Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN KASUS

ST Elevation Myocardial Infarction (STEMI) Inferior Onset < 12 Jam


KILLIP I

IDENTITAS PASIEN
Nama

: Tn. NHR

Umur

: 42 tahun, 4 bulan, 13 hari

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Tgl MRS

: 07 November 2014

Ruangan

: CVCU, RS Wahidin Sudirohusodo

No. Rekam Medik

: 00-68-80-84

ANAMNESIS
Keluhan Utama
Anamnesis Terpimpin

: Nyeri Dada
:

Dialami sejak kurang lebih 6 jam sebelum masuk rumah sakit. Pasien
mengeluhkan nyeri di dada sebelah kanan menjalar ke sebelah kiri. Nyeri
dirasakan seperti tertindih, tembus kebelakang dan menjalar ke tangan. Nyeri
dada dirasakan selama kurang lebih 30 menit dan tidak menghilang dengan
istirahat. Ketika nyeri dada os minum obat yang ditaruh d bawah lidah namun
tidak ada perbaikan. Sesak napas (+). Riwayat sesak saat tidur terlentang (+).
Riwayat terbangun tengah malam karena sesak (+). Riwayat sesak saat
beraktivitas (-). Riwayat batuk (-), mual (-), muntah (-), NUH (-).
BAB : biasa, kesan cukup.
BAK : kesan lancer, warna kekuningan, nyeri (-).

Riwayat penyakit terdahulu:


- Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama ada, 4 bulan yang lalu. Pasien
mengkonsumsi obat di bawah lidah.
- Riwayat hipertensi ada, TD 140-150.
- Riwayat asam urat ada.
- Riwayat penyakit kolesterol ada.
- Riwayat DM tidak ada
- Riwayat DM dan PJK dalam keluarga tidak ada.
- Riwayat merokok (-).
- Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama sebelumnya (-).
Faktor Resiko
Modifikasi :
Hipertensi (+)
Kolesterol (+)
Tidak dapat dimodifikasi :
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur
: 42 tahun

OBJEKTIF
a) Keadaan Umum

Sakit sedang/Gizi cukup/Compos Mentis (GCS 15 E4M6V5)


a.

Berat badan

b. Tinggi badan

: 56 kg
: 160 cm

c. Indeks massa tubuh : 21,87 kg/m2

b) Tanda Vital
Tekanan darah
Nadi
Pernapasan
Suhu ( axilla)
c) Pemeriksaan Fisis

: 160/90 mmHg
: 56 x/ menit
: 22 x/menit
: 36,8 C

Kepala dan Leher :

Mata : Anemis (-), Ikterus (-)


Bibir : Sianosis (-)
Leher : DVS R+0 cmH20, deviasi trachea (-)
Thorax :
Inspeksi : Simetris kiri = kanan
Palpasi

: Massa tumor (-), nyeri tekan (-), vocal fremitus kiri=kanan

Perkusi : Sonor kiri = kanan


Batas paru-hepar

: ICS VI dekstra

Batas paru belakang kanan

: CV Th. VIII dekstra

Batas paru belakang kiri

: CV Th. IX sinistra

Auskultasi : Bunyi Pernapasan

: Vesikuler

Bunyi Tambahan

: Ronchi -/-, Wheezing -/-

Jantung
Inspeksi

: Ictus Cordis tidak tampak

Palpasi

: Ictus Cordis tidak teraba

Perkusi

: Batas atas jantung ICS II sinistra


Batas kanan jantung ICS IV linea parasternalis dextra
Batas kiri jantung ICS V linea aksilaris anterior sinistra

Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni reguler, bising (-)


Abdomen
Inspeksi

: Datar, simetris, ikut gerak napas

Auskultasi

: Peristaltik (+), kesan normal

Palpasi

: Nyeri tekan (-), massa tumor (-), Hepar dan Lien tidak
teraba

Perkusi

: Timpani (+), Asites (-)

Ekstremitas
Ekstremitas superior kanan dan kiri :
Inspeksi

: Warna kulit sama dengan sekitarnya, udem -/-

Palpasi

: Nyeri tekan tidak ada, krepitasi tidak ada

Ekstremitas inferior kanan dan kiri :


