Ketika memilih nanas, pilihlah nanas yang berat. Hal ini menandakan tingkat

kesegarannya. Untuk melihat apakah nanas yang kamu pilih sudah matang atau belum,
gunakan indra penciuman kamu. Buah nanas yang sudah matang mempunyai bau yang
kuat, manis dan khas. Buah nanas yang tidak matang terasa sangat kecut. Ketika nanas
yang belum matang dipanen dari tanamannya, buah tersebut tidak akan bisa menjadi lebih
matang lagi. Buah nanas yang tidak matang tersebut akan mulai membusuk. Karena buah
nanas tidak mempunyai cadangan yang bisa diubah menjadi gula.
2.2 Teknologi Pengalengan Buah
Teknologi pengalengan makanan terus berkembang dan menjadi salah satu teknologi
pengawetan pangan yang penting. Hal ini karena teknologi pengalengan mampu
memperpanjang masa simpan produk pangan hingga beberapa bulan sampai beberapa tahun.
Teknologi pengalengan telah diterapkan untuk pengawetan aneka ragam produk pangan,
seperti daging olahan, buah-buahan, sayuran, susu, dsb. Demikian juga, jenis kemasan yang
digunakan pun bervariasi, baik dari jenis (seperti kaleng, gelas, dan kantung rebus), ukuran
maupun bentuk. Proses pemanasan pun bukan hanya menerapkan sistem batch dalam retort,
tetapi juga sudah berkembang menjadi sistem sinambung (continue).
Industri pengalengan pangan saat ini berkembang sangat pesat dan memberikan
kontribusi yang nyata dalam perekonomian dunia. Saat ini sekitar 200 milyar makanan
kaleng diproduksi di seluruh dunia setiap tahunnya. Setelah diketahui bahwa dalam makanan
kaleng terdapat resiko terjadinya pertumbuhan mikroba anaerobik yang sangat berbahaya
bagi manusia, yaitu Clostridium botu- linum, perhatian terhadap keamanan pangan makanan
kaleng pun semakin tinggi. Banyak negara saat ini menerapkan peraturan keamanan pangan
untuk makanan kaleng yang disterilisasi untuk mendapatkan jaminan kecukupan proses
panas. Hal ini menuntut industri pengalengan untuk mendesain proses pengalengan yang
dapat menjamin kecukupan proses panas tercapai.
Proses pengalengan sebagai suatu bagian ilmu rekayasa pangan mulai berkembang
sejak termokopel digunakan untuk mengukur suhu. Dengan termokopei ini, suhu makanan

atau minuman dalam botol atau kaleng dapat diukur secara tepat dan akurat, sehingga
perancangan proses panas yang tepat dan dapat menjamin inaktivasi mikroba pembusuk dan
patogen dapat dilakukan.
Proses termal telah diaplikasikan dalam makanan kaleng dan dapat mem- pertahankan
daya awet produk pangan hingga 6 bulan atau lebih. Proses termal melibatkan proses
pemanasan pada suhu tinggi pada berbagai variasi suhu dan waktu. Prosesnya sendiri dapat
dilakukan dalam sistem batch fin-container canning) atau dengan sistem kontinyu (aseptic
processing). Berdasarkan pada kriteria suhu, waktu dan tujuan pemanasan, proses termal
dibagi menjadi proses pasteurisasi dan sterilisasi komersial.
3.2 Sanitasi dan Higiene Pengalengan Buah Nanas
Sanitasi merupakan usaha untuk mengendalikan dan mencegah masuknya
kontaminan dan faktor-faktor yang dapat menyebabkan bahaya (kimia, fisik, biologis, dsb).
Sanitasi dalam pengalengan nanas terdiri dari beberapa bagian yaitu:
3.2.1

