Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan anak sekarang ini sangat memprihatinkan. Banyak
sekali kasus anak-anak yang terkena penyakit tertentu karena tidak
tercukupi kebutuhan gizinya. Seperti banyak anak-anak di pelosok desa
yang orangtuanya hanya sekedar memberi kebutuhan gizi sekedarnya saja
pada anak mereka. Terutama mitos mengenai kesehatan anak, orang zaman
dahulu mempercayai bahwa jika melakukan sesuatu yang telah lama
dilakukan oleh pendahulunya maka mereka juga akan melakukan itu pada
anak-anak mereka. Padahal ini malah akan menjadi penghambat kesehatan
anak. Sehingga anak mudah sekali terserang penyakit.
Tujuan Pembangunan Milenium atau Millennium Development
Goals (MDGs) adalah Deklarasi Milenium hasil kesepakatan kepala
negara dan perwakilan dari 189 negara Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB)
yang mulai dijalankan pada September 2000, berupa delapan butir tujuan
untuk dicapai pada tahun 2015. Targetnya adalah tercapai kesejahteraan
rakyat dan pembangunan masyarakat pada 2015. Target ini merupakan
tantangan utama dalam pembangunan di seluruh dunia yang terurai dalam
Deklarasi Milenium, dan diadopsi oleh 189 negara serta ditandatangani
oleh 147 kepala pemerintahan dan kepala negara pada saat Konferensi
Tingkat Tinggi (KTT) Milenium di New York pada bulan September 2000
tersebut. Pemerintah Indonesia turut menghadiri Pertemuan Puncak
Milenium di New York tersebut dan menandatangani Deklarasi Milenium
itu. Deklarasi berisi komitmen negara masing-masing dan komunitas
internasional untuk mencapai 8 buah sasaran pembangunan dalam
Milenium ini (MDG), sebagai satu paket tujuan yang terukur untuk
pembangunan dan pengentasan kemiskinan. Penandatanganan deklarasi ini
merupakan komitmen dari pemimpin-pemimpin dunia untuk mengurangi
lebih dari separuh orang-orang yang menderita akibat kelaparan,
menjamin semua anak untuk menyelesaikan pendidikan dasarnya,
1

mengentaskan kesenjangan jender pada semua tingkat pendidikan,


mengurangi kematian anak balita hingga 2/3 , dan mengurangi hingga
separuh jumlah orang yang tidak memiliki akses air bersih pada tahun
2015.
Angka kematian bayi merupakan salah satu indikator sensitif
untuk mengetahui derajat kesehatan suatu negara bahkan untuk mengukur
tingkat kemajuan suatu bangsa. Dalam pelayanan kebidanan (obstetric),
selain Angka Kematian Maternal/Ibu (AKM) terdapat Angka Kematian
Perinatal (AKP) yang dapat digunakan sebagai parameter keberhasilan
pelayanan. Namun, keberhasilan menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI)
di negara-negara maju saat ini menganggap Angka Kematian Perinatal
(AKP) merupakan parameter yang lebih baik dan lebih peka untuk menilai
kualitas pelayanan kebidanan. Hal ini mengingat kesehatan dan
keselamatan janin dalam rahim sangat tergantung pada keadaan serta
kesempurnaan bekerjanya sistem dalam tubuh ibu, yang mempunyai
fungsi untuk menumbuhkan hasil konsepsi dari mudigah menjadi janin
cukup bulan.
Kematian perinatal (perinatal mortality) adalah jumlah bayi lahirmati dan kematian bayi dalam tujuh hari pertama sesudah lahir (early
neonatal) yang terjadi dari masa kehamilan ibu 28 minggu atau lebih.
Adapun angka kematian perinatal adalah jumlah lahir mati (umur
kehamilan ibu 28 minggu) ditambah jumlah kematian neonatal dini (umur
bayi 0 7 hari) per jumlah kelahiran hidup pada tahun yang sama dikali
1000
Kurang lebih 8 juta kematian perinatal di dunia terjadi setiap tahun.
Dari jumlah ini, sekitar 85 % kematian bayi baru lahir terjadi akibat
infeksi, asfiksia pada saat lahir, dan cedera saat lahir. Berdasarkan
kelompok kerja World Health Organitation (WHO) April 1994, dari 8,1
juta kematian bayi di dunia, 48 % adalah kematian neonatal. Dari seluruh
kematian neonatal sekitar 60 % merupakan kematian bayi berumur kurang
dari 7 hari (perinatal) dan kematian bayi umur lebih dari 7 hari akibat
gangguan pada masa perinatal. Pola penyakit penyebab kematian bayi dari
2

hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995 adalah penyakit


sistem pernafasan 30 %, gangguan perinatal 29 %, diare 14 %, penyakit
sistem saraf 16 %, tetanus neonatorum 4 %, dan infeksi atau parasit
lainnya 4 %.
Indonesia merupakan negara yang kaya akan budaya dimana
beragam suku dan berbagai budaya ada, itulah sebabnya semboyan negara
kita adalah Bhinneka Tunggal Ika, yang berarti Walaupun berbedabeda, namun tetap satu jua. Berbedanya kebudayaan ini menyebabkan
banyaknya mitos yang begitu dipercaya oleh masyarakat di berbagai
daerah di Indonesia. Kebudayaan adalah suatu sistem gagasan, tindakan,
hasil karya manusia yang diperoleh dengan cara belajar dalam kehidupan
masyarakat. Sedangkan budaya itu sendiri adalah norma atau aturan
tindakan dari anggota kelompok yang dipelajari, dan dibagi serta memberi
petunjuk dalam berfikir, bertindak, dan mengambil keputusan. Budaya
memiliki nilai-nilai tersendiri tergantung dengan budaya yang dianut oleh
seseorang dan dianggapnya benar secara turun temurun atau secara agama
yang bisa diterima dikalangan masyarakat.
Angka kematian merupakan indikator peka unyuk menerangkan
keadaan dari derajat kesehatan di suatu masyarakat. AKB dapat
mencerminkan masalah kesehatan, diantaranya pelayanan ibu dan bayi,
keadaan sosial ekonomi dan lain lain. Peluncuran Survey Demografi dan
Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 hasilnya sangat mencengangkan,Angka
Kematian Ibu (AKI) melonjak draktis dari 228/100.000 kelahiran hidup
tahun 2007 menjadi 359/100.000 kelahiran hidup, sedang Angka Kematian
Bayi (AKB) hanya turun sedikit, dari 34/1000 kelahiran hidup (th 2007)
menjadi 32 /1000 kelahiran hidup.
Target pencapaian Millennium Development Goals (MDGs) Tahun
2015 dalam menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian
Bayi (AKB) menjadi prioritas utama dalam pembangunan kesehatan di
Indonesia. Kejadian kematian ibu dan bayi masih menjadi tragedi yang
terus terjadi di negeri ini. Untuk menurunkannya diperlukan upaya dan
inovasi baru, tidak bisa dengan cara-cara biasa. Target Tujuan
3

Pembangunan Milenium adalah menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI)


menjadi 102/ 100.000 kelahiran hidup dan Angka Kematian Bayi (AKB)
menjadi 23/1000 kelahiran hidup. Tujuan Pembangunan Kesehatan ialah
tercapainya mutu dan lingkungan hidup yang optimal bagi setiap
penduduk, agar mampu mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi
tingginya yang meliputi kesehatan badaniah, rohaniah dan sosial, bukan
hanya keadaan bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan.
Angka Kematian bayi di Nusa Tenggara Barat (NTB) mencapai 35
per 1.000 kelahiran hidup lebih tinggi dari rata-rata nasional sebesar 33 per
1000 kelahiran hidup, Ini berarti menunjukkan angka tertinggi kedua di
Indonesia setelah Provinsi Gorontalo yang merupakan salah satu provinsi
termuda. Masih tingginya Angka Kematian Bayi tersebut disebabkan
banyak hal antara lain pendidikan masyarakat masih rendah, persalinan
masih banyak ditolong dukun beranak dan terlambat mambawa ke Rumah
Sakit dan kebudayaan setempt. Akumulasi dari gambaran kondisi
kesehatan yang belum mengebirakan itu, akhir-akhir ini NTB dihentakkan
dengan terjadinya kasus busung lapar atau gizi buruk. Hal ini disebabkan
oleh kesadaran masyarakat yang masih rendah terhadap kesehatan, daya
beli dan pendidikan yang rendah pula. NTB merupakan salah satu daerah
yang mengalami KLB gizi buruk dan ini sangat memprihatinkan. Hingga
kini kasusnya tercatat sebanyak 2.271 kasus diantaranya 28 orang
meninggal dunia.
Menurut saya, angka kematian bayi di NTB tinggi diduga karena
budaya mereka dalam konsep kelahiran dimana sang suami harus mencari
belian (dukun beranak) ketika menjelang kelahiran anaknya untuk
membantu istrinya dalam proses melahirkan. Seperti yang kita ketahui
bahwa dukun beranak tidak memiliki pengetahuan medis yang ilmiah,
sehingga dalam menangani proses kelahiran mereka menggunakan
metode-metode yang sering tidak masuk akal bahkan berbahaya.
Contohnya saja pada kondisi dimana perempuan sulit untuk melahirkan
maka belian menyuruh meminum air bekas cuci tangan orang tuanya
(ibunya) dan suaminya. Bahkan dibeberapa desa, perempuan disuruh
4

untuk meminum air bekas mencuci kemaluan suaminya. Selain itu, belian
juga menasehatkan agar perempuan diinjak ubun-ubunnya oleh suaminya.
Beberapa contoh yang telah disebutkan jelas dapat berdampak negatif
terhadap ibu dan janin dalam kandungannya.