Inspeksi

: Warna kulit sama dengan sekitarnya, udem -/-

Palpasi

: Nyeri tekan tidak ada, krepitasi tidak ada.

d) Pemeriksaan Elektrokardiografi

e) Interpretasi EKG

Rhythm

: Irama sinus

Regularitas

P wave

Heart Rate

: Bradikardi

PR interval

: 0,2 s

Axis

QRS complex

: 0,08 s

ST Segment

: ST Elevasi II, III, AVF

: Regular
: 0,08 s

: Normoaxis

ST Depresi V2, V3, V4, V5

Gel T

: T inverted I, AVL

Kesimpulan : Sinus bradikardi, regular, normoaxis, infark inferior, iskemik


anteroseptal dan high lateral.
f) Echocardiografi

Kesimpulan :
- Disfungsi sistolik dan diastolic Ventrikel Kiri
- Ejeksi Fraksi 49%
- Hipertropi Ventrikel Kiri
- Hipokinetik inferior, septal, posterolateral
g) Pemeriksaan Laboratorium (21/09/2014)
HEMATOLOGI
WBC
RBC
HGB
HCT
PLT
Ureum
Kreatinin
GDS
Natrium
Kalium
Klorida
SGOT
SGPT
CK
CK-MB

HASIL
12,1
4,66
15,2
42,6%
165
23
1,00
116
142
4,7
109
24
22
206
24,5

NILAI RUJUKAN
4,00-10,0
4,00-6,00
12,0-16,0
37,0-48,0
150-400
10-50
<1,3
140
136-145
3,5-5,1
97-111
<41
<38
L<190,P<167
<25

UNIT
(10/UI)
(106/UI)
(gr/dL)
(%)
(103/uL)
mg/dl
mg/dL
mg/dL
mmol/L
mmol/L
mmol/L
u/L
u/L
U/L
U/L

Troponin T
PT
APTT
INR
Kolesterol Total
Kolesterol HDL
Kolesterol LDL
Trigliserida
GDP
G2PP

<2,0
11,0 c 10,7
24,1 c 26,4
0,91
175
36
126
133
74
115

<0,05
10-14
22,0-30,0

---Detik
Detik

200
L (>55); P (>65)
<130
<200
110
< 200

mg/dl
mg/dl
mg/dl
mg/dl
mg/dl
mg/dl

h) Diagnosis Kerja
ST Elevation Myocardial Infarction (STEMI) Inferior onset < 12 Jam

KILLIP I
Hipertensi on treatment

i) Penatalaksanaan
Tirah baring
Oksigen 2-4 lpm via nasal kanul
IVFD NaCl 0.9% 500 cc/24 jam
Streptase 1.500.000 IU/dalam Dextrose 5% habis dalam 1 jam
Isosorbid dinitrat 5 mg sublingual/bila nyeri dada
Aspilet 80 mg/24 jam/oral
Clopidogrel 75 mg/24 jam/oral
Atorvastatin 40 mg/24 jam/oral
Fondaparinux (Arixtra) 2,5 mg/24 jam/subkutan
Furosemid 40 mg/12 jam/intravena
Captopril 12,5 mg/8jam/ oral
Laxadyne syr 10ml/24 jam/oral (Laxative)
Alprazolam 0,5 mg 0-0-1 (anti anxietas)
Ranitidine 1 amp/12 jam/ intravena
k) Rencana Pemeriksaan
Coronary angiography
Foto thorax

Infark Miokard Akut (IMA)

I. PENDAHULUAN
Infark miokard akut (IMA) adalah nekrosis miokard akibat aliran darah
ke otot jantung terganggu sehingga jantung tidak mampu memompa darah
untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan sehingga berakibat adanya
gangguan pada organ-organ tubuh. Hal ini bisa disebabkan trombus arteri
koroner oleh ruptur plak yang dipermudah terjadinya oleh faktor-faktor seperti
hipertensi,merokok

dan

hiperkolesterolemia. IMA dengan

elevasi

ST

(STEMI) merupakan bagian dari spektrum sindrom koroner akut yang terdiri
dari angina pektoris tak stabil, AMI tanpa elevasi ST dan AMI dengan elevasi
ST. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi
injuri vaskular, di mana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti merokok,
hipertensi dan akumulasi lipid. Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala
kardinal pasien AMI. (Kosowsky, 2009).
Ada dua tipe dasar infark miokard akut:

Transmural:
Terkait dengan aterosklerosis arteri koroner utama yang melibatkan hal pada
anterior,

posterior,

inferior,

lateral

atau

septum. Infark

transmural

memperpanjang melalui seluruh ketebalan otot jantung dan biasanya

merupakan akibat dari kurang suplai darah di daerah tersebut.