Bangunan
Perencanaan pabrik pengolahan pangan banyak berpengaruh terhadap produk

pengalengan nanas. Tempat kerja maupun pabrik harus tetap bersih dan rapi dan
didesinfeksi secara teratur. Penting untuk mengetahui bagaimana membersihkan
semuanya secara teratur untuk menjaganya agar aman digunakan. Beberapa elemen yang
perlu dipertimbangkan dalam perancangan pabrik meliputi lantai, dinding, pemilihan
bahan konstruksi, pencahayaan, ventilasi udara, arah aliran udara, pemisahan daerah
pengolahan untuk produk mentah dan jadi, ruang yang cukup untuk operasi dan gerakan,
pemilihan pipa, pasokan air, sistem pembuangan limbah, fasilitas, drainase, kondisi tanah,
dan lingkungan sekitarnya. Operasi pencucian dan sanitasi harus dilakukan secara rutin,
setiap akhir hari kerja atau jika keadaan membutuhkan dilakukan lebih sering. Agar
permbersihan lebih efektif sebaiknya menggunakan air panas, deterjen, dan desinfektan,
serta beberapa usaha pembersihan lainnya secara fisik. Cara umum yang digunakan
adalah dengan menggunakan air panas ( 82C), uap panas atau desinfektan yang sesuai.
Untuk membersihkan sesuatu secara teratur, sebaiknya mengikuti 6 tahap berikut :

a. Pre-clean adalah membuang kotoran atau menyingkirkan makanan atau sisa-sisa


produksi sebelum dilakukan pembersihan utama. Tahap ini dilakukan dengan
menyikat debu dan atau menggunakan kain penggosok pada lapisan permukaan
alat.
b. Main clean dilakukan dengan menggunakan air bersih atau air panas dan deterjen.
Juga harus memperhatikan areal yang sulit dibersihkan misalnya bagian sudut.
c. Desinfeksi dilakukan dengan menggunakan larutan desinfeksi dan membiarkannya
beberapa saat.
d. Pembilasan dilakukan dengan menggunakan air bersih dan lap bersih.
e. Pengeringan dapat dibiarkan kering secara alami atau menggunakan pengering
steril. Penggunaan lap dapat menyebarkan bakteri kecuali dengan lap bersih dan
kering atau dari bahan kertas.
Lokasi pabrik harus jauh dari tempat-tempat pembuangan sampah. Tempat kerja yang
bersih, baik, dan berventilasi serta penerangan yang baik dapat memberi kepuasan pada
pekerja yang akan menanggapinya dengan kebiasaan yang baik dan bersih. Bahan baku yang
baru datang di pabrik harus benar-benar terpisah letaknya dari produk jadi untuk menghindari
kontaminasi silang.
3.2.2

Sanitasi Bahan Baku


Bahan pangan dapat tercemar oleh mikroorganisme sebelum dipanen atau

dipotong (pencemaran primer) atau sesudah dipanen (pencemaran sekunder). Jelas setiap
tindakan yang dapat diambil untuk mengurangi tingkat pencemaran dapat menghasilkan
produk dengan mutu lebih baik.
1. Penggunaan Pupuk
Penggunaan pupuk dengan kadar terlalu tinggi dapat mempengaruhi buah nanas
ketika menjadi produk jadi dan sifat senyawa pupuk itu volatil terangkap di head
space sehingga membuat korosi pada kaleng. Tanaman seharusnya tidak dipupuk
dengan kotoran manusia atau diairi dan disiram air yang tercemar.

2. Proses Sortasi dan Pencucian

Dalam tahap proses sortasi dilakukan pemilihan buah nanas yang akan dikalengkan
yang bermutu baik, tidak busuk, cukup tua akan tetapi tidak terlalu matang. Nanas
yang kelewat matang tidak cocok untuk dikalengkan karena tekstur buahnya akan
semakin lunak, sehingga menyebabkan tekstur yang hancur setelah pemanasan dalam
retort. Setelah sortasi dilakukan pencucian dengan tujuan untuk membersihkan nanas
dari kotoran-kotoran.
Buah nenas di Indonesia, pengusaha tidak hanya berhenti pada budidaya buah nenas
saja namun juga perlu dilakukan penanganan pasca panen yang baik, dimulai pada
saat buah mulai dipetik, sampai ada pengolahan buah nenas. Kualitas buah nenas
bukan hanya ditentukan oleh metode penanganan budidaya saja, namun juga cara
panen, penyimpanan, pengepakan, transportasi, hingga cara penyampaiannya pada
konsumen, ikut menentukan kualitas buah nenas tersebut. Buah nenas yang mutu dan
kondisinya baik, juga penanganan budidayanya (sebelum dipanen), pada waktu
dipanen dan setelah diolah kurang memadai maka buah nenas olahan yang dihasilkan
akan memenuhi standar mutu yang baik dan akan mempengaruhi efisiensi pengolahan
produk tersebut.
3. Pemangkasan (trimming)
Metode ini membantu menghilangkan daerah yang sangat terkontaminasi yang
tampak tercemar. Hal yang dilakukan bisa berupa pengupasan kulit, pembuangan mata,
dan pemotongan. Bahan pangan yang berasal dari tanaman biasanya terkena tanah, hama,
ataupun serangan binatang pengganggu yang menyebabkan kerusakan fisik. Bagian yang
akan dikalengkan adalah bagian nanas yang lazim dimakan/dikonsumsi, yang biasanya
berupa daging buah. Oleh karena itu, bagian-bagian yang tidak berguna, seperti kulit,
mata, daun, jantung nanas, dan bagian yang terkena sedikit kerusakan fisik dilakukan
pembuangan. Bagian daging buah yang akan dimakan kemudian dilakukan proses
pemotongan, sesuai dengan ukuran yang dikehendaki pada ukuran kaleng.
3.2.3

