Anda di halaman 1dari 59

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
umumnya fraktur disebabkan oleh trauma atau aktivitas fisik dimana
terdapat tekanan yang dierikan berlebihan pada tulang.fraktur lebih sering terjadi
pada laki-laki dari pada perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan sering
berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau luka yang disebabkan leh
kecelakaan kendaraan bermotor.
Jumlah korba kecelakaan lalu lintas di Indonesia cenderung turun, yaitu
47.401 orang pada tahun 1989, menjadi 32.815 orang pada tahun 1995. Rasio
jumlah korban cedera sebesar 16,80 per 10.000 penduduk dan rasio korban
meninggal sebesar 5,63 per 100.000 penduduk. Angka kematian tertinggi berada
di wilayah Kalimantan timur, yaitu 11,07 per 100.000 penduduk dan terendah di
Jawa Tengah, yaitu sebesar 2,67 per 100.000 penduduk (Depkes, 1996)
Oleh karena itu kami akan membahas mengenai Asuhan Keperawatan
pada pasien dengan Fraktur.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian dari Fraktur?
2. Apa Etiologi dari Fraktur?
3. Bagaimana Proses terjadinya Fraktur?
4. Bagaimana Klasifikasi Fraktur?
5. Apa saja Faktor-faktor penyembuhan Fraktur?
6. Bagaimana Penatalaksanan dari Fraktur?
7. Bagaimana Asuhan Keperawatan pasien dengan Fraktur?
C. Tujuan Masalah
Tujuan Umum

Untuk memperoleh gambaran pengetahuan tentang Asuhan Keperawatan


pada pasien Fraktur.
Tujuan Khusus

Dapat mengetahui tentang


1. Pengertian dari Fraktur.
2. Etiologi dari Fraktur.

1111

3.
4.
5.
6.
7.

Proses Terjadi
Klasifikasi Fraktur.
Faktor Penyembuhan
Penatalaksanan dari Fraktur.
Asuhan Keperawatan pasien dengan Fraktur.

BAB II
FRAKTUR
A. Pengertian

Banyak sekali yang di kemukakanleh para ahli tentang fraktur. Fraktur


menurut Smelzer (2002) adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan
sesuai jenis dan luasnya. Demikian pula menurut Siamsuhidayat (2005), fraktur
atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh tudapaksa.
Berdasarkan batasan diatas dapat disimpulkan bahwa, fraktur adalah
terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang utuh, yang
biasanya disebabkan oleh trauma/rudapaksa atau tenaga fisik yang ditentukan
jenis dan luasnya trauma.
B. Etiologi
Umumnya fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang
berlebihan pada tulang. Fraktur senderung terjadi pada laki-laki, biasanya fraktur
terjadi pada umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga,
pekerjaan, atau luka yang disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor.
Sedangkan pada orang tua, perempuan lebih serig mengalami fraktur dari pada
laki-laki yang berhubungan dengan meningkatnya insiden osteoporosis yang
terkait dengan perubahan hormon pada menopouse (reeves,2001).

Pravelensi

Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan umur
dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau
kecelakaan. Sedangkan pada usia lanjut pravelensi cenderung banyak terjadi
pada wanita berhubungan dengan adanya osteoporosis yang terkait dengan
perubahan hormone.
C. Proses Terjadinya Fraktur
Tulang kortikal mempunnyai struktur yang dapat menahan kompresi dan
tekanan memuntir (shearing). Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan
tulang menahan tekanan, trauma tekanan, membengkok, memutar, dan menarik
(chairudin rasjad 1998).

Trauma muskuloskeletal yang dapat mengakibatkan fraktur adalah sebagai berikut :

1. Trauma langsung. Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada


tulang. Hal tersebut dapatTrauma
mengakibatkan
terjadinya fraktur pada daerah
Pada Tulang
tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat kominutif dan jaringan lunak
Pada Tulang
ikut menglami kerusakan.
2. Trauma tidak langsung. Apabila trauma dihandarkan kedaerah yang lebih jauh

dari daerah fraktur, trauma tersebut disbut trauma tidak langsung. Misalnya,
Terbuka
Tertutup
jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klafikula. Pada
kan Arteri, infeksi, perdarahan
(syok),
nekrosis
Resiko
Avaskular
Infeksi,
adanya
keadaan
ini biasanya
jaringan
lunak tetap
utuh. emboli lemak dari fraktur tulang panj
Fraktur dapat terjadi akibat adanya tekanan yang melebihi tekanan kemampuan
tulang dalam menahan tekanan. Tekanan pada tlang dapat berupa tekanan berputar
yang meneyebabkan fraktur bersifat
spiral atau
oblik ; tekanan membengkok
Trauma
penetrasi
menyebabkan fraktur transfersal ; tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat
Pendarahan
Cedera Vaskular
Trombosis penuh
menyebabkna fraktur inspaksi, dislokasi, atau fraktur dislokasi ; kompersi fentrikal
dapat menyebabkan komunitif atau memecah, misalnya pada badan vertebra, talus,
Komplikasi
atau fraktur buckle pada anak-anak ; trauma langsung yang disertai dengan resitensi
pada satu jarak tertentu akan menyebabkan fraktur oblik atau fraktur Z ; fraktur
Penyebab kematian lambat (>3hari)
karena
remuk ;kematian
trauma karena
Penyebab
dinitarikan pada ligamen atau tendo akan menarik sebagian
tulang.
Hemoragi dan cedera kepala
Gangguan organ multiple

Pelepasan toksin

Terjadi ARDS dan DIC


ungsi pernapasan dan kardiovaskuler

Dilatasi pembuluh darah

Syok hipvolemik

kematian

sepsis

PATOFISIOLOGI
Penurunan perfusi organ Penuruan curah jantung
Penurunan tahanan vascular sistemik

Syok sepsis
Penurunan tekanan darah & perfusi perifer

Ulkus pada luka, emboli pulmonal, dan atrofi otot

D. Klasifikasi Fraktur
Chaerudin rasja (1998) mengklasifikasikan fraktur dalam beberapa keadaan sebagai
berikut :
1. Fraktur traumatik. Terjadi karena yang tiba-tiba mengenai tulang dengan
kekuatan yang besar dan tulang tidak mampu menahan trauma tersebut
sehingga terjadi patah.
2. Fraktur patologis. Terjadi kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan
patologis di dalam tulang. Faktor patologis terjadi pada daerah-daerah tulang
yang telah menjadi lemah karena tumor atau proses patologis lainnya. Tulang
sering kali menunjukan penurunan densitas. Penyebab yang paling sering dari
fraktur-fraktur semacam ini adalah tumor, baik tumor primer maupun tumor
mestastasis.
3. Ftraktur stres. Terjadi karena adanya trauma yang terus menerus pada suatu
tempat tertentu.
Klasifikasi jenis sangat umum sangat digunakan dalam konsep fraktur dalam
beberapa sumber. Jenis-jenis fraktur tersebut adalah simple fraktur ( fraktir tertutup);
coummpound fraktur (fraktur terbuka), tranfersel fraktur (fraktur transfersal /
sepanjang garis tangn tulang), spiral fraktur (fraktur yang memuntir seputar batang

tulang (, impacted fraktur ( fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang lain),


greenstick fraktur ( salah satu tulang patah, sedangkan sisi lainnya membengkok),
comminuted fraktur (tulang pecah menjadi beberapa fragmen).

Gambar skematis secara klinis dari Fraktur


Dalam beberapa keadaan gangguan sistem muskolaskletal, perawat di hadapkan
beberapa pada masalah klinis klien akibat trauma pada tulang, manifestasi kelainan
akibat trauma pada tulang berfariasi. Pengamatan secara klinis memberikan gambaran
kelainan pada tulang. Secara umum, keadaan patah tulang secara klinis dapat di
klasifikasikan sebagai berikut:
1. Fraktur tertutup ( simple fraktur). Fraktur tertutup adalah fraktur fragmen
tulang nya tidak menebus kulit sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh
lingkungan atau tidak mempunyai dengan hubungan dunia luar.
2. Fraktur terbuka (commpound fraktur) fraktur terbuka adalah fraktur yang
mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan
lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam) atau from without (dari luar)

Gambaran klinis fraktur terbuka


Fraktur lengan komplikasi (complicated fraktur). Fraktur dengan komplikasi
adalah fraktur yang disertai dengan komplikasi, misalnya mal-union de layed union,
non union, dan infeksi tulang.

Perawat dalam menghadapi situasi kinis klien secara langsung perlu memahami
keadaan anatomi dan fisiologi sistem muskuloskeletal situasi tersebut dapat
memberikan gambaran pada perawat untuk melakukan perencanaan dan
implementasi kperawatan yang sesuai dengan klinis atau keluhan klien. Secara
teknik, konsep penting yang perlu diperhatikan adalah apakah terjadi kontaminasi
oleh lingkungan pada tempat terjadinya fraktur. Fragmen fraktur dapat menembus

kulit pada saat terjadinya cedera, terkontaminasi, kemudian kembali hampir pada
posisinya semula. Pada keadaan semacam ini operasi untuk irigasi, debridemen, dan
pemberian antibiotik melalui intravena mungkin perlu dilakukan untuk mencegah
terjadinya esteomielitis. Pada uunya, operasi irigasi dan dibridemen pada fraktur
terbuka harus dilakukan sebelum waktu 6 jam untuk mengurangi kemungkinan
infeksi.
Gambaran foto polos sinar x sangat memebantu perawat dalam melakukan
perencanaan dan implementasi lebih jauh. Derajat kelainan dari patah tulang dapat
diketahui oleh team kesehatan dengan beberapa klasifikasi. Charles A. Rockwood
mengklasifikasikan fraktur secara radiologis.
1. Lokalisasi/letak fraktur : diafisis, metafisis, intraatrikular, dan fraktur dengan
dislokasi.
2. Konfigurasi/sudut patah dari fraktur :
Fraktur transversal. Fraktur transversal adalah fraktur yang garis
patahnya tegak lurus terhadap sumbu panjang tulang. Pada fraktur
semacam ini, segmen-segmen tulang yang patah direposisi atau
direduksi kembali ke tempatnya semula. Segmen-segmen itu akan

stabil dan biasanya dikontrol dengan bidai gips.


Farktur oblik. Fraktur oblik adalah fraktur yang garis patahnya
membentuk sudut terhadap tulang. Fraktur ini tidak stabil dan sulit
diperbaiki.

Fraktur spiral. Fraktur spiral timbul akibat torsipada ekstremitas.


Fraktur-fraktur ini khas pada cedera main ski ketika ujung ski
terbenam pada tumpukan salju dan ski berputar sampai tulang patah.
Hal yang menari adalah jenis fraktur rendah energi inihanya
menimbulkan sedikit kerusakan jaringan lunak. Fraktru semacam ini

cenderung cepat sembuh dengan imobilisasi luar.


Fraktur kominutif. Comminuted fraktur adalah serpihan-serpihan atau
terputusnya jarinagn tempat adanay lebih dari 2 fragmen tulang.

Fraktur segmental adalah dua fraktur berdekatan pada satu tulang yang
mneybabkan terpisahnya segmen sentral dari suplai darahanya. Fraktur
semacam ini sulut ditangani. Biasanya satu ujung yang memiliki
pembuluh darah yang menjadi sulit unutk sembuh. Keadaan ini

mungkin memerlukan pengobatan melalui pembedahan.


Fraktur impaksi atau fraktur kompersi. Fraktrus kopersi terjadi ketika
dua tulang membentuk tulang ketiga yang berada diantaranya, seperti
satu vertebra dengan 2 vertebra lainnya. Fraktur pada korpus vertebra
ini dapat didiagnosis dengan radiogram. Pandangan lateral tulang
punggung menunjukan pengurangan tinggi ventrikal dan sedikit
membnetuk sudut pada satu atau berapa vertebra. Pada orang uda
fraktru kopresif dapat disertai pendarahan retroperitoneal yang cukup
berta. Seperti pada fraktur pelfis, klien dapt secara tepat menjadi syok
hipovelemik dan meninggal jika tidak dilakukan pemeriksaan denyut
nadi, tekanan darah, dan pernapasan secara akurat, dan berulang pada

10

24 sampai 48 jam pertama setalh cedera. Ileus dan retensi kemih dapat
juga trjadi pada cedera ini.