Subendocardial:
Melibatkan area kecil di dinding subendocardial dari ventrikel kiri, septum
ventrikel, atau otot papiler. Infark Subendocardial dianggap akibat dari suplai
darah menurun secara lokal, mungkin dari penyempitan arteri koroner. Daerah
subendocardial adalah terjauh dari suplai darah jantung dan lebih rentan
terhadap jenis patologi. (Reznik, 2010)

II. ETIOLOGI
Infark miokard disebabkan oleh penyebab yang heterogen, antara lain:

Infark miokard tipe 1


Infark miokard secara spontan terjadi karena ruptur plak, fisura, atau
diseksi plak aterosklerosis. Selain itu, peningkatan kebutuhan dan

ketersediaan oksigen dan nutrien yang inadekuat memicu munculnya


infark miokard. Hal-hal tersebut merupakan akibat dari anemia, aritmia
dan hiper atau hipotensi.

Infark miokard tipe 2


Infark miokard jenis ini disebabkan oleh vaskonstriksi dan spasme arteri
menurunkan aliran darah miokard.

Infark miokard tipe 3


Pada keadaan ini, peningkatan pertanda biokimiawi tidak ditemukan. Hal
ini disebabkan sampel darah penderita tidak didapatkan atau penderita
meninggal sebelum kadar pertanda biokimiawi sempat meningkat.

Infark miokard tipe 4a


Peningkatan kadar pertanda biokimiawi infark miokard (contohnya
troponin) 3 kali lebih besar dari nilai normal akibat pemasangan
percutaneous coronary intervention (PCI) yang memicu terjadinya infark
miokard.

Infark miokard tipe 4b


Infark miokard yang muncul akibat pemasangan stent trombosis.

Infark miokard tipe 5


Peningkatan kadar troponin 5 kali lebih besar dari nilai normal. Kejadian
infark miokard jenis ini berhubungan dengan operasi bypass korone.
Abnormalitas kadar lipid serum yang merupakan faktor resiko adalah

hiperlipidemia. Hiperlipidemia adalah peningkatan kadar kolesterol atau


trigliserida serum di atas batas normal. The National Cholesterol Education
Program (NCEP) menemukan kolesterol LDL sebagai faktor penyebab
penyakit jantung koroner.The Coronary Primary Prevention Trial (CPPT)

memperlihatkan bahwa penurunan kadar kolesterol juga menurunkan


mortalitas akibat infark miokard.
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140
mmHg atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg. Peningkatan tekanan
darah sistemik meningkatkan resistensi vaskuler terhadap pemompaan darah
dari ventrikel kiri. Akibatnya kerja jantung bertambah, sehingga ventrikel kiri
hipertrofi untuk meningkatkan kekuatan pompa. Bila proses aterosklerosis
terjadi, maka penyediaan oksigen untuk miokard berkurang. Tingginya
kebutuhan oksigen karena hipertrofi jaringan tidak sesuai dengan rendahnya
kadar oksigen yang tersedia.
Merokok meningkatkan resiko terkena penyakit jantung kororner sebesar
50%. Seorang perokok pasif mempunyai resiko terkena infark miokard.
Di Inggris, sekitar 300.000 kematian karena penyakit kardiovaskuler
berhubungan dengan rokok.
Obesitas meningkatkan resiko terkena penyakit jantung koroner. Sekitar
25-49% penyakit jantung koroner di negara berkembang berhubungan
dengan peningkatan indeks masa tubuh (IMT). Overweight didefinisikan
sebagai