Pengolahan dan Penanganan Produk Jadi

1. Proses Blansir

Blansir adalah perlakuan panas pendahuluan yang sering dilakukan dalam


proses pengalengan buah dan sayur dengan tujuan untuk memperbaiki mutunya
sebelum dikenai proses lanjutan. Proses blansir ini berguna untuk membersihkan
jaringan dan mengurangi jumlah mikroba awal, meningkatkan suhu produksi produk
atau jaringan, membuang udara yang masih ada di dalam jaringan, menginaktivasi
enzim, menghilangkan rasa mentah, mempermudah proses pemotongan (cutting,
slicing, dll), mempermudah pengupasan, memberikan warna yang dikehendaki, dan
mempermudah pengaturan produk dalam kaleng.
Proses blansir dapat dilakukan dengan cara mencelupkan potongan-potongan
nanas dalam air mendidih selama 510 menit. Lama pencelupan tergantung jenis dan
banyak sedikitnya buah yang akan diolah. Secara umum, proses blansir perlu
memperhatikan hal-hal seperti suhu dan waktu blansir yang telah ditetapkan, air yang
digunakan untuk proses blansir harus diganti secara rutin, suhu akhir produk setelah
blansir harus sudah mencapai suhu yang telah ditetapkan, dan produk yang telah
diblansir tidak boleh dibiarkan melebihi waktu maksimum yang diizinkan.
Blansir sering dilakukan dengan melewatkan bahan pangan pada suatu
ruangan yang berisi uap panas atau kolam air panas. Peralatan demikian umumnya
sangat sederhana dan cukup murah. Berdasarkan pada medium pemanasnya, maka
peralatan blansir (blancher) dibagi menjadi dua, yaitu steam blancher dan hot-water
blancher.
2. Proses Pengisian Kaleng
Kaleng yang digunakan benar-benar harus steril, tidak ada lekukan, tidak
karat, dan penyok. Potongan nanas yang telah diblansir kemudian dimasukkan ke
dalam kaleng. Penyusunan potongan nanas dalam wadah diatur serapi mungkin dan
tidak terlalu penuh. Pada saat pengisian perlu disisakan suatu ruangan yang disebut
dengan head space. Kemudian dituangkan larutan sirup, diisikan hingga setinggi
sekitar 1-2 cm dari permukaan kaleng. Perlu diusahakan bahwa pada saat pengisian
larutan tersebut, semua potongan nanas dalam kondisi terendam.