3. Menurut ekstensi :
Fraktur total
Fraktur tidak total (fraktur crack)
Fraktur buckle atau torus
Fraktur garis rambut
Fraktur greenstick. Fraktur greenstick adalah fraktur tidak sempurna
dan sering terjadi pada anak-anak. Korteks tulangnya sebagian masih
utuh, demikian juga periosteum. Fraktur ini akan segera sembuh dan
segera mengalami perubahan bentuk dan fungsi agar menjadi normal
kembali.
4. Fraktur avulsi. Fraktur avulsi memisahakna suatu fregmen tulang pada tempat
invertif tendon ataupun ligamen.
5. Fraktur sendi. Catatan khusus harus dibuat untuk fraktur yang melibatkan
sendi, terutama apabila gemetri sendi terganggu secara bermakna.
Perkiraan waktu imobilisasi yang dibutuhkan untuk penyatuan
Fraktur
Falang (jari)
Metacarpal
Karpal
Skafoid
Raius dan ulna
Humerus :
Suprakondiler
Batang

Lamanya minggu
3-5
6
6
10 (atau sampai terlihat penyatuan pada sinarX)
10-12
3
8-12

11

Proksimal (impaksi)
Proksimal (dengan pergeseran)
Klavikula
Vertebra
Pelvis
Femur :
Intrakapsuler
Intratrokhanterik
Batang
Suprakondiler
Tibia :
Proksimal
Batang
Maleolus
Kalkaneus
Metatarsal
Falang (jari kaki)

3
6-8
6-10
16
6
24
10-12
18
12-15
8-10
14-20
6
12-16
6
3

E. Faktor Penyembuhan
Seorang perawat perlu mengethaui fraktor-fraktor yang mendukung
peneyembuhan fraktur dengan implikasi pemeberian asuhan kperawatan yang lebih
baik pada klien. Menurut chairudi rasjad (1999), faktor-faktor yang menetukan lama
penymebuhan fraktur adalah sebagai berikut.
1. Usia penderita. Waktu penyembuhan tulang anak-anak jauh lebih cepat dari
pada orang dewasa. Hal ini terutama disebabkan aktivitas proses osteogenesis
pada peri osteum dan endosteum serta proses pembentukan tulang padabayi
sangat aktif. Apabila usia bertabah, proses tersebut semakin berkurang.
2. Lokalisasi dan konfigurasi fraktur. Lokalisasi fraktur memegang peranan
penting. Penyembuhan fraktur metafisis lebih cepat dari pada fraktur diafisis.
Disamping itu, konfigurasi fraktur seperti fraktur transversal lebih lambat
penyembuhan dibandingkan dengan fraktur oblik karena kontak yang lebih
banyak.
3. Pergerseran awal fraktur. Pada fraktur yang periosteum tidak bergeser,
penyembuhan nya 2x lebih cepat dengan fraktur yang bergser.
4. Faskularisasi padakedua fragmen. Apabila kedua fragmen mempunnyai
fasularisasi yang baik, penyembuhannya tanpa komplikasi. Bila salah satu fisi

12

fraktur meimiliki faskularisasi yang jelek sehingga mengalami kematian,


pembentukan union, akan terhambat atau mungkin terjadi non union.
5. Reduksi serta imobilisasi. Reposisi fraktur akan memberikan kemungkinan
untuk vaskularisasi yang lebih baik dalam bentuk asalnya. Imobilisasi yang
sempurna akan mencegah pergerakan dan kerusakan pembuluh darah yang
mengganggu penyembuhan fraktur.
6. Waktu imobilisasi. Bila imobilisasi tidak dilakukan sesuai waktu
penyembuhan sebelum terjadi union, kwmungkinan terjadinya non union
sangat besar
7. Ruangan diantara kedua fragmen serta interposisi oleh jaringan lunak. Adanya
intrposisi jaringan, baik berupa periosteurum maupun toto atau jaringan
vibrosa lainnya, akan menghambat faskularisasi ke dua ujung fraktur.
8. Faktor adanya infeksi dan keganasan lokal
9. Cairan sinovial. Cairan sinovial yang terdapat pada persendian merupakan
penghambatan dalam penyembuhan fraktur,
10. Gerakan aktif dan pasif pada anggota gerak. Gerak aktif dan pasif pada
anggota gerak akan meningkatkan vaskularisasi daerah fraktur. Akan tetapi,
gerakan yang dilakukan pada daerah fraktur tanpa imobilisasi yang baik juga
akan mengganggu vaskularisasi.
Penyembuhan fraktur berkisar antara 3 minggu sampai 4 bulan. Secara kasar,
waktu penyembuhan pada anak waktu penyembuhan orang dewasa. Faktor lain
yang mempercepat penyembuhan fraktur adalah nutrisi yang baik, hormon-hormon
pertumbuhan, tiroid, kalsitonin, vi D, dan steroid anabolik, seperti kortikosteroid
(menghambat kecepatan perbaikan).
F. Komplikasi
Setiap perawat mengetahui komplikasi yang bisa terjadi pada setiap klien yang
mengalami masalah fraktur. Dengan mengetahui kemungkinan masalah yang dapat
dialami klien, perawat dapat mengantisipasi agar masalah tersebut tidak terjadi atau
mengurangi dampak resiko dengan mengoptimalkan pengetahuan yang mereka
miliki. Klien yang mmengalami fraktur perlu mengetahui bahwa perawat mempunyai
pengetahuan dalam menilai komplikasi yang mungkin terjadi pada klien fraktur.

13

Dengan demikian, klien tidak melakukan pengobatan secara tradisional kepada


dukun, patah karena memiliki risiko penyembuhan tulang yang kurang baik.
Komplikasi fraktur:
1. Komplikasi awal
Kerusakan arteri. Pecahnya arteri karena trauma dapat ditandai dengan
tidak adanya nadi, CRT (capillary refill time) menurun, sianosis pada
bagian distal, hematoma melebar, dan dingin pada ekstermitas yang
disebabkan oleh tindakan darurat splinting, perubahan posisi pada

yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.


Sindrome kompartemen. Merupakan komplikasi serius yang terjadi
karena terjebaknya otot,tulang,saraf, dan pembuluh darah dalam
jariangan parut. Hal ini disebabkan oleh edema atau karena tekanan
dari luar sesperti gips dan pembebatan yang terlalu kuat.

Fat embolism syndrome. (FES) adalah komplikasi serius yang sering


terjadi pada kasus fraktur tulang panjang, FES terjadi karena sel-sel
lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah
dam menyebabkan kadar oksigen dalam darah menjadi rendah. Hal
tersebut ditandai dengan gangguan pernafasan, takikardia, hipertensi,

takipnea, dan demam.


Infeksi. Sistem pertahanan tubuh akan rusak bila dimulai pada kulit
(superficial) dan masuk kedalam. Hal ini biasanya terjadi pada kasus
fraktur terbuka, tetapi dapat juga karena penggunaan bahan lain dalam
pembedahan, seperti pin (ORIF&OREF) dan plat.

14

Peran perawat sangat diperlukan dalam melakukan perawatan luka


dengan baik untuk menghindari terjadinya infeksi pada klien fraktur
terbuka dan pascaoprasi pemasangan pin.

Nekrosis avaskular. Terjadi karna aliran darah ke tulang rusuk atau


terganggu sehingga menyebabkan nekrosis tulang. Biasanya, diawali

dengan adanya iskemia volkman.


Syok. Syok terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler sehingga menyebabkan oksigenasi menurun. Hal
ini biasanya terjadi pada fraktur. Pada beberapa kondisi tertentu, syok
neurogenik sering terjadi pada fraktur femur karena rasasakit yang

hebat paa klien.


2. Komplikasi lama
Deleyed union. Merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai
dengan waktu yang di butuhkan tulang untuk menyambung. Hal ini
terjadi karena suplai darah ketulang menurun. Delayed union adalah
fraktur yang tidak sembuh setelah selang waktu 3-5 bulan ( tiga bulan
untuk anggota gerak atas dan lima bulan untuk anggota gerak bawah).

Etiologi delayed union sama dengan etiologi pada non union.


Non union adalah fraktur yang tidak sembuh antara 6-8 bulan dan
tidak di dapatkan konsolidasi sehingga terdapat pseudoartrosis (sendi
palsu). Pseudoartrosis dapat terjadi tanpa infeksi, tetapi dapat juga
terjadi bersama-sama infeksi yang disebut infected pseudoar throsis.

15

Beberapa jenis non union terjadi menurut keadaan ujung-ujung fragmen


tulang sebagai berikut.
Hipertrofik. Ujung-ujung tulang bersifat sklerotik dan lebih
besar dari keadaan normal yang disebut gambaran elephant
foot. Garis fraktur tampak dengan jelas. Ruangan antar tulang
diisi dengan tulang rawan dan jaringan ikat fibrosa. Pada jenis
ini, vaskularisasi baik sehingga biasanya hanya diperlukan
fiksasi yang rigid tanpa pemasangan bone graft.
Atrofik (oligotrofik)
Tidak ada tanda-tanda aktivitas selular pada ujung fraktur.
Ujung tulang lebih kecil dan bulat serta osteoporotik dan
avaskular. Pada jenis ini, di samping dilakukan fiksasi rigid,

juga diperlukan pemasangan benograft.


Mal union. Adalah keadaan ketika fraktur menyembuh pada saatnya,
tetapi terdapat deformitas yang berbentuk angulasi,

Gambaran klinis atrofik


1. Nyeri ringan atau sama sekali tidak ada.
2. Gerakan abnormal pada daerah fraktur
membentuk sendi palsu yang disebut
pseudoartrosis.
3. Nyeri tekan sedikit atau sama tidak ada.
4. Pembengkakan dapat di temukan dan dapat juga
tidak terdapat pembengkakan sama sekali.
5. Saat diraba perawat dapat menemukan rongga
di antara kedua fragmen.

Penyebab non union dan delayed union.


1.
2.
3.
4.
5.

Vaskularisasi yang kurang pada ujung-ujung fragmen


Reduksi yang tidak adekuat
Imobilisasi yang tidak adekuat sehingga terjadi gerakan pada kedua fragmen
Waktu imobilisasi yang tidak cukup
Infeksi

16

6. Distraksi pada kedua ujung karena adanya traki yang berlebihan


7. Interposisi jaringan lunak diantara kedua fragmen
8. Terdapat jarak yang cukup besar antara kedua fragmen
9. Destruksi tulang, misalnya karena tumor atau osteomeilitis (fraktur patologis)
10. Dissolusi hematoma fraktur oleh jarinagn sinovia (fraktur intrakapsular)
11. Kerusakan periosteum yang hebat sawaktu terjadi fraktur atau operasi
12. Fiksasi internal yang tidak sempurna
13. Delayed union yang tidak diobati
14. Pengobatan yang salah satu sama sekali tidak dilakukan
15. Terdapat benda asing antara kedua fraktur , misalnya pemasangan screw diantara
kedua fragmen.
Varus/valgus,rotasi, pemendekan, atau union secara menyilang, misalnya pada fraktur
tibia-fibula
Etiologi mal-union adalah fraktur tanpa pengobatan, pengobatan yang tidak adekuat,
reduksi dan imobilisasi yang tidak baik, pengambilan keputusan serta teknik yang
salah pada awal pengobatan, osifikasi premature pada lempeng epifis karena adanya
trauma.

