Anda di halaman 1dari 13

TENTIR KULIAH 2 (K10-15)

MODUL INFEKSI & IMUNOLOGI


DIVISI TENTIR SIPEN 2007
AghisAlinAnissa (Piwi)Annisa PN-ChristopherDeviFitriGanda-Ira-Nichi
Menu of This Week:

K-10,11
K-12
K-13
K-14
K-15

: Respons Imun pada Infeksi Parasit.....1


: Patogenesis Demam..7
: Demam Pada Anak ......10
: Pendekatan Klinis Demam..10
: Imunomodulator dan Antipiretik..11

Selamat Belajar !!!


K-10-11 : RESPONS IMUN PADA INFEKSI PARASIT
Oleh dra. Taniawati Supali
Attention: Jangan lupa baca tentir juga ya...Tentir parasit ini
lebih
banyak
diambil
dari
textbook.
Semoga
bisa
membantu...^.^
Prevalensi infeksi parasit (protozoa : malaria, tripanosoma,
toksoplasma, amuba; cacing; ektoparasit : kutu, tungau) meningkat
bermakna, terutama di negara berkembang (30% di dunia).
Kebanyakan infeksi parasit pada manusia bersifat kronis, karena sistem
imun nonspesifik yang lemah dan kemampuan parasit bertahan
terhadap imunitas spesifik, serta banyak obat antibiotik yang tidak
efektif lagi. Vaksin juga belum berkembang, diperlukan faktor humoral
(terutama IgG) yang bersifat protektif dengan mencegah merozoit
memasuki sel darah merah.
A. Imunitas nonspesifik

Terhadap protozoa fagositosis, namun banyak yang


resisten terhadap efek bakterisidal makrofag, bahkan dapat
hidup di dalam makrofag.
Terhadap cacing fagosit juga menyerang cacing dan
melepas bahan mikrobisidal untuk membunuh mikroba yang
terlalu besar untuk dimakan. Beberapa cacing mengaktifkan
komplemen lewat jalur alternatif, tetapi banyak juga parasit
yang memiliki lapisan permukaan tebal sehingga resisten
terhadap mekanisme sitosidal neutrofil dan makrofag.

B. Imunitas spesifik
1. Respons imun yang berbeda
Berbagai parasit berbeda dalam besar, struktur, sifat
biokimiawi, siklus hidup, dan patogenisitasnya respons
imun spesifik berbeda pula. Infeksi cacing biasanya
kronik dan kematian sel host akan merugikan parasit
sendiri rangsangan antigen persisten meningkatkan
kadar imunoglobulin dan pembentukan kompleks imun
dalam sirkulasi.
2. Infeksi cacing (dengan Th2)
- Respons terhadapnya lebih kompleks karena lebih besar dan
tidak terfagosit.
- Pertahanan terhadap cacing diperankan oleh aktivasi sel Th2.
Cacing merangsang subset Th2 sel CD4+ yang melepas IL-4
dan IL-5.
- IL-4 merangsang produksi IgE, kemudian IgE berikatan
dengan cacing.
- IL-5 merangsang perkembangan dan aktivasi eosinofil
eosinofil mengikat IgE yang tadi sudah ada cacingnya.
- Eosinofil mensekresi granul enzim yang menghancurkan
parasit. Granulnya lebih toksik dibanding neutrofil dan
makrofag.
- Reaksi inflamasi yang timbul mencegah menempelnya
cacing pada mukosa saluran cerna.
- Jika masuk ke saluran cerna dirusak IgG, IgE, dan mungkin
dibantu ADCC (antibody dependent cell (mediated)
cytotoxicity)
1

Sitokin yang dilepas sel T, yang dipicu antigen spesifik,


merangsang proliferasi sel goblet dan sekresi bahan mukus
yang menyelubungi cacing yang dirusak cacing
dikeluarkan melalui peningkatan gerakan usus yang diinduksi
oleh mediator sel mast seperti LTD 4 dan diare akibat
pencegahan absorbsi natrium yang tergantung glukosa oleh
histamin dan prostaglandin dari sel mast.
Cacing terlalu besar untuk difagosit. Degranulasi sel
mast/basofil yang IgE dependen menghasilkan produksi
histamin spasme usus tempat cacing hidup. Eosinofil
menempel pada cacing melalui IgG/IgA dan melepas protein
kationik, MBP dan neurotoksin. PMN dan makrofag menempel
melalui IgA/IgG dan melepas superoksida, oksida nitrit dan
enzim yang membunuh cacing.

3. Filariasis (dengan Th1 dan Th2)


- Filariasis limfatik (menyumbat saluran limfe) menimbulkan
CMI kronis, fibrosis, akhirnya limfedema berat. Investasi
persisten sering disertai pembentukan kompleks antigen
parasit dengan antibodi spesifik yang dapat diendapkan di
dinding pembuluh darah dan gromerulus ginjal vaskulitis
dan nefritis. Penyakit kompeks imun dapat terjadi pada
skistosima dan malaria.
- Spektrum gejala filariasis limfatik begitu luas, mulai dari
besar jumlah parasit dengan sedikit gejala klinis sampai yang
kronis dengan parasit yang sedikit ditemukan.
- Mikrofilaria dalam darah sitokin Th2 menjadi dominan
dengan cepat respons sel T menghilang peningkatan
mencolok dari sintesis IgG4 spesifik parasit.
- Induksi toleransi sel T terhadap parasit diduga terjadi dalam
subset Th1. Saat individu sakit, toleransi dipatahkan dan
respons terhadap Th1 dan Th2 meningkat dramatis. Baik
respons Th1 maupun Th2 terhadap antigen filaria ditemukan
pada individu yang imun terhadap infeksi ulang kedua
respons Th dianggap penting pada proteksi pejamu dan
patogenesis filariasis.