IMT > 25-30 kg/m2 dan obesitas dengan IMT > 30 kg/m2. Obesitas

sentral adalah obesitas dengan kelebihan lemak berada di abdomen. Biasanya


keadaan ini juga berhubungan dengan kelainan metabolik seperti peninggian
kadar trigliserida, penurunan HDL, peningkatan tekanan darah, inflamasi
sistemik, resistensi insulin dan diabetes melitus tipe II.
III.PATOFISOLOGI
Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) umumnya terjadi jika
aliran darah coroner menurun secara mendadak setelah oklusi thrombus pada
plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. STEMI terjadi jika thrombus
arteri coroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular, dimana injuri ini
dicetuskan oleh factor-faktor seperti merokok,hipertensi,dan akumulasi lipid.
Penelitian histologi menunjukan plak koronre cenderung mengalami
rupture jika mempunyai fibrous cap yang tipis dan inti kaya lipid. Pada

STEMI gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin rich red thrombus, yang
dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI memberikan respon terhadap terapi
trombolitik.
Pada lokasi rupture plak berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin,
serotonin) memicu aktivitas trombosit dan selanjutnya memproduksi dan
melepaskan tromboksan A2 (vasokonstriktor lokal yang poten).
Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel
yang rusak. Factor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi prothrombin
menjadi thrombin, yang kemudian menkonversi fibrinogen menjadi fibrin.
Arteri coroner kemudian akan mengalami oklusi oleh thrombus yang terdiri
agregat trombosit dan fibrin.
IV. DIAGNOSIS
Diagnosis kerja yang ditegakkan dari kasus adalah STEMI (ST
Elevation Myocardial Infarction). Dengan dasar anamnesis nyeri dada yang
khas dan gambaran EKG yang menunjukkan adanya Elevasi ST 2mm,
minimal pada 2 sadapan prekordial yang berdampingan atau 1mm pada 2
sadapan ekstremitas. Jika dilakukan pemeriksaan enzim jantung dan hasil
troponin T yang meningkat, maka semakin memperkuat diagnosis, namun
keputusan untuk memberikan terapi revaskularisasi tidak perlu menunggu
hasil pemeriksaan enzim, mengingat dalam tatalaksana Infark Miokard Akut
(IMA), prinsip utama pelaksanaan adalah time is muscle dengan mengejar
waktu agar prognosa lebih baik jika diberi terapi trombolitik pada jangka
waktu yang sesuai selepas serangan jantung.
Anamnesis
Nyeri dada :
Sifat nyeri dada (angina) merupakan gejala cardinal pasien MI :

Lokasi
Sifat nyeri

ditusuk, diperas, dipelintir.


Penjalaran
: lengan kiri,leher, punggung, interskapula,perut

: substernal,retrosternal,dan perikordial
: rasa sakit ditekan, terbakar, ditindih benda berat,

10

Nyeri tidak membaik/menghilang sepenuhnya dengan istirahat/ nitrat


Factor pencetus : latihan fisik,stres emosi,udara dingin,dan sesudah

makan.
Gejala yang menyertai: mual,muntah,sulit bernafas, keringat
dingin,cemas,lemas.

Sesak napas (Dispneu) adalah pernapasan yang disadari dan abnormal


dengan ciri napas tidak menyenangkan, sukar bernapas. Sesak napas ini
merupakan keluhan dari:

Penyakit jantung : koroner, valvular, dan miokardial


Penyakit paru : limitasi aliran udara masuk ke paru (gangguan
ventilasi) dan keadaan hipoksia pada keadaan restriktif, terjadi

stimulasi napas karna hipoksia.


Penyakit deformitas dinding toraks
Sakit otot pernapasan
Obesitas
Anemia, dll.

