Anda di halaman 1dari 21

Pertemuan 1

Sensor & Elemen Pemanas


1.1. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mempelajari bab ini mahasiswa diharapkan memiliki pengetahuan
tentang sensor thermal sebagai alat kontrol dan sensor panas dalam pemakaian
listrik di rumah tangga maupun industri dan memahami jenis jenis elemen
pemanas dalam pemakaian listrik rumah tangga dan industri.
1.2. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mempelajari topik per topik pada bab ini mahasiswa diharapkan :
1. Mengerti peranan dan fungsi sensor thermal dalam sistem pengaturan otomasi.
2. Mengerti tentang bimetal sebagai sensor thermal.
3. Mengerti tentang termistor sebagai sensor thermal.
4. Mengerti tentang RTD sebagai sensor thermal.
5. Mengerti tentang Termokopel sebagai sensor thermal.
6. Mengerti tentang Dioda (IC Hybrid) sebagai sensor thermal.
7. Mengerti tentang Infrared Pyrometer sebagai sensor thermal.
8. Memahami jenis jenis dan karakteristik elemen pemanas.
1.3. Sensor Panas
1.3.1. Pendahuluan
AC. Srivastava, (1987), mengatakan temperatur merupakan salah satu dari
empat besaran dasar yang diakui oleh Sistem Pengukuran Internasional (The
International Measuring System). Lord Kelvin pada tahun 1848 mengusulkan skala
temperature termodinamika pada suatu titik tetap triple point, dimana fase padat,
cair dan uap berada bersama dalam equilibrium, angka ini adalah 273,16

( derajat Kelvin) yang juga merupakan titik es. Skala lain adalah Celcius, Fahrenheit
dan Rankine dengan hubungan sebagai berikut:
o

F = 9/5 oC + 32 atau

C = 5/9 (oF-32) atau oR = oF + 459,69

Yayan I.B, (1998), mengatakan temperatur adalah kondisi penting dari suatu
substrat. Sedangkan panas adalah salah satu bentuk energi yang diasosiasikan

dengan aktifitas molekul-molekul dari suatu substrat. Partikel dari suatu substrat
diasumsikan selalu bergerak. Pergerakan partikel inilah yang kemudian dirasakan
sebagai panas. Sedangkan temperatur adalah ukuran perbandingan dari panas
tersebut.
Pergerakan partikel substrat dapat terjadi pada tiga dimensi benda yaitu:
1. Benda padat,
2. Benda cair dan
3. Benda gas (udara)
Aliran kalor substrat pada dimensi padat, cair dan gas dapat terjadi secara :
1. Konduksi, yaitu pengaliran panas melalui

benda padat (penghantar) secara

kontak langsung
2. Konveksi, yaitu pengaliran panas melalui media cair secara kontak langsung
3. Radiasi, yaitu pengaliran panas melalui media udara/gas secara kontak tidak
langsung
Pada aplikasi pendeteksian atau pengukuran tertentu, dapat dipilih salah satu
tipe sensor dengan pertimbangan :
1. Penampilan (Performance)
2. Kehandalan (Reliable) dan
3. Faktor ekonomis ( Economic)
1.3.2. Pemilihan Jenis Sensor Suhu
Hal-hal yang perlu diperhatikan sehubungan dengan pemilihan jenis sensor
suhu adalah: (Yayan I.B, 1998)
1. Level suhu maksimum dan minimum dari suatu substrat yang diukur.
2. Jangkauan (range) maksimum pengukuran
3. Konduktivitas kalor dari substrat
4. Respon waktu perubahan suhu dari substrat
5. Linieritas sensor
6. Jangkauan temperatur kerja
Selain dari ketentuan diatas, perlu juga diperhatikan aspek phisik dan kimia
dari sensor seperti ketahanan terhadap korosi (karat), ketahanan terhadap
guncangan, pengkabelan (instalasi), keamanan dan lain-lain.
1.3.3. Tempertur Kerja Sensor

