Anda di halaman 1dari 15

UNIVERSITAS GADJAH MADA

FAKULTAS TEKNIK
PASCA SARJANA TEKNIK GEOLOGI
PETROLEUM GEOSCIENCE

Reservoir Characterization
MPG721
Dosen : Ir. Budianto Toha, M.Sc

Doddy Iqbal Biramandita


NIM 12/340500/PTK/08384

JAKARTA
2013

1. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap karakter reservoir batuan karbonat


1.1 Reservoir Karbonat
Batuan karbonat dapat dibedakan dari batuan pasir (sandstone) dalam banyak hal,
di antaranya:
- asal pembentukannya (karbonat terbentuk dari sisasisa jasad renik binatang
dan/atau tumbuhan (shellfish dan algae);
- lokasi pembetukannya (umumnya karbonat ditemukan dekat dengan tempat asal
pembentukannya, tanpa ditransportasikan dan diendapkan seperti batuan pasir);
- bahwa kalsium karbonat sebagai bagian inti dari karbonat dapat dengan mudah
terlarutkan oleh air, sehingga sangat mungkin terjadi pelarutan dan kristalisasi
kembali (recrystallization) setelah batuan ini terbentuk. Pelarutan ini
mengakibatkan terbentuknya kavitasi sehingga dapat menyimpan minyak dalam
jumlah yang banyak. Selain itu, karena sifat batuan karbonat yang lebih rentan
(brittle) terhadap patahan dan pelipatan, dibandingkan dengan sandstone, maka
akan memungkinkan terbentuknya rekahan (fractures) yang dapat sebagai jalan
untuk mengalirkan fluida reservoir (minyak, gas, atau air).

Gambar 1.1. Lingkungan pembentukan batuan karbonat

Apabila dilihat dari lokasi pembentukannya, lingkungan deposit batuan karbonat


dapat diilustrasikan seperti pada Gambar-1, yang secara umum terbagi menjadi 3
(tiga) daerah, yakni shelf, slope, dan basin. Arah dan pengembangan lateral pada
beberapa depositional environments dapat diprediksi dengan baik. Pengalaman
mengatakan beberapa reservoir dapat ditemukan berdasarkan analisis detail
mengenai lingkungan pengendapan ini. Masingmasing lingkungan pengendapan
memiliki ciri khas pada tekstur, organic matters, butiran dan material, dan lain-lain.
Hal ini antara lain karena pengaruh kekuatan arus saat pengendapan, posisi
kemiringan, danbkandungan oksigen dalam air.

1.2 Heterogenitas Batuan Karbonat


Dalam mempelajari perkembangan reservoar, selalu dimulai dari studi geologi yang
menguraikan luasan reservoar dan heterogenitas reservoar dalam skala yang
berlainan. Heterogenitas reservoar sangat berpengaruh pada perilaku reservoar dan
distribusinya sangat penting untuk mengevaluasi suatu reservoar.
-

Heteregenitas reservoar skala mikroskopis. Heterogenitas reservoar skala


mikro merupakan pencerminan ukuran pori-pori, bentuk batuan, dan
distribusinya. Lasseter dan Waggoner mengelompokkan heterogenitas dalam
ukuran centimeter sebagai heterogenitas skala mikro.

Heteregenitas reservoar skala makroskopis. Heterogenitas skala makro


adalah heterogenitas yang terjadi pada suatu atau sejumlah satuan
pengendapan. Satuan pengendapan yaitu suatu tubuh batuan yang terbentuk
sebagai hasil kejadian tunggal proses pengendapan atau dari seri kejadian
yang sama.

Heteregenitas reservoar skala megaskropis. Heterogenitas skala megaskropis


adalah skala beberapa satuan pengendapan bahkan meliputi beberapa
lingkungan

pengendapan.