G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kegawat daruratan
Bila dicurigai adanya fraktur, pentig untuk melakukan imobilisasi bagian
tubuh segera sebelum klien dipindahkan. Bila klien mengalami cedera, sebelum
dapat dilakukan pembidaian, ekstremitas harus disangga diatas sampai dibawah

17

tempat patahan untuk mencegh gerakan rotasi maupun angulasi. Pembidaian


sangat penting untuk mencegah kerusakan jaringan lunak oleh fragmen tulang.
Gerakan fragmen patahan tulang dapat menyebabkan timbulnya rasa nyeri,
kerusakan jaringan lunak, dan perdarahan lebih lanjut. Nyeri yang terjadi karena
fraktur yang sangat berat dapat dapatdikurangi dengan menghindrai fragmen
tulang. Daerah yang cedera diimobilisasi dengan memasang bidai sementara
dengan bantalan yang memadai, dan kemudian dibebat dengan kencang namun
tetap harus memperhatikan nadi perifer. Imobilisasi tulang panjang eksstremitas
bawah dapat juga dilakukan dengan membebat ke dua tungkai bersama, dengan
ekstremitas yang sehat bertindak sebagai nidai bagi ekstremitasyang cedera.
Luka ditutup dengan pembalut steril (bersih) untuk mencegh kontaminasi
jaringan yang lebih dalam pada luka terbuka. Jangan sekali-kali melakukan
reduksi fraktur, bahkan bila ada fragmen tulang yang keluar melalui
luka/menembus kulit. Evaluasi klien dengan lengkap. Pakaian diepas dengan
lembut, diawali dari bagian tubuh yang sehat dan dilanjutkan pada sisi yang
cedera. Pakaian mungkin harus dipotong pada sisi yang cedera. Ekstremitas
sebisa mungkin jangan sampai digerakan untuk mencegah kerusakan jaringan
lunak lebih lanjut.
Setip perawat perlu mengetahui tindakan medis yang bisanya
dilakukan oleh tim medis agar dapat melakukan asuhan keperawatan yang tepat
bagi klien setelah ditangani oleh team medis. Team medis yang menangani
keadaan klinis klien yang mengalami fraktur memerlukan penilaian
penatalaksanaan yang sesuai, yaitu dengan mempertimbangkan faktor usia,
jenis fraktur, komplikasi yang terjadi, dan keadaan sosial ekonomi klien secara
individual. Ada beberapa pentalaksanaan, yaitu penatalaksanaan fraktur
tertutup, terbuka, dislokasi, dan amputasi. Implikasi keperawatan utama dalam
penanganan kasus fraktur tertutup adalah menganailissis masalah yang akan
muncul pada klien setelah dilakukan :
Gambaran Klinis Mal-Union
1. Deformitas dengan bentuk yang bervariasi

18

2.
3.
4.
5.
6.

Gangguan fungsi anggota gerak


Nyeri dam keterbatsan pergerakan sendi
Ditemukan komplikasi seperti paralisis tardi nervus ulnaris
Osteoartritis apabila terjadi pada daerah sendi
Bursitis atau nekrosisi kulit pada tulang yang mengalami deformatis.

Prinsip pentalaksanaan fraktur 4R


Teknik
Regocnition

Pengetian
Diagnosa dan penilaian
fraktur

Prinsip penatalaksanaan
Prinsip pertama dalah
mengetahui dan menilai
kedaan fraktur dengan
anamnesis, pemeriksaam
klinik, dam radiologi.
Pada awal pengobatan
perlu diperhatikan
lokalisis fraktur, bentuk
fraktur, menentukan
teknik yang sesuia unutk
pengobatan dan
menghindar komplikasi
yang mungkin terjadi
selama dan sesduah

Reduction

Restorasi fargmen fraktur

pengobatan.
Reduksi fraktur apabila perlu.

sehingga posisi yang

Pada fraktur intra-

paling optimal

artikuar diperlukan

didapatkan

reduksi anatomis.
Sedapat mungkin

19

mengembalikan fungsi
normal dan mencegah
komplikasi seperti
kekuan , deformitas serta
perubahan osteoartitis
Imobilisasi fraktur

dikemudian hari.
Secara umum, teknik
pentalaksanaan yang
digunakan adalah
mengistirahtkan tulang
yang mengalami fraktur
dengan tujujan penyatuan
yang lebih cepat anatra
kedua fragmen tulang

Mengembalikan aktivitas

yang mengalami fraktur.


Program rehabilitas dilakukan

fungsional semaksimal

dengan mengoptimalkan

mungkin

seluruh keadaan klien


pada funsinya agar
aktivitas dapat diakukan
kembali. Misalnya pada
klien pascaamputasi
kruris. Program
rehablitas yang
dijalankan dalah
bagaimana klien dapat
melanjutkan hidup dan
melakukan aktivitas
dengan memaksimalkan
organ lain yang tidak

20

mengalami masalah.
Penatalaksanaan medis. Seorang perawat yang melakukan asuhan
muskuloskeletal perlu mengenal metode pengobatan yang biasa dilakukan pada
fraktur tertutup. Pada umunya, metode pengobatan yang digunakan sebgai berikut :
1. Penatalaksanaan konservatif.
Pentalaksanaan konservatif merupakan pentalaksanaa non pembedahan agar
imobilisasi pada patah tulang dapat terpenuhi.
Proteksi (tanpa reduksi atau imobilisasi). Proteksi fraktur terutama
unutk mencegah trauma lebih lanjut dengan cara membrikan sling
(mitela) pada anggota gerak atas tonglat ada anggota gerak bawah .
tindakan ini terutama diindikasikan pada fraktur-fraktur tidak bergeser,
fraktur iga yang stabil, falang dan metakarpal, atau fraktur klavikula
pada anak. Indikasi lain yaitu fraktur komperesi tulang belakang,
fraktur impaksi pada humerus proksimal, serta fraktru yang sudah
mengalami union secara klinis, tetapi belum mencapai konsolidasi
radiologis.

Imobilisasi dengan bidai eksterna (tanpa reduksi). Imobilisasi fraktur


dengan bidai eksterna hanya memberikan sedkit imobilisasi biasanya
menggunakan plaster of paris (gips) tau dengan bercam-macam bidai
dari plastik atau metal. Metode ini digunakan pada fraktur yang perlu
dipertahankan posisinya dalam proses penyembuhan.

21

Reduksi tertutup dengan memanipulasi dan imobilisasi eksterna yang


menggunakan gips. Reduksi tertuutup yang diartikan memnaipulasi
dilakukan dengan pembiusan umum dan lokal. Reposisi yang
dilakukakn melawan kekuatan terjadinya fratktur. Pengguanaan gips
unutk imobilisasi merupakan alat utama pada teknik ini .
Indikasi tindakan ini :
Sebagai bidai pada fraktur utuk pertolongan pertama
Imobilisasi sebgai pengobatan definitif pada fraktur
Pada fraktur yang bergeser diperlukan manipulassi da
diharapkan dapat dilakukan reduksi tertutup serta

dipertahankan.
Fraktur yang tidak stabil atau bersifta komunikatif bergerak
Imobilisasi untuk mencegah frajtur patologis
Sebgaai alat bantu tambahan pada fiksasi internal yang kurang

kuat
Reduksi tertutup dengan traksi berlanjut yang diikuti dengan

imobilisasi
Reduksi tertutup pada fraktur yang diikuti dengan traksi
berlnajut dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu traksi
kulut dan trkasi tulang.

Traksi
Traksi adalah pemasangan gaya tarikan ke bagian tubuh. Traksi
digunakan untuk meminimalkan spasme otot; untuk mereduksi, menyejajarkan
dan mengimobilisasi fraktur ; untuk mengurangi deformitas; dan untuk

22

menambah ruagan di antara kedua permukaan patahan tulang. Traksi harus


diberikan dengan arah dan besaran yang diinginkan untuk mendapatkan efek
terapeutik. Factor-faktor yang mengganggi keefktifan tarikan traksi harus
dihilangkan.
Efek traksi yang dipasang harus dievaluasi dengan sinar-X dan
mungkin dperlukan penyesuaian. Bila otot dan jaringan lunak sudah relaks,
berat yang digunakan harus diganti untuk memperoleh gaya tarikan yang
diinginkan. Kadang, traksi harus dipasang dengan arah yang lebih dari satu
untuk mendapatkan garis tarikan yang diinginkan. Dengan cara ini, bagian garis
tarikan yang pertama berkontraksi terhadap garis tarikan yang lainnya. Garisgaris tarikan tersebut dikenal sebagai vector gaya. Resultan gaya tarikan yang
sebenarnya terletak diantara kedua garis tarikan tersebut.
Prinsip traksi efektif dan implikasi keperawatan
Prinsip traksi efektif
1. Pada setiap pemasangan traksi harus

Implikasi keperawatan
1. Dampak psikologis dan fisiologis

difikirkan adanya kontratraksi.

masalah musculoskeletal, alat traksi, dan

Kontratraksi adalah gaya yang bekerja

imobilitas harus diperhitungkan.

dengan arah berlawanan. (hokum

Masalah keerawatan yang sering ada

newton yang ketiga mengenai gerak

adalah sebagai berikut.


A. ansietas
B. Defisiensi pengetahuan mengenai

menyebutkan bahwa bila ada aksi,


akan terjadi reaksi dengan besar yang
sama, namun arahnya berlawanan.
2. Umumnya berat badan klien dan
pengaturan posisi tempat tidur dapat
memberikan kontratraksi.
3. Kontratraksi harus dipertahankan agar
traksi tetap efektif
4. Traksi harus berkesinambungan agar
reduksi dan imobilisasi fraktur efektif.
5. Traksi kulit pelvis dan serviks sering

program pengetahuan mengenai


program terapi
C. Nyeri dan ketidaknyamanan
D. Deficit perawatan diri
E. Hambatan mobilitas fiik
2. Masalah kolaborasi da komplikasirisiko
yang harus diperhatikan adalah sebagai
berikut.
A. dekubitus pada daerah tekanan bidai
B. Infeksi kulit superficial dan reaksi
allergi.

23

digunakan untuk mengurangi spasme

C. Kongesti paru dan pneumonia

otot dan biasanya diberikan sebagai


traksi intermitten.
6. Traksi skelet tidak boleh terputus.
7. Pemberat tidak boleh diambil, kecuali

D.
E.
F.
G.

penyakit tromboemboli.
Konstipasi karena penuruna aktivitas
Anoreksia
Statis dan infeksi kemih
Thrombosis vena dalam

bila traksi yang dimaksudkan


intermitten.
8. Setia factor yang dapat mengurangi
tarikan atau mengubah garis resultan
tarikan harus dihilangkan.
9. Tubuh klien harus dalam keadaan
sejajar dengan pusat tempat tidur
ketika traksi dipasang.
10. Tali tidak boleh macet
11. Pembebat haru tergantung bebas dan
tidak boleh terletak pada tempat tidur
atau lantai.
12. Simpul pada tali atau telapak kaki
tidak boleh menyentuh katrol atau
kaki tempat tidur.

Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter raksi. Tindaan ini
mempunyai dua tujun utama, yaitu berapa reduksi yang bertahapdan

imobilisasi.
Indikasi tindakan ini ;
Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi tidak memungkinkan sert

mencegah tindakan operatif, misalnya pada fraktur vertebra servikalis.


Terdapat otot yang dapat menimbukan mal union, non union, atau delay union
Terdapat fraktur yang tidak stabil dan oblik; fraktur spiral atau kominutif pada
tulang panjang.

Empat metode traksi kontinu


-

Traksi traksi kulit menggunakan leukoplas yang melekat pada kulit disertai dengan
pemakaian bidai Thomas atau brown bohler.

24

Traksi menetap. Traksi menetap juga menggunakan leukoplas yang melkat pada bidai

Thomas. Biasanya dilakukan pada fraktur femur yang tidak bergeser.


Traksi tulang. Traksi tulang menggunkan kawat kirschner (K-Wire) dan pin Steinmann
yang dimasukkan kedalam tulag serta dilakukan traksi dengan menggunakan berat badan
dengan bantuan bidai Thomas dan bidai brown bohler. Tempat untuk memasukan pin,
yaitu pada bagian proksimal tibia di bawah tuberositas tibia, bagian distal femur pada
kondilus femur, bagian dital tibia pada kalkaneus (jarng dilakukan), pada prosesus

olekranon, pada tengkorak, pada trokanter mayor, dan pada bagian distal metacarpal.
Traksi berimbang dan traksi slidding.
Traksi berimbang dan traksi slidding terutama digunakan pada fraktur fmur. Traksi ini
menggunakan traksi skeletal dengan banyak katrol dan bantalan khusus. Berbagai jenis
raksi lainnya dipergunakan sesuai jenis fraktur. Secara ringkas, gambar-gambar dibawah

ini menjelaskan berbagai jenis traksi.