Setiap

sensor

suhu

memiliki

temperatur

kerja

yang

berbeda,

untuk

pengukuran suhu disekitar kamar yaitu antara -35 oC sampai 150oC, dapat dipilih
sensor NTC, PTC, transistor, dioda dan IC hibrid. Untuk suhu menengah yaitu antara
150oC sampai 700oC, dapat dipilih thermocouple dan RTD. Untuk suhu yang lebih
tinggi sampai 1500oC, tidak memungkinkan lagi dipergunakan sensor-sensor kontak
langsung, maka teknis pengukurannya dilakukan menggunakan cara radiasi. Untuk
pengukuran suhu pada daerah sangat dingin dibawah 65 oK =

-208oC ( 0oC =

273,16oK ) dapat digunakan resistor karbon biasa karena pada suhu ini karbon
berlaku seperti semikonduktor. Untuk suhu antara 65 oK sampai -35oC dapat
digunakan kristal silikon dengan kemurnian tinggi sebagai sensor.
Gambar 1.1. berikut memperlihatkan karakteristik dari beberapa jenis sensor
suhu yang ada.
Thermocouple

RTD

Advantages

T
-

self powered
simple
rugged
inexpensive
wide variety
wide
temperature
range

Thermistor

IC Sensor

V, I

- most stable
- most accurate
- more linear
than
termocouple

- high output
- fast
- two-wire
ohms
measurement

- most linear
- highest output
- inexpensive

Disadvantages

- non linear
- low voltage
- reference
required
- least stable
- least sensitive

- expensive
- power supply
required
- small R
- low absolute
resistance
- self heating

- non linear
- limited
temperature
range
- fragile
- power supply
required
- self heating

- T < 200oC
- power supply
required
- slow
- self heating
- limited
configuration

Gambar 1.1. Karakteristik sensor temperature (Schuller, Mc.Name,


1986)
1.3.4. Bimetal
Bimetal adalah sensor temperatur yang sangat populer digunakan karena
kesederhanaan yang dimilikinya. Bimetal biasa dijumpai pada alat strika listrik dan
lampu kelap-kelip (dimmer). Bimetal adalah sensor suhu yang terbuat dari dua buah
lempengan logam yang berbeda koefisien muainya ( ) yang direkatkan menjadi
satu.
Bila suatu logam dipanaskan maka akan terjadi pemuaian, besarnya
pemuaian tergantung dari jenis logam dan tingginya temperatur kerja logam
tersebut. Bila dua lempeng logam saling direkatkan dan dipanaskan, maka logam
yang memiliki koefisien muai lebih tinggi akan memuai lebih panjang sedangkan
yang memiliki koefisien muai lebih rendah memuai lebih pendek. Oleh karena
perbedaan reaksi muai tersebut maka bimetal akan melengkung kearah logam yang
muainya lebih rendah. Dalam aplikasinya bimetal dapat dibentuk menjadi saklar
Normally Closed (NC) atau Normally Open (NO).
Logam A
Logam B

Bimetal
sebelum
dipanaskan

Bimetal
sesudah
dipanaskan

Gambar 1.2. Kontruksi Bimetal ( Yayan I.B, 1998)

Disini berlaku rumus pengukuran temperature dwi-logam yaitu :

t[3(1 m) 2 (1 mm)(m 2 1 / mn)]

6( A B )(T2 T1 )(1 m) 2
dan dalam praktek tB/tA = 1 dan (n+1).n =2, sehingga;
2t

3( A B )(T2 T1 )

(1.1)

(1.2)

di mana = radius kelengkungan


t = tebal jalur total
n = perbandingan modulus elastis, EB/EA
m = perbandingan tebal, tB/tA
T2-T1 = kenaikan temperature
A, B = koefisien muai panas logamA dan logam B
1.3.5. Termistor
Termistor atau tahanan thermal adalah alat semikonduktor yang berkelakuan
sebagai tahanan dengan koefisien tahanan temperatur yang tinggi, yang biasanya
negatif. Umumnya tahanan termistor pada temperatur ruang dapat berkurang 6%
untuk setiap kenaikan temperatur sebesar 1 oC. Kepekaan yang tinggi terhadap
perubahan temperatur ini membuat termistor sangat sesuai untuk pengukuran,
pengontrolan dan kompensasi temperatur secara presisi.
Termistor terbuat dari campuran oksida-oksida logam yang diendapkan
seperti: mangan (Mn), nikel (Ni), cobalt (Co), tembaga (Cu), besi (Fe) dan uranium
(U). Rangkuman tahanannya adalah dari 0,5 sampai 75 dan tersedia dalam
berbagai bentuk dan ukuran. Ukuran paling kecil berbentuk mani-manik (beads)
dengan diameter 0,15 mm sampai 1,25 mm, bentuk piringan (disk) atau cincin
(washer) dengan ukuran 2,5 mm sampai 25 mm. Cincin-cincin dapat ditumpukan
dan di tempatkan secara seri atau paralel guna memperbesar disipasi daya.
Dalam operasinya termistor memanfaatkan perubahan resistivitas terhadap
temperatur, dan umumnya nilai tahanannya turun terhadap temperatur secara
eksponensial untuk jenis NTC ( Negative Thermal Coeffisien).