4. Granuloma (dengan Th1 kapsul granuloma dan


fibrotik)
Parasit masuk tubuh ga bisa difagosit respon selular
terhadap antigen kronik mekanisme tubuh membentuk
kapsul yang terdiri atas sel-sel inflamasi. Makrofag
melepaskan
faktor
fibrogenik
dan
merangsang
pembentukan jaringan granuloma dan fibrotik. Hal
tersebut terjadi atas pengaruh sel Th1 dan defisiensi sel T
akan mengurangi kemampuan membentuk granuloma
dan kapsul. Contoh yang jelas adalah granuloma di
sekitar telur cacing skistosoma di hati. Fibrosis berat yang
berhubungan dengan CMI (cell mediated immunity)
merusak arus darah vena di hati hipertensi portal dan
sirosis.
5. Respons Th1 dan Th2 pada infeksi parasit
Infeksi parasit intraselular, gambaran kedua respons
tersebut berhubungan dengan prognosis baik atau buruk.
Dalam menentukan perjalanan penyakit, peran Th1 dan
Th2 pada penyakit parasit lebih kompleks.
C. Mekanisme parasit menghindar sistem imun
1. Pengaruh lokasi, tidak terpajan sistem imun, misalnya di intrasel
(beberapa protozoa) dan di lumen usus halus (cacing)
2. Parasit mengubah antigen
Tripanosoma afrika dapat mengubah antigen mantel
permukaannya melalui proses variasi antigenik (kita
tau kan, berubah sedikit aja bentuk parasit, udah dikenali
berbeda oleh tubuh). Variasi antigenik ada dua : yang
tergantung dari fase perkembangannya (plasmodium),
berubah terus menerus (T. Brucei dan T rodesiensis,
terkait ekspresi gen). Parasit lain menutup dirinya dengan
antibodi sehingga sistem imun tidak mengenalnya.
3. Supresi sistem imun pejamu
- Larva T.spiralis, skistosoma, dapat merusak sel limfoid atau
jaringan secara langsung.

Antigen yang dilepas parasit dalam jumlah besar dapat


mengurangi efektivitas respon imun.
Anergi sel T ditemukan pada skistosomiasis berat yang
mengenai hati dan limpa dan infestasi filaria.
Pada filariasis limfatik, infeksi kelenjar getah bening merusak
arsitektur kelenjar dan mengakibatkan defisiensi imun.
Pada malaria dan tripanosomiasis afrika, defisiensi imun
disebabkan produksi sitokin imunosupresif oleh makrofag
dan sel T yang diaktifkan dan defek aktivitas sel T.

4. Resistensi
Larva skistosoma bergerak dari paru dan selama migrasi
tersebut mengembangkan tegumen yan resisten
terhadap kerusakan oleh komplemen dan CTL (Cytotoxic
T Lymphocyte).
5. Hidup dalam sel pejamu
Protozoa intrasel atau mengembangkan kista
resisten terhadap respon imun.
Cacing lumen usus halus terlindung dari CMI (cell
mediated immunity).
Parasit juga kadang melepaskan tutup antigennya,
spontan atau setelah berikatan dengan antibodi sehingga
resisten.
D. Malaria
Parasit malaria termasuk genus plasmodium. Pada manusia,
terdapat 4 spesies, yaitu:
1. Plasmodium falciparum
2. Plasmodium vivax
3. Plasmodium malariae
4. Plasmodium ovale
Plasmodium dibawa oleh vektornya yaitu nyamuk Anopheles. Jadi
manusia terinfeksi karena gigitan nyamuk ini
Plasmodium tersebut memiliki fase spesifik, yang terdiri atas:
1. Trofozoit, skizon (terdiri atas banyak merozoit), gametosit
terdapat dalam tubuh manusia
2. Sporozoit, ookinet, ookista (dalam tubuh nyamuk)

Adapun daur hidup dari keempat spesies malara pada manusia


umumnya sama. Proses ini terdiri atas fase seksual eksogen (sporogoni)
dalam badan nyamuk Anopheles dan fase aseksual (skizogoni) dalam
badan hospes.
Fase aseksual mempunyai 2 daur, yaitu:
1. Daur eritrosit dalam darah (skizogoni eritrosit)
2. Daur dalam sel parenkim hati (skizogoni eksoeritrosit), dibagi lagi
menjadi:
a. Skizogeni eksoeritrosit primer dalam jaringan
b. Skizogeni eksoeritrosit sekunder dalam hati
Setelah nyamuk memasukkan sporozoit ke dalam tubuh hospes, ada 2
kemungkinan yang akan terjadi:
1. Sporozoit langsung mengalami pertumbuhan
2. Sporozoit dorman (tidur) selama periode tertentu > disebut
hipnozoit
Setelah parasit masuk ke dalam tubuh, mekanisme efektor imun,
baik innate maupun adaptive dapat membatasi terjadinya parasitemia
dan mengurangi jumlah sel-sel terinfeksi yang beredar dalam tubuh
Imunitas malaria dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Imun terhadap parasit dicapai keadaan aparasitemia
2. Imun terhadap penyakit parasitemia dapat terjadi dengan atau
tanpa gejala klinis
Antigen malaria dapat dikenali oleh imun tubuh disebabkan adanya
protein, baik yang terdapat di permukaan eritrosit terinfeksi maupun
yang berupa protein transmembran yang diinsersikan oleh antigen ke
dalam sel, semuanya di kode oleh banyak gen, contoh proteinnya
PfEMP (P. falciparum erytrosite membrane protein yang dikode oleh var
genes), KAHRP (knob-associated histidine-rich protein), PfEMP2