BAB II
ISI
A. Tinjauan Teori
1. Pengertian Kebudayaan

Kebudayaan adalah sikap hidup yang khas dari sekelompok


individu yang dipelajari secara turun temurun, tetapi sikap hidup ini
ada kalanya malah mengundang resiko bagi timbulnya suatu penyakit.
Kebudayaan tidak dibatasi oleh suatu batasan tertentu yang sempit,
tetapi

mempunyai

struktur-struktur

yang

luas

sesuai

dengan

perkembangan dari masyarakat itu sendiri. Kebudayaan yaitu sesuatu


yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide
atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia,sehingga dalam
kehidupan sehari-hari kebudayaan bersifat abstrak. Kata kebudayaan
berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhayah yang merupakan
bentuk jamak dari (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang
berkaitan dengan budi dan akal manusia.
Definisi dari budaya yaitu suatu cara hidup yang berkembang
dan dimiliki bersama oleh sebuah sekelompok orang dan diwariskan
dari generasi ke generasi selanjutnya.budaya terbentuk dari unsure
yang rumit, termasuk system agama dan politik, adat istiadat,
bahasa,perkakas, pakaian, bangunan dan karya seni.
2. Unsur-Unsur Dalam Faktor Kebudayaan Yang Mempengaruhi
Kenaikan AKB
Kenaikan angka kematian bayi disebabkan oleh berbagai factor.
Salah satunya factor kebudayaan, dimana factor kebudayaan ini sangat
berpengaruh terhadap perubahan perilaku seseorang,. Dalam factor
kebudayaan

terdapat

tujuh

unsure,

diantaranya

Ekonomi,

Kepercayaan, Ilmu Pengetahuan, Tekhnologi, Organisasi sosial, Seni


dan Bahasa. Namun ada salah satu unsure di atas yang tidak ada
hubungannya dengan kasus AKB, yaitu unsur seni.
a.

Unsur Ekonomi
Di samping itu, penduduk Indonesia juga dililit oleh
permasalahan yang berkaitan dengan kemiskinan dan masalahmasalah sosial yang lain. Jumlah penduduk yang besar,
pertumbuhan yang tinggi, dan persebaran yang timpang dan
tingginya angka kemiskinan yang semua ini merupakan beban
6

pembangunan. Kemiskinan tidak memandang jenis kelamin dan


kelompok umur. Kecepatan perubahan yang ditimbulkan oleh
derasnya arus globalisasi politik, ekonomi dan informasi yang
tidak seimbang dengan kesiapan masyarakat berdampak pada
makin berkembang dan meluasnya bobot, jumlah dan kompleksitas
berbagai permasalahan kesejahteraan rakyat. AKB bukan hanya
permasalahan rakyat namun menjadi permasalahan bersama antara
pemerintah dan masyarakatnya. Karena dengan meningkatnya
AKB maka keberadaan generasi penerus Indonesia ini menjadi
terancam. Keluarga yang memiliki tingkat pendapatan yang rendah
akan

mempengaruhi

perilaku

tiap

masyarakat

dalam

menyelasaikan setiap permasalahan yang timbul. Seorang ibu yang


tergolong berekonomi menengah ke bawah maka akan memiliki
kecenderungan untuk melahirkan di tempat bersalin yang belum
diakui oleh pemerintah dan memiliki tarif yang lebih murah
dibandingkan dengan melahirkan di rumah sakit, namun peralatan
yang digunakan lebih sederhana dan tidak steril. Hal tersebut
meningkatkan angka kematian bayi yang baru saja dilahirkan.
b. Unsur Kepercayaan
Faktor kepercayaan merupakan salah satu faktor yang
sangat mempengaruhi AKB. Karena masyarakat Indonesia masih
mempercayai hal-hal mistis yang sudah ada sejak zaman nenek
moyang mereka. Salah satunya kepercayaan mengenai dukun
beranak, jika mereka tidak melahirkan anak mereka di dukun
beranak, maka akan terjadi sesuatu terhadap diri mereka dan juga
bayi mereka. Hal inilah salah satu hal yang menyebabkan
banyaknya angka kematian bayi di Indonesia. Karena ternyata
tingkat pengetahuan yang dimiliki seseorang tidak berpengaruh
bila seseorang itu telah memiliki sebuah kepercayaan yang kuat
mengenai ritual-ritual khusus dan lain sebagainya.
c. Unsur Ilmu Pengetahuan

Tingginya

AKB

erat

kaitannya

dengan

kurangnya

pengetahuan masyarakat mengenai kesehatan reproduksi dan


pemeriksaan selama kehamilan. Hal ini tercermin dari masih
rendahnya pertolongan persalinan yang dibantu tenaga kesehatan
(46%). Meskipun pelayanan bidan sudah mencakup seluruh desa,
persalinan yang ditolong oleh bidan masih rendah. Hal ini antara
lain disebabkan oleh faktor usia bidan yang relatif muda,
komunikasi dengan masyarakat belum lancar, serta keterbatasan
dalam kemampuan penyesuaian diri dengan kondisi sosial budaya
setempat ikut mempengaruhi pemanfaatan pelayanan bidan.
Dibalik proses kematian bayi maupun ibu waktu melahirkan,
sesungguhnya

keterlambatan

dalam

mengambil

keputusan,

keterlambatan pergi ke tempat pelayanan, dan terlambat mendapat


pelayanan

adalah

penyebab

yang

sangat kompleks,

yang

kesemuanya tidak terjadi apabila jika wawasan yang dimiliki oleh


sang ibu maupun bidan bersalin luas.
d. Unsur Tekhnologi
Unsur tekhnologi erat kaitannya dengan unsure ekonomi
dan ilmu pengetahuan. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya
bahwa semakin rendah tingkat ekonomi maka mempengaruhi
dimana tempat ibu bersalin. Selain itu, peningkatan angka
kematian

bayi

disebabkan

oleh

kurangnya

masyarakat

memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan. Tempat bersalin yang


tidak layak dan belum diakui cenderung menggunakan peralatan
persalinan yang tidak sesuia dengan prosedur yang ada sehingga
berakibat fatal bagi sang ibu maupun si bayi itu sendiri.
e. Unsur Organisasi Sosial
Kedudukan organisasi social seperti LSM dan lembaga
social lainnya sangat berpengaruh dalam proses sosialisasi kepada
masyarakat luas mengenai informasi penting yang berkaitan
dengan gizi ibu hamil.maupun asupan gizi yang seimbang bagi
bayi maupun balita. Salah satu program Depkes, seperti desa siaga
8

harus melibatkan lembaga ketahanan masyarakat desa (LKMD).