RT R A e T

(1.3
o
Koefisien temperatur didefinisikan pada temperature tertentu,
) misalnya 25 C
sbb.:

(1.4)

Gambar 1.3 . Konfigurasi Thermistor: (a) coated-bead (b) disk (c) dioda case dan
(d) thin-film
Teknik Kompensasi Termistor:
Karkateristik termistor berikut memperlihatkan hubungan antara temperatur
dan resistansi seperti tampak pada gambar 1.4

Gambar 1.4. Grafik Termistor resistansi vs temperature:

(a) logaritmik

(b)

skala linier
Untuk pengontrolan perlu mengubah tahanan menjadi tegangan, berikut
rangkaian dasar untuk mengubah resistansi menjadi tegangan.

Gambar 1.5. Rangkaian uji termistor sebagai pembagi tegangan

Thermistor dengan koefisien positif (PTC, tidak baku)

Gambar 1.6. Termistor jenis PTC: (a) linier

(b) switching

Cara lain untuk mengubah resistansi menjadi tegangan adalah dengan


teknik linearisasi.

Daerah resistansi mendekati linier

Untuk teknik kompensasi temperatur menggunakan rangkaian penguat jembatan


lebih baik digunakan untuk jenis sensor resistansi karena rangkaian jembatan dapat
diatur titik kesetimbangannya.

Gambar 1.7. Dua buah Termistor Linier: (a) Rangkaian sebenarnya (b)
Rangkaian Ekivalen

Gambar 1.8. Rangkaian penguat jembatan untuk resistansi sensor


Nilai tegangan outputnya adalah:

atau rumus lain untuk tegangan output

1.3.6. Resistance Thermal Detector (RTD)

RTD adalah salah satu dari beberapa jenis sensor suhu yang sering
digunakan. RTD dibuat dari bahan kawat tahan korosi, kawat tersebut dililitkan
pada bahan keramik isolator. Bahan tersebut antara lain; platina, emas, perak,
nikel dan tembaga, dan yang terbaik adalah bahan platina karena dapat
digunakan menyensor suhu sampai 1500o C. Tembaga dapat digunakan untuk
sensor suhu yang lebih rendah dan lebih murah, tetapi tembaga mudah
terserang korosi.
Kumparan
kawat
platina
Inti dari
Quartz
Terminal
sambung
an
Kabel
keluaran

Gambar 1.9. Konstruksi


RTD
RTD memiliki keunggulan dibanding termokopel yaitu:
1. Tidak diperlukan suhu referensi
2. Sensitivitasnya cukup tinggi, yaitu dapat dilakukan dengan cara memperpanjang kawat yang digunakan dan memperbesar tegangan eksitasi.
3. Tegangan output yang dihasilkan 500 kali lebih besar dari termokopel
4. Dapat digunakan kawat penghantar yang lebih panjang karena noise tidak
jadi masalah
5. Tegangan keluaran yang tinggi, maka bagian elektronik pengolah sinyal
menjadi sederhana dan murah.
Resistance Thermal Detector (RTD) perubahan tahanannya lebih linear terhadap
temperatur uji tetapi koefisien lebih rendah dari thermistor dan model
matematis linier adalah:
RT R0 (1 t )

dimana : Ro = tahanan konduktor pada temperature awal ( biasanya 0 oC)


RT = tahanan konduktor pada temperatur toC
= koefisien temperatur tahanan
t = selisih antara temperatur kerja dengan temperatur awal