Gm

Gh2
G
b
1

Adanya variasi antigen baru dengan protein yang berbeda,


membuat antibodi hospes tidak dapat mengenali adanya infeksi. Hal ini
menyebabkan multiplikasi parasit yang tidak terkontrol yang berujung
pada penyakit yang makin parah.
Imunitas tubuh berkembang secara berangsur-angsur, sejak
mulai mausknya parasit (sporozoit) hingga timbulnya manifestasi klinis.
Ditunjukkan sebagaimana gambar berikut:

Keterangan:
Garis hitam (Gh) menunjukkan fase parasitemia setelah sporozoit
masuk ke dalam tubuh (sp)
Terdapat periode prepaten (p) antara inokulasi sporozoit dan
terdeteksinya parasit dalam darah
Garis biru (Gb) menunjukkan ambang batas mikroskopik (batas
jumlah bisa terdeteksi)
Area berwarna kuning (1) merupakan periode subpatent
Area berwarna orange (2) adalah area parasitemia asimtomatik
Garis merah (Gm) menunjukkan ambang batas klinis
Area pink (3) menunjukkan area timbulnya gejala klinis
Karena imunitas berkembang, maka ambang batas klinis juga
meningkat
Periode inkubasi (i) adalah waktu antara inkubasi dengan
munculnya gejala klinis

Setelah nyamuk menggigit manusia, maka parasit akan


terdeposit di kulit. Setelah itu, sebagian besar akan masuk ke
peredaran darah dan menginfeksi hepatosit. Namun demikian, protein
dari sporozoit ada yang tertinggal di kulit dan akan dipresentasikan ke
nodus limfa. Adanya sel T CD8+ akan mengeliminasi parasit dalam
hepatosit.
Imunitas terhadap malaria diawali setelah eritrosit yang
terinfeksi memberikan sinyal yang akan diterima reseptor CD36 di
makrofag dan sel dendritik. Jalurnya sebagai berikut:
Jalur sel dendritik
Eritrosit terinfeksi reseptor CD36 pada sel dendritik teraktivasi
dihasilkan IL-12 sel NK datang dihasilkan IFN-y sel dendritik

menghasilkan lebih banyak IL-12 untuk merekrut sel NK; makrofag


teraktivasi mematikan parasit melalui NO (nitric oxide)
Jalur makrofag
Eritrosit terinfeksi reseptor CD36 pada makrofag teraktivasi
parasit dimatikan melalui NO (nitrit oxide)
Makrofag teraktivasi dihasilkan IL-12 merangsang sel Thelper 1
IL-2 perekrutan sel NK dihasilkan IFN-y aktivasi makrofag
matikan parasit
Pada adaptive immunity, imunitas humoral malaria terbentuk
melalui imunoglobulin atau antibodi. Antibodi ini berperan dalam:
1. Menghambat perlekatan parasit ke sel
2. Menghambat invasi ke eritrosit
3. Reaksi ADCC (antibody dependent cytotoxicity)
Sedangkan imunitas selular melalui peranan Cell mediated immunity.
Prosesnya sebagai berikut:
Eritrosit terinfeksi difagosit oleh makrofag melalui perantara sel NK,
sel T atau Th1-IFN-
Nitric oxide (NO) yang diproduksi makrofag dan sel T- IFN- memilki
aktivitas parasitisidal (membunuh parasit)
Pada fase hepatik akan dihasilkan CD8+ dan IFN-
Sitokin adalah senyawa kimia yang dihasilkan oleh sel, berperan
dalam komunikasi antarsel dan menghindari adanya serangan benda
asing. Sitokin ini bekerja pada sel-sel imun dan berperan dalam respons
terhadap masuknya parasit.
Ada 2 jenis sitokin, yaitu yang bersifat pro-inflamsi dan antiinflamasi
1. Sitokin pro-inflamasi, contohnya TNF-, IL-1,IL-6,IFN-
Produksi sitokin ini menyebabkan kenaikan suhu tubuh, peningkatan
aliran darah dan peningkatan permeabilitas vaskular, serta
terjadinya akumulasi sel2 semua mekanisme ini untuk mematikan
parasit
2. Sitokin anti- inflamasi, contohnya IL-10,TGF-
Sitokin ini menghambat aktivitas sel-sel imun dalam memproduksi
sitokin pro-inflamasi tujuannya untuk mencegah kerusakan
jaringan yang luas

Pada malaria dengan komplikasi berat, seperti malaria serebral,


beberapa mediator inflamasi (sitokin) diduga berperan. Kadar IFN-
yang tinggi dikaitkan dengan terjadinya malaria berat dan aktivitas
antiparasitemia.
IFN- bersama dengan TNF- merangsang produksi NO dan
antiradikal bebas lainnya untuk mematikan parasit.
Infeksi malaria dapat terjadi untuk pertama kali (primer) dan
yang berikutnya (sekunder)
Pada infeksi primer, antigen yang ditangkap oleh makrofag akan
merangsang produksi sitokin TNF-,IL-1,IL-6 (pro-nflamasi), namun
demikian makrofag ini belum teraktivasi sehingga antigen belum dapat
dimatikan.
Aktivasi
makrofag
terjadi
setelah
makrofag
mempresentasikan adanya antigen ke sel T, sehingga dihasilkanlah
limfokin (IFN-) Makrofag teraktivasi memilki peran sebagai antimikroba dan anti-tumor.
Pada infeksi sekunder akan didapatkan jumlah sitokin proinflamasi yang lebih tinggi. Akibatnya, respons terhadap masuknya
antigen lebih cepat panas pada pasien lebih cepat terjadi
Penyakit malaria memiliki gambaran yang berbeda-beda di berbagai
daerah