3. Proses Exhausting
Kaleng yang telah diisi dengan potongan nanas (dan sirup) kemudian
dilakukan proses exhausting. Tujuan exhausting adalah untuk menghilangkan
sebagian besar udara dan gas-gas lain dari dalam kaleng sesaat sebelum dilakukan
penutupan kaleng. Exhausting penting dilakukan untuk memberikan kondisi vakum
pada kaleng setelah penutupan, sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya
kebocoran kaleng karena tekanan dalam kaleng yang terlalu tinggi (terutama pada
saat pemanasan dalam retort), sebagai akibat pengembangan produk dan mengurangi
kemungkinan terjadinya proses pengkaratan kaleng dan reaksi-reaksi oksidasi lainnya
yang akan menurunkan mutu. Tingkat kevakuman kaleng setelah ditutup juga
dipengaruhi oleh perlakuan blansir, karena blansir membantu mengeluarkan udara/gas
dari dalam jaringan. Exhausting dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain
dengan cara melakukan pengisian produk ke dalam kaleng pada saat produk masih
dalam kondisi panas, memanaskan kaleng beserta isinya dengan tutup kaleng masih
terbuka, atau secara mekanik dilakukan penyedotan udara dengan sistem vakum.
Suhu dalam ruang exhausting adalah 80oC 90oC dan proses berlangsung
selama 8-10 menit. Suhu produk ketika keluar dari exhauster adalah sekitar 60C 70C. Pada setiap selang waktu tertentu dilakukan pengecekan suhu produk yang
keluar dari exhauster, suhu produk yang diinginkan tercapai atau belum.
4. Pembentukan Ruang Hampa (head space)
Ketika produk keluar dari exhauster, dilakukan pengaturan volume larutan
garam. Bila larutannya kurang, maka ditambahkan lagi oleh operator. Sedangkan bila
terlalu berlebihan, maka larutan garam dikeluarkan. Batas pengisian larutan garam
adalah harus sesuai dengan ruang hampa (head space) yang ditetapkan, yaitu sekitar
1/10 dari tinggi kaleng. Untuk kaleng 8 oz ruang hampa kira-kira 5,8 mm sedangkan
untuk 68 oz antara 5-10 mm. Pada dasarnya, adanya ruang hampa tersebut harus
dapat menjamin tekanan vakum dalam kaleng minimal 12,7 inch.Hg.

Ruang hampa perlu diperhatikan supaya ketika terjadi pengembangan isi


terdapat ruangan yang dapat ditempati sehingga tidak menyebabkan penggembungan
kaleng. Isi kaleng yang terlalu penuh akan menyebabkan kaleng menjadi cembung
yang meskipun tidak menyebabkan kerusakan, tetapi menurunkan mutunya karena
disangka busuk.
Di samping itu, adanya ruang hampa tersebut akan berguna untuk merapatkan
penutupan kaleng, karena pada waktu uap air mengembun di dalam kaleng, maka
tekanan di dalam ruang hampa menjadi turun, sehingga tekanan atmosfir dari luar
akan menekan tutup kaleng dan penutupan menjadi kuat.
5. Proses penutupan kaleng
Setelah proses exhausting kaleng segera ditutup dengan rapat dan hermetis
pada suhu yang relatif masih tinggi. Semakin tinggi suhu penutupan kaleng, maka
semakin tinggi pula tingkat kevakumannya (semakin rendah tekanannya). Proses
penutupan kaleng juga merupakan hal yang sangat penting karena daya awet produk
dalam kaleng sangat tergantung pada kemampuan kaleng (terutama bagian-bagian
sambungan dan penutupan) untuk mengisolasikan produk di dalamnya dengan udara
luar. Penutupan yang baik akan mencegah terjadinya kebocoran yang dapat
mengakibatkan kebusukan.
6. Proses sterilisasi
Proses sterilisasi merupakan tahap yang paling penting dan kritis dalam proses
pengalengan yang menentukan sukses tidaknya proses sterilisasi secara keseluruhan.
Proses sterilisasi dilakukan setelah kaleng ditutup dan dimasukkan ke dalam ketel uap
atau retort. Suhu sterilisasi standar yang digunakan adalah 121,1oC.
Proses

sterilisasi

dalam

sistem

batch

umumnya

dilakukan

dengan

menggunakan retort statis, yaitu sebuah tabung bertekanan tanpa pengaduk yang
digu-nakan untuk pengolahan produk pangan dalam wadah tertutup. Pada umumnya,
industri pengolahan pangan steril komersial menggunakan tipe retort vertikal atau