A. Traksi Skeletal

B. Traksi Hamilton Russel

C. Traksi Ekstensi

25

D. Traksi Bryant

E. Traksi Dunlop pada fraktur suprakondilar humeri

2. Penatalaksanaan pembedahan sangat penting diketahui oleh perawat sebagai


dasar pemberian asuhan keperawatan. Jika ada keputusan bahwa klien
diindikasikan untuk menjalani pembedahan, perawat mulai berperan dalam
membeikan asuhan keperawatan perioperatif. Penatalaksanaan pembedahan
pada klien fraktur meliputi hal-ha sebagai berikut.:

26

Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal atau fiksasi perkuatan


dengan K-Wire. Setelah dilakukan reduksi tertutup pada fraktur yang
bersifat tidak stabil, reduksi dapat dipertahankan dengan mamasukan
K-Wire perkuatan, misalnya pada fraktur jari.

Reduksi terbuka dan fiksasi internal atau fiksasi eksternl tulang.


Perawat perlu mengenal tindakan medis operasi reduksi terbuka, baik
fiksasi internal/ORIF (Open Reduction Internal Fictation) maupun
fiksasi eksternal/OREF (Open Reduction External Fixation) karena
asuhan keperawtan yang diperlakukan berbeda. Implikasi keperawatan
yang perlu dikenal perawat setelah operasi adalah nyeri dan resiko
infeksi yang merupakan masalah utama. Beberapa indikasi keadaan
klien yang mengalami fraktur dan dislokasi perlu diketahui untuk
menjelaskan kemungkinan tindakan medis dan masalah keperawatan
yang akan timbul dari tindakan medis ORIF dan OREF. Tindakan

tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut.


Reduksi terbuka dengan fiksasi internal (ORIF)

27

Indikasi tindakan ini :


-

Fraktur intra-artikular, misalnya fraktur meleolus, kondilus, olekranon patela


Reduksi tertutup yang mengalami kegagalan, misalnya, fraktur radius dan

ulna disertai malposisi yang hebat (fraktur yang tidak stabil)


Bila terdapat interposisi jaringan diantara kedua fragmen
Bila diperlukan fiksasi rigig, misalnya pada fraktur leher femur
Bila terdapat kontraindikasi pada imobilisasi eksterna, sedangkan diperlukan

mobilisasi yang cepat, misalnya fraktur pada orang tua


- Fraktur avulsi, misalnya pada kondilusi humeri
Reduksi terbuka dengan fiksasi eksterna (OREF). Fiksasi eksterna digunakan
untuk mengobati fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan lunak. Alat ini
memberikan dukungan yang stabil untuk fraktur kominutif (hancur atau remuk).
Pin yang telah terpasang dijaga agar tetap posisinya, kemudian dikaitkan pada
kerangkanya. Fiksasi memberikan kenyamanan bagi klien yang mengalami
kerusakan fragmen tulang.
Asuhan keperawatan dimulai dari perawatan sebelum operasi karena klien
mendapatkan penjelasan yang luas tentang pemasangan OREF. Dengan demikian,
sebelum operasi klien telah siap untuk menerima tindakan medis. Klien sangat
dipersiapkan secara psikologis sebelum pemasangan fisator eksternal. Alat ini
mengerikan dan terlihat asing bagi klien. Pemasangan OREF akan memerlukan
waktu yang lama dengan masa penyembuhan antara 6-8 bulan. Oleh karena itu,
secara psikologis klien harus terbiasa dengan adanya alat yang terpasang pada
kakinya selama proses penyembuhan tulang.
Perawatan luka steril dilakukan perawat setiap hai untuk mencegah timbulnya
infeksi karena adanya benda asing dari luar masuk kedalam tubuh. Setiap tempat
pemasangan pin perlu dikaji mengenai adanya kemerahan., keluhan nyeri tekan,
nyeri pada daerah sekitar tusukan fiksasi eksternal, dan longgarnya pin.
Perawat perlu mengetahui kriteria klien yang perlu menjalani pembedahan dengan
reduksi terbuka dan fiksasi eksternal. Hal tersebut bertujuan untuk memberikan
informasi kepada klien dan keluarga sebagai tindaka kolaboratif dengan tim

28

medis mengenai perencanaan pembedahan yang sesuai kondisi klien dan sebagai
bahan perencanaan asuhan keperawatan.
Indikasi pembedahan dengan reduksi dan fiksasi eksternal
1.
2.
3.
4.
5.
Setelah

Fraktur dengan grade II dan grade III


Fraktue terbuka disertai hilangnya jaringan atau tulang yang parah
Fraktur dengan infeksi atau pseudoartrosis
Fraktur yang miskin jaringan ikat
Kadang-kadang pada fraktur tungkai bawah penderita diabetes melitus.
dilakukan pembedahan dan pemasangan OREF, dering didapatkan

komplikasi, baik yang bersifat segera maupun komplikasi tahap lanjut.


Komplikasi dari pembedahan dengan pemasangan fiksasi ekternal adalah
infeksi (osteomielitis), kerusakan pembuluh daran dan saraf, kekakuan sendi
bagian proksimal dan distal, kerusakan periosteum yang parah sehingga terjadi
delayed union atau non-union. Atau emboli lemak.

29

Eksisi fragmen tulang dan pergantian dengan prostesis. Pada fraktur leher
femur dan sendi siku orang tua, biasanya terjadi nekrosis avaskular dari
fragmen atau non-union. Oleh karena itu, dilakukan pemasangan prostesis,
yaitu alat dengan komposisi metal tertentu untuk mengantikan bagian yang
nekrosis. Prostesis juga seringdigunakan setelah klien diamputasi.

Sasaran utama asuhan keperawatan pada klien setelah amputasi dan dilakukan
pemasangan prostesis meliputi pengurangan nyeri, tidak adanya gangguan
persepsi sensori, penyembuhan luka, penerimaan terhadap perubahan citra tubuh,
resolusi proses bersedih, perawatan diri secara mandiri, pengembalian monbilitas
fisik, dan tidak adanya komplikasi. Untuk melaksanakan asuhan keperawatan
yang komprehensif pada klien fraktur terbuka tersebut. Pada prinsipnya, fraktur
terbuka adlalah fraktur yang berhungan dengan lingkungan luar melalui kulit
karena adanya pintu masuk kuman yang memungkinkan terjadinnya kontaminasi
bakteri sehingga timbul masalah keperawatan berupa tingginya resiko infeksi.
Perawat perlu mengenal jenis-jenis luka akibat fraktur terbuka, misalnya tusukan
tulang yang tajam keluar menembus kulit atau dari luar uleh karena tertembus
peluru atau trauma langsung.

30

Fraktur terbuka merupakan suatu keadaan darurat yang memerlukan


penanganan yang terstandar untuk mengurangi masalah resiko syok hivopolemik
akibat pendarahan dan resiko infeksi akibat masuknya kuman. Selain mencegah
infeksi, juga harap terjadi penyembuhan fraktur dan restorasi fungsi anggota
gerak. Beberpa hal penting dilakukan dalam penatalaksana fraktur terbuka dengan
operasi, yaitu dilakukan dengan segera, secra hati-hati, debridemen berulangulang, stabilitasi fraktur, penutupan kulit, bone grafiting yag dini, serta pemberian
antibiotik yang adekuat.
Pada fraktur terbuka (yang berhubungan dengan terbuka memanjang sampai
permukaan kulit dan ke arah cedera tulang) terdapat resiko infeksi
osteogasgangren dan tetanus. Tujuan penangannannya meminimalkan
kemungkinan infeksi pada jaringan dan tulang untuk mempercepat penyembuhan
luka dan tulang. Klien dibawa keruangan operasi tempat luka dibersihkan,
debridemen (benda asing dan jaringan diangkat), dan diirigasi. Fragmen tulang
mati diangkat. Mungkin perlu dilakukan graft tulang untuk menjebatani defek,
namun harus yakin bahwa rsepien masih sehat dan mampu memfasilitasi
penyatuan.

Fraktur direduksi dengan hati-hati dan stabilitas dengan fiksasi. Setiap


kerusakan pada pembuluh darah, jaringan lunak, otot, saraf, dan tendon
diperbaiki. Ekstremitas ditinggikan untuk meminimalkan terjadi edema. Status

31

neurovaskular dikaji sesering mungkin. Suhu tubuh klien diperiksa dengan


intrerval teratur, kemudian klien dipantau untuk mengetahui adanya tannda-tanda
infeksi.
Penutupan primer mungkin tidak dapat dicapai karena adanya edema dan
potensial iskemia, cairan luka yang tidak dapat keluar, dan infeksi anaerob. Luka
sangat terkontaminasi sebaiknya tidak dijahit, dibalut dengan balutan steril, dan
tidak ditutup sampai diketahui bahwa darah luka tersebut tidak mengalami
infeksi.
Pada tahap awal penatalaksanaan, sebaiknya klien diberikan profilaksis
tetanus serum yang bertujuan untuk menghindari resiko tetanus karena kuman
tetanus sangat menyukai keadaan seperti luka pada fraktur terbuka. Biasanya
klien diberikan antibiotik intravena untuk mencegah atau menangani infeksi
serius. Luka ditutup dengan jahitan atau skin graf atau falp kulit autoge pada hari
kelima dalapai hari ke tujuh atau pada saat luka dalam keadaan baik.
Perawatan luka selalu diberikan perawat agar masalah keperawatan gangguan
intregritas jaringan dapat diatasi sehingga mengurangi dampak resiko tinggi
infeki. Selain itu, diharapkan terjadi pertumbuhan jaringan yang baik. Perawatan
luka dilakukan , baik pada klin pascaoperasi maupun pada klien dengan luka
pascatrauma setelah golden period yang biasanya merupakan klien rujukan dari
daerah.
1. Kasifikasi fraktur terbuka. Karena perawatan luka ini masih dalam area abuabu antara medik dan perawat, perawat perlu membekali diri dengan
mengetahui prinsip-prinsip perawatan luka yang baik. Pengetahuan perawatan
luka, keterampilan yang baik, dan diimbangi perawatan luka, yaitu mengrangi
resiko tinggi infeksi dan meningkatkan penyembuhan luka.
Komplikasi fraktur terbuka
1.
2.
3.
4.
5.

Perdarahan, syok hipovolemik sampai kematian


Septikemia, toksemia karena infeksi piogenik
Tetanus
Gangren
Perdarahan skunder

32

6. Osteomielitis kronik
7. Non-union dan mal-union
8. Kekakuan sendi
9. Komplikasi lain karena peawatan yang lama
10. Delayed union
Klasifikasi fraktur terbuka menurut Gustilo, Merkow da Templemen.
Grade
I

Keadaan klinis
Luka kecil yang panjangnya kurang dari 1 cm biasanya karena luka tusukan dari
dalam kulit yang menembus keluar. Ada sedikit kerusakan jaringan dan tidak
ada tanda-tanda trauma tulang hebat pada jaringan lunak. Fraktur yang terjadi
biasanya bersifat simpel transversal oblik pendek atau sedikit kominutif.
Laserasi kulit melebihi 1 cm tetapi tidak ada kerusakan jaringan yang parah atau

II

avulsi kulit. Ada kerusakan yang sedang pada jaringan dngan sedikit
IIIA

kontaminasi fraktur.
Adanya kerusakan yang lebih parah pada jaringan lunak termasuk otot, kulit, dan
struktur neuorovaskuler dengan kontaminasi yang berat. Tipe ini biasanya

IIIB

disebabkan oleh trauma dengan kecepatan tinggi.


Fraktur disertai trauma hebat dengan kerusakan dan kehilangan jaringan terdapat
pendorongan (stripping) periosteum tulang terbuka kontaminasiyang berat dan

IIIC

fraktur kominuitif yang hebat.


Frakturterbuka yang disertai dengan kerusakan arteri memerlukan perbaikan tanpa
memerhatikan tingkat kerusakan jaringan lunak.

2. Perawatan lanjut dan rehabilitas fraktur. Tujuan pengobatan fraktur adalah


sebagai berikut.
a. Menghilangkan nyeri
b. Mendapatlan dan mempertahankan posisi yang memadai dari fragmen
fraktur.
c. Mengharapkan dan mengusahakan union
d. Mengembalikan fungsi secara optimaldengan cara mempertahan
fungsi. Otot dan sendi, mencegah atrofi otot, adhesi dan kekakuan
sendi, mencegah komplikasi seperti dekubitus, trombosis vena infeksi
saluran kemih, serta pembentukan batu ginjal.