Sedangkan model matematis nonliner kuadratik adalah:

Gambar 1.10. Resistansi versus Temperatur untuk variasi RTD metal


Bentuk lain dari Konstruksi RTD

Gambar 1.11. Jenis RTD: (a) Wire (b) Ceramic Tube


Rangkaian Penguat untuk three-wire RTD

(c) Thin Film

Gambar 1.12. (a) Three Wire RTD

(b) Rangkaian Penguat

Ekspansi Daerah Linier


Ekspansi daerah linear dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:
1. Menggunakan tegangan referensi untuk kompensasi nonlinieritas
2. Melakukan kompensasi dengan umpan balik positif

Gambar 1.13. Kompensasi non linier (a) Respon RTD non linier;
(b) Blok diagram rangkaian koreksi
1.3.7. Termokopel
Pembuatan termokopel didasarkan atas sifat thermal bahan logam. Jika
sebuah batang logam dipanaskan pada salah satu ujungnya maka pada ujung
tersebut elektron-elektron dalam logam akan bergerak semakin aktif dan akan
menempati ruang yang semakin luas, elektron-elektron saling desak dan

bergerak ke arah ujung batang yang tidak dipanaskan. Dengan demikian pada
ujung batang yang dipanaskan akan terjadi muatan positif.

Ujung
panas

Ujung
dingin

Arus
elektron
akan
mengalir
dari ujung
panas ke
ujung
dingin

Gambar 1.14. Arah gerak elektron jika logam


dipanaskan
Kerapatan electron untuk setiap bahan logam berbeda tergantung dari
jenis logam. Jika dua batang logam disatukan salah satu ujungnya, dan
kemudian dipanaskan, maka elektron dari batang logam yang memiliki
kepadatan tinggi akan bergerak ke batang yang kepadatan elektronnya rendah,
dengan demikian terjadilah perbedaan tegangan diantara ujung kedua batang
logam yang tidak disatukan atau dipanaskan. Besarnya termolistrik atau gem
( gaya electromagnet ) yang dihasilkan menurut T.J Seeback (1821) yang
menemukan hubungan perbedaan panas (T1 dan T2) dengan gaya gerak listrik
yang dihasilkan E, Peltir (1834), menemukan gejala panas yang mengalir dan
panas yang diserap pada titik hot-juction dan

cold-junction,

dan Sir William

Thomson, menemukan arah arus mengalir dari titik panas ke titik dingin dan
sebaliknya, sehingga ketiganya menghasilkan rumus sbb:
E = C1(T1-T2) + C2(T12 T22)
Efek Peltier

()

Efek Thomson

atau E = 37,5(T1_T2) 0,045(T12-T22)

( ...)

di mana 37,5 dan 0,045 merupakan dua konstanta C 1 dan C2 untuk termokopel
tembaga/konstanta.

Ujung
panas

Beda
potensial
yang terjadi
pada kedua
ujung
logam yang
berbeda
panas
jenisnya

VR

V
s

Ujung
dingin

Vout VS VR

Gambar 1.15. Beda potensial pada


Termokopel
Bila ujung logam yang tidak dipanaskan dihubung singkat, perambatan
panas dari ujung panas ke ujung dingin akan semakin cepat. Sebaliknya bila
suatu termokopel diberi tegangan listrik DC, maka diujung sambungan terjadi
panas atau menjadi dingin tergantung polaritas bahan (deret Volta) dan
polaritas

tegangan

sumber.

Dari

prinsip

ini

memungkinkan

membuat

termokopel menjadi pendingin.


Thermocouple sebagai sensor temperatur memanfaatkan beda
workfunction dua bahan metal

Gambar 1.16. Hubungan Termokopel (a) titik beda potensial


pengukuran dan titik referensi
Pengaruh sifat thermocouple pada wiring

(b)

daerah

Gambar 1.17. Tegangan referensi pada titik sambungan:


buah metal (b) Blok titik sambungan
Sehingga diperoleh rumus perbedaan tegangan :