Malaria pada Non or Low Endemic Area


Pada area ini, risiko terjadinya penyakit malaria meningkat jika
orang yang berasal dari daerah non endemik pergi ke daerah endemik.
Terjadinya penyakit malaria berat bergantung pada usia pasien. Makin
tua usia pasien, makin berat infeksinya.
Timbulnya penyakit yang lebih berat pada dewasa disebabkan
oleh adanya reaksi silang sel T dari infeksi lain yang pernah terjadi pada
pasien tersebut. Sel T yang sama dapat bereaksi terhadap antigen
selain plasmodium, misalnya T.gondii, tetanus toxoid, adenovirus,
mycobacterial, streptococcal, fungal. Hal ini menyebabkan akumulasi
IFN- yang dihasilkan sel T.
Pada infeksi berikutnya (setelah terjadi malaria serebral), Treg
akan memproduksi sitokin anti-inflamasi (IL-10 dan TGF-) yang akan
meminimalkan gejala pada orang dewasa tersebut dan terciptalah
imunitas klinis.
Pada bayi dan anak-anak umumnya tidak timbul malaria berat.
Hal ini disebabkan memori Th1 masih terbatas. Oleh karena itu, infeksi
primer umumnya tidak berat. Adapun pada infeksi berikutnya, Treg
akan langsung berespons dengan menghasilkan sitokin anti-inflamasi
(IL-10 dan TGF-) sehingga meminimalkan gejala dan menciptakan
imunitas klinis

Malaria pada High Endemic Area


Pada area ini dapat menyebabkan malaria serebral yang banyak
diderita oleh anak-anak berusia > 2 tahun akibat infeksi sekunder atau
infeksi berulang, jadi bukan karena infeksi pertama kalinya.
Pada infeksi primer, IFN dan TNF diproduksi dan sel B akan
membentuk memori terhadap infeksi (gejala klinis minimal). Adapun
saat terjadi infeksi sekunder, memori yang ada menyebabkan efek
booster semakin banyak sitokin pro-inflamsi (TNF dan IFN) yang
diproduksi syok sistemik timbul malaria serebral.
Pada infeksi berikutnya atau jika infeksi sekunder berlanjut, sel
Tregulator (Treg) akan memproduksi sitokin anti-inflamasi (IL-10 dan
TGF-) yang akan meminimalkan gejala dan tercipta imunitas klinis
pada hospes.

Malaria di Daerah yang Stabil dgn Transmisi Penyakit yang


moderat-tinggi
Stabil yang dimaksud di sini adalah terjadi transmisi malaria yang
terus-menerus. Pada kondisi ini, anak-anak dan bayi lebih rentan
menderita malaria berat; sedangkan pada dewasa umumnya ringan
atau bahkan tidak muncul penyakit
Anak-anak dan bayi yang dapat bertahan pada infeksi sekunder
akan dapat bertahan saat infeksi yang sama terjadi pada saat dewasa.
Hal ini disebabkan telah tercipta imunitas klinis. Oleh karena itu, pada
dewasa relatif lebih ringan gejalanya

Malaria di Daerah yang Tak Stabil dengan transmisi yang


rendah
5

Pada area ini, malaria berat dapat diderita setiap orang di segala
usia, namun lebih rentan pada dewasa yang memilki gagal ginjal,
edema paru, atau kegagalan multiorgan
Dengan demikian, imunitas klinis pada malaria tergantung pada
kemampuan untuk menurunkan respons reaksi silang sel T, sehingga
dapat mengurangi jumlah IFN- non-spesifik. Adanya sel penghasil IFN-
penting untuk membedakan respons spesifik dan non-spesifik malaria.
E. Skistosomiasis
- Gambaran khas: kadar IgE dan eosinofil tinggi.
- Secara in vitro : Respons IgE dapat protektif bila
dikombinasikan dengan eosinofil yang membunuh larva
skistosoma melalui ADCC (antibody dependent cell
(mediated) cytotoxicity).
- Secara in vivo, proses belum jelas, apakah sama dengan in
vitro.
- IL-4 (sitokin Th2) meningkatkan sistesis IgE, sedangkan Th1
menurunkan produksinya.
- IL-5 untuk produksi eosinofil, IL-5 dikeluarkan dalam jumlah
besar pada antigen yang resisten.
- Infeksi skistosoma menimbulkan respons inflamasi terhadap
telor parasit yang terdiri dari granuloma yang Th1 dependen.
- Granuloma terdiri atas sel T, B, makrofag, fibroblas, dan
sejumlah besar eosinofil yang dapat mengucilkan telur.
- Percobaan pada tikus, intensitas sistem imun memacu
terjadinya granuloma pada minggu ke 7-8.
- Respons dini terhadap antigen telur adalah tipe Th1 dan Th2
dan pengalihan ke Th2 (pengalihan ini berlangsung lama).
F.

Sel mast pada infeksi cacing


- Meskipun sitokin Th2 dapat membantuk mengeluarkan
cacing dari saluran cerna, namun untuk menentukan jenis sel
efektor yang menjadi sasaran sitokin, masih sulit. Dewasa ini
diketahui ada jalur efektor multiple yang memacu Th2 dalam
usus dan membuat kerentanan parasit terhadap mekanisme
pertahanan pejamu (bervariasi).