Masyarakat harus mendapat penyuluhan mengenai peran penting
pelayanan kesehatan bagi ibu hamil.
f. Unsur Bahasa
Dalam unsur bahasa erat kaitannya denga komunikasi.
Komunikasi yang dimaksud disini kaitannya dengan kasus AKB
yakni komunikasi antara pemerintah dengan lembaga-lembaga
social, maupun dengan masyarakat. Komunikasi yang baik antara
pemerintah dengan masyarakat, maupun antara pemerintah dengan
lembaga social akan memberikan pengaruh yang besar terhadap
penurunan AKB.
3. Unsur dari Faktor Kebudayaan yang Paling Berpengaruh dalam
Mengubah Perilaku
Dilihat dari banyaknya peningkatan AKB Yang terjadi selama
ini sesuai dangan kutipan berikut "Angka kematian ibu melahirkan dan
Balita di Indonesia lebih tinggi dibanding negara-negara di kawasan
ASEAN, akibat faktor `empat terlalu dan tiga terlambat. Indonesia
meraih tingkat tertinggi dalam AKB dibandingkan Negara-negara
ASEAN. Hal ini bisa disebabkan oleh factor gizi ibu hamil atau
kurangnya masyarakat yang memanfaat sarana pelayanan kesehatan.
Disamping itu adanya factor diluar non kesehatan yang
berpengaruh besar. Antara lain adanya krisis ekonomi yang
berkepanjangan, sehingga daya beli masyarakat menurun. Banyaknya
factor kebudayaan yang terlibat dalam peningkatan angka kematian
bayi dilihat dari nilai antropologi yakni, kepercayaan, ilmu
pengetahuan,teknologi,ekonomi,organisasi

social,bahasa,dan

seni.

Namun unsur yang dominan dalam factor kebudayaannya adalah:


a. Kepercayaan
Melihat semakin berkembangnya dalam berpikir secara logika
tidak mempengaruhi seseorang untuk tetap percaya dan menganut
pada hal-hal yang mistik,padahal telah adanya kepercayaan yang
ada saat sekarang ini. Anggapan masyarakat pada kebanyakan
masyarakat yang ada di daerah yang terpencil mengenai kematian
9

bayi ynag meningkat diakibatkan karena factor diguna-guna.


Mereka mengangap bahwa kematian bayi yang terjadi akibat ada
orang yang syirik,sehinga mengakibatkan kematian bayi.
b. Ekonomi
Kebanyakan masyarakat yang mengalami tingkat kematian
bayi,bnayak terjadi pada masyarakat menengah kebawah. Ekonomi
merupakan

hal

AKB,kurangnya
mareka

memilih

yang

paling

perekonomian
untuk

utama
suatu

melahirkan

dalam

warga
dengan

menangani

mengakibatkan
paraji

(dukun

bayi)daripada harus membawa ke puskesmas sekurang-kurangnya.


Mereka beranggapan bahwa pergi ke tempat pelayanaan kesehatan
seperti

rumah

sakit.puskesmas,atau

poliklinik

dianggap

mengeluarkan banyak biaya,sehingga mereka harus pergi ke dukun


bayi yang tiadk memerlukan biaya yang banyak. Anggapan seperti
itu yang banyak terjadi di tengah-tengah masyarkat pada
umumnya.
c. Ilmu pengetahuan
Dalam kasus AKB yang semakin meningkat akhir-akhr ini,bisa
diakibatkan oleh adanya kurangnya pengatahuan yang dimiliki
oleh masyarakat mengenai penanganan kasus ini untuk kedua atau
keberlanjutan. Mereka hany tau bagaimana cara dilahirkannya
saja,tidak

mengetahui

bagaimana

cara

ynag

benar

dalam

menangani kasus ini. Pengetahuan masyarakat tenteng AKB


kurang,terbukti masih banyaknya AKB pada tahun 2009.
Masyarakat kurang mengetahui apa hal terpenting dari sebuah
persalinan,kebanyakan
berhasilkah

sebuah

masyarakat
persalinnan

hanya
bukan

melihat

melihat

dari

dapat
segi

keselamatan ibu dan anak.


d. Teknologi
Meningkatnya teknologi yang ada saat ini tidak mempengaruhi
wawasan masyarakat akan adaya perubahan untuk percaya dan
pergi ke tenaga pelayanan kesehatan. Namun hal itu juga tidak

10

memungkirai bahwa teknologi yang ada belum dapat memadai di


setiap rumah kesehatan.
4. Hubungan Kebudayaan Dengan Kesehatan
a. Hubungan Antara Kebudayaan Dan Kesehatan Sebelum Ibu
Melahirkan ( Masa Kehamilan)
Di dalam masyarakat sederhana kebiasaan hidup dan adat
istiadat dibentuk untuk mempertahankan hidup diri sendiri dan
kelangsungan hidup suku mereka. Berbagai kebiasaan dikaitkan
dengan kehamilan, kelahiran, pemberian makanan bayi yang
bertujuan supaya reproduksi berhasil ibu dan bayi selamat. Dari
sudut pandang modern tidak semua kebiasaan itu baik. Ada
beberapa yang kenyataannya malah merugikan. Contoh pada
kebiasaan menyusukan bayi yang lama pada beberapa masyarakat
merupakan contoh yang baik kebiasaan yang bertujuan melindungi
bayi. Tetapi bila air susu ibu sedikit atau pada ibu-ibu lanjut usia,
tradisi budaya ini dapat menimbulkan masalah tersendiri. Dia
berusaha menyusukan bayinya dan gagal. Bila mereka tidak
mengetahui nutrisi mana yang dibutuhkan bayi (biasanya
demikian) bayi dapat mengalami malnutrisi dan mudah terserang
infeksi
Permasalahan yang sebenarnya cukup besar pengaruhnya
yaitu pada kehamilan tepatnya pada masalah gizi. Hal ini
disebabkan

karena

adanya

kepercayaan-kepercayaan

dan

pantangan-pantangan terhadap beberapa makanan. Sementara,


kegiatan mereka sehari-hari tidak berkurang ditambah lagi dengan
pantangan-pantangan terhadap beberapa makanan yang sebenarnya
sangat dibutuhkan oleh wanita hamil tentunya akan berdampak
negatif terhadap kesehatan ibu dan janin. Tidak heran kalau anemia
dan kurang gizi pada wanita hamil cukup tinggi terutama di daerah
pedesaan. Dikatakan pula bahwa penyebab utama dari tingginya
11

angka anemia pada wanita hamil disebabkan karena kurangnya zat


gizi yang dibutuhkan untuk pembentukan darah.
Beberapa kepercayaan yang ada misalnya di Jawa Tengah,
ada kepercayaan bahwa ibu hamil pantang makan telur karena akan
mempersulit persalinan dan pantang makan daging karena akan
menyebabkan perdarahan yang banyak. Sementara di salah satu
daerah di Jawa Barat, ibu yang kehamilannya memasuki 8-9 bulan
sengaja harus mengurangi makannya agar bayi yang dikandungnya
kecil dan mudah dilahirkan. Di masyarakat Betawi berlaku
pantangan makan ikan asin, ikan laut, udang dan kepiting karena
dapat menyebabkan ASI menjadi asin. Contoh lain di daerah
Subang, ibu hamil pantang makan dengan menggunakan piring
yang besar karena khawatir bayinya akan besar sehingga akan
mempersulit persalinan. Dan memang, selain ibunya kurang gizi,
berat badan bayi yang dilahirkan juga rendah. Tentunya hal ini
sangat mempengaruhi daya tahan dan kesehatan si bayi. Selain itu,
larangan untuk memakan buah-buahan seperti pisang, nenas,
ketimun dan lain-lain bagi wanita hamil juga masih dianut oleh
beberapa kalangan masyarakat terutama masyarakat di daerah
pedesaan.
Di daerah pedesaan, kebanyakan ibu hamil masih
mempercayai dukun beranak untuk menolong persalinan yang
biasanya dilakukan di rumah. Data Survei Kesehatan Rumah
Tangga tahun 1992 rnenunjukkan bahwa 65% persalinan ditolong
oleh dukun beranak. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan
mengungkapkan bahwa masih terdapat praktek-praktek persalinan
oleh dukun y bvvvn ang dapat membahayakan si ibu. Penelitian
Iskandar dkk (1996) menunjukkan beberapa tindakan/praktek yang
membawa resiko infeksi seperti ngolesi (membasahi vagina
dengan rninyak kelapa untuk memperlancar persalinan), kodok
12

(memasukkan tangan ke dalam vagina dan uterus untuk


rnengeluarkan placenta) atau nyanda (setelah persalinan, ibu
duduk dengan posisi bersandardan kaki diluruskan ke depan
selama berjam-jam yang dapat menyebabkan perdarahan dan
pembengkakan).
Pemilihan dukun beranak sebagai penolong persalinan pada
dasarnya disebabkan karena beberapa alasan antara lain dikenal
secara dekat, biaya murah, mengerti dan dapat membantu dalam
upacara adat yang berkaitan dengan kelahiran anak serta merawat
ibu dan bayi sampai 40 hari. Disamping itu juga masih adanya
keterbatasan jangkauan pelayanan kesehatan yang ada. Walaupun
sudah banyak dukun beranak yang dilatih, namun praktek-praktek
tradisional tertentu rnasih dilakukan. lnteraksi antara kondisi
kesehatan ibu hamil dengan kemampuan penolong persalinan
sangat menentukan hasil persalinan yaitu kematian atau bertahan
hidup.
Secara medis penyebab klasik kematian ibu akibat
melahirkan adalah perdarahan, infeksi dan eklamsia (keracunan
kehamilan). Kondisi-kondisi tersebut bila tidak ditangani secara
tepat dan profesional dapat berakibat fatal bagi ibu dalam proses
persalinan. Namun, kefatalan ini sering terjadi tidak hanya karena
penanganan yang kurang baik tepat tetapi juga karena ada faktor
keterlambatan pengambilan keputusan dalam keluarga. Umumnya,
terutama di daerah pedesaan, keputusan terhadap perawatan medis
apa yang akan dipilih harus dengan persetujuan kerabat yang lebih
tua; atau keputusan berada di tangan suami yang seringkali
menjadi panik melihat keadaan krisis yang terjadi. Kepanikan dan
ketidaktahuan akan gejala-gejala tertentu saat persalinan dapat
menghambat tindakan yang seharusnya dilakukan dengan cepat.