(a) Jumlah tegangan tiga

Rangkaian kompensasi untuk Thermocouple diperlihat oleh gambar 2.18

Gambar 1.18. Rangkaian penguat tegangan junction termokopel


Perilaku beberapa jenis thermocouple diperlihatkan oleh gambar 1.19
-

tipe E (chromel-konstanta)
tipe J (besi-konstanta)
tipe T (tembaga-Konstanta)
tipe K (chromel-alumel)
tipe R atau S (platinapt/rodium)

Gambar 1.19. Karateristik beberapa tipe termokopel


1.3.8. Dioda sebagai Sensor Temperatur
Dioda dapat pula digunakan sebagai sensor temperatur yaitu dengan
memanfaatkan sifat tegangan junction

Dimanfaatkan juga pada sensor temperatur rangkaian terintegrasi (memiliki


rangkaian penguat dan kompensasi dalam chip yang sama).
Contoh rangkaian dengan dioda sebagai sensor temperature

Contoh rangkaian dengan IC sensor

Rangkaian alternatif untuk mengubah arus menjadi tegangan pada IC sensor


temperature

Gambar 1.20. Rangkaian peubah arus ke tegangan untuk IC termo sensor


1.3.9. Infrared Pyrometer
Sensor inframerah dapat pula digunakan untuk sensor temperatur

Gambar 1.21. Infrared Pyrometer sebagai sensor temperatur


Memanfaatkan perubahan panas antara cahaya yang dipancarkan dengan diterima
yang diterima pyrometer terhadap objek yang di deteksi.
1.4. Elemen Pemanas
1.4.1. Pendahuluan
Proses pembangkitan panas secara elektrik pada suatu bahan dapat dilakukan
dengan menggunakan elemen penghasil panas berupa material konduktor yang
dapat menghantarkan panas secara konduksi, konveksi maupun radiasi. Oleh
karena itu elemen pemanas sebagai material penghasil panas menjadi faktor yang
sangat menentukan proses perpindahan panas dari elemen pemanas ke material
yang dipanaskan. Sehingga karakteristik fisik dan kimia dari bahan elemen
pemanas sangat menetukan kualitas panas yang dihasilkan suatu peralatan
pemanas.
Karakteristik dari elemen pemanas adalah sebagai berikut:

Merupakan material yang bersifat konduktor listrik

Mendapatkan suplay dari listrik melalui kontak, terminal blok atau lead

Membutuhkan kedudukan (mechanical support)

Material yang solid

Memiliki nilai ekonomis untuk masa operasi pada lingkungan atau proses
yang akan digunakan.

1.4.2. Material Elemen Pemanas


Material yang digunakan sebagai elemen pemanas umumnya berupa konduktor
listrik yang baik, namun untuk mencapai tingkat disipasi panas yang lebih tinggi,
ada

kalanya

konduktor

listrik

dicampur

dengan

material

lain

yang

dapat

meningkatkan kemampuan (kapasitas) panas yang dihasilkan konduktor listrik

seperti lapisan isolator atau keramik yang membungkus bagian konduktor.


Berdasarkan materialnya maka elemen pemanas dapat berupa:

Elemen metalik
Elemen metalik merupakan elemen pemanas tradisional yang dibuat dari
gulungan, lempengan atau lembaran logam (metal) yang bersifat konduktor dan
menghasilkan panas jika dialiri listrik. Untuk masa operasi pemanasan yang
lama, elemen metalik dapat mengalami degradasi disebabkan oleh proses
oksidasi permukaan yang terjadi pada saat pemanasan. Oleh karena itu
pemilihan jenis logam yang sesuai dengan aplikasi proses pemanasan yang akan
dilakukan

sangat

menentukan

Pemilihan

komposisi

logam

efektifitas

yang

penggunaan

digunakan

elemen

tergantung

pemanas.

kepada

suhu

operasional, resistivitas material, koefisien resistansi temperatur, koefisien


resistansi perkaratan, kekuatan mekanis, kemudahan pembentukan dan biaya.
Tingkat keakuratan resistivitas elemen metalik berkisar kurang lebih 5 %. Jenis
campuran logam yang biasa digunakan sebagai elemen metalik antara lain:
nikel-kromium, besi-nikel-kromium dan besi-krom-alumenium. Campuran besikrom-alumenium dapat beroperasi pada tingkat suhu lebih tinggi daripada nikelkromium,

sedangkan

logam

logam

khusus

seperti

platina,

tantalum,

molibdenum dan lainnya biasanya digunakan untuk keperluan khusus di


laboratorium. Karakteristik berbagai campuran elemen metalik ini disajikan pada
tabel 1.1 dibawah.
Tabel 1.1. Karakteristik dan Aplikasi berbagai material elemen metalik. [9]