Efektor Th2 adalah antibodi, eosinofil dan sel mast. Pada


beberapa infeksi (Trikinela spiralis) antibodi diperlukan untuk
pengeluaran cacing yan lebih cepat.
- Sel mast mukosa pengeluaran Strongiloides dan Trikinela,
tetapi tidak untuk trikiuris dan nipostrongilus.
- Sel mast mengikat IgE pada permukaan parasit melalui Fc-R
(fragment crystallizable reseptor) dengan afinitas tinggi.
- Peningkatan mencolong kadar IgE akibat infeksi dengan
cacing saluran cerna merupakan bagian penting dari
degranulasi sel mast yang terarah untuk melepas mediator
atau merupakan epifenomen yang merupakan sebagian dari
peningkatan masif yang diinduksi IL-4 yang diproduksi CD4+.
- Selain efek toksik, mediator tersebut juga memacu motilitas
usus dan produksi glikoprotein musin oleh sel goblet usus.
- Hipersekresi
mukus
dapat
mencegah
kontak
dan
pengambilan nutrien oleh parasit. Jadi peningkatan sekresi
mukus dan peristalsis usus mungkin saja sudah cukup untuk
mengeluarkan cacing.
- Bila tidak ada sel mast, hal yang sama dapat terjadi terhadap
fisiologi usus. Pengeluaran cacing lain seperti N. braziliensis
tidak memerlukan sel mast dan lebih dependen atas
produksi IL-13 dibanding IL-4. Hal ini mungkin karena IL-13
merupakan pemicu induksi poten untuk hiperplasia sel
goblet dan diduga sekresi musin merupakan komponen kunci
pengeluaran N.braziliensis.
G. Eosinofil pada infeksi cacing
- Merupakan tanda umum terjadinya infeksi cacing dan sudah
lama diduga bahwa sel tersebut sitotoksik dan diperlukan
pada destruksi patogen multiselular berukuran besar (lihat
saja dia lebih banyak granul-granul berisi zat-zat sitotoksik).
Namun tidak banyak bukti mengenai perannya dalam
pengeluaran cacing.
- Bukti yang banyak yaitu adanya fungsi sitolitik terhadap fase
larva parasit yang bermigrasi ke jaringan.
H. Makrofag dan nitrit untuk membunuh parasit

I.

Merupakan sel terpenting yang memproduksi sitokin untuk


mengontrol dan menyingkirkan parasit
NO (nitric-oxide) yang diproduksi makrofag sangat berperan
membunuh parasit
NO adalah sitotoksik atau sitostatik untuk malaria, lesmania,
T. cruzi, toxoplasma, skistosoma, dan fungus patogen
Kriptokok neoformans.
IFN- merupakan sitokin penting oleh karena dapat
mengaktifkan respiratory burst yang menghasilkan NO.
IFN- dapat bekerja sinergistik dengan IFN- dalam
meningkatkan produksi NO dengan menginduksi sintase
oksida nitrit (NOS).
Sitokin TGF- dan IL-10 menghambat produksi NO oleh
makrofag.
Jalur NO penting dalam pembunuhan cacing ekstraselular.
Kebanyakan larva cacing dapat dibunuh in vitro oleh
makrofag yang diaktifkan IFN-.
Banyak parasit dapat melawan serangan oksidatif dengan
berbagai strategi. Larva skistosoma terutama mencegah
respons Th1. Makrofag yang diaktifkan oleh sitokin Th1 dapat
membunuh larva yang tidak tergantung pada antibodi. NO
reaktif yagn diproduksi makrofag dan diaktifkan IFN, diduga
berperan.

Sel CD 8+ membunuh parasit protozoa intrasitoplasmik


- Antigen banyak protozoa (misal T. cruzi) dapat diolah melalui
jalur presentasi antigen endogen. Nah ini merupakan sasaran
untuk sel CD8+. Sel ini menentukan resistensi terhadap
infeksi primer dan sekunder T.cruzi. kebalikannya, lesmania
hidup dalam kompartemen endolisosomal yang tidak dapat
dicapai untuk dipresentasikan oleh MHC-1. Sel CD8+
bukanlah pemeran utama dalam imunitas lesmania.

Sumber: Baratawidjaja, KG., Rengganis, Iris. Imunologi Dasar Edisi ke 8.


Balai Penerbit FKUI. Jakarta: 2009; hal. 433-47.

K-12 : PATOGENESIS DEMAM


Oleh dr. Widayat Djoko Santoso, SpPD
Rentang suhu tubuh normal 36.20 C 37.70 C (suhu aksila). pada
manusia, terdapat variasi diurnal. Jadi, suhu tubuh kita itu akan
bersiklus (variatif tergantung waktu). Di Ganong dikatakan, suhu inti
tubuh manusia mengalami fluktuasi sirkadian teratur sebesar 0,5-0,7
C. suhu paling rendah pukul 6 pagi dan tertinggi pada malam hari.
(kalo di kuliah dikatakan puncaknya adalah sore hari jam3-4 ((@_@))
Sebenarnya panas tubuh itu darimana ya?
Dalam
tubuh, panas
dihasilkan
oleh gerakan
otot, asimilasi
makanan, dan
oleh
semua
proses
vital
yang
berperan
dalam tingkat
metabolisme
basal. Panas
dikeluarkan
dari
tubuh
melalui
radiasi, konduksi, dan penguapan air di saluran napas dan kulit.
Sejumlah kecil panas juga dikeluarkan melalui urin dan feses.
Keseimbangan pembentukan dan pengeluaran panas menentukan suhu
tubuh. Fungsi tubuh normal bergantung pada suhu yang relatif konstan.
Jgn lp bahwa suhu tubuh kita dipengaruhi oleh lingkungan luar.
Berbagai bagian tubuh memiliki suhu tubuh yang berlainan, dan
besar perbedaan suhu antara bagian-bagian tubuh dengan suhu
lingkungan bervariasi. Ekstremitas umumnya lebih dingin.
7