13

Tidak jarang pula nasehat-nasehat yang diberikan oleh teman atau


tetangga mempengaruhi keputusan yang diambil.
Keadaan ini seringkali pula diperberat oleh faktor
geografis, dimana jarak rumah si ibu dengan tempat pelayanan
kesehatan cukup jauh, tidak tersedianya transportasi, atau oleh
faktor kendala ekonomi dimana ada anggapan bahwa membawa si
ibu ke rumah sakit akan memakan biaya yang mahal. Selain dari
faktor keterlambatan dalam pengambilan keputusan, faktor
geografis

dan

kendala

ekonomi,

keterlambatan

mencari

pertolongan disebabkan juga oleh adanya suatu keyakinan dan


sikap pasrah dari masyarakat bahwa segala sesuatu yang terjadi
merupakan takdir yang tak dapat dihindarkan

b. Hubungan Antara Kebudayaan Dan Kesehatan Ketika Ibu


Persalinan (Melahirkan)
1) Tradisi Masyarakat Jawa
Ibu melahirkan Babaran, mbabar dapat diartikan: sudah
selesai, sudah menghasilkan dalam wujud yang sempurna.
Babaran juga menggambarkan selesaianya proses karya
batik tradisional. Istilah babaran juga dipakai untuk seorang
ibu yang melahirkan anaknya. Ubarampe yang dibutuhkan
untuk selamatan kelahiran adalah Brokohan. Ada macam
macam ubarampe Brokohan. Pada jaman ini Brokohan
basanya terdiri dari :beras, telur, mie instan kering, gula, teh
dan sebagainya. Namun jika dikembalikan kepada makna

14

yang terkandung dalam selamatan bayi lahir, brokohan


cukup dengan empat macam ubarampe saja yaitu:
a) kelapa, dapat utuh atau cuwilan
b) gula merah atau gula Jawa
c) dawet
d) telor bebek
Melalui keempat macam ubarampe untuk selamatan
bayi lahir tersebut, para leluhur dahulu ingin menyatakan
perasaannya yang dipenuhi rasa sukur karena telah mbabar
seorang bayi dalam proses babaran. Keempat ubarampe
yang dikemas dalam selamatan Brokohan tersebut mampu
menjelaskan bahwa Tuhan telah berkenan mengajak
kerjasama kepada Bapak dan Ibu untuk melahirkan ciptaan
baru, mbabar putra. Melalui proses bersatunya benih bapak
(kelapa) dan benihnya Ibu (gula Jawa) yang kemudian
membentuk jentik-jentik kehidupan, (dawet) Tuhan telah
meniupkan roh kehidupan (telor bebek) dan terjadilah
kelahiran ciptaan baru (brokohan)
Jika

pun

dalam

perkembangannya

selamatan

Brokohan untuk mengiring kelahiran bayi menjadi banyak


macam, terutama bahan-bahan mentah, hal tersebut dapat
dipahami sebagai ungkapan rasa syukur yang ingin
dibagikan dari keluarga kepada para kerabat dan tetangga..
Namun keempat ubarampe yang terdiri dari kelapa, gula
Jawa, dawet dan telor bebek, masih perlu untuk disertakan
dan

direnungkan,

agar

kelahiran

manjadi

lebih

bermakna.empat.
Dalam budaya Jawa, kelahiran seorang anak
manusia ke dunia, selain merupakan anugerah yang sangat
besar, juga mempunyai makna tertentu. Oleh karena itu,

15

pada masa mengandung bayi hingga bayi lahir, masyarakat


Jawa mempunyai beberapa uapacara adat untuk menyambut
kelahiran bayi tersebut. Upacara-upacara tersebut antara
lain adalah mitoni, upacara mendhem ari-ari, brokohan,
upacara puputan, sepasaran dan selapanan.
Selapanan dilakukan 35 hari setelah kelahiran bayi.
Pada hari ke 35 ini, hari lahir si bayi akan terulang lagi.
Misalnya bayi yang lahir hari Rabu Pon (hari weton-nya),
maka selapanannya akan jatuh di Hari Rabu Pon lagi. Pada
penanggalan Jawa, yang berjumlah 5 (Wage, Pahing, Pon,
Kliwon, Legi) akan bertemu pada hari 35 dengan hari di
penanggalan masehi yang berjumlah 7 hari. Logikanya, hari
ke 35, maka akan bertemu angka dari kelipatan 5 dan 7. Di
luar logika itu, selapanan mempunyai makna yang sangat
kuat bagi kehidupan si bayi. Berulangnya hari weton bayi,
pantas untuk dirayakan seperti ulang tahun. Namun
selapanan utamanya dilakukan sebagai wujud syukur atas
kelahiran dan kesehatan bayi.
Yang pertama dilakukan dalam rangkaian selapanan,
adalah potong rambut atau parasan. Pemotongan rambut
pertama-tama dilakukan oleh ayah dan ibu bayi, kemudian
dilanjutkan oleh sesepuh bayi. Di bagian ini aturannya,
rambut bayi dipotong habis. Potong rambut ini dilakukan
untuk mendapatkan rambut bayi yang benar-benar bersih,
diyakini rambut bayi asli adalah bawaan dari lahir, yang
masih terkena air ketuban. Alasan lainnya adalah supaya
rambut bayi bisa tumbuh bagus, oleh karena itu rambut bayi
paling tidak digunduli sebanyak 3 kali. Namun pada tradisi
potong rambut ini, beberapa orang ada yang takut untuk
menggunduli bayinya, maka pemotongan rambut hanya

16

dilakukan

seperlunya,

tidak

digundul,

hanya

untuk

simbolisasi.
Setelah potong rambut, dilakukan pemotongan kuku
bayi. Dalam rangkaian ini, dilakukan pembacaan doa-doa
untuk keselamatan dan kebaikan bayi dan keluarganya.
Upacara pemotongan rambut bayi ini dilakukan setelah
waktu salat Maghrib, dan dihadiri oleh keluarga, kerabat,
dan tetangga terdekat, serta pemimpin doa.Acara selapanan
dilakukan dalam suasana yang sesederhana mungkin. Sore
harinya,

sebelum

pemotongan

rambut,

masyarakat

merayakan selapanan biasanya membuat bancaan yang


dibagikan ke kerabat dan anak-anak kecil di seputaran
tempat tinggalnya. Bancaan mengandung makna agar si
bayi bisa membagi kebahagiaan bagi orang di sekitarnya.
Adapun makanan wajib yang ada dalam paket
bancaan, yaitu nasi putih dan gudangan, yang dibagikan di
pincuk dari daun pisang. Menurut Mardzuki, seorang
ustadz yang kerap mendoakan acara selapanan, sayuran
yang digunakan untuk membuat gudangan, sebaiknya
jumlahnya ganjil, karena dalam menurut keyakinan, angka
ganjil merupakan angka keberuntungan. Gudangan juga
dilengkapi dengan potongan telur rebus atau telur pindang,
telur ini melambangkan asal mulanya kehidupan. Selain itu
juga beberapa sayuran dianggap mengandung suatu makna
tertentu, seperti kacang panjang, agar bayi panjang umur,
serta bayem, supaya bayi hidupanya bisa tentram.
5. Program Depkes dalam Mengatasi Kenaikan AKB
Departemen Kesehatan merupakan lembaga resmi yang
menangani dan menyelesaikan berbagai masalah yang berhubungan
dengan kesehatan masyarakatnya, salah satunya masalah AKB di
17