Heterogenitas

skala

mega

merupakan

heterogenitas dengan skala terbesar dengan deskripsi meliputi : lithologi,


stratigrafi dan lingkungan pengendapan.
Untuk reservoar karbonat sendiri sangat dipengaruhi beberapa faktor, yang
meliputi tempat terbentuknya sampai pada fasiesnya. Tempat terbentuknya
karbonat antara lain adalah :
-

Ramp

Gambar 1.2. Tempat pengendapan Ramp


-

Rimmed Shelf

Gambar 1.3. Tempat pengendapan Rimmed Shelf


-

Isolated Platform

Gambar 1.4. Tempat pengendapan Isolated Platform


Masing-masing tempat pengendapan ini nantinya akan menghasilkan tipe batuan
karbonat yang berbeda, yang memiliki geometri bentuk luar dan pori yang juga
berbeda. Geometri pori-pori dapat berupa ukuran rongga pori (pore throat size),
ukuran tubuh pori (pore body size), peretakan (fracturing) dan permukaan butir
(surface roughness) akan mempengaruhi besar kecilnya porositas dan permeabilitas
serta saturasi batuan reservoar, dan sekaligus parameter diatas menunjukkan
besarnya cadangan yang dapat ditampung dan diproduksikan.
Lingkungan tumbuh organisme yang berbeda-beda juga menandakan perbedaan
organisme yang tumbuh pada lingkungan tersebut. Salah satu penyebab
keheterogenitas karakterisasi reservoar pada batuan karbonat adalah komposisi
dari material penyusunnya sendiri, dimana mineral resistent sebagai penyusun
batuan karbonat tidak mudah larut, dan sebaliknya. Seperti pada gambar 1.5
dibawah, berbagai organisme penyusun dan mineral yang dihasilkan.

Gambar 1.5. Organisme penyusun batuan karbonat dan mineralogynya.

Porositas batuan karbonat sendiri ditentukan oleh Proses deposisi dan proses
diagenesanya yang dapat berupa pengisian pori dengan semen karbonat dan
pelarutan batuan matriks. Proses diagenesa batuan karbonat sendiri dapat dibagi
menjadi tiga, yaitu fase eogenesis, fase mesogenesis dan fase telogenesis. Fase
eogenesis diantaranya adalah :
-

Mikiritisasi, dimana butiran pada karbonat berubah menjadi mikrit, dan


sementasi pori pada kodisi marine phreatic (jenuh karbonat).

Sementasi intergranular (antar butiran) pada marine phreatic.

Presipitasi semen sparry calcite ketika air laut digantikan air tawar.

Karena tidak stabil, aragonit mengalami leaching, digantikan kalsit pada zona
air tawar.

Pelarutan dari vuggy porosity plus rekristalisasi dari mikirit dalam zona
vadose air tawar

Kemudian yang terjadi berikutnya adalah fase mesogenesis, dimana terjadi


penimbunan lebih dalam lagi maka batuan akan mengalami proses :
-

Kompaksi dan ekspulsi (keluarnya) fluida

Perubahan material organik karena peningkatan temperatur

Formasi dari styolite oleh pressure solution

Formasi dolomit dan chert

Sementasi oleh kalsit

Fracturing

Pelarutan pada batuan yang diikuti perkembangan porositas sekunder

Setelah tahap mesogenesis, kemudian selanjutnya adalah fase telogenesis. Dimana


pada fase ini terjadi uplift dan porositas sekunder tadi dapat terisi lagi oleh kalsit
(sekunder), pengisian dari prepitasi mineral dan mengakhiri sejarah diagenesa dari
batuan ini.
Faktor pengontrol perkembangan batuan karbonat itu sendiri diantaranya adalah :
-

Laju pertumbuhan organisme

Iklim dan sirkulasi air

Subsidence dan tektonik

Morfologi dari platformnya

Sistem deposisional dan litologinya

Gambar 1.6. Laju pertumbuhan organisme dari lingkungannya


Bentuk organisme penyusun yang berbeda seperti gambar 1.6 diatas juga
menghasilkan tekstur dari batuan karbonat yang berbeda-beda.
Selama perkembangannya, batuan karbonat berada pada shallow marine, sehingga
sering mengalami efek dari kenaikan muka air laut. Pada proses ini, batuan
karbonat dapat saja tersingkap ke permukaan, kemudian terkena meteoric water
dari air hujan sehingga air tersebut mengakibatkan pelarutan-pelarutan mineral
yang ada. Gambar 1.7 menjelaskan proses tersebut. Proses inilah yang
mengakibatkan munculnya porositas sekunder akibat adanya pelarutan mineral
dan keberagaman matriks yang masuk kedalam tubuh batuan karbonat.