Elemen lembaran (sheathed elements)


Untuk melindungi bagian elemen pada berbagai kondisi lingkungan sekitar
dalam berbagai aplikasi pemanasan, ada kalanya bagian logam elemen
dilindungi oleh lapisan isolasi yang memisahkan elemen metalik (logam) dengan
lapisan luar elemen. Elemen yang berbentuk seperti ini dinamakan elemen
lembaran (sheathed elements) dan banyak digunakan pada aplikasi rumah
tangga seperti peralatan memasak, pemanas celup dan elemen ketel. Elemen ini
terdiri atas bubuk magnesium oksida murni yang melapisi koil elemen tembaga,
nikel atau stainles steel yang berupa lembaran. Rating elemen biasanya
dinyatakan dalam watt per cm2 lembaran. Selain magnesium oksida, pada

aplikasi industri juga digunakan mika sebagai pelapis isolator pada elemen
pemanas. Pemilihan bahan yang digunakan tergantung kepada pemakaian
dengan mempertimbangkan kapasitas transfer panas, kemampuan mekanis dan
elektris dan karakteristik perkaratan.

Elemen keramik
Elemen keramik biasanya digunakan untuk aplikasi pemanasan dengan suhu
yang sangat tinggi. Material yang digunakan dapat berupa silikon karbida,
molibidenum disilisida, lanthanum kromite, dan zirkonia yang memiliki karkater
konduktor listrik yang memungkinkan material tersebut berfungsi sebagai
elemen pemanas. Selain itu dapat juga digunakan material grafite untuk aplikasi
pemanasan tanpa menggunakan oksigen. Konstruksinya dapat berupa kawat
spiral elemen metalik yang dilapisi lapisan keramik tebal dan kompak yang
melindungi bagian metal elemen. Elemen metal yang digunakan biasanya
memiliki tingkat resistansi yang rendah sehingga dapat menghasilkan panas
maksimal. Karena sifat bahan keramik yang mudah pecah dan retak, maka
bagian penopang elemen jenis ini harus memberi ruang gerak yang leluasa
sehingga elemen keramik dapat menyesuaikan pemuaian dan penyusutan yang
terjadi selama proses pemanasan tanpa menyebabkan elemen ini pecah dan
retak. Karaktersitik resistivitas elemen keramik dibandingkan dengan elemen
logam (metalik) diperlihatkan pada gambar 1.22 berikut:

Gambar 1.22. Perbandingan karakteristik resistivitas elemen keramik dengan


elemen logam.[9]
1.4.2. Konstruksi Elemen Pemanas
Konstruksi elemen pemanas baik yang menggunakan material logam, lembaran
maupun keramik sangat tergantung kepada aplikasi pemakaian dari elemen
tersebut. Hal yang perlu diperhatikan dalam konstruksi elemen pemanas adalah
penggunaan material yang akan digunakan sebagai terminal atau lead dari elemen
yang akan dipasang. Untuk elemen yang akan digunakan pada aplikasi dengan
kondisi kelembaban tinggi, sebaiknya digunakan terminal yang tahan karat dan
mampu menahan arus yang akan melalui elemen tanpa mengalami kerusakan.
Lead yang akan digunakan hendaklah memiliki resistansi yang rendah dan mampu
menahan besar daya pemanasan joule (I2 R) yang terjadi selama pemanasan.
Bentuk kontruksi yang umum digunakan pada elemen pemanas diperlihatkan pada
gambar 1.23 berikut:

Gambar 1.23. Konstruksi elemen pemanas pada oven dan tungku pemanas: (i)
elemen metalik; (a) belitan koil; (b) strip; (c) elemen plat; (d) elemen
pipa; (ii) elemen pemanas non-metalik: (e) elemen silikon karbida
batangan dan pipa; (f) elemen molibdenum disilisida; (g) elemen grafit.
[9]

Anda mungkin juga menyukai