Indonesia yang semakin meningkat. Untuk itu Departemen Kesehatan


sedang membuat program untuk menurunkan AKB di Indonesia.
Programnya yaitu dengan mendekatkan pelayanan atenatal care kepada
masyarakat melalui program dokter keluarga dan melakukan deteksi
dini terhadap ibu hamil berisiko tinggi, dengan cara pemeriksaan
kehamilan, pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dan
pemeriksaan bayi. Program Desa Siaga yang dicanangkan dua tahun
lalu. Desa Siaga merupakan desa yang tanggap dan mampu
menanggulangi berbagai masalah kesehatan. Dalam Desa Siaga
tercakup program perencanaan persalinandan pencegahan komplikasi
(P4K). P4K meliputi pendataan ibu hamil oleh kader maupun bidan
desa.
Setiap ibu hamil didata berikut tanggal perkiraan kelahiran,
tempat dan pendamping kelahiran, persiapan sarana transportasi dan
calon pendonor darah untuk mengantisipasi perdarahan. Selain itu,
program pelayanan kesehatan gratis bagi masyarakat miskin melalui
Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) diyakini memiliki andil
besar dalam penurunan AKI dan AKB. Dengan Jamkesmas,
masyarakat miskin termasuk ibu hamil dan ibu melahirkan tidak takut
lagi datang ke puskesmas maupun rumah sakit untuk mendapat
layanan kesehatan. Sebenarnya ini sudah dilaksanakan di setiap
daerah, namun masih saja AKB tinggi di Indonesia. Oleh karena itu,
seharusnya pemerintah telah menggunakan pendekatan kebudayaan
dalam mengubah perilaku masyarakat.
Program-program yang telah ada masih cenderung kaku dan
hanya

bersifat

searah.

Seharusnya

program

yang

dilakukan

menghasilkan feedback dari masyarakat berupa perubahan perilaku,


sehingga dapat menurunkan AKB. D. Solusi Mengatasi Kenaikan AKB
Masalah AKB di Indonesia adalah masalah bersama jadi solusi dalam
mengatasinya menjadi tanggung jawab bersama. Program yang
dirancang oleh Depkes, seperti yang telah kami uraikan di atas, telah

18

lengkap. Namun sayang, dalam implementasinya tidak semua program


itu bisa berjalan efektif.
Seperti halnya program desa siaga, bila pemerintah melakukan
interaksi dan hubungan yang baik dengan masyarakat, pemerintah
mampu memahami pola perilaku masyarakat , mengetahui alasan
mereka mengapa lebih cenderung memilih dukun beranak daripada
rumah bersalin yang resmi, maka desa siaga yang terbentuk
menyediakan fasilitas-fasilitas yang benar-benar dibutuhkan oleh
masyarakat, bukan hanya hasil menerka sesuatu yang dibutuhkan oleh
masyarakat. Misalnya, dalam suatu survey didapat hasil bahwa AKB
tinggi karena kebanyakan masyarakat pada daerah tersebut bersalin di
dukun beranak.
Maka sepatutnya pihak Depkes terjun ke lapangan untuk
melihat apa yang terjadi sebenarnya dengan memastikan keadaan di
lokasi, melakukan beberapa pengamatan yang cermat, menemukan
factor apa saja yang membuat masyarakat lebih cenderung suka
bersalin di dukun beranak. Hingga diperoleh suatu hasil yang actual
dan terpercaya, yaitu wawasan mereka tentang pelayanan kesehatan
lah yang paling dominant pada daerah tersebut. Lalu Depkes membuat
suatu program yang sesuai dengan kendala yang dialami oleh daerah
tersebut yaitu dengan memberikan penyuluhan tentang pelayanan
kesehatan

dan

mengadakan

peranannya

program

dalam

pelayanan

masyarakat,
gratis

dengan

bukan

malah

menggunakan

Jamkesmas, ini akan sia-sia karena bukan fasilitas itu yang dibutuhkan,
bagaimana akan sukses program tersebut jika masyarakatnya saja tidak
tahu apa pelayanan kesehatan itu sendiri.
Masih kurangnya kesadaran masyarakat untuk melakukan pola
hidup bersih dan sehat dengan cara memeriksakan kehamilan mereka
secara rutin, mengkonsumsi makanan bergizi, melakukan kunjungan
neonatus, ASI eksklusif, imunisasi, dan memantau status gizi balita di
Posyandu.Kemudian

pemerintah

dapat

memberikan

wawasan

19

mengenai pola hidup bersih yang sehat melalui kerjasama dengan


lembaga-lembaga social.
6. AKB (Angka Kematian Bayi )
a. Pengertian
Kematian adalah akhir kehidupan, ketiadaan nyawa dalam
organisme biologis. Semua makhluk hidup pada akhirnya mati
secara permanen, baik dari penyebab alami seperti penyakit atau
dari penyebab tidak alami seperti kecelakaan.
Angka Kematian Bayi (AKB) adalah banyaknya kematian
bayi berusia dibawah satu tahun, per 1000 kelahiran hidup pada
satu tahun tertentu. Salah satu indikator yang paling menonjol
dalam menilai derajat kesehatan adalah Angka Kematian Bayi
(AKB = IMR). Angka Kematian Bayi dihitung dari banyaknya
kematian bayi berusia kurang 1 tahun per 1000 kelahiran hidup
pada waktu yang sama. Manfaat dari IMR ini, adalah untuk
mengetahui gambaran tingkat permasalah kesehatan masyarakat
yang berkaitan dengan faktor penyebab kematian bayi, tingkat
pelayanan antenatal, status gizi ibu hamil, tingkat keberhasilan
program KIA dan KB, serta kondisi lingkungan dan sosial
ekonomi. Kematian bayi adalah kematian yang terjadi antara saat
setelah lahir sampai bayi belum berusia tepat satu tahun.
Kematian bayi adalah kematian yang terjadi antara saat
setelah bayi lahir sampai bayi belum berusia tepat satu tahun.
Banyak faktor yang dikaitkan dengan kematian bayi. Secara garis
besar, dari sisi penyebabnya, kematian bayi ada dua macam yaitu
endogen dan eksogen. Kematian bayi endogen atau yang umum
disebut dengan kematian neonatal; adalah kematian bayi yang
terjadi pada bulan pertama setelah dilahirkan, dan umumnya
disebabkan oleh faktor-faktor yang dibawa anak sejak lahir, yang
diperoleh dari orang tuanya pada saat konsepsi atau didapat selama
kehamilan. Kematian bayi eksogen atau kematian post neo-natal,
20

adalah kematian bayi yang terjadi setelah usia satu bulan sampai
menjelang usia satu tahun yang disebabkan oleh faktor-faktor yang
bertalian dengan pengaruh lingkungan luar.
Angka Kematian Bayi menggambarkan keadaan sosial
ekonomi masyarakat dimana angka kematian itu dihitung.
Kegunaan

Angka

Kematian

Bayi

untuk

pengembangan

perencanaan berbeda antara kematian neo-natal dan kematian bayi


yang lain. Karena kematian neo-natal disebabkan oleh faktor
endogen yang berhubungan dengan kehamilan maka programprogram untuk mengurangi angka kematian neo-natal adalah yang
bersangkutan dengan program pelayanan kesehatan Ibu hamil,
misalnya program pemberian pil besi dan suntikan anti tetanus.
Akaba (Angka Kematian Balita) adalah jumlah anak yang
dilahirkan pada tahun tertentu dan meninggal sebelum mencapai
usia 5 tahun, dinyatakan sebagai angka per 1000 kelahiran hidup.
Nilai normatif Akaba > 140 sangat tinggi, antara 71 140 sedang
dan <20 rendah. Sedangkan Angka Kematian Post-NeoNatal dan
Angka Kematian Anak serta Kematian Balita dapat berguna untuk
mengembangkan program imunisasi, serta program-program
pencegahan penyakit menular terutama pada anak-anak, program
penerangan tentang gizi dan pemberian makanan sehat untuk anak
dibawah usia 5 tahun.
b. Cara Menghitung
Dimana:
1) AKB = Angka Kematian Bayi / Infant Mortality Rate (IMR)
2) D 0-<1th = Jumlah Kematian Bayi (berumur kurang 1 tahun) pada
satu tahun tertentu di daerah tertentu.
3) lahir hidup= Jumlah Kelahiran Hidup pada satu tahun tertentu
di

daerah tertentu (lihat modul fertilitas untuk definisi

kelahiran hidup).
21

4) K = 1000
c. Penyebab
Sebab kematian pada anak. Tiga penyebab utama kematian
bayi adalah infeksi saluran pernafasan akut (ISPA), komplikasi
perinatal dan diare. Gabungan ketiga penyebab ini memberi andil
bagi 75% kematian bayi. Pada 2001 pola penyebab kematian bayi
ini tidak banyak berubah dari periode sebelumnya, yaitu karena
sebab-sebab perinatal, kemudian diikuti oleh infeksi saluran
pernafasan akut (ISPA), diare, tetanus neotarum, saluran cerna, dan
penyakit saraf.Pola penyebab utama kematian balita juga hampir
sama yaitu penyakit saluran pernafasan, diare, penyakit syaraf
termasuk meningitis dan encephalitis dan tifus.
1) Faktor Ibu
a) Masa Kehamilan