horizontal. Secara umum, wadah diletakkan dalam rak, peti, kendaraan/ gerbong,
keranjang atau baki untuk pemuatan dan pembongkaran dalam retort.
7. Proses pendinginan
Setelah proses sterilisasi, kaleng kemudian didinginkan dengan air dingin.
Pendinginan pasca sterilisasi menjadi penting karena timbul perbedaan tekanan yang
cukup besar yang dapat menyebabkan rekontaminasi dari air pendingin ke dalam
produk. Untuk itu perlu dipastikan bahwa air pendingin yang digunakan memenuhi
persyaratan mikrobiologis. Untuk industri besar, proses pendinginan biasanya
dilakukan secara otomatis di dalam retort, yaitu sesaat setelah katup uap dimatikan
maka segera dibuka katup air dingin. Untuk ukuran kaleng yang besar, maka tekanan
udara dalam retort perlu dikendalikan sehingga tidak menyebabkan terjadinya kalengkaleng yang menggelembung dan rusak.
Pendinginan dilakukan secepatnya setelah proses sterilisasi selesai untuk
mencegah pertumbuhan kembali bakteri, terutama bakteri termofilik. Pendinginan
dimulai dengan membuka saluran air pendingin dan menutup kerankeran lainnya. Air
pendingin dapat dialirkan melalui dua saluran, yaitu bagian bawah dan bagian atas
retort. Pemasukan air mula-mula dilakukan secara perlahanlahan agar tidak terjadi
peningkatan tekanan secara drastis. Peningkatan tekanan secara drastis tersebut harus
dicegah karena dapat menyebabkan kaleng menjadi penyok atau rusak pada bagian
pinggirnya disebabkan kaleng tidak mampu menahan kenaikan tekanan tersebut.
Air dialirkan dari bagian bawah dahulu agar secara bertahap dapat
mengkondensasikan sisa uap yang ada dan baru bagian atas dibuka. Pada saat retort
telah penuh dengan air, aliran dapat lebih deras dialirkan. Selama proses pendinginan
berlangsung, perlu dilakukan pengontrolan tekanan secara terus menerus untuk
mencegah terjadinya koleps pada kaleng, yaitu terjadinya penyok pada kaleng
disebabkan tekanan yang terlalu tinggi.
Proses pendinginan dinyatakan selesai bila suhu air dalam retort telah
mencapai 38-42C. Suhu tersebut dapat dilihat pada catatan recorder. Aliran air

pendingin kemudian dihentikan dan air dikeluarkan. Tutup retort dibuka dan
keranjang diangkat dari retort .Seluruh proses sterilisasi sejak venting sampai
pendinginan akan dicatat pada rekorder. Dari catatan tersebut dapat diketahui apakah
proses yang dilakukan berjalan secara sempurna atau terjadi penyimpangan. Data ini
penting dalam melakukan pengawasan mutu produk akhir.
8. Pengeringan
Setelah kaleng dikeluarkan dari retort, maka kaleng dikeringkan dan dibersihkan.
Proses pengeringan kaleng dan pembersihan kaleng ukuran 8 oz dilakukan dengan
menggunakan mesin pengering, sedangkan untuk kaleng 68 oz dilakukan secara manual.
Untuk pengeringan dengan mesin, pengeringan hanya dilakukan pada badan kaleng,
sedangkan pengeringan pada bagian tutup dilakukan secara manual.
Pengeringan dan pembersihan kaleng ini perlu dilakukan untuk mencegah
rekontaminasi (debu atau mikroba) yang lebih mudah menempel pada kaleng yang basah. Di
samping itu akan memudahkan dalam proses labeling.
9. Pengemasan
Pengemasan dengan bahan kaleng-kaleng logam dan wadah yang bagian tutupnya
diperkuat dengan logam. Selain itu, dilakukan pengamatan terhadap label dan kemasan,
karena label yang lengkap dan benar menjadi sumber informasi yang diperlukan konsumen
yang direncanakan.
10. Penggudangan
Setelah kaleng dikeringkan, kaleng tersebut kemudian dibawa ke gudang
penyimpanan untuk menunggu hasil pemeriksaan sampel produk akhir di laboratorium
pengawasan mutu. Lamanya penggudangan minimal 10 hari sesuai dengan lama pemeriksaan
produk inkubasi. Bila produk sudah dinyatakan aman, maka produk tersebut siap untuk
dipasarkan. Penggudangan produk dapat lebih dari 10 hari sampai ada pemesan yang akan
membelinya.