Riwayat sesak napas sangat penting untuk memperkirakan penyebab yang


mendasari.Kemungkinan penyebabnya adalah emboli paru, pneumotoraks,
udema pulmonal akut, pneumonia, atau obstruksi jalan napas.Sesak napas
yang hilang dengan pemakaian bronkodilator dan kortikosteroid diperkirakan
akibat asma.
Namun sesak napas yang hilang dengan istirahat, obat diuretik, dan
digitalis diperkirakan akibatgagal jantung kiri. Gradasi sesak napas akibat
gagal jantung kiri dimana ventrikel kiri dan atau atrium kiri tinggi adalah :

Dyspnea on Effort (DOE)


Orthopnea
Paroxysmal Nocturnal Dyspnea
Dyspnea at rest

Perbedaan prinsip DOE pada individu normal dengan penderita gagal


jantung kiri adalah derajat aktivitas yang menyebabkan keluhan.Pada individu
normal beban latihan berat menyebabkan dispneu.Pada gagal jantung kiri yang
makin berat, intensitas latihan yang menyebabkan dispneu yang tidak terjadi

11

sebelumnya. DOE pada gagal jantung kiri merupakan akibat dari desaturasi
arteri, hipertensi vena pulmonalis, dan stiff lung.
Pemeriksaan Fisis
Sebagian besar pasien cemas dan tidak bias istirahat,seringkali ekstremitas
pucat dan keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal > 30 menit dan
banyak keringat dicurigai kuat adanya STEMI.
EKG
Pemeriksaan EKG 12 sadapan harus dilakukan pada semua pasien dengan
nyeri dada atau keluhan yang dicurigai STEMI. Pemeriksaan ini harus
dilakukan segera dalam 10 menit sejak kedatangan di IGD. Pemeriksaan ini
merupakan landasan dalam menentukan keputusan terapi karena bukti kuat
menunjukkan gambaran elevasi segmen ST dapat mengidentifikasi pasien
yang bermanfaat untuk dilakukan terapi reperfusi.
Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST
mengalami evolusi menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya
didiagnosis Infark Miokard Gelombang Q. Sebagian kecil tetap menetap
menjadi Infark Miokard Non Gelombang Q. Jika obstruksi trombus tidak total,
obstruksi bersifat sementara atau ditemukan banyak kolateral, biasanya tidak
ditemukan elevasi segmen ST. Pasien tersebut biasanya mengalami angina
pektoris tidak stabil atau non STEMI. Pada sebagian pasien tanpa elevasi ST
berkembang tanpa menunjukkan gelombang Q disebut infark non Q.

12

Gambar 1. Hasil pemeriksaan EKG pada pasien STEMI

13

Lokasi infark miokard berdasarkan perubahan gambaran EKG


No

Lokasi

Anterior

Anteroseptal

Anterolateral

Lateral

Inferolateral

Inferior

Inferoseptal

True posterior

RV Infraction

Gambaran EKG
Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1V4/V5
Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V3
Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V6
dan I dan aVL
Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V5-V6
dan inversi gelombang T/elevasi ST/gelombang Q di I
dan aVL
Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III,
aVF, dan V5-V6 (kadang-kadang I dan aVL).
Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III,
dan aVF
Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III,
aVF, V1-V3
Gelombang R tinggi di V1-V2 dengan segmen ST
depresi di V1-V3. Gelombang T tegak di V1-V2
Elevasi segmen ST di precordial lead (V3R-V4R).
Biasanya ditemukan konjungsi pada infark inferior.
Keadaan ini hanya tampak dalam beberapa jam
pertama infark.

Biomarker kerusakan jantung


Pemeriksaan yang dianjurkan adalah Creatinine Kinase (CK) MB dan
Cardiac Spesific Troponin (cTn)T atau cTn I dan dilakukan secara serial. cTn
harus digunakan sebagai petanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai
kerusakan otot miokard, karena pada keadaan ini juga akan diikuti
peningkatan CKMB. Pada pasien dengan Elevasi ST dan gejala AMI (Infark
Miokard Akut), terapi reperfusi diberikan segera mungkin dan tidak tergantung
pada pemeriksaan biomarker.
Peningkatan nilai enzim di atas 2 kali nilai batas normal, menunjukkan ada
nekrosis jantung (miokard infark).

CKMB :

14

Meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak
dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi jantung,

miokarditis, dan kardioversi elektrik juga dapat meningkatkan CKMB


cTn :
Ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam bila
ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam. Enzim cTn T
masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.