Gambar 1.7. Lingkungan diagenesa batuan karbonat

Gambar 1.8. Heterogenitas pada reservoir karbonat dilihat dari model velocity
interval pada seismic PSDM (bastian,2010)
Karena proses yang kompleks inilah, dikarenakan banyaknya material yang mudah
larut, sehingga perkembangan tubuh batuan karbonat ini tidak sama satu sama lain,
walaupun dalam satu lingkungan pengendapan yang sama. Karena bisa saja dalam
satu tubuh batuan karbonat, yang terekspos keatas permukaan laut dan
berinteraksi dengan meteoric water sehingga terjadi pelarutan hanyalah beberapa
bagian saja, sehingga hasilnya adalah terbentuknya porositas sekunder yang
beragam ragam dari satu tubuh batuan karbonat. Selain itu juga kondisi rangka
yang dapat teralterasi sehingga komposisi mineral dan kimianya berubah. Hal ini
yang mengakibatkan terjadinya karakter yang berbeda-beda pada reservoir batuan
karbonat.

2. Jelaskan, mengapa perubahan porositas tidak selalu sejalan dengan perubahan


permeabilitas ?
2.1 Porositas Pada Batuan Karbonat
Porositas () merupakan perbandingan antara ruang kosong (pori-pori) dalam
batuan dengan volume total batuan yang diekspresikan di dalam persen.
atau

dimana : Vp

= volume ruang pori-pori batuan

Vb

= volume batuan total (bulk volume)

Vg

= volume padatan batuan total (grain volume)

= porositas batuan

Porositas batuan reservoir dapat diklasifikasikan menjadi dua :


a. Porositas absolute, yang merupakan persen volume pori-pori total terhadap
volume batuan total.

b. Porositas efektif, yang merupakan persen volume pori-pori yang saling


berhubungan terhadap volume batuan total.

Selain itu, menurut terjadinya, porositas dapat diklasifikasikan menjadi dua,


yaitu :
a. Porositas primer, merupakan porositas yang terbentuk pada waktu batuan
sedimen diendapkan.
b. Porositas sekunder, merupakan porositas batuan yang terbentuk sesudah
batuan sediment terendapkan.
Dalam batuan karbonat sendiri terdapat dua tipe porositas, yakni :
a. Intragrain Porosity
b. Intergrain Porosity

2.2 Permeabilitas Pada Batuan Karbonat


Permeabilitas didefinisikan sebagai suatu bilangan yang menunjukkan
kemampuan dari suatu batuan untuk mengalirkan fluida. Teori tersebut
dikembangkan oleh Henry Darcy. Darcy mengungkapkan bahwa kecepatan
alir melewati suatu media yang porous berbanding lurus dengan penurunan
tekanan per unit panjang, dan berbanding terbalik terhadap viskositas fluida
yang mengalir.
Persamaan permeabilitas :

dimana :
V

= kecepatan aliran, cm/sec


= viskositas fluida yang mengalir, cp

dP/dL = penurunan tekanan per unit panjang, atm/cm


k

= permeabilitas, darcy

2.3 Hubungan Porositas dan Permeabilitas Pada Batuan Karbonat


Pembentukan porositas dan permeabilitas dari reservoir karbonat berbeda
dengan reservoar batupasir dalam proses lanjut pengendapannya, dimana pada
batuan karbonat terbentuk karena proses pelarutan, rekristalisasi, dan
dolomitisasi.

Sehingga

dengan

adanya

lingkungan

pengendapan

akan

menambah semakin kompleks atau bertambah tidak seragamnya lapisan batuan


yang terbentuk. Selain itu pada gambar 2.2 digambarkan bagaimana porositas
berkembang dalam proses pembentukan batuan karbonat. Pada gambar 2.1
menunjukkan tipe porositas karbonat, dalam hal ini dibagi menjadi fabric dan
nonfabric selective, perbedaan dari keduanya diantaranya adalah :
-

Pada fabric selective porositas mengikuti bentuk sesuatu (seperti cangkang,


kristal, partikel, dan grain) sehingga berbentuk pola tertentu, sedangkan
pada non fabric selective tidak mengikuti bentuk pola tertentu.