11. Pengepakan
Pengepakan adalah suatu kegiatan mengemas produk kaleng ke dalam bahan
pengemas. Pengemas yang digunakan ada dua macam, yaitu kardus karton dan plastik.
Fungsi kemasan ini adalah sebagai wadah kedua, yaitu wadah yang tidak langsung
berhubungan dengan makanan. Sebelum proses pengepakan dilakukan, maka kaleng diuji
dahulu kondisi pembentukan vakumnya. Caranya adalah dengan memukul tutup kaleng
dengan batang besi kecil. Bila terjadi penyimpangan bunyi kaleng, maka kaleng diperiksa
apakah proses penutupan kaleng tidak sempurna atau sebab-sebab lain. Bila terjadi cacat
pada kaleng, maka kaleng dipisahkan.
Dengan pengemasan kaleng menjadi lebih rapi dan teratur, mencegah/mengurangi
terjadinya kerusakan selama penyimpanan di gudang dan di pasar, serta memudahkan dalam
pengangkutan dan distribusinya. Kegiatan pengepakan meliputi tiga tahap, yaitu
pembentukan bahan pengepak, pengisian kaleng dan penutupan. Setelah kaleng dimasukkan
dalam kardus atau dikemas dengan plas-tik, lalu kaleng ditumpuk di atas palet untuk siap
diangkut ke tujuan pemasaran.
Ada beberapa hal yang harus diwaspadai supaya kita terhindar dari toksin (racun)
Clostridium botulinum yang kerap hadir dalam makanan kaleng. Bakteri yang berbahaya ini
umumnya menyukai tempat-tempat yang tidak ada udara (anaerobik) dan mampu melindungi
diri dari suhu yang agak tinggi (termofilik) dengan jalan membentuk spora. Cara hidup yang
demikian memungkinkan bakteri ini dapat hidup pada makanan kaleng, terutama pada jenisjenis makanan yang bahan bakunya daging, ikan, sayur yang pH-nya lebih rendah dari 4,6.
A. Penanganan Limbah
Sedapat mungkin dipilih lokasi yang bisa menekan biaya penanganan limbah dan
areal yang cukup untuk penanganan limbah sebelum dibuang ketempat umum sehingga
limbah produksi bersifat netral pada saat dibuang ketempat umum agar tidak mencampuri
lingkungan. Cara penanganan limbah pengolahan pengalengan nanas contohnya seperti yang
diterapkan pada PT Great Giant Pineapple yakni:
a) Limbah air digunakan menjadi pengolahan air pencuci (wash water treatment).

b) Limbah kulit nanas diproduksi menjadi sari buah nanas (clarified pineapple juice).
c) Limbah daging buah yang tersisa di kulit nanas diproduksi menjadi konsentrat sari/jus (juice
concentrate).
d) Limbah dari pembuatan juice concentrate yang berupa ampas-ampas nanas dijadikan pakan
ternak sapi. Ampas dapat digunakan untuk makanan ternak (Hadi, 1991).
e) Hati buah diolah menjadi sari buah dan mahkota buah digunakan untuk pembibitan. Hati
merupakan bagian tengah dari buah nanas, memiliki bentuk memanjang sepanjang buah
nenas, memiliki tekstur yang agak keras dan rasanya agak manis. Hati nanas dapat juga
dimanfaatkan dengan mengambil tepungnya. Kadar tepung hati nanas yang sudah tua
berkisar antara 10%15% dari berat segar.
f) Penanganan limbah padat dari proses produksi olahan nanas menjadi kompos.
g) Limbah kulit atau mata buah nanas dijadikan produk nata de pina (Wardhanu, 2009).
B. Sanitasi pekerja dan fasilitas
Higiene pekerja yang menangani makanan sangat penting peranannya di dalam
mencegah perpindahan penyakit ke dalam makanan. Persyaratan bagi pekerja ini yang
penting adalah:
1. Kesehatan yang baik; untuk mengurangi kemungkinan pekerja menjadi tempat penyimpanan
bakteri patogen,
2. Kebersihan; untuk mengurangi kemungkinan penyebaran bakteri oleh pekerja,
3. Kemauan untuk mengerti tentang sanitasi; merupakan prasyarat agar program sanitasi
berjalan dengan efektif.
Cara-cara untuk mengawasi higiene pekerja dapat dilakukan dengan pemeriksaan
kesehatan secara periodik, menjaga kebersihan pekerja (rambut, kulit, tangan, kuku, dan
pakaian), dan memberikan pendidikan mengenai prinsip-prinsip higiene pekerja. Kebiasaan
pekerja ketika sedang bekerja seperti membereskan rambut dan memegang bagian tubuh lain
yang tidak mendukung higiene pekerja harus dihilangkan. Fasilitas pencucian tangan harus
tersedia dalam kamar ganti pakaian, kamar kecil, dalam dapur, dan daerah pelayanan
makanan. Fasilitas seperti air pencuci berupa air hangat (110-120 0F), sabun-sabun aseptik
seperti yang digunakan di rumah-rumah sakit harus tersedia dalam jumlah cukup. Demikian
pula handuk atau alat-alat pengering tangan atau lap sekali pakai. Para pekerja tidak
diperkenankan merokok di daerah-daerah persiapan makanan, ruang makan, dan setelah
merokok, pekerja harus mencuci tangannya. Pakaian pekerja harus bersih, dan bila digunakan
lebih dari satu hari harus disimpan dalam lemari. Tutup rambut atau kepala harus digunakan
untuk mencegah terjadinya kontak antara rambut dengan makanan. Para pekerja disediakan
seragam khusus yang dikenakan segera saat di pabrik, dan diperkenankan datang ke pabrik