Panas tubuh dihasilkan oleh: proses metabolisme basal,


masukan makanan, dan kerja otot. Panas tubuh dikeluarkan oleh:
radiasi dan konduksi (70%), penguapan keringat (27%), pernapasan
(2%), berkemih dan defekasi (1%).
Mekanisme pengaturan suhu yang diaktifkan oleh dingin:
Peningkatan pembentukan panas
o Menggigil, lapar, peningkatan aktivitas voluntary,
peningkatan sekresi norepinefrin dan epinefrin
Penurunan pengeluaran panas
o Vasokontriksi kulit, menggulung tubuh, horipilasi
Mekanisme pengaturan suhu yang diaktifkan oleh panas:
Peningkatan pengeluaran panas
o Vasodilatasi
kulit,
berkeringat,
dan
peningkatan
pernapasan
Penurunan pembentukan panas
o Anoreksia, apati dan inersia
Respon-respon reflex yang diaktifkan oleh dingin dikendalikan oleh
hipotalamus posterior dengan mediator serotonin, sementara reflex
akibat panas terutama dikendalikan oleh hipotalamus anterior dengan
mediator norepinefrin.
Bagan termoregulasi: disini terlihat bahwa pusat pengaturan suhu
adalah terpadu di hipotalamus, yang menerima rangsangan dari suhu
inti dan suhu kulit. Tujuannya adalah agar suhu tubuh kita konstan.
Bagaimana agar konstan? Yaitu melalui pengaturan produksi dan
penyimpanan panas melalui berbagai mekanisme, yaitu adaptasi
prilaku, kerja neuron motorik, dan kerja saraf simpatis-parasimpatis.
Suhu tubuh dikontrol dengan menyeimbangkan heat gain dan heat loss.
Heat gain terutama berasal dari metabolisme
Heat loss radiasi, konduksi, konveksi, evaporasi
Di hipotalamus terdapat 2 pusat pengaturan suhu:
- Area posterior: diaktivasi oleh suhu rendah produksi panas dan
konservasi panas
- Area anterior: diaktivasi oleh suhu tinggi pengeluaran panas
Nah, lalu demam itu apa?

Demam adalah: Reaksi fisiologis tubuh terhadap penyakit yang ditandai


dengan peningkatan suhu tubuh di atas nilai normal akibat rangsangan
oleh zat pirogen terhadap pusat pengatur suhu tubuh di hipotalamus.
Demam: >37.20C di pagi hari / 37.70C di sore hari suhu aksila
Hiperpireksia > 41.50C
Hipotermia < 350C
Perlu diingat bahwa istilah hipertermia dan demam sebetulnya
agak berbeda dalam artian klinis dan biasanya tidak dapat
dipertukarkan. Istilah hipertermia mengacu pada peningkatan suhu
tubuh yang tidak disertai oleh peningkatan ambang temperatur tubuh
oleh hipotalamus. Hal ini umumnya terjadi apabila cuaca sangat panas
(heatstroke), keadaan olahraga, atau karena hiperkatabolisme energi
akibat
penyakit-penyakit
tertentu,
yang
mengakibatkan
pembuangan panas tubuh
tidak mampu mengimbangi
produksinya. Di lain pihak,

demam adalah peningkatan suhu tubuh yang disertai pula oleh


peningkatan ambang temperatur tubuh oleh hipotalamus; artinya
peningkatan ini justru dipicu oleh pengatur suhu tubuh dalam
hipotalamus itu sendiri. Hal ini tentu saja berbeda dengan hipertermia
8

yang mana terjadi akibat rangsangan panas ekstrahipotalamus.


Demam biasanya terjadi akibat kebutuhan tubuh untuk menanggapi
suatu rangsang seperti infeksi.
Apa saja yang bisa bikin demam?
Jadi, seperti
sudah
disinggung,
Termoregulasi
dilakukan oleh
hipotalamus
dengan
menentukan
set-point
berdasarkan
suhu
lingkungan
thermostat.
Berbagai hal
bisa

Lalu bagaimana bisa terjadi demam?

Nah, substansi penyebab demam (penghasil panas) disebut pirogen.


Ada dua, yaitu pirogen eksogen dan endogen.
Pirogen eksogen (infeksi atau non-infeksi) menginduksi
makrofag, monosit, limfosit dan endotel untuk melepaskan
pirogen endogen (IL-1, IL-6, TNF-, IFN- ).
Pirogen endogen merangsang pelepasan asam arakhidonat
diubah menjadi PGE2 menaikkan set point di pusat
termoregulasi hipotalamus dan menyebabkan demam. Yang
termasuk pencetus pirogen endogen:
Agen
mikroba
Toksin
mikroba

Virus, bakteri, fungi, parasit


Endotoksin
Eksotoksin
Enterotoksin, sindrom renjatan toksik,
toksin-1, exotoksin pirogenik streptokokus,
toksin eritrogenik

mempengaruhinya:
Hasil
degradasi
mikroba
Komponen
imun
&
sitokin

Peptidoglikan, peptida muramil, asam


lipoteikoik, polimer glukosa ramnosa,
lipoarabinomannan
Kompleks
antigen-antibodi,
komponen
komplemen (C5a, C3a), produk limfosit (IL2, IFN), sitokin pirogenik (IL-1, TNF-)
9

Obatobatan

Tumor

Etiocholanolone,
bleomycin,
penicillin
(melalui produk-produk limfosit pada
individu yang tersensitisasi) drug
induced fever
Melalui produksi sitokin pirogenik

hari tidak berbeda > 10 C

Untuk grafik demam yang khusus pada penyakit2 ttt, bisa liat di slide
ya! insyaAllah bisa dimengerti kok.. oia, mohon maaf kalau ga sesuai
urutan slide, semata-mata agar bisa dimengerti ..^_^.. selamat belajar
semua!!