Fabric selective dipengaruhi tekstur, sedangkan

Gambar 2.1. Tipe Porositas Batuan Karbonat (Choquete and Pray, 1970)

Gambar 2.2. Perkembangan Porositas Batuan Karbonat


Sedangkan permeabilitas merupakan kemampuan batuan dalam melewatkan fluida
dalam medium bepori yang saling berhubungan dalam suatu batuan. Ada tiga jenis
permeabilitas yang dikenal yaitu permeabilitas absolut, permeabilitas efektif,
permeabilitas relatif. Permeabilitas absolut dipakai untuk aliran fluida satu fasa.
Permeabilitas efektif digunakan untuk aliran yang terdiri dari dua fasa atau lebih.
Permeabililtas relatif adalah perbandingan antara absolut dengan permeabilitas
efektif, ini tergantung jenis fluidnya. Koefisien permeabilitas terutama tergantung
pada ukuran rata-rata porositas yang dipengaruhi oleh distribusi ukuran partikel,
atau komposisi organisme penyusun batuan apabila dalam batuan karbonat. Akan

tetapi dalam batuan karbonat, hubungan porositas dan permeabilitas tidaklah selalu
sebanding dengan nilai porositasnya.
Hal ini diakibatkan dalam batuan karbonat memiliki dua tipe porositas, yakni
intragrain dan intergrain. Dari kedua tipe porositas ini dalam karakteristik
petrofisikalnya dapat dibedakan juga menjadi :
-

Microporosity (miconnected porosity) yang selalu hadir dalam allochems dan


matriks.

Macroconnected

Porosity

yang

kadang

ditemukan

pada

allochems

(intergranular) dan pada dissolution vugs apabila hadir dengan jumlah


tertentu dan saling terhubung.
Hanya macroconnected porosity yang menentukan nilai dari permeabilitasnya.
Parameter ini yang biasanya di plot untuk menentukan trend dan nilai dari
permeabilitas tersebut.

Intergrain Porosity

Intergrain Porosity

Intragrain Porosity

Gambar 2.3. Porositas pada batuan sedimen. Pada contoh kiri merupakan contoh pada batuan
silisiklastik, pada gambar kanan merupakan contoh pada batuan karbonat.

Penyusun dari batuan karbonat juga bermacam-macam jenis organisme,


sehingga satu batuan karbonat bisa memiliki banyak jenis organisme di dalamnya,
dan tentunya berbeda antara batuan karbonat satu dan lainnya. Karbonat memiliki
intergrain dan intragrain porosity, dimana porositas intragrain ini berasal dari
lubang respirasi dari organisme. Akibat adanya berbagai macam organisme

penyusun yang tidak seragam ini, akan menghasilkan tubuh batuan yang berbedabeda, dimana apabila dilihat dari sifat fisikanya, akan memiliki modulus bulk yang
berbeda-beda juga. Nilai modulus bulk inilah yang nantinya akan berpengaruh pada
nilai densitas dalam batuan tersebut. Contoh pada silisiklastik, nilai densitas
berkisar pada angka 2,65 gr/cc, dan nilai pada jenis batuan yang sama dengan
lingkungan pengendapan yang sama tidak akan jauh dari nilai tersebut. Pada batuan
karbonat, karena memiliki nilai modulus bulk yang berbeda untuk penyusun
batuannya, sehingga ketika batuan karbonat tersebut terbentuk, akan memiliki nilai
densitas yang berbeda-beda walaupun dalam satu lingkungan pengendapan yang
sama, seperti pada gambar 2.4 dibawah.

Gambar 2.4. Kompleksitas dari batuan karbonat


Densitas yang berbeda-beda dalam satu lingkungan pengendapan tersebut
dikontrol oleh ketersediaan porositas, terutama porositas yang terbentuk setelah
proses diagenesa. Porositas yang terbentuk pada saat proses diagenesa dipengaruhi
oleh proses dissolution (pelarutan) dan cementation. Setelah proses diagenesis,
proses sementasi akan mengurangi ketersediaan porositas primer. Namun apabila
tubuh batuan tersebut tersingkap ke atas permukaan laut dan terkena meteoric
water yang mengakibatkan pelarutan dari mineral-mineral penyusunnya, akan