V. PENATALAKSANAAN
Tujuan

pengobatan

Infark

Miokard

Akut

adalah

mengurangi/

menghilangkan nyeri dada, identifikasi cepat pasien yang merupakan kandidat


terapi reperfusi segera, triase pasien risiko rendah ke ruang yang terpat di
rumah sakit dan menghindari pemulangan cepat pasien dengan STEMI.
1. Tatalaksana Umum
a. Oksigen
Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi
oksigen arteri <90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi
dapat diberikan oksigen selama 6 jam pertama.
b. Nitrogliserin (NTG)
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman pada dosis
0,4 mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit.
Selain mengurangi nyeri dada, NTG juga dapat menurunkan kebutuhan
oksigen miokard dengan menurunkan preload dan meningkatkan suplai
oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh koroner yang terkena
infark atau pembuluh kolateral. Jika nyeri dada terus berlangsung dapat
diberikan NTG intravena. NTG intravena juga diberikan untuk
mengendalikan hipertensi atau edema paru.Tapi nitrat harus dihindari
pada pasien dengan tekanan darah sistol <90mmHg atau pasien yang
dicurigai menderita infark ventrikel kanan (infark inferior pada EKG,
JVP meningkat, dan hipotensi).

15

2. Mengurangi/Menghilangkan Nyeri Dada


Hal ini sangat penting, karena nyeri dikaitkan dengan aktivasi
simpatis yang menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan beban
jantung.
a. Aspirin
Merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan
efektif pada spektrum sindrom koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase
trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan
absorpsi aspirin bukkal dengan dosis 160-325 mg di ruang emergensi.
Selanjutnya aspirin dapat diberikan oral dengan dosis 75-162 mg.
b. Beta-Bloker
Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian betabloker IV, selain nitrat mungkin efektif. Regimen yang biasa diberikan
adalah metoprolol 5 mg setiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan
syarat frekuensi jantung >60 menit, tekanan darah sistolik >100 mmHg,
interval PR <0,24 detik dan ronki tidak lebih dari 10 cm dari diafragma.
Limabelas menit setelah dosis IV terakhir dilanjutkan dengan metoprolol
oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam selama 48 jam, dan dilanjutkan 100 mg
tiap 12 jam.
c. Morfin
Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik
pilihan dalam tatalaksana nyeri dada STEMI. Diberikan dengan dosis 2-4
mg dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg.
Efek samping adalah konstriksi vena dan arteriolar melalui penurunan
simpatis, sehingga dapat terjadi pooling vena yang akan mengurangi curah
jantung dan tekanan darah arteri. Efek hemodinamik ini dapat diatasi
dengan elevasi tungkai dan pada kondisi tertentu diperlukan penambahan
cairan IV dengan NaCl 0,9%. Morfin juga dapat memberikan efek samping
bradikardia, blok jantung derajat tiga, terutama pada pasien dengan infark
posterior. Namun hal ini dapat dicegah dengan pemberian atropin 0,5 mg
IV.
16

3. Terapi Reperfusi
Reperfusi

dini

akan

memperpendek

lama

oklusi

koroner,

meminimalkan derajat disfungsi dan dilatasi ventrikel dan mengurangi


kemungkinan pasien STEMI berkembang menjadi gagal jantung atau
takiaritmia ventrikular maligna. Sasaran terapi reperfusi pada pasien
STEMI adlah door-to-needle (atau medical contact-to-needle) time untuk
memulai terapi fibrinolitik dapat dicapai dalam 30 menit atau door-toballoon (atau medical contact-to-balloon) time untuk PCI dapat dicapai
dalam 90 menit.
Tapi ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam memilih
terapi reperfusi ini, yaitu waktu onset gejala (terapi fibrinolisis sebaiknya
diberikan 2 jam pertama, sedangkan PCI boleh setelah 2 jam), risiko
mortalitas pasien STEMI, risiko perdarahan, waktu & fasilitas di RS.
a. Terapi Fibrinolitik
Pengobatan lebih awal fibrinolisis (door-drug < 30 menit) dapat
membatasi luasnya infark, fungsi ventrikel normal, dan mengurangi angka
kematian. Ada beberapa jenis obat fibrinolitik, misalnya Streptokinase
(SK), Tissue Plasminogen Activator (tPA), Reteplase (Retavase), dan
Tenekteplase (TNKase). Di Indonesia umumnya tersedia Streptokinase,
dengan dosis pemberian sebesar 1,5 juta U, dilarutkan dalam 100 cc NaCl
0,9% diberikan secara infus selama 1 jam.
b. Percutaneous Coronary Intervention (PCI)
Intervensi koroner perkutan, biasanya angioplasti dan/atau stenting
tanpa didahului fibrinolisis disebut PCI primer. PCI ini efektif dalam
mengembalikan perfusi pada STEMI jika dilakukan dalam beberapa jam
pertama Infark Miokard Akut. PCI primer lebih efektif dari fibrinolisis
dalam membuka arteri koroner yang tersumbat dan dikaitkan dengan
outcome klinis jangka pendek dan jangka panjang yang lebih baik.
Dibandingkan trombolisis, PCI primer lebih dipilih jika terdapat syok