Terus apa manfaat demam bagi kita?


Demam dibutuhkan untuk melawan proses infeksi:
Suhu tubuh yang hh kadar Fe, Zn & Cu di serum h diperlukan
untuk replikasi bakteri
Suhu tubuh h kerusakan lisosom & autodestruksi sel
mencegah replikasi virus dalam sel yang terinfeksi
Terakhir nih, apa saja tipe demam?
Tipe demam bisa menandakan penyakit apa yg sedang terjadi.
Tipe

Deskripsi

Intermit
en

Suhu badan naik kemudianAbses,


malaria
turun ke tingkat yang normal falciparum, stills disease
selama beberapa jam dalam
satu hari

Penyakit

Remiten Suhu tubuh dapat


setiap hari tetapi
pernah
mencapai
normal

turunTBC,
endokarditis,
tidak demam tifoid
nilai

Relaps

Demam
muncul
kembaliRelapsing
fever,
setelah beberapa hari ataubruselosis, tertiana atau
minggu
malaria
quartana,
limfoma

Bifasik

Demam
sekali

Kontinu

Variasi suhu tubuh sepanjangEnsefalitis,

berulang

hanyaLeptospirosis,
dengue,
colorado
tick
fever,
koriomeningitis limfositik
demam

salmonella, fastitious fever

obat,

K-13: DEMAM PADA ANAK


Oleh dr. Hindra Irawan Satari, SpA
Demam adalah mekanisme pertahanan tubuh mengetahui adanya
benda asing
Secara klinis, demam adalah kenaikan suhu tubuh diatas 1 derajat C
dari suhu tubuh normal di daerah pengukuran.
Antipiretik hanya dapat menurunkan suhu tubuh yang meningkat
karena perubahan di thermostat hipotalamus.
Demam disebabkan oleh IL 1 (pirogen endogen)
Febril:
Prodromal (produksi pirogen) Chill (peningkatan suhu di pusat suhu,
hipotalamus) Flush (karena suhu udah tercapai)
Antipiretikmenurunkan setpoint di termoregulator melalui inhibisi
COX, karena prostaglandin meningkatkan setpointvasokonstriksi
Antipiretik
Parastemol
Ibuprofen lebih mahal, banyak efek samping
Antipiretikbertujuan menurunkan ketidaknyamanan anak
Pada awal antipiretik diberikan saat termomoeter>38,5 derajat C
Kejang demam terjadi pada anak dengan riwayat kejang di keluarga
Demam memiliki peran untuk melawan infeksi kejang demam, jarang
berulang.
10

Morbiditas dan mortalitas pada anak penderita demam bukan


disebabkan oleh demamnya, tapi oleh underlying disease
Pertumbuhan bakteri akan turun jika terjadi elevasi suhu.
Parasetamol dalam bentuk IV untuk anastesi
Sulfat menurunkan hepatotoksisitas
Ibuprofen 5 mg lebih panjang waktunya
Efek di neonatus>baik
Aspirin=asetosalbodrex
Canaproxen
Dipyrone antalgin
Antipiretik steroid menurunkan IL-1
Kompres dingin dilarang untuk digunakan sebagai penatalaksanaan
demam
Kompres alkohol jangan dilakukan bisa hipoglikemikoma
BAK: tiap 4-6 jamCRP inflamasi akut
Jangan bangunin anak yang sedang demam

Obat < jam muntahminum lagi obatnya


Obat>1/2 jammuntah ga usah minum obatnya lagi

K-14: PENDEKATAN KLINIS DEMAM


Oleh dr. Widayat Djoko Santoso, SpPD

Dema--> tremor dan takikardi

DHF: viral akut--> panas meninggi mendadak dalam 1 hari


o Bakteri--> naik pelan-pelan karena multiplikasinya
bertahap(1 menjadi 2)
S.typhi lebih parah daripada S.paratyphi; tapi respon terhadap
obat lebih baik pada S.typhi.
Tipes --> spirochaeta

Typhoid: kematian karena perforasi usus

Tifus : kematian terjadi karena sepsis.

K-15 : ANTIPIRETIK DN IMUNOMODULATOR


Oleh Prof. dr. Rianto Setyabudi, SpFK
Antipiretik adalah obat untuk menurunkan suhu pada pasien dengan
demam, tidak berdampak penurunan suhu pada orang normal.
Pada demam, sitokin demam akan dibawa ke hipotalamus lewat
sirkulasi. Sitokin tersebut akan merangsang endotel menghasilkan
PGE2 , yang berikutnya menghasilkan cAMP. Kerja antipiretik
memutus pembentukan PGE2 di endotel. (slide 31)
Kerja antipiretik pada tubuh:

Mohon maaf untuk tentir kuliah ini kami belum bisa


memfasilitasi. Dokternya tidak terlalu membahas banyak
tentang kuliah pendekatan klinis. Dan penjelasannya juga sangat
klinis sekali. Jadi teman2 cukup baca saja dari slide saja. Semoga
tidak banyak yang keluar dari kuliah ini. Amin
SEDIKIT TAMBAHAN
Leukosit mencapai pergerakan maksimal pada suhu 38 C

Simptomatik (diberi obat jika suhu >38,5 C)

11

Antipiretik yang umum digunakan: aspirin, ibuprofen, metimazol,


paracetamol.
a. aspirin / asam asetil salisilat
Mekanisme kerjanya: menghambat biosintesis PGE2