terbentu porositas sekunder, yang menciptakan rongga-rongga yang dapat lebih


besar dari porositas primernya akibat pelarutan yang banyak dan bisa saling
menghubungkan antara porositas yang satu dengan lainnya. Namun proses ini tidak
selamanya terjadi, karena semen yang terlarut bisa saja tidak menghubungkan dari
porositas-porositas yang ada. Seperti pada gambar 2.1, apabila kita melihat tipe
porositas tersebut, contoh adalah yang tipe Channel. Terlihat bahwa antara
porositas satu dan lainnya saling berhubungkan, sehingga nilai permeabilitasnya
juga akan bertambah. Sedangkan apabila tipe porositas Vug, porositas-porositas
yang ada dalam tubuh batuan tersebut ter-isolated satu sama lain, sehingga
walaupun memiliki nilai porositas yang besar, tidak akan disertai penambahan nilai
permeabilitasnya.
Pada gambar 2.5 dan 2.6 menjelaskan bahwa tiap proses yang terjadi selama
pembentukan reservoir karbonat dapar berpengaruh pada porositas dan
permeabilitasnya, tetapi keduanya tidak selalu berhubungan linier, dimana ketika
porositas naik tidak selalu diikuti kenaikan dari permeabilitasnya, dan sebaliknya,
semuanya tergantung pada proses yang terjadi.

Gambar 2.6. Perubahan properties batuan karbonat berdasarkan proses yang


terjadi.

Gambar 2.6. Proses pada batuan karbonat yang berpengaruh terhadap


porositas dan permeabilitas
2.4 Hubungan Kecepatan Seismik Terhadap Porositas dan Permeabilitas Pada
Batuan Karbonat
Hubungan antara kecepatan gelombang seismik dan porositas akan menjadi
kompleks karena pengaruh geometri lubang/rongga dan mineralogi, serta
mengingat kenyataan bahwa sebagian besar batuan karbonat memiliki lebih
dari 1 macam jenis (tipe) porositas. Namun, beberapa generalisasi dapat dibuat
berkaitan dengan tipe lubang seperti di bawah ini:
1. Porositas Interkristalin dan Interpartikel
Tipe porositas ini memiliki karakter yang rasio bidang permukaan internal
terhadap porositas yang tinggi. Baik kecepatan gelombang primer maupun
sekunder akan rendah dan kecepatan ini sangat bergantung pada tekanan
pembebanan efektif atau tekanan pembebanan bersih (net overburden
pressure).
2. Porositas Moldic dan Intrapartikel
Porositas moldic adalah porositas sekunder, sedangkan porositas intrapartikel
dan intrakristalin adalah porositas primer. Kecepatan gelombang seismik dalam
batuan karbonat berporositas jenis moldic dan intrapartikel cederung tidak
sensitif terhadap perubahan tekanan dan umumnya tinggi, karena tipe rongga
ini sulit dideformasi.
3. Vug dan Porositas Channel
Porositas Vuggy memiliki kerangka batuan yang kuat dan rasio bidang
permukaan internal terhadap porositas yang rendah. Dengan demikian

gelombang primer dan sekunder akan relatif cepat dan tidak sensitif terhadap
perubahan tekanan. Porositas Channel biasanya mudah dideformasi, dengan
demikian cepat rambat gelombang seismik di batuan seperti ini biasanya lebih
rendah.
4. Porositas Fenestral
Porositas sekunder yang satu ini mempunyai lubang lebih besar daripada kisikisi batuan karbonat grain-supported. Kecepatan gelombang seismik di
karbonat tipe porositas fenestral sama yang ada di tipe porositas interkristalin.
5. Porositas Breksia/Rekahan
Porositas rekahan berevolusi ke tipe breksia, dengan pertambahan jarak antara
dinding-dinding yang merekah. Satu hal yang menarik dari rekahan adalah baik
gelombang primer maupun sekunder bergantung pada arah rambatan
gelombang relatif terhadap orientasi rekahan tersebut. Jika rekahannya banyak
dan berorientasi acak, maka batuan akan bersifat isotropis. Meskipun rekahan
tidak banyak berkontribusi pada porositas total, mereka sangat berpengaruh
dalam menurunkan cepat rambat gelombang seismik pada batuan karbonat.
Pada batuan yang terletak sangat dalam, rekahan-rekahan kecil kemungkinan
sudah rapat dan tidak berpengaruh pada kecepatan gelombang primer.

Anda mungkin juga menyukai