ANC

Infeksi ibu hamil : rubela, sifilis, gonorhoe,


malaria

Gizi ibu hamil

Karakteristik ibu hamil : umur, paritas, jarak

b) Persalinan

Partus macet/ lama : letak sunsang, bayi kembar,


distocia

Tenaga Penolong Kehamilan

2) Faktor Janin
a) Umur 0 7 hari : BBLR, Asfiksia
b) Umur 8 28 hari : pneumonia, diare, tetanus, sepsis,
kelainan kogenital
d. Pencegahan
Angka kematian bayi baru lahir dapat dicegah dengan
intervensi lingkungan dan perilaku. Upaya penyehatan lingkungan
22

seperti penyediaan air minum, fasilitas sanitasi dan higienitas yang


memadai, serta pengendalian pencemaran udara mampu meredam
jumlah bayi meninggal. "Untuk itu pemerintah tidak lelah
mengampanyekan pentingnya upaya kesehatan lingkungan dan
perilaku hidup sehat. Perawatan sederhana seperti pemberian air
susu ibu (ASI) dapat menekan AKB. Telah terbukti, pemberian ASI
eksklusif dapat mencegah 13% kematian bayi dan bahkan 19/0 jika
dikombinasikan dengan makanan tambahan bayi setelah usia 6
bulan.
e. Cara penanggulangan
Dari gambaran penyakit penyebab kematian neonatal di Indonesia,
dan permasalahan kesehatan neonatal yang kompleks dimana
dipengaruhi oleh faktor medis, sosial dan budaya (sama dengan
permasalahan kesehatan maternal) maka:
1) Bidan di desa atau petugas kesehatan harus mampu
melakukan:
a) perawatan terhadap bayi neonatal,
b) promosi perawatan bayi neonatal kepada ibunya,
serta
c) pertolongan pertama bayi neonatal yang mengalami
gangguan atau sakit.
2) Kepala

Puskesmas

dan

jajarannya

mempunyai

komitmen yang tinggi dalam melaksanakan:


a) Deteksi dan penanganan bayi neonatal sakit
b) Persalinan yang ditolong/didampingi oleh tenaga
kesehatan
c) Pembinaan bidan di desa dan pondok bersalin di
desa
d) PONED dengan baik dan lengkap (obat, infus, alatalat emergensi)
e) Organisasi transportasi untuk kasus rujukan
23

3) Kepala Dinkes Dati II dan atau RS Dati II dan


jajarannya mempunyai komitmen yang tinggi dalam
melaksanakan:
a) Fungsi RS Dati II sebagai PONEK 24 jam
b) Sistem yang tertata sehingga memberi kesempatan
kepada keluarga bayi neonatal dari golongan tidak
mampu untuk mendapatkan pelayanan standar,
termasuk pertolongan gawat darurat di RS Dati II
dengan biaya terjangkau
c) Pelayanan berkualitas yang berkesinambungan
d) Pembinaan teknis profesi kebidanan untuk bidan
yang bekerja Puskesmas/desa melalui pelatihan,
penyegaran

pengetahuan

dan

keterampilan,

penanganan kasus rujukan.


4) Melakukan

monitoring

dan

evaluasi

terhadap

pelaksanaan neonatal emergency care di Puskesmas dan


RS Dati II
B. Situasi Terkini
Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia masih tergolong tinggi,
jika dibandingkan dengan negara lain di kawasan ASEAN. Berdasarkan
Human Development Report 2010, AKB di Indonesia mencapai 31 per
1.000 kelahiran. Angka itu, 5,2 kali lebih tinggi dibandingkan Malaysia.
Juga, 1,2 kali lebih tinggi dibandingkan Filipina dan 2,4 kali lebih tinggi
jika dibandingkan dengan Thailand. Karena itu, masalah ini harus menjadi
perhatian serius, angka kematian menurut hasil survei demografi dan
kesehatan 2012 menjelaskan mengalami penurunan meski tak berbeda
jauh dengan hasil SDKI 2007, yaitu masing-masing 32 dan 34 kematian
per 1.000 kelahiran hidup. Sejauh ini kematian bayi telah turun sebesar 44
persen selama 18 tahun terakhir, dari 57 kematian per 1.000 kelahiran
hidup di periode 1990-1994 ke 32 kematian per 1.000 kelahiran hidup di
periode 2008-2012.
24

Namun, BKKBN tentu tidak akan puas sampai sini saja. Kami juga
akan terus berusaha menekan angka ini dengan program yang kita sudah
canangkan pada tahun 2013-2014, sehingga akhir tahun 2015 tahun
menurun jauh angka kematian bayi yang meninggal, kebanyakan terjadi di
daerah pedesaan ketimbang di perkotaan. Menurut angka kematian bayi
berdasarkan daerah tempat tinggal. SDKI 2012 menemukan bahwa ada 40
kematian bayi di pedesaan per 1.000 kelahiran hidup, yang bila kita
bandingkan dengan angka kematian kota merupakan jumlah yang tinggi,
yakni hanya 26 kematian per 1.000 kelahiran anak.
Angka Kematian bayi di Nusa Tenggara Barat (NTB) mencapai 35
per 1.000 kelahiran hidup lebih tinggi dari rata-rata nasional sebesar 33 per
1000 kelahiran hidup, Ini berarti menunjukkan angka tertinggi kedua di
Indonesia setelah Provinsi Gorontalo yang merupakan salah satu provinsi
termuda. Masih tingginya Angka Kematian Bayi tersebut disebabkan
banyak hal antara lain pendidikan masyarakat masih rendah, persalinan
masih banyak ditolong dukun beranak dan terlambat mambawa ke Rumah
Sakit dan kebudayaan setempt. Akumulasi dari gambaran kondisi
kesehatan yang belum mengebirakan itu, akhir-akhir ini NTB dihentakkan
dengan terjadinya kasus busung lapar atau gizi buruk. Hal ini disebabkan
oleh kesadaran masyarakat yang masih rendah terhadap kesehatan, daya
25

beli dan pendidikan yang rendah pula. NTB merupakan salah satu daerah
yang mengalami KLB gizi buruk dan ini sangat memprihatinkan. Hingga
kini kasusnya tercatat sebanyak 2.271 kasus diantaranya 28 orang
meninggal dunia.
Program-program pembangunan kesehatan di Indonesia ditujukan
pada penanggulangan masalah-masalah kesehatan ibu dan anak. Baik
masalah kematian maupun kesakitan pada ibu dan anak sesungguhnya
tidak terlepas dari faktor-faktor sosial budaya dan lingkungan di dalam
masyarakat dimana mereka berada. Disadari atau tidak, faktor-faktor
kepercayaan dan pengetahuan budaya seperti konsepsi-konsepsi mengenai
berbagai pantangan, hubungan sebab- akibat antara makanan dan kondisi
sehat-sakit, kebiasaan dan ketidaktahuan, seringkali membawa dampak
baik positif maupun negatif terhadap kesehatan ibu dan anak. Pola makan,
misalnya, pada dasarnya adalah merupakan salah satu selera manusia
dimana peran kebudayaan cukup besar. Hal ini terlihat bahwa setiap
daerah mempunyai pola makan tertentu, termasuk pola makan ibu hamil
dan anak yang disertai dengan kepercayaan akan pantangan, tabu, dan
anjuran terhadap beberapa makanan tertentu.