dari rumah dengan seragam. Pekerja harus menggunakan penutup mulut dan hidung saat
bekerja untuk meninimalkan kontaminasi.

Operasi pencucian dan sanitasi meliputi lantai dan dinding pabrik harus dilakukan
pada setiap akhir kerja atau jika keadaan membutuhkan, dilakukan lebih sering. Dalam setiap
operasi pembersihan dimana bahan-bahan sanitasi digunakan, harus diikuti prosedur umum
berikut:
1) Alat-alat harus dibersihkan sebaik mungkin sehingga tidak ada sisa-sisa organik yang
nampak oleh mata.
2) Lakukan sanitasi. Beberapa contoh dari keadaan sanitasi termasuk menyiram dengan air
panas 80oC selama -1 menit, menyiram dengan larutan berkadar 50 ppm chlorine untuk
waktu paling sedikit 1 menit; menyiram dengan larutan iodofor berisi paling sedikit 12,5 ppm
iodine pada pH 5,0 untuk waktu paling sedikit 1 menit.
3) Bilasi bahan-bahan sanitasi dengan air yang bersih dan tidak tercemar.
Kebiasaan pribadi para pekerja dan konsumen dalam mengelola bahan pangan dapat
merupakan sumber yang penting dari pencemaran sekunder. Apabila memungkinkan
pengelola bahan pangan harus memakai sarung tangan plastik yang telah steril. Batuk atau
bersin sekitar bahan pangan sebaiknya dihindarkan dan tangan harus dihindarkan dari muka
hidung. Pekerja yang menderita sakit diare tidak diperkenankan bekerja dengan bahan
pangan.