33

e. Mengembalikan fungsisecara maksimal merupakan tujuan akhir


pengobatan fraktur. Sejak awla klien harus dituntun secara psikologis
untuk membantu penyembuhan dan pemberian fisioterapi memperkuat
otot-otot serta gerakan sendi, baik secara isometrik (latihan aktif statik)
pada setiap otot yang berada pada lingkup fraktur maupun isotonik,
yaitu latihan aktif dinamik pada otot-otot tungkai dan punggung.
F. Asuhan Keperawatan Pada Klien Fraktur
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses
keperawatan untuk klien itu diperlukan kecermatan dan ketelitian dalam
menangani masalah-masalah klien sehingga dapat menentukan tindakan
keperawatan yang tepat. Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantung
pada tahai ini. Untuk mengetahui tahap-tahap pengkajian dalam proses
keperawatan lebih lanjut.
Dalam tahap pengkajian, perawat juga perlu mengetahui pola-pola fungsi
kesehatan sebagai berikut.
1. Pola presepsi dan tata laksana hidup sehat. Pada kasus fraktur, klien biasanya
merasa takut akan mengalami kecacatan pada dirinya. Oleh karena itu, klien
harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membenbantu
penyembuhan tulangnya. Selain itu juga dilakukan pengkajian yang meliputi
kebiasaan hidup klien, seperti penggunaan obat steroid yang dapat
mengganggu metabolism kalsium, pengonsumsian alcohol yang dapat
mengganggu keseimbangan klien, dan apakah klien melakukan olah raga atau
tidak.
2. Pola nutrisi dan metabolism. Klien fraktur harus mengonsumsi nutrisi
melebihi kebutuhan sehari-harinya, seperti kalsium, zat besi, protein, vitamin
C, dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi
terhadap pola nutrisi klien dapat membantu menentukan penyebab masalah
musculoskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak

34

adekuat, terutama pada lansia. Selain itu, obesitas juga menghambat


degenerasi dan mobilitas klien.
3. Pola eliminasi untuk kasus fraktur humerus, tidak ada gangguan pada pola
eliminasi, namun perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna, serta bau
feses pada pola eliminasi alvi. Pada pola eliminasi urin dikaji frekuensi,
kepekatan, warna, bau, dan jumlahnya. Pada kedua pola ini juga dikaji adanya
kesulitan atau tidak.
4. Pola tidur dan istirahat. Semua klien fraktur biasanya merasa nyeri, geraknya
terbatas sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien.
Selain itu, pengkajian juga dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana
lingkungan, kebiasaan tidur, kesulitan tidur, dan penggunaan obat tidur.
5. Pola aktivitas karena adanya nyeri dan gerak yang terbatas, semua bentuk
aktivitas klien menjadi berkurang dank lien butuh banyak bantuan dari orang
lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama
pekerjaan klien karena ada beberapa bentuk pekerjaan berisiko untuk
terjadinya fraktur dibandingkan pekerjaan lain.
6. Pola hubungan dan peran klien akan menghilangkan peran dalam keluarga
dan masyarakat karena klien harus menjalani rawat inap.
7. Pola persepsi dan konsep diri. Dampak yang timbul pada klien fraktur adalah
timbul ketakutan akan kecacatan akibat fraktur, rasa cemas, rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan gangguan
ditra diri.
8. Pola sensori dan kognitif, pada klien fraktur, daya rabanya berkurang terutama
pada bagian distal fraktur, sedangkan pada indra yang lain dan kognitifnya
tidak mengalami gangguan, selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur.
9. Pola reproduksi seksual. Dampak pada klien fraktur yaitu klien tidak dapat
melakukan hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap, mengalami
keterbatasan gerak, serta merasa nyeri. Selain itu juga perlu dikaji status
perkawinannya termasuk jumlah anak dan lama perkawinan.
10. Pola penanggulangan stress. Pada klien fraktur timbul rasa cemas akan
keadaan dirinya, yaitu ketakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi
tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien tidak efektif.

35

11. Pola tatanilai dan keyakinan. Klien fraktur tidak dapat melaksanakan ibadah
dengan baik, terutama frekuensi dan konsentrasi dalam beribadah. Hal ini
dapat disebabkan oleh rasa nyeri dan keterbatasan gerak klien.
a. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status
general) untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (local). Hal
ini diperlukan untuk dapat melaksanakan perawatan total (total care) karena ada
kecenderungan bahwa spesialis hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit,
tetapi lebih mendalam.
Hal yang harus diketahui dalam pemeriksaan fisik klien fraktur adalah sebagai
berikut.
1. Gambaran umum. Perawat pemeriksa perlu memerhatikan pemeriksaan secara
umum yang meliputi hal-hal sebagai berikut.
Keadaan umum. Keadaan baik atau buruknya klien. Hal yang perlu
dicatat adalah tanda-tanda sebagai berikut.
Kesadaran klien: apatis, spoor, koma, gelisah, kompos mentis yang

bergantung pada keadaan klien.


Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronis, ringan, sedang berat, dan

pada kasus fraktur biasanya akut.


Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan, baik fungsi

maupun bentuk.
Secara sistemik, dari kepala sampai kelamin.
Perawat harus memperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal klien,
terutama mengenai status neurovascular.
2. Keadaan local pemeriksaan pada system musculoskeletal adalah sebagai
berikut.
Look (inspeksi). Perhatikan apa yang dapat dinilai, antara lain sebagai
berikut.
Sikatriks (jaringan parut, baik yang lamai maupun buatan seperti

bekas oprasi)
Fistula
Warna kemerahan atau kebiruan (livid) atau hiperpigmentasi.
Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang
tidak biasa (abnormal)

36

Posisi dan bentuk ekstremitas (deformitas)


Posisi jalan (gait waktu masuk ke kamar periksa)
Feel (palpasi). Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi klien
diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya, hal
ini merupakan pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik
pemeriksa maupun klien. Hal-hal yang perlu dicatat adalah sebagai
berikut.
Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembapan kulit.
Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau edema

terutama disekitar persendian.


Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, letak kelainan (1/3 proksimal,

tengah atau distal)


Tonus otot pada waktu relaksasi atau kontraksi, benjolan yang
terdapat dipermukaan atau melekat pada tulang. Selain itu, periksa
status neuromuscular. Apabila ada benjolan, perawat perlu
mendeskripsikan permukaannya, konsistensinya, pergerakan

terhadap dasar atau permukaan, nyeri atau tidak, dan ukurannya.


Move (pergerakan terutama rentang gerak). Setelah melakukan
pemeriksaan feel, perawat perlu pemeriksaan dengan menggerakkan
ekstremitas, kemudian mencatat apakah terdapat keluhan nyeri pada
pergerakan. Pencatatan rentang gerak ini perlu dilakukan agar dapat
mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi dicatat
dengan ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik
0(posisi netral) atau dalam ukuran metric. Pemeriksaan ini
menentukan apakah ada gangguan gerak (mobilitas)atau tidak

pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif sdan pasif.


b. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan radiologi. Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah
pencitraan menggunakan rontgen (sinar-x). untuk mendapatkan gambaran
tiga dimensi dari keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, kita memerlukan
dua proyeksi, yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu
diperlukan proyeksi tambahan (khusus) jika ada indikasi untuk

37

memperlihatkan patologi yang dicari karena adanya superposisi. Perlu


disadari bahwa permintaan sinar-x harus atas dasar indikasi kegunaan.
Pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan.
Selain foto polos sinar-x (plane x-ray) mungkin diperlukan teknik khusus, seperti
hal-hal berikut.
Tomografi, menggambarkan tidak hanya satu struktur saja, tetapi juga
struktur tertutup yang sulit divisualisasikan. Pada kasus ini ditemukan
kerusakan struktur yang kompleks, tidak hanya pada satu struktur saja,

tetapi pada struktur lain yang juga mengalami kerusakan.


Mielografi, menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh

darah diruang tulang vertebra yang mengalami kerusakan akibat trauma.


Artrografi, menggambarkan jaringan ikat yang rusak karena rudapaksa,
Computed tomografi scanning, menggambarkan potongan secara

transversal dari tulang tempat terdapatnya struktur tulang yang rusak.


2. Pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium yang lazim di gunakan
untuk mengetahui lebih jauh kelainan yang terjadi meliputi hal-hal sebagai
berikut.
Kalsium serum dan fosfor serum meningkat pada tahap penyembuhan

tulang.
Fosfatase alkali meningkat pada saat kerusakan tulang dan menunjukkan

kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.


Enzim otot seperti kreatinin kinase, laktat dehidrogenase (LDH-5),
aspartat amino transferase (AST) dan aldolase meningkat pada tahap

penyembuhan tulang.
3. Pemeriksaan lain-lain. Pada pemeriksaan kultur mikroorganisme dan tes
sensitivitas didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi.
Elektromiografi terdapat kerusakan konduksi saraf akibat fraktur.
Artroskopi didapatkan jaringan iikat yang rusak atau sobek karena trauma

yang berlebihan.
Indium imagingpada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada

tulang.
MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.

2. Diagnosa keperawatan

38

Secara umum doenges (2002) merumuskan delapan masalah/diagnosis


keperawatan, yaitu:
1. Risiko tinggi trauma tambahan
2. Nyeri berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, cedera pada
jaringan lunak, stress, ansietas, alat traksi/imobilisasi
3. Risiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskular
4. Risiko tinggi terhadap kerusakan pertukaran gas
5. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka
neuromuscular
6. Kerusakan integritas kulit/jaringan (actual/risiko tinggi) berhubungan dengan
cedera tusuk, fraktur terbuka, pemasangan pentraksi, perubahan sensasi,
imobilisasi fisik,7: risiko tinggi terhadap infeksi, 9) dan kurang pengetahuan
tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan.
Sementara smeltzer (2002) merumuskan 3 diagnosis/masalah keerawatan
yang dapat terjadi pada fraktur tertutup, yaitu: 1) Nyeri berhubungan dengan
fraktur, 2) Resiko terhadap cedera berhubungan dengan kekurangan
neurovascular, tekanan, dan disuse, 3) Kurangnya perawatan diri berhubungan
dengan hilangnya kemampuan menjalankan aktivitas kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan dua pendaat tersebut dapat disimpulkan bahwa ada Sembilan
masalah/diagnosis keperawatan yang dapat ditemukan pada klien fraktur yaitu
sebagai berikut.
1. Risiko tinggi trauma tambahan berhubungan dengan kerusakan neurovascular,
tekanan, dan disuse.
2. Nyeri berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, cedera pada
3.
4.
5.
6.

jaringan lunak, stress, ansietas, alat traksi/imobilisasi.


Risiko tinggi terhadap disfungsi neurovascular perifer.
Risiko tinggi terhadap kerusakan pertukaran gas.
Kerusakan mobilisasi fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuscular.
Kurang perawatan diri berhubungan dengan hilangnya kemampuan menjalankan

aktivitas kehidupan sehari-hari.


7. Kerusakan integritas kulit/jaringan, pemasangan pen traksi, perubahan sensasi,
imobilisasi fisik.
8. Risiko tinggi terhadap infeksi.
9. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan.