26

Masalah kesehatan yang menjadi tanggung jawab pemerintah


masih banyak yang belum terselesaikan. Hasil SDKI (Survei Demografi
dan Kesehatan Indonesia) tahun 2012 lalu, menemukan bahwa sekitar
lebih dari 80.000 bayi baru lahir meninggal dunia saat berusia kurang dari
satu bulan. Hampir 43% kematian bayi di bawah usia satu tahun terjadi
pada 8 hari pertama kelahiran. Salah satu faktor yang secara langsung
dapat mempengaruhi kondisi kesehatan bayi adalah makanan yang
diberikan. Dalam setiap masyarakat ada aturan-aturan yang menentukan
kuantitas, kualitas dan jenis-jenis makanan yang seharusnya dan tidak
seharusnya dikonsumsi oleh anggota-anggota suatu rumah tangga, sesuai
dengan kedudukan, usia, jenis kelamin dan situasi-situasi tertentu.
Misalnya, ibu yang sedang hamil tidak diperbolehkan atau dianjurkan
untuk mengkonsumsi makanan tertentu; ayah yang bekerja sebagai pencari
nafkah berhak mendapat jumlah makanan yang lebih banyak dan bagian
yang lebih baik daripada anggota keluarga yang lain; atau anak laki-laki
diberi makan lebih dulu daripada anak perempuan. Walaupun pola makan
ini sudah menjadi tradisi ataupun kebiasaan,namun yang paling berperan
27

mengatur menu setiap hari dan mendistribusikan makanan kepada


keluarga adalah ibu.
Pada beberapa masyarakat tradisional di Indonesia kita bisa
melihat konsepsi budaya yang terwujud dalam perilaku berkaitan dengan
pola pemberian makan pada bayi yang berbeda, dengan konsepsi
kesehatan modern. Sebagai contoh, pemberian ASI menurut konsep
kesehatan moderen ataupun medis dianjurkan selama 2 (dua) tahun dan
pemberian makanan tambahan berupa makanan padat sebaiknya dimulai
sesudah bayi berumur 4 tahun. Namun, pada suku Sasak di Lombok, ibu
yang baru bersalin selain memberikan nasi pakpak (nasi yang telah
dikunyah oleh ibunya lebih dahulu) kepada bayinya agar bayinya tumbuh
sehat dan kuat. Mereka percaya bahwa apa yang keluar dari mulut ibu
merupakan yang terbaik untuk bayi. Ada pula kebiasaan memberi roti,
pisang, nasi yangsudah dilumatkan ataupun madu, teh manis kepada bayi
baru lahir sebelum ASI keluar. Demikian pula halnya dengan pembuangan
colostrum (ASI yang pertama kali keluar). Di beberapa masyarakat
tradisional, colostrum ini dianggap sebagai susu yang sudah rusak dan tak
baik diberikan pada bayi karena warnanya yang kekuning-kuningan.
Selain itu, ada yang menganggap bahwa colostrum dapat menyebabkan
diare, muntah dan masuk angin pada bayi. Sementara, colostrum sangat
berperan dalam menambah daya kekebalan tubuh bayi.
Walaupun pada masyarakat tradisional pemberian ASI bukan
merupakan permasalahan yang besar karena pada umumnya ibu
memberikan bayinya ASI, namun yang menjadi permasalahan adalah pola
pemberian ASI yang tidak sesuai dengan konsep medis sehingga
menimbulkan dampak negatif pada kesehatan dan pertumbuhan bayi.
Disamping pola pemberian yang salah, kualitas ASI juga kurang. Hal ini
disebabkan banyaknya pantangan terhadap makanan yang dikonsumsi si
ibu baik pada saat hamil maupun sesudah melahirkan. Sebagai contoh,
pada masyarakat Kerinci ibu yang sedang menyusui pantang untuk
mengkonsumsi bayam, ikan laut atau sayur nangka. Di beberapa daerah
ada yang memantangkan ibu yang menyusui untuk memakan telur. Adanya
28

pantangan makanan ini merupakan gejala yang hampir universal berkaitan


dengan konsepsi panas-dingin yang dapat mempengaruhi keseimbangan
unsur-unsur dalam tubuh manusia -tanah, udara, api dan air. Apabila
unsur-unsur di dalam tubuh terlalu panas atau terlau dingin maka akan
menimbulkan penyakit. Untuk mengembalikan keseimbangan unsur-unsur
tersebut maka seseorang harus mengkonsumsi makanan atau menjalani
pengobatan yang bersifat lebih dingin atau sebaliknya. Pada, beberapa
suku bangsa, ibu yang sedang menyusui kondisi tubuhnya dipandang
dalam keadaan dingin sehingga ia harus memakan makanan yang
panas dan menghindari makanan yang dingin. Hal sebaliknya harus
dilakukan oleh ibu yang sedang hamil
Dari sudut pandang sistem medis moderen adanya persepsi
masyarakat yang berbeda terhadap penyakit seringkali menimbulkan
permasalahan. Sebagai contoh ada masyarakat pada beberapa daerah
beranggapan bahwa bayi yang mengalami kejang- kejang disebabkan
karena

kemasukan

roh

halus,

dan

hanya

dukun

yang

dapat

menyembuhkannya. Padahal kejang-kejang tadi mungkin disebabkan oleh


demam yang tinggi, atau adanya radang otak yang bila tidak disembuhkan
dengan cara yang tepat dapat menimbulkan kematian. Kepercayaankepercayaan lain terhadap demam dan diare pada bayi adalah karena bayi
tersebut bertambah kepandaiannya seperti sudah mau jalan. Ada pula yang
menganggap bahwa diare yang sering diderita oleh bayi dan anak-anak
disebabkan karena pengaruh udara, yang sering dikenal dengan istilah
masuk angin. Karena persepsi terhadap penyebab penyakit berbedabeda, maka pengobatannyapun berbeda-beda. Misalnya, di suatu daerah
dianggap bahwa diare ini disebabkan karena masuk angin yang
dipersepsikan sebagai mendinginnya badan anak maka perlu diobati
dengan bawang merah karena dapat memanaskan badan si anak.
Sistem perawatan kesehatan ini terdapat unsur-unsur pengetahuan
dari sistem medis tradisional dan moderen. Hal ini terlihat bila ada anak
yang menderita sakit, maka si ibu atau anggota keluarga lain akan
melakukan pengobatan sendiri (self treatment) terlebih dahulu, apakah itu
29

dengan menggunakan obat tradisional ataupun obat moderen. Tindakan


pemberian obat ini merupakan tindakan pertama yang paling sering
dilakukan dalam upaya mengobati penykit dan merupakan satu tahap dari
perilaku mencari penyembuhan atau kesehatan yang dikenal sebagai
health seeking behavior. Jika upaya ini tidak berhasil, barulah dicari
upaya lain misalnya membawa ke petugas kesehatan seperti dokter, mantri
dan lain-lain.
C. Pembahasan
Dari banyaknya wilayah di Indonesia yang memiiki angka
kematian bayi dengan jumlah tinggi, saya akan membahas tentang angka
kematian bayi di wilayah Nusa Tenggara Barat. AKB di NTB masih
sekitar 61,2 per 1.000 kelahiran hidup jauh di atas nasional 35 per 1.000
kelahiran hidup dan angka itu terus ditekan dengan meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat dan program pemeriksaan ibu hamil secara teratur.
Menurut saya, angka kematian bayi di NTB tinggi diduga karena
budaya mereka dalam konsep kelahiran dimana sang suami harus mencari
belian (dukun beranak) ketika menjelang kelahiran anaknya untuk
membantu istrinya dalam proses melahirkan. Seperti yang kita ketahui
bahwa dukun beranak tidak memiliki pengetahuan medis yang ilmiah,
sehingga dalam menangani proses kelahiran mereka menggunakan
metode-metode yang sering tidak masuk akal bahkan berbahaya.
Contohnya saja pada kondisi dimana perempuan sulit untuk melahirkan
maka belian menyuruh meminum air bekas cuci tangan orang tuanya
(ibunya) dan suaminya. Bahkan dibeberapa desa, perempuan disuruh
untuk meminum air bekas mencuci kemaluan suaminya. Selain itu, belian
juga menasehatkan agar perempuan diinjak ubun-ubunnya oleh suaminya.
Beberapa contoh yang telah disebutkan jelas dapat berdampak negatif
terhadap ibu dan janin dalam kandungannya.
Dengan adanya beberapa budaya yang dilakukan suku di NTB
tersebut jelas terpapar bahwa besar sekali kemungkinan bayi untuk mati
dalam janin ibunya, karena masuknya bakteri-bakteri kedalam janin yang
dapat mengganggu kondisi bayi dengan melakukan hal-hal yang tidak
30