Obat ini diserap cukup baik oleh tubuh, lalu mengalami hidrolasi

di hati menjadi asam salisilat. Metabolitnya dikeluarkan lewat


ginjal.
Dosis sebagai antipiretik:

o Dewasa 425 650 mg setiap 4 6 jam


o Anak: 10 mg/kg BW setiap 4 6 h (max. 3,6 g/hari)
o Dosis rendah 80-180 mg digunakan sebagai antiagregasi.
Dijual secara bebas

Efek samping:

o Gangguan GI sakir perut, mual, dispepsia, ulkus gastrik/


duodenal, diare
o Menghambat agregasi
platelet
perdarahan yang
berkepanjangan. Bisa terjadi muntah darah berwarna hitam
(akibat perdarahan dari atas/ lambung)
o Sindrom Reye (jarang) bila memberi aspirin pada anak
dengan infeksi virus. Gejalanya: koma, kejang, edema serebri,
gagal multiorgan, dan kematian.
o Intoksikasi salisilat terjadi salicylism, yaitu: muntah,
tinitus, hilang pendengaran, hiperventilasi, dan vertigo.
Tinitus terjadi bila kadar a.salisilat mencapai 200-450 g/mL
di plasma (normal < 60 g/mL)
b. ibuprofen
Merupakan derivat asam propionat.
Efek analgesik dan antipiretik = aspirin, efek antiinflamasi < dari
aspirin.
Efek samping: gangguan GI (lebih ringan dari aspirin), dan juga
merupakan obat bebas.
c. methampyron (dipiron, metamizole)
Merupakan derivat pyrazolon dengan efek antiinflamasi lemah
Efek
sampingnya:
agranulositosis,
anemia
aplastik,
trombositopenia, sehingga obat ini dilarang di banyak negara.
Insidensi agranulositosis adalah 0,2 2/ 1 jt orang per harinya,
dengan 7% bersifat fatal (butuh tatalaksana emergensi). Keadaan
ini jarang, namun bila terjadi, sangat gawat.

Indikasi: sebagai analgesik dan antipiretik (bila antipiretik yang


lebih aman lain gagal) dan jika butuh sediaan parenteral
(ibuprofen dan aspirin tidak ada parenteral).
d. Paracetamol/ acetaminophen
Mempunyai efek antiinflamasi sangat rendah, namun dapat
digunakan untuk antralgia karena efek analgesik baik.
Mekanisme: menghambat produksi PGE 2 pada area preoptik
hipotalamus
Farmakokinetik:
o Diabsorbsi baik per oral, dimetabolisme di hati, dan dikeluarkan
lewat ginjal. Obat ini aman untuk penderita gangguan
lambung.
o Ada metabolit minornya: N-acetyl-p-benzo-quinone imine
(NAPQI), yang bersifat hepatotoksik dan nefrotoksik.
o T adalah 2-3 jam, namun bersifat dose related (tergantung
minum berapa, pernah dipakai untuk mengakhiri hidup)
IMUNOMODULATOR
Teman-teman, untuk tentir ini, harap baca slidenya juga ya.. Yang di
tentir ini adalah catatan kuliah tambahan
Immunomodulator merupakan obat-obatan yang digunakan untuk
meningkatkan atau menekan respons imun tubuh. terdiri atas 2
macam, yaitu:
1. Imunosupresan
2. Imunostimulan
IMUNOSUPRESAN
Klasifikasi imunosupresan:

Kortikosteroid (glukokortikoid)

Inhibitir calcineurin: cylosporin dan tacrolimus

Agen sitotoksik: Azathioprine, Methotreksat, Cylophosphamide.


Biasanya digunakan untuk terapi kanker, namun fungsi yang
digunakannya adalah efek supresi imun.
Antibodi: Anti CD3 (Muromonab CD3), Rho (D) Immune Globulin,
IL-2 reseptor antagonis: basiliximab dan daclizumab
Indikasi imunisupresan: untuk cangkok organ (misal: ginajl
bila imun bekerja normal, biasanya organ mati, orangnya mati
juga)
12

Kortikosteroid diindikasikan untuk tranplantasi organ dan


penyakit otoimun
Reseptor KS terletak di sitoplasma (bukan membran sel)
masuk inti DNA mRNA masuk siroplasma dan menghasilkan
protein spesifik di sitoplasma protein spesifik menghasilkan
efek KS.
Masa kerja kortikosteroid:

Short acting: waktu paruh 8 12 jam

Intermediate acting: waktu paruh 12 -26 jam

Long acting: waktu paruh 36 54 jam


Kontraindikasi absolut pada KS tidak ada, adanya relatif. Selain itu,
KS sering juga digunakan untuk pengobatan TB milier atau
meningitis.
Inhibitor calcineurin calcineurin: enzim di sel T yang
mengaktifkan NFAT (enzim faktor transkripsi)
Efek samping utamanya nefrotoksik, sehingga saat penggunaannya
harus selalu ukur kadar dalam darah, jika kadar dalam darah >>
turunkan dosis.
Sitotoksin kerjanya sama-sama menghambat calcineurin,
namun yang dihambat adalah rangsangan sitokin ke sel T. (Kalau
calcineurin inhibitor dari hambat produksi IL dari sel T)
IMUNOMODULATOR
Indikasi:
untuk
meningkatkan
fungsi
imun
pada
orang
imunokompromise, misalnya AIDS, infeksi kronik, dan malignansi.
Contoh obatnya:
Isoprinosine efeknya kontroversial

Levamisole sebenarnya adalah obat cacing, berfungsi


meningkatkan respon imun selular.
Sitokin, salah satunya CSF (Colony stimulating factor)
biasanya pada penderita kanker yang dikemoterapi akan terjadi
leukopenia, CSF digunakan untuk merangsang leukositosis.

13

Anda mungkin juga menyukai