Perlengkapan dan wadah-wadah produk serta air yang digunakan sewaktu


pengalengan nanas juga dapat merupakan sumber kontaminasi. Oleh karena itu pembersihan
air dengan klorinisasi atau penambahan klor pada air sangat penting peranannya. Nanasnanas yang telah busuk atau rusak sebaiknya dipisahkan karena merupakan sumber
kontaminasi.
C. Sanitasi Lingkungan
Sanitasi lingkungan meliputi sanitasi di dalam dan di luar area pengolahan makanan.
Sanitasi di dalam area harus dimulai dari tata letak peralatan sehingga memudahkan
pembersihan dan orang-orang yang bekerja di dalamnya. Sedangkan sanitasi di luar area
pengolahan lebih berhubungan dengan lingkungan yang mendukung proses pengolahan
makanan. Keterlibatan lingkungan seperti produksi limbah gas, limbah cair, dan limbah padat
yang menimbulkan masalah pembuangan yang bervariasi tergantung pada toksisitas limbah,
lokasi produksi, dan pembuangan, serta volume limbah. Sanitasi pada lingkungan lebih
menitikberatkan untuk pengendalian faktor-faktor eksternal seperti air, tanah, dan udara yang
mendukung proses pengolahan makanan. Untuk mengatasi masalah air buangan harus dibuat
fasilitas sistem saluran pembuangan yang baik, faslitas kamar kecil, dan persedian air yang
terpisah dengan saluran air buangan. Sedangkan untuk mengatasi masalah bahaya
kontaminasi dari tanah maka disediakan alas kaki tersendiri bagi pekerja untuk di dalam
ruangan pengolahan, bahan baku harus sebelum diolah harus dilakukan tahap pembersihan
dan sortasi sehingga kotoran dari tanah bisa dihindari. Lingkungan harus selalu
dipertahankan dalam keadaan bersih dengan cara membuang sampah segera agar tidak
menumpuk, tempat sampah selalu dalam kondisi tertutup, dan jalan terpelihara supaya tidak
berdebu atau kotor dan selokan yang berfungsi dengan baik.
Mengenai sumber air dalam suatu industri, lebih-lebih industri pertanian, air
merupakan syarat mutlak harus tersedia. Apalagi industri yang menghasilkan bahan pangan,
air sangat penting untuk pencucian bahan baku, untuk kebersihan lingkungan kerja dan untuk
kepentingan kebersihan lingkungan kerja sanitasi. Bisa diselidiki sumber air apa saja yang
tersedia di lokasi terpilih, apakah dekat mata air (danau, waduk), apakah ada saluran air
PAM, atau apakah harus membuat sumur bor. Bisa dikaji lebih jauh potensi air permukaan
dan air tanah di wilayah lokasi terpilih, ini ada hubungannya dengan fluktuasi debit air akibat
perubahan musim. Apabila hal-hal di atas tidak bermasalah, dilihat kandungan zat kimia

berbahaya ada tidak, kandungan bakterinya, kemudian sifat iklimnya sesuai tidak, terkait
dengan kemungkinan alokasi biaya untuk mendapatkan kualitas air sesuai yang dikehendaki.
D. Transportasi
Proses pengangkutan dimulai dengan memasukkan peti kemas secara teratur pada alat
pengangkutan, buah nanas diangkut dan dipasarkan ke tempat pemasaran. Kondisi
penyimpanan/distribusi/ penjajaan harus baik. Pengendalian suhu, pengendalian kelembaban,
dan penanganan baik.
Pengemasan aseptis merupakan salah satu teknologi moderen dalam teknologi
pengemasan pangan. Prinsip pengemasan aseptis adalah bahwa bahan pangan dan pengemas
disterilkan secara terpisah sebelum proses pengisian dan penutupan wadah. Dilakukan pada
zona aseptis. Masa simpan lama dan tidak memerlukan refrigerasi.
Transportasi sampai negara tujuan menggunakan dry container dan cold container
tergantung permintaan pembeli. Sebelum produk masuk dalam container ada inspeksi sanitasi
terlebih dahulu, berupa pengecekan suhu dan kebersihan. Transportasi pengangkut berupa
mobil box tertutup yang bersuhu agak rendah.

PENGOLAHAN NANAS
1. Persiapan bahan
Buah nanas dikupas kulitnya dan dihilangkan matanya, dibersihkan dengan sanitizer,
kemudian buah nanas disusun di masukkan ke dalam kaleng.
2. Pengisian
Ditambahkan sirup mendidih (gula : air = 1 : 2) yang telah disaring kedalam kaleng
(hingga 0,25 in dari permukaan kaleng)
3. Exhausting
Rendam 2/3 kaleng kedalam waterbath bersuhu 160F, selama 10 menit
4. Penutupan
Kaleng di tutup cepat dengan double seamer
5. Sterilisasi
Kaleng di sterilisasi pada suhu 212F, selama 15 menit
6. Pendinginan
7.

PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA
Hariyadi, P. (Ed). 2000. Dasar-dasar Teori dan Praktek Proses Termal. Pusat Studi Pangan dan
Gizi IPB, Bogor.
Wirakartakusumah;M.A., Hermanianto,D., dan Andarwulan,N. 1989. Prinsip Teknik Pangan.
PAU Pangan dan Gizi, IPB.

Anda mungkin juga menyukai