17

kardiogenik (terutama pasien <75 tahun), risiko perdarahan meningkat,


atau gejala sudah ada sekurang-kurangnya 2 atau 3 jam jika bekuan darah
lebih matur dan kurang mudah hancur dengan obat fibrinolisis. Namun
demikin PCI lebih mahal dalam hal personil dan fasilitas, dan aplikasinya
terbatas berdasarkan tersedianya sarana. Hanya ada di beberapa RS
Terapi Fibrinolisis
Onset < 3 jam
Tidak tersedia pilihan invasif terapi

Kontak doctor-baloon atau

door-baloon> 90 menit
(door-baloon) minus (door-

needle) lebih dari 1 jam.


Tidak terdapat kontraindikasi

Terapi Invasif (PCI)


Onset > 3 jam
Tersedia ahli PCI

Kontak doctor-baloon atau door

balloon < 90 menit


Doorbaloon) minus (door-needle)

< 1 jam
Kontraindikasi fibrinolisis,

fibrinolisis

termasuk resiko perdarahan dan

perdarahan intraserebral.
STEMI resiko tinggi (CHF, Killip

3)
Diagnosis STEMI diragukan.

VI. KOMPLIKASI
a. Aritmia
Beberapa bentuk aritmia mungkin timbul pada AMI. Hal ini disebabkan
perubahan-perubahan listrik jantung sebagai akibat iskemia pada tempat infark
atau pada daerah perbatasan yang mengelilingi, kerusakan sistem konduksi,
lemah jantung kongestif atau keseimbangan elektrolit yang terganggu.
Aritmia ventrikel : ekstra sistol ventrikel (VES) sering terjadi pada AMI.
Takikardia ventrikel (VT) atau fibrilasi ventrikel (VF) penyebab utama
kematian mendadak sebelum mencapai coronary care unit.VES dapat
merupakan pencetus timbulnya VT atau VF.
VES yang merupakan peringatan akan terjadinya VT atau VF adalah :

18

Fenomena R on T : interval yang pendek antara komplek sinus dengan

VES
VES yang sering > 4/menit
Repetitif VES : couple, triple, quatriple
Bentuk multiple dari VES pada 1 sadapan
VT atau VF tanpa ada VES sebelumnya dapat pula terjadi. Aritmia atrial :

atrial takikardia, atrial fibrilasi, atrial flutter jarang terjadi, tetapi bila ada
menyebabkan

gangguan/kemudian

hemodinamik.

Bradiaritmia

akibat

kerusakan nodus SA atau AV sering terjadi pada IMA di dinding inferior.


b. Gagal Jantung Kongestif
Gagal jantung kongestif merupakan kongesti sirkulasi akibat disfungsi
miokardium. Tempat kongesti bergantung ventrikel yang terlibat. Disfungsi
ventrikel kiri atau gagal jantung kiri menyebabkan kongesti pada vena
pulmonalis. Sedangkan disfungsi ventrikel kanan atau gagal jantung kanan
menyebabkan kongesti vena sistemik. Kegagalan pada kedua ventrikel disebut
kegagalan biventrikular. Gagal jantung kiri merupakan komplikasi mekanis
yang paling seding terjadi setelah Infark Miokard.
c. Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik terjadi akibat disfungsi nyata ventrikel kiri sesudah
mengalami infark yang masif, biasanya mengenai lebih dari 40% ventrikel
kiri. Selain pengobatan awal dan keberhasilan revaskularisasi primer melalui
PTCA di beberapa RS, syok kardiogenik tetap merupakan penyebab kematian
utama pada pasien rawat inap yang menderita infark miokardium.Syok
kardiogenik merupakan lingkaran maut dengan perubahan hemodinamik
progresif hebat yang ireversibel, dimana terjadi penurunan perfusi perifer,
penurunan perfusi koroner, dan peningkatan kongesti paru. Bila terjadi
hipotensi, asidosis metabolik dan hipoksemia selanjutnya akan semakin
menekan fungsi miokardium. Insidensi syok kardiogenik adalah 10-15% kasus
sedangkan kematiannya mencapai 68% jika tidak segera diobati. Terapinya
menggunakan obat trombolitik, pompa balon intra-aorta (IAPB) dan
revaskularisasi awal dengan angioplasti atau cangkok pintas arteria koronaria
(CABG) dapat menurunkan mortalitas.
19