4. Rencana Keperawatan

39

Rencana asuhan keperawatan berikut ini diuraikan meliputi diagnosis


keperawatan, tindakan keperawatan mandiri dan kolaborasi, serta rasionalisasi
dari masing-masing tindakan keperawatan.
1. Diagnose keperawatan: risiko tinggi trauma tambahan berhubungan
dengan kerusakan neurovascular, tekanan, dan disuse.
Tindakan
Mandiri
1. Pertahankan tirah baring sesuai
indikasi. Berikan sokongan sendi
diatas dan di bawah fraktur bila
bergerak/membalik.
2. Letakkan papan dibawah tempat
tidur atau tempatkan klien pada
tempat tidur ortopedik
Gips/Bebat
3. Sokong fraktur dengan
bantal/gulungan selimut.
Pertahankan posisi netral pada
bagian yang sakit dengan bantal
pasir, pembebat, gulungan trokanter
atau papan kaki.
4. Tugaskan petugas yang cukup untuk
membalik klien. Hindari
menggunakan papan abduksi untuk
membalik klien dengan gips spika
5. Evaluasi pembebat ekstremitas
terhadap resolusi edema.
Traksi
6. Pertahankan posisi/integritas traksi
(missal, buck, Dunlop, pearson,
russel)
7. Yakinkan bahwa semua klem

Rasional
1. Meningkatkan stabilitas,
menurunkan kemungkinan gangguan
posisi/penyembuhan.
2. Tempat tidur lembut atau lentur
dapat membuat deformitas gips yang
masih basah, mematahkan gips yang
sudah kering atau memengaruhi
dengan penarikan traksi.
3. Mencegah gerakan yang tak perlu
dan perubahan posisi. Posisi yang
tepat dari bantal juga dapat
mencegah tekanan deformitas pada
gips yang kering.
4. Gips panggul/tubuh atau multiple
dapat membuat berat dan tidak
praktis secara ekstrem. Kegagalan
untuk menyokong ekstremitas yang
di gips dapat menyebabkan gips
patah.
5. Pembebat koaptis (misalnya jepitan
jones-sugar) mungkin digunakan
untuk memberikan imobilisasi
fraktur di manan edema jaringan
berlebihan. Seiring dengan
berkurangnya edema, penilaian

40

berfungsi. Member minyak pada

kembali pembebat atau penggunaan

control dan periksa tali terhadap

gips plester mungkin diperlukan

tegangan. Amankan dan tutup ikatan

untuk mempertahankan kesejajaran

dengan plester perekat.


8. Pertahankan control tidak terhambat

fraktur.
6. Traksi memungkinkan tarikan pada

dengan beban bebas menggantung,

aksis panjang fraktur tulang dan

hindari mengangkat/menghilangkan

mengatasi tegangan

berat.
9. Bantu melekatkan beban di bawah
roda tempat tidur bila ada indikasi.
10. Kaji ulang tahanan yang mungkin
timbul karena terapi, contoh
pergelangan tidak menekuk/duduk
dengan traksi buck atau tidak
memutar dibawah pergelangan
dengan traksi russel.

otot/pemendekan untuk
memudahkan posisis/ penyatuan.
Traksi tulang (pen, kawat, jepitan)
memungkinkan penggunaan berat
lebih besar untuk penarikan traksi
daripada digunakan untuk jaringan
kulit.
7. Menyakinkan bahwa susunan traksi
berfungsi dengan tepat untuk
menghindari interupsi
penyambungan fraktur.
8. Jumlah beban traksi optimal
dipertahankan.
9. Membantu ketetapan posisi klien
dengan fungsi traksi dengan
memberikan keseimbangan timbale
balik.
10. Mempertahankan integritas tarikan

11. Kaji integritas alat fiksasi eksternal

traksi.
11. Traksi Hoffman memberikan
stabilitas dan sokongan kaku untuk
tulang fraktur tanpa menggunakan
katrol, tali atau beban,
memungkinkan
mobilitas/kenyamanan klien lebih

41

besar dan memudahkan perawatan


luka.
Kolaborasi
12. Kaji ulang/ evaluasi foto

12. Memberikan bukti visual mulainya


pembentukan kalus/proses
penyembuhan untuk menentukan
tingkat aktivitas dan kebutuhan

13. Berikan/pertahankan stimulasi


listrik bila digunakan

perubahan/tambahan terapi.
13.mungkin diindikasikan untuk
meningkatkan pertumbuhan tulang
pada keterlambatan
penyembuhan/tidak menyatu.

2. Diagnosis keperawatan: Nyeri berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen


tulang, cedera pada jaringan lunal, stres, ansietas, traksi atau imobilisasi.
Tindakan
Rasional
Mandiri
1. Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit
1. Mengurangi nyeri dan mencegah kesalahan
dengan tirah baring, gips, pembebat.

posisi tulang/tegangan jaringan yang

2. Tinggikan ekstremitas yang sakit

cedera.
2. MeningKatkan aliran balik vena,

3. Hindari penggunaan sprei/bantal plastik

mengurangi edema, dan mengurangi nyeri.


3. Meningkatkan kenyamanan karena

dibawah ekstremitas dalam gips.


4. Tinggikan penutup tempat tidur,

peningkatan produksi panas dalam gips


4. Mempertahankan kehangatan tubuh tanpa

pertahankan linen terbuka pada ibu jari

ketidaknyamanan karena tekanan selimut

kaki.
pada bagian yang sakit
5. Evaluasi nyeri; lokasi, karateristik, intensitas 5. Mempengaruhi efektifitas intervensi. Tingkat
(skala 0-10). Perhatikan petunjuk nyeri

ansietas dapat mempengaruhi

nonverbal (perubahan tanda vital dan

persepsi/reaksi terhadap nyeri.

emosi/prilaku)
6. Dorong klien untuk mengekspresikan
masalah berhubungan dengan cedera.

6. Membantu mengatasi ansietas. Klien dapat


measakan kebutuhan untuk menghilangkan

42

7. Jelaskan prosedur sebelum memulai


tindakan

pengalaman kecelakaan.
7. Memungkinkan klien untuk siap secara
mental dalam melakukan aktivitas, dan
berpartisipasi dalam mengontrol tingkat

8. Berikan obat sebelum perawatan

ketidaknyamanan.
8. Meningkatkan relaksasi otot dan

latihan/aktivitas.
9. Lakukan dan awasi latihan rentang gerak

partisipasasi klien.
9. Mempertahankan kekuatan/mobilitas otot

pasif/aktiv.
10. Berikan alternatif tindakan kenyamanan,
seperti pijatan punggung, perubahan
posisi.
11. Dorong pengunaan manajemen stres,

yang sakit dan memudahkan resolusi


inflamasi pada jaringan yang cedera.
10. Meningkatkan sirkulasi umum,
menurunkan area tekanan lokal dan
kelelahan otot.
11. Memfokuskan kembali perhatian,

seperti relaksasi progresif, latihan napas

meningkatkan rasa kontrol, dan dapat

dalam, imajenasi visualisasi, sentuhan

meningkatkan kemampuan koping dalam

teurapetik.

manajemen nyeri, yang mungkin menetap

12. Indentifikasi aktivitas teurapeutik yang

untuk periode yang lama.


mencegah kebosanan, menurunkan tegangan,

tepat untuk usia klien, kemampuan fisik,

meningkatkan kekuatan otot, dan dapat

dan penampilan pribadi.

meningkatkan harga diri dan kemampuan

13. observasi adanya keluhan nyeri yang

koping klien.
13. dapat mengidentifikasikan terjadinya

tidak biasa, tiba-tiba atau dalam, lokasi

komplikasi, seperti infeksi, iskemia jaringan,

progresif atau buruk tidak hilang dengan

sindrom kompartemen.

analgesik.
Kolaborasi
14. lakukan kompres dingin 24-48 jam
pertama sesuai kebutuhan.
15. berikan obat sesuai order : narkotik dan
analgesik non narkotik,NSAID.
Berikan narkotik sesuai order selama 35 hari.

14. menurunkan edema atau pembentukan


hematom, menurunkan sensasi nyeri.
15. untuk menurunkan nyeri dan atau spasme
otot.

43

16. berikan/awasi analgesik yang dikontrol


klien.

16. pemberian rutin mempertahankan kadar


analgesik darah secara adekuat, mencegah
fluktuasi dalam menghilangkan nyeri akibat
spasme/tegangan otot.

3. Diagnosis Keperawatan : risiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskular


perifer .
Tindakan
Mandiri
1. Lepaskan perhiasan dari ekstremitas
yang sakit.
2. Evaluasi kualitas nadi perifer distal

Rasional
1. dapat menyebabkan bendungan sirkulasi
bila terjadi edema.
2. penurunan/tak adanya nadi dapat

terhadap cedera dengan palpasi.

menggambarkan cedera vaskuler dan

Bandingkan dengan ekstremitas yang

perlunya evaluasi medik segera terhadap

sehat.

status sirkulasi. Waspadai bahwa


kadang-kadang nadi dapat terhambat
oleh bekuan halus dimana pulsasi
mungkin teraba. Selain itu perfusi
melalui arteri lebih besar dapat berlanjut
setelah meningkatnya tekanan
kompartemen yang telah mengempiskan

3. Kaji aliran kapiler, warna kulit, dan


kehangatan distal pada fraktur.

sirkulasi arteriol/venula otot.


3. kembalinya warna harus cepat (<3). Warna
kulit putih menunjukkan gangguan
arterial. Sianotik diduga ada gangguan

4. Lakukan pengkajian neuromuskular.

vena.
4. perasaan kebas, kesemutan, peningkatan

Perhatikan perubahan fungsi motorik

penyebaran nyeri terjadi bila sirkulasi

atau sensori. Minta klien untuk

pada saraf tidak adekuat atau saraf rusak.

melokalisasi nyeri.
5. Tes sensasi saraf perifer dengan
menusuk pada kedua selaput antara

5. panjang dan posisi saraf perifer


meningkatkan risiko cedera pada adanya

44

ibu jari pertama dan kedua, kemudian

fraktur kaki, edema/sindrom

kaji kemampuan untuk dorofleksi ibu

kompartemen, atau malposisi alat traksi.

jari bila diindikasikan.


6. Kaji jaringan sekitar akhir gips untuk

6. faktor ini disebabkan atau

titik kasar/tekanan. Selidiki keluhan

mengindikasikan tekanan

rasa terbakar dibawah gips.

jaringan/iskemia, menimbulkan

7. Awasi posisi/lokasi cincin penyokong


hebat.

kerusakan/nekrosis.
7. alat traksi dapat menyebabkan tekanan
pada pembuluh darah/saraf, terutama
pada aksila dan lipat paha,
mengakibatkan iskemia dan kerusakan

8. Pertahankan peninggian ekstremitas

saraf permanen.
8. meningkatkan drainase vena/mengurangi

yang cedera kecuali ada

edema. Pada sindrom kompartemen

kontraindikasi, seperti adanya

peninggian ekstremitas menghalangi

sindrom kompartemen.
9. Kaji panjangnya ekstremitas yang

aliran arteri, menurunkan perfusi.


9. peningkatan lingkat ekstermitas yang

cedera terhadap edema, bandingkan

cedera diduga adanya edema umum,

dengan area yang tidak cedera.

tetapi dapat menunjukkan adanya

Perhatikan luasnya hematom.


10. Observasi tanda iskemia tiba-tiba,

perdarahan.
10. diskolasi fraktur sendi (khusunya

misal penurunan suhu kulit, dan

lutut/femur) dapat menyebabkan

penigkatan nyeri.

kerusakan arteri yang berdekatan,


dengan akibat hilangnya aliran darah

11. Dorong klien untuk secara rutin


latihan jari/sendi distal yang cedera.
Ambulasi sesegera mungkin.
12. Selidiki nyeri tekan, pembengkakan

kedistal.
11. meningkatkan sirkulasi dan menurunkan
pengumpulan darah khusunya pada
ekstremitas bawah.
12. terdapat peningkatan potensial untuk

pada dorsofleksi (tanda homon

tromboplebitis dan emboli paru pada

positif).

klien imobilisasi selama lima hari atau


lebih.

45

13. Pantau ttanda vital, perhatikan tandatanda pucat/sianotik umum, kulit


dingin,perubahan mental.
Kolaborasi

13. ketidakadekuatan volume sirkulasi akan


memengaruhi sistem perfusi jaringan.
14. menurunkan edema/pembentukan

14. Berikan kompres es sekitar fraktur

hematoma, yang dapat mengganggu

sesuai indikasi.
15. Buat bebat/spalk sesuai kebutuhan.

sirkulasi.
15. mungkin dilakukan pada keadaan darurat
untuk menghilangkan retriksi sirkulasi
yang diakibatkan oleh pembentukan

16. Siapkan untuk intervensi,seperti


fasiotomi.

edema pada ekstremitas yang cedera.