dibutuhkan dalam prosesi kelahiran seperti meminum air bekas cucian


tangan orang tua ataupun air bekas cucian kemaluan suaminya. Atau
dengan salah satu cara mereka yaitu sang suami dianjurkan untuk
menginjak ubun-ubun istrinya. Dalam pernyataan ini belum didapatkan
referensi yang tepat apakah hanya sekedar menyentuh atau benar-benar
menginjak. Dengan perlakuan itu juga sudah sangat jelas akan
menimbulkan dampak berbahaya bagi sang ibu dan janinnya.
Banyak faktor yang mempengaruhi kenaikan AKB (Kenaikan
angka kematian bayi). Salah satunya faktor kebudayaan, dimana faktor
kebudayaan ini sangat berpengaruh terhadap perubahan perilaku
seseorang. Pernyataan diatas mengenai angka kematian bayi di NTB
merupakan faktor kebudayaan dalam unsur kepercayaan, namun banyak
lagi faktor kebudayaan selain unsur kepercayaan, diantaranya :
1. Ekonomi
Penduduk Indonesia juga dililit oleh permasalahan yang berkaitan
dengan kemiskinan dan masalah-masalah sosial yang lain. Jumlah
penduduk yang besar, pertumbuhan yang tinggi, dan persebaran
yang timpang dan tingginya angka kemiskinan yang semua ini
merupakan beban pembangunan. Seperti halnya wilayah NTB yang
masih memiliki ekonomi rendah.
2. Ilmu Pengetahuan
Tingginya AKB erat kaitannya dengan kurangnya pengetahuan
masyarakat mengenai kesehatan reproduksi dan pemeriksaan
selama kehamilan. Hal ini tercermin dari masih rendahnya
pertolongan persalinan yang dibantu tenaga kesehatan (46%).
Meskipun pelayanan bidan sudah mencakup seluruh desa,
persalinan yang ditolong oleh bidan masih rendah. Di wilayah
NTB dengan kondisi ekonomi rendah maka ilmu pengetahuanpun
akan kurang dalam masyarakat.
3. Teknologi
Unsur teknologi erat kaitannya dengan unsur ekonomi dan ilmu
pengetahuan. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa
semakin rendah tingkat ekonomi maka mempengaruhi dimana
31

tempat ibu bersalin. Seperti di wilayah NTB yang sangat kurang


dijangkau pemerintah maka masyarakat pun masih memilih untuk
pergi bersalin dengan dukun beranak akibat kurangnya teknologi,
jikalau ada butuh biaya yang mahal.
4. Organisasi sosial
Kedudukan organisasi social seperti LSM dan lembaga social
lainnya sangat berpengaruh dalam proses sosialisasi kepada
masyarakat luas mengenai informasi penting yang berkaitan
dengan gizi ibu hamil maupun asupan gizi yang seimbang bagi
bayi maupun balita. Salah satu program Depkes, seperti desa siaga
harus melibatkan lembaga ketahanan masyarakat desa (LKMD).
5. Bahasa
Dalam unsur bahasa erat kaitannya dengan komunikasi.
Komunikasi yang dimaksud disini kaitannya dengan kasus AKB
yakni komunikasi antara pemerintah dengan lembaga-lembaga
sosial, maupun dengan masyarakat.
Banyaknya perbedaan kebudayaan menyebabkan banyaknya mitos
mengenai masa kehamilan, persalinan dan nifas. Banyak ibu-ibu yang
menganggap kehamilan sebagai hal yang biasa, almiah, dan kodrati.
Mereka merasa tidak perlu memeriksa secara rutin ke bidan atau pun
dokter. Mereka merasa tidak perlu memeriksa secara rutin ke bidan atau
pun dokter. Masih banyaknya ibu-ibu yang kurang menyadari pentingnya
pemeriksaan kehamilan menyebabkan tidak terdeteksinya faktor-faktor
resiko tinggi yang mungkin dialami oleh mereka.
Resiko ini baru diketahui pada saat persalinan karena kasusnya
sudah terlambat sehingga mengakibatkan kematian. Hal ini disebabkan
oleh rendahnya tingkat pendidikan dan kurangnya informasi. Selain itu
kurangnya

pengetahuan

dan

pentingnya

perawatan

kehamilan.

Permasalahan lain yang cukup besar pengaruhnya pada kehamilan adalah


masalah gizi. Hal ini disebabkan karena adanya kepercayaan-kepercayaan
dan pantangan-pantangan terhadap beberapa makanan. Sementara,
kegiatan mereka sehari-hari tidak berkurang sehingga akan berdampak
negatif terhadap kesehatan ibu dan janin. Jadi tidak heran kalau anemia
32

dan kurang gizi pada wanita hamil cukup tinggi terutama di daerah
pedesaan.
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang banyak membawa perubahan terhadap kehidupan manusia baik
dalam hal perubahan pola hidup maupun tatanan social termasuk dalam
bidang kesehatan yang sering dihadapkan dalam suatu hal yang
berhubungan langsung dengan norma dan budaya yang dianut oleh
masyarakat yang bermukim dalam suatu tempat tertentu. Pengaruh social
budaya dalam masyarakat memberikan peran penting dalam mencapai
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Perkembangan social budaya
dalam masyarakat merupakan suatu tanda bahwa masyarakat dalam suatu
daerah tersebut telah mengalami suatu perubahan dalam proses berfikir.
Perubahan social dan budaya bisa memberikan dampak positif maupun
negative.
Hubungan

antara

budaya

dan

kesehatan

sangatlah

erat

hubungannya sebagai salah satu contoh suatu masyarakat desa yang


sederhana dapat bertahan dengan cara pengobatan tertentu sesuai dengan
tradisi mereka. Kebudayaan atau kultur dapat membentuk kebiasaan dan
respons terhadap kesehatan dan penyakit dalam segala masyarakat tanpa
memandang tingkatannya. Karena itulah penting bagi tenaga kesehatan
untuk tidak hanya mempromosikan kesehatan, tapi juga membuat mereka
mengerti tentang proses terjadinya suatu penyakit dan bagaimana
meluruskan keyakinan atau budaya yang dianut hubungannya dengan
kesehatan
Budaya atau kebiasaan merupakan salah satu yang mempengaruhi
status kesehatan. Di antara kebudayaan maupun adat-istiadat dalam
masyarakat ada yang menguntungkan, ada pula yang merugikan. Banyak
sekali pengaruh atau yang menyebabkan berbagai aspek kesehatan di
negara kita, bukan hanya karena pelayanan medik yang tidak memadai
atau kurangnya perhatian dari instansi kesehatan. Salah satu hal yang
mempengaruhi kesehatan di Indonesia, antara lain masih adanya pengaruh
sosial budaya yang turun menurun masih dianut sampai saat ini.
33

Selain itu ditemukan pula sejumlah pengetahuan dan perilaku yang tidak
sesuai dengan prinsip-prinsip kesehatan menurut ilmu kedokteran ataupun
ilmu kebidanan atau bahkan memberikan dampak kesehatan yang kurang
menguntungkan bagi ibu dan anaknya.
Dari permasalahan yang terjadi dibutuhkan pemecahan masalah
yang sesuai sehingga dapat menekan angka kematian anak di Indonesia
pada umumnya dan di NTB pada khususnya serta di wilayah sekitar
tempat tinggal yaitu di desa Korleko kecamatan Labuhan Haji. Untuk
mengatasi masalah angka kematian anak di Indonesia hendaknya
pemerintah melalui program KB dapat menekan angka kelahiran yang
banyak sehingga pemerintah dapat mengontrol kesehatan anak di
negaranya dengan mengeluarkan dana untuk kesehatan terutama kesehatan
anak yang cukup dan tidak dicampuri dengan korupsi oleh pihak-pihak
yang dilibatkan sehingga keguanaan uang yang dicairkan pemerintah dapat
digunakan sebagaimana mestinya yaitu meningkatkan derajat kesehatan di
Indonesia terutama kesehatan anak. Disini peran menteri kesehatan sangat
dibutuhkan baik itu dalam mengadakan seminar-seminar, iklan, promosi
kepada tenaga kesehatan dan lebih cermat dalam memilih tenaga
kesehatan yang kompeten sehingga mampu menampung keluhan
masyarakat dan selanjutnya dapat memberikan solusi yang tepat.
Untuk mengatasi masalah angka kamatian anak di NTB hendaknya
pemerintah daerah lebih memperhatikan pembangunan sarana dan
prasarana kesehatan terutama di daerah-daerah terpencil yang sulit
menjangkau kota untuk ke Rumah Sakit dan dengan dilengkapi sarana dan
prasarana yang cukup. Lingkungan tempat tinggal masyarakat sebagai
tempat interaksi anak juga senantiasa diperhatikan. Pelatihan-pelatihan
tenaga kesehatan terutama bidan juga lebih diperbanyak dengan
mendatangkan ahli dalam bidangkesehatan anak.

34

35

Anda mungkin juga menyukai