d. Emboli/Tromboemboli
Merupakan komplikasi klinis nyata pada infark miokardium akut dalam
10% kasus (terutama dengan infark yang luas pada dinding anterior). EKG 2
dimensi memperlihatkan sekitar sepertiga penderita infark anterior memiliki
trombi dalam ventrikel kiri, tetapi jarang terjadi pada penderita infark inferior
dan posterior.Tromboembolisme dianggap merupakan faktor penting yang
berperan dalam kematian sekitar 25% pasien infark yang meninggal setelah
dirawat inap. Emboli arteri berasal dari trombi mural dalam ventrikel kiri dan
dapat menyebabkan stroke bila terdapat dalam sirkulasi serebral. Sebagian
besar emboli paru terjadi di vena tungkai dan terbatasnya aliran darah ke
jaringan menyebabkan meningkatnya risiko.
e. Defek Septum Ventrikel (VSD)
Nekrosis septum interventrikular dapat menyebabkan ruptur dinding
septum sehingga terjadi defek septum ventrikel.Septum mendapatkan aliran
darah ganda (yaitu dari arteria yang berjalan turun pada permukaan anterior
dan posterior sulkus interventrikularis) sehingga ruptura septum menunjukkan
adanya penyakit arteria koronaria yang cukup berat, yang mengenai lebih dari
satu arteri.Pada hakekatnya, ruptur membentuk saluran keluar kedua dari
ventrikel kiri. Pada tiap kontraksi ventrikel maka aliran terpecah dua, yaitu
melalui aorta dan defek septum ventrikel.Tekanan jantung kiri jauh lebih besar
dari jantung kanan sehingga darah dipirau melalui defek dari kiri ke kanan
(dari tekanan lebih besar ke tekanan lebih rendah). Darah yang dipindahkan ke
kanan jantung cukup besar jumlahnya sehingga darah yang menuju sistemik
(curah jantung) menjadi sangat berkurang, disertai dengan peningkatan kerja
ventrikel kanan dan kongesti paru-paru
VII.

PROGNOSIS
Terdapat beberapa sistem untuk menentukan prognosis pasca IMA :
a. Klasifikasi Killip, berdasarkan pemeriksaan fisik bedside sederhana ; S3
gallop, kongesti paru dan syok kardiogenik.

20

b. Klasifikasi Forrester, berdasarkan monitoring hemodinamik indeks jantung


dan pulmonary capillary wedge pressure (PCWP)
c. TIMI risk score, adalah sistem prognostik

paling

akhir

yang

menggabungkan anamnesis sederhana dan pemeriksaan fisik yang dinilai


pada pasien STEMI yang mendapat terapi trombolitik.
Tabel 1. Klasifikasi Killip pada Infark Miokard Akut
Kelas
I
II
III
IV

Defenisi
Tak ada tanda gagal jantung kongestif
+ S3 dan atau ronki basah
Edema paru
Syok kardiogenik

Mortalitas %
6
17
30-40
60-80

Tabel 2.Klasifikasi Forrester untuk Infark Miokard Akut


Kelas
I
II
III
IV

Indeks kardiak
(L/min/m2)
>2,2
>2,2
<2,2
<2,2

21

PCWP (mmHg)

Mortalitas %

<18
>18
<18
>18

3
9
23
51

Anda mungkin juga menyukai