16. kegagalan untuk menghilangkan
tekanan/memperbaiki sindrom
kompartemen dalam 4-6 jam dapat
mengakibatkan kontraktur
berat/kehilangan fungsi dan kecacatan
ekstremitas distal cedera atau perlu

17. Pantau awasi Hb/Ht, pemeriksaan


koagulasi.

amputasi.
17. membantu dalam kalkulasi kehilangan
darah dan membutuhkan keefektifan

18. Berikan warfarin natrium bila ada

terapi penggantian.
18. Muungkin diberikan secara profilaktik

indikasi.
19. Berikan kaus kaki antiembolik sesuai

untuk menurunkan trombus vena dalam.


19. menurunkan pengumpulan vena dan

indikasi.

dapat meningkatkan aliran balik vena,


sehingga menurunkan risiko
pembentukan trombus.

4. Diagnosis keperawatan : risiko tinggi terhadap kerusakan pertukaran


gas.
Tindakan
Mandiri
1. Pantau frekuensi pernapasan dan

Rasional
1. tekipnea,dispnea,serta perubahan mental
merupakan tanda dini insufisiensi

46

upaya napas. Perhatikan adanya

pernapasan dan mungkin hanya

stridor, penggunaan otot bantu

indikator terjadi emboli paru pada tahap

pernapasan, retraksi, dan terjadinya

awal. Masih adanya tanda/gejala

sianotik sentral.

menunjukan distres pernapsan

2. Auskultasi bunyi napas,perhatikan

luas/cenderung kegagalan.
2. adanya bunyi tambahan menunjukkan

terjadinya ketidaksamaan, bunyi

terjadiny komplikasi pernapasa,

hiperesonan,juga adanya

misalnya atelektasis, pneumonia,emboli.

ronchi/mengi,inspirasi mengorok, dan

Inspirasi mengorok menunjukkan edema

sesak napas.

jalan napas atas dan diduga emboli

3. Atasi jaringan/tulang dengan lembut,

lemak.
3. untuk mencegah terjadinya emboli lemak

khususnya selama beberapa hari

biasanya terlihat pada 12-72 jam

pertama.

pertama, yang erat berhubungan dengan


fraktur, khusunya tulang panjang dan

4. Instruksikan ddan bantu latihan napa

pelvis.
4. meningkatkan ventilasi alveolar dan

dalam dan batuk efektif. Reposisi

perfusi. Reposisi meningkatkan drainase

dengan sering.

sekret dan menurunkan kongesti pada

5. Perhatikan peningkatan
kegelisahan,letargi, stupor.

area paru dependen.


5. gangguan perukaran gas atau adanya
emoliparu dapat menyebabkan
penyimpangan kesadaran klien, seperti

6. Inspeksi kulit drai adanya petekie

terjadinya hipoksemia atau asidosis.


6. itu adalah karakteristik paling nyata dari

diatas puting, pada aksila, meluas ke

tanda emboli lemak, yang tampak dua

abdomen/tubuh, mukosa mulut,

sampai hari setelah cedera.

palatum.
7. Kolaborasi
Bantu dalam spirometri insentif.
8. Berikan oksigen tambahan,sesuai
order.

7. memaksimalkan pentilasi atau oksigen


nasi dan meminimalkan atelektasis.
8. meningkatkan sediaan oksigen untuk
oksigenasi optimal jaringan.

47

9. Pantai pemeriksaan laboratorium,

9. memberikan data penunjang, misal :

misal :
AGD

Menurunnya PaO dan peningkatan PaCO


menunjukan gangguan pertukaran gas
atau terjadi nya kegagalan. Anemia,

Hb, kalsium, LED, lipase serum.

hipokalsemia, peningkatan LED dan


kadar lipase, gelembung lemak dalam
darah atau urine atau seputum dan
penurunan jumlah trombosit sering

10. Berikan obat sesuai order :


Heparin dosis rendah.

berhubungan dengan emboli lemak.


10. blok siklus pembekuan dan mencegah
bertambahnya pembekuan pada
tromboplebitis.

Kortikosteroid.

Steroid telah digunakan dengan beberapa


keberhasilan untuk mencegah/mengatasi
emboli lemak.

5. Diagnosis keperawatan : kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan


kerusakan rangka neuromuskular.
Tindakan
1. Mandiri
Kaji derajat imobilitas yang dihasikan
oleh cedera atau pengobatan dan
perhatikan presepsi klien terhadap
imobilisasi.
2. Dorong partisipasi pada aktivitas atau

Rasional
1. klien mungkin dibatasi oleh presepsi
tentang keterbatasan fisik aktual,
memerlukan informasi atau interfensi
untuk meningkatkan kemajuan
kesehatan.
2. memberikan kesempatan untuk

rekreasi. Pertahankan rangsang

mengeluarkan energi, memfokuskan

lingkungan, seperti radio, tv, koran,

kembali perhatian, meningkatkan rasa

barang milik pribadi, jam, kalender,

kontrol harga diri, dan mebantu

kunjungan keluarga atau teman.


3. Instruksikan klien untuk latihan
rentang gerak aktif atau pasif pada

menurunkan isolasi sosial.


3. meningkatkan alran darah ke otot dan
tulang untuk meningkatkan tonus otot,

48

ekstremitas yang sehat atau sakit.

mempertahankan gerak sendi, mencegah


kontraktur atau atrofi, dan reasobsi

4. Dorong penggunaan latihan isometrik


mulai dengan tungkai yang sakit.

kalsium karena tidak di gunakan.


4. kontraksi otot isometrik tanpa menekuk
sendi atau menggerakan tungkai dan
membantu mempertahankan kekuatan
masa otot.
Catatan : kontraindikasi pada perdarahan

5. Berikan papan kaki, bebat


pergelangan, gulungan trokanter atau
tanagan yang sesuai.
6. Bantu dalam mobilisasi dengan kursi

akut/edema.
5. mempertahankan posisi fungsional
ekstremitas tangan/kaki, dan mencegah
komplikai.
6. mobilisasi dini menurunkan komplikasi

roda, kruk, tongkat sesegera mungkin.

tirah baring (misal, plebitis). Dan

Instruksikan keamanan dalam alat

meningkatkan penyembuhan dan

mobilitas.
7. Pantau TD dalam melakukan

normalisasi fungsi organ.


7. hipotensi postular adalah masalah umum

aktifitas, perhatikan adanya keluhan

yang menyertai tirah baring lama dan

pusing.

memrlukan intervensi khusus (misal,


kemiringan meja dengan peninggian

8. Ubah posisi secara periodik serta


dorong untuk latihan batuk dan nafas
dalam.
9. Auskultasi bising usus.pantau

secara bertahap sampai posisi tegak).


8. mencegha komlikasi pernapsan/kulit,
misal, dekubitus, pneumonia, atelektasis.
9. tirah baring, penggunaan analgesik dan

kebiasaan eliminasi atau defekasi

perubahan diet dapat memperlambat

rutin.

peristaltik khusus sehingga dapat

10. Dorong peningkatan intake cairan

menyebabkan konstipasi.
10. mempertahankan hidrasi tubuh,

2.000-3.000 ml/hari, termasuk

menurunkan resiko infeksi

pemberian jus.

urinearius,pembentukan batu, dan


konstipasi.

49

11. Tingkatkan jumlah diet serat. Batasi


makanan pembentuk gas.

11. makanan kasar (serat) mencegah


konstipasi. Makan pembentuk gas dapat
menyebabkan distensi abdominal,
khusunya pada adanya penurunan

12. Kolaborasi
Konsul dengan ahli terapi fisik, okupasi,
rehabilitasi.

motilitas usus.
12. berguna dalam membuat jadwal aktivitas
klien. Klien dapat mmerlukan bantuan
jangka panjang dengan gerakan,
kekuatan, dam aktivitas yang
mengandalkan berat badan, juga

13. Gunakan pelunak feses, enema, dan

penggunaan alat, seperti walker, kruk.


13. meningkatakan evakuasi isi usus.

laksatif sesuai indikasi.


6. Diagnosis keperawatan : kurang perawatan diriberhubungan dengan
hilangnya kemampuan menjalankan aktivitas kehidupan sehari-hari.
Tindakan
1. Mandiri
Dorong klien mengekspresikan
perasaan dan mendiskusikan
cedera dan masalah yang

Rasional
1. fraktur mempengaruhi kemampuan
seseorang melakukan aktivitas
sehari-hari seperti kehilangan
pekerjaan, perubahan daya hidup.

berhubangan dengan cedera.


Dengarkan secara aktif.
2. Motifasi penggunan mekanisme
penyelesaian masalah secara

2. penghentian mendadak rutinitas dan


rencana memerlukan mekanisme

adadaktif.
3. Libatkan orang yang berarti dan

penyelesaian masalah.
3. orang lain dapat membantu klien

layanan dukungan bila diperlukan.


4. Modifikasi lingkungan rumah bila

melakukan aktifitas sehari-hari.


4. akomodsi untuk penatalaksanaan di

diperlukan.

rumah mungkin diperlukan untuk


meningkatkan perawatan diri dan

5. Dorong klien berpasipasi dalam

keamanan.
5. klien mampu memperoleh kembali

50

pengembangan program terapi

kemandirian dengan partisipasi aktif


dalam pengambilan keputusan

6. Jelaskan berbagai program terapi.

rencana terapi.
6. pendidikan dan pemahaman klien

dapat meningkatkan kepatuhan.


7. Dorong partisipasi aktifitas sehari- 7. rasa harga diri dapat di tingkatkan
hari dalam batasan terapeutik.
8. Ajarkan penggunaan modalitas

dengan aktifitas perawatan diri.


8. cedera akibat penggunaan modalitas

terapi dan bantuan mobilasi secara

atau alat bantu mobilisai dapat

aman. Lakukan suoerfisi agar

dicegah melalui pendidikan.

pemakaian nya terjamin.

9. evaluasi kemampuan klien untuk

9. meyakinkan kemampuan klien untuk

melakukan perawatan diridi rumah:

mengenai fraktur di rumah.

mengenali risiko masalah, mengenali

Kekurangan pengetahuan dan

situasi yang tidak aman, dan merusak

persiapan perawatan diri yang buruk di

supervisi kesehatan.

ruah menyumbang terjadinya ansietas


dan ketidak disiplinan terhadap progran
terapi.

7. Diagnosis keperawatan: kerusakan integritas kulit/jaringan


(aktual/resiko tinggi) berhubungan dengan cedera tusuk, fraktur
terbuka, pemasangan pen, traksi, perubahan sensasi, imobilisasi fisik.
tindakan
Mandiri
1. kaji kulit dari adanya benda asing,
kemeraha, perdarahan, perubahan warna
(kelabu atau memulitih).
2. Masase kulit dan area tonjolan tulang.
3. Ubah posisi dengan sering.
4. Kaji posisi cincin bedat pada alat traksi.
5. Pengguna gips dan perawatan kulit.

rasional
1. Memberikan informasi tentang
sirkulasi kulit dan masalah yang
mungkin di sebabkan oleh alat dan/
pemaanang gips/ bedat atau traksi,
pembentukan edema yang
membutuhkan intervensi medik lanjut.
2. Menurunkan tekanan pada area yang

51

Bersihkan kulit dengan sabun


dan air. Gosok perlahan
dengan alkohol, dan/ bedak
dengan sedikit borat/ stearat
seng.
Potong pakaian dalam yang
menutup area dan pelebar
beberapa inchi di atas gips.
Gunakan telapak tangan untuk

peka dan risiko abrasi/ kerusakan


kulit.
3. Mengurangi tekanankonstan pada
area yang sama dan meminimalkan
risiko kerusakan kulit.
4. Posisi yang tidak tepat dapat
menyebabkan cedera/kerusakan
kulit.
5. Penggunaan gips dan perawatan
kulit.

memasang, mempertahankan
atau melepas gips, dan dukung
bantal setelah pemasangan.
Potong kelebihan plester dari
ujung gips sesegera mungkin

Mempertahankan gips tetap kering


dan bersih. Terlalu banyak bedak
dapat membuat lengket bila kontak
dengan air/ kering.

saat gips lengkap.


Tingkatkan pengeringan gips

Gunakan bantalan tonjolan tulang,

dengan mengangkat linen

menindungi kulit.
Mencegah lekukan/ dataran di atas

tempat tidur, memanjakan

mengakhiri ujung gips, dan

pada sirkulasi udara.


Observasi area yang berisiko

tonjolan dan area penyongkong

tertekan, khususnya pada

tumit), yang akan menyebabkan

ujung dan bawah

abrasi/ trauma jarinagn. Bentuk

berat badan (misal punggung

bedatan/gips.
Beri bantalan pada akhir gips

yang tidak tepat atau gips kering

dengan plester tahan air.


Bersikan kelebihan plester

dapat menimbulkan gangguan

dari kulit saat masih basah,


bila mungkin.
Lindungi gips dan kulit pada
area perieal. Berikan
perawatan yang sering.

mengiritasi kulit dibawahnya dan


sirkulasi.
Plester yang lebih dapat mengiritasi
kulit dan dapat mengakibatkan
abrasi.
Mencegah kerusakan kulit yang

52

disebabkan oleh tertutup pada


Instruksikan klien/ keluarga
untuk menghindari
memasukan benda ke dalam
gips.
Masase kulit sekitar akhir gips
dengan alkohol.
Ubah posisi klien sesering

kelembaban di bawah gips dalam


jangka lama.
Tekanan dapat menyebabkan
ulserasi, nekrosis, dan kelumpuhan
saraf. Tidak ada nyeri bila ada
kerusakan saraf.
Mengefektifkan perlindungan pada

mungkin, dengan posisi

pasien gips dan kelembapan.

tengkurep dan kaki di atas

Membantu mencegah kerusakan

kasur.
6. Traksi kulit dan perawatan kulit.
Bersihkan kulit dengan air
sabun hangat.
Berikan tintur bezoin.
Gunakan plester traksi kulit
memanjang pada sisi tungkai

material gips pada akhir dan


mengurangi iritasi kulit/ekskoriasi.
Plester yang kering dapat melekat
ke dalam gips yang telah lengkap
dan menyebabkan kerusakan kulit.
Mencegah kerusakan jaringan dan

yang sakit.
Lebarkan plester sepanjang

infeksi olehkontaminasi fekal.


Gesekan benda asing menyebabkan

tungkai.
Tandai garis dimana plester

kerusakan jaringan
Mempunyai efek pengering, yang

keluar sepanjang ekstremitas.


Letakan bantalan pelindung
kaki dan di atas tonjolan
tulang.
Balut lingkar tungkai,
termasuk plester dan bantalan
dengan verban elastik, hatihati dalam membalut. Balutlah
dengan rapat tetapi tidak
terlalu ketat.
Palpasi janringan yang
diplester tiap hari dan catat

menguatkan kulit. Krim dan liton


tidak di anjurkan karena terlalu
banyak minyak sehingga dapat
menutup perimerter gips, tidak
memungkinkan gips untuk
bernafas. Bedak tidak di
anjurkan karena risiko akumulasi
berlebihan di dalam gips.
Meminimalkan tekanan pada kaki
dan sekitar tepi gips.

53

adanya nyeri tekan/nyeri.


Lepaskan traksi kulit tiap 24

6. Traksi kulit dan perawatan kulit.


Menurunkan kadar kontaminasi
kulit.

jam sesuai order, lakukan


inspeksi dan berikan
perawatan kulit.

kekuatan kulit untuk penggunaan


traksi kulit.
Plester traksi melingkari tungkai

7. Traksi tulang dan perawatan kulit.


Tekuk ujung kawat atau tutup

dapat memengaruhi sirkulasi.

ujung kawat/pen dengan karet

Traksi dimasukan dalam garis

atau gabus pelindung/tutup

dengan akhir plester yang bebas.


Memungkinkan untuk pengkajian

jarum.
Beri bantalan/pelindung dari
kulit domba, busa.
Kolaborasi
8. Gunakan tempat tidur busa, bulu
doba, bantal apung atau kasur udara
sesuai indikasi.
9. Buat gips dengan katup tunggal,
katup ganda atau jendela sesuai order.

cepat terhadap bendan yang


terselip.
Meminimalkan tekanan pada area
tersebut.
Memberikan tarikan traksi yang
tepat tanpa memengaruhi sirkulasi.
Bila area di bawah plester
mengalami nyeri tekan, di duga ada
iritsi kulit, dan siapkan untuk
membuka sistem balutan.
Mempertahankan integritas kulit.

7. Traksi tulang dan perawatan kulit.


Mencegah cedera pada bagian
tubuh lain.
Mencegah tekanan berlebihan pada
kulit, meningkatkan evaporasi
kelembapan yang menurunkan

54

risiko ekskoriasi.
8. Karena imobilisasi, bagian
tubuh/tulang yang menonjol dan
sakit akibat gips akan mengalami
penurunan sirkulasi.
9. Memungkinkan pengukuran
tekanan dan memberikan akses
untuk perawatan luka/kulit.
8. Diagnosis keperawatan: risiko tinggi terhadap infeksi.
Tindakan

Rasional

55

Mandiri
1. Inspeksi kulit dari adanya iritasi
atau robekan kontinuitas.
2. Kaji sisi pin/kawat, perhatian
keluhan peningkatannyeri/ rasa
terbakar atau adanaya edema,
eritma, drainase/bau tak enak.
3. Lakukan perawatan pin atau kawat
steril sesuai protokol dan mencuci
tangan.
4. Instruksikan klien untuk tidak
menyentuh sisi insersi.
5. Tutupi pada akhir gips pertineal
dengan plastik.
6. Observasi luka dari pembentukan
bula, krepitasi, perubahan warna

1. Pin atau kawat tidak haru dimasukan


melalui kulit yang terinfeksi,
kemerahan atau abrasi dan dapat
menimbulkan infeksi.
2. Dapat mengidentifikasikan
timbulnya infeksi lokal/ nekrosis
jaringa, yang dapat menimbulkan
osteomielitis.
3. Mencegah kontaminasi silang dan
kemungkinan infeksi.
4. Meminimalkan keempatan untuk
kontaminasi.
5. Gips yang lembap. Padat
meningkatkan pertumbuhan bakteri.
6. Tanda perkiraan infeksi gas gangren.

kulit kecoklatan, bau drainase tidak


enak.
7. Kaji tonus otot, refleks tendon
dalam dan kemampuan berbicara.
8. Selidiki adanya nyeri tiba-tiba/
keterbatasan gerak dengan edema
lokal/eritema ekstreitas cedera.
9. Lakukan prosedur isolasi.
10. Awasi pemriksaan laboratorium,
seperti:
Hitung darah lengkap.
LED.
Kultur dan sensitivitas
luka/serum/tulang.
Scan radioisotop.
11. Berikan obat sesuai order:
Antibiotik IV/ topika.
Tetanus toksoid.

7. Kekakuan otot, spasme tonus otot


rahang, dan disfagia menunjukan
terjadinya osteomielitis.
8. Mengindikasikan terjadinya
osteomielitis.
9. Adanya drainase pirulen akan
memerlukan kewaspadaan luka/klien
untuk mencegah kontaminasi silang.
10. Memantau hasil pemriksaan
laboratorium:
Anemia dapat terjadi pada
osteomielitis, leukositosis biasanya
ada proses infeksi.
Meningkat pada osteomielitis.
Mengidentifikasi organisme

56

12. Irigasi luka/tulang dan berikan


sabun basah/hangat sesuai indikasi.
13. Siapkan pembedahan sesuai
prosedur.

penyebab infeksi.
Titik panas menunjukan peningkatan
area vaskularitas, indikasi
osteomielitis.
11. Obat sesuai order:
Antibiotik spektrum luas dapat
digunakan secara profilaksis atau di
tujukan pada mikroorganisme
khusus.
Profilatik karena kemungkinan
adanya tetanus pada luka terbuka.
12. Debridemen lokal/ pembersihan luka
mengurangi mikroorganisme dan
insiden infeksi sistemik.
13. Sequestrektomi (pengangkatan
tulang nekrotik) di perlukan untuk
membantu penyembuhan dan
mencegah perluasan proses infeksi.

9. Diagnosis keperawatan: kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis,


dan pengobatan penyakit.
Tindakan
Mandiri
1. Kaji ulang patologi, prognosis, dan
harapan yang akan datang.
2. Berikan penguatan metode mobilitas
dan ambulasi sesuai instruksi terapis
fisik bila di indikasikan.

Rasional
1. Memberikan daras pengetahuan
dimana klien dapat membuat pilihan
informasi.
2. Banyak fraktur memerlukan gips,
debat atau penjepit selama proses

57

3. Buat daftar aktifitas, minta klien


melakukan secara endiri dan yang
memerlukan bantuan.
4. Identifikasi adanya sumber
pelayanan di masyarakat, misal tim
rehabilitasi, pelayanan perawatan di
rumah.
5. Dorong klien melalukan latihan
aktif untuk sendi ddi atas dan di
bawah fraktur.
6. Diskusikan pentingnya evaluasi
klinis.
7. Kaji ulang perawatan pin atau luka
yang tepat.
8. Diskusikan perawatan gips yang
hijau atau basah.
9. Anjurkan penggunaan pengering
rambut untuk mengeringkan area
gips yang lembap.
10. Demonstrasikan penggunaan
kantung plastik untuk menutup
plester gips selama cuaca lembap
atau mandi.
11. Anjurkan penggunaan pakaian yang
adaptif.
12. Ajarkan cara-cara menutuoi ibu jari
kaki, contoh sarung tangan atau
kaus kaki halus.
13. Diskusikan keperawatan pasca
pengangkatan gips:
Anjurkan melanjutkan pelatihan
sesuai perintah.
Informasikan bahwa kulit di
bawah gips secara umum

penyembuhan. Kerusakan lanjut dan


keterlambatan penyembuhan dapat
terjadi sekunder terhadap ketidak
tepatan penggunaan alat ambulasi.
3. Penyusunan aktivitas seputar
kebutuhan dan yang memerlukan
bantuan.
4. Memberikan bantuan untuk
memudahkan perawatan diri dan
mendukung kemandirian.
meningkatkan perawatan diri dan
mengoptimalkan penyembuhan.
5. Mencegah kekakuan sendi,
kontraktur, dan kelelahan otot,
meningkatkan kembalinya aktivitas
sehari-hari secara dini.
6. Penyembuhan fraktur memerlukan
waktu tahuan untuk sembuh total,
dan kerjasama klien dalam program
pengobatan membantu penyatuan
yang tepat dari tulang.
7. Menurunkan risiko trauma tulang/
jaringa dan infeksi yang dapat
berlanjut menjadi osteomielitis.
8. Meningkatkan perawatan untuk
mencegah deformitas gips dan iritasi
kulit/ kesalahan postur.
9. Mempercepat pengeringan.
10. Melindungi dari kelembaban, yang
melunakkan plester gips dan
melembabkan gips.
11. Membantu aktivitas, berpakaian
rapih.

58

lembab dan tertutup dengan


kalus atau serapihan kulit yang
mati.
Mencuci secara perlahan dengan
sabun, betadin dan air.minyaki
dengan minyak pelindung.
Informasikan bahwa otot dapat
lembek dan atropi. Anjurkan
untuk memberi songkongan
pada sendi di atas dan di bawah
bagian yang sakit dan gunakan
alat bantu mobilitas, misal
verban elastis, debat, kruk,
walker atau tongkat.
Tinggikan ekstremitas sesuai
kebutuhan.

12. Membantu mempertahankan


kehangatan/ menindungi dari cedera.
13. Perawatan pasca pengangkatan gips:
Mengurangi kekakuan dan
memperbaiki kekakuan serta
fungsi ekstremitas yang sakit.
Membutuhkan waktu bermingguminggu sebelum kembali ke
penampilan normal.
Kulit yang baru, nyeri tekan
karena telah di lindungi oleh
gips.
Kekakuan otot akan menurun
dan rasa sakit yang baru dan
nyeri sementara sekunder
terhadap kehilangan dukungan.
Pembengkakan dan edema
cenderung terjadi setelah
pengangkatan gips.

59

DAFTAR PUSTAKA
Lukman, Ningsih Nurma. 2009.Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan
Sistem Muskuluskeletal. Jakarta: Salemba Medika
Arif Muttaqin.

Anda mungkin juga menyukai