Anda di halaman 1dari 19

TERAPI CAIRAN

1. Kompartemen Cairan Tubuh


Tubuh manusia terdiri dari zat padat dan zat cair. Pada manusia dewasa distribusi zat padat
adalah 40% dari berat badan dan 60% lagi adalah terdiri dari zat cair. Air merupakan bagian
terbesar pada tubuh manusia, presentasenya dapat berubah tergantung pada umur, jenis kelamin
dan derajat obesitas seseorang. Pada bayi usia < 1tahun, cairan tubuh sekitar 80-85% dari berat
badan, dan pada bayi >1 tahun, adalah sekitar 70-75% berat badan. Seiring dengan pertumbuhan,
presentase jumlah cairan terhadap berat badan beransur-ansur turun, iaitu pada lelaki dewasa 5060% berat badan dan pada wanita dewasa 50% berat badan.
Zat cair (60%) terdiri dari cairan intrasel 40% berat badan, cairan ekstrasel 20% berat
badan, dan cairan transelular 1-3% berat badan. Cairan ekstrasel dibagi lagi menjadi cairan
intravascular dan cairan interstisial. Pada bayi cairan jumlah ekstrasel lebih besar dari intrasel.
Perbandingan ini akan berubah sesuai dengan perkembangan tubuh, sehingga pada dewasa cairan
intrasel 2 kali cairan ekstrasel. Cairan intrasel merupakan cairan yang terkandung didalam sel.
Sedangkan cairan ekstrasel merupakan cairan yang berada diluar sel. Jumlah relative cairan
ekstraseluler berkurang seiring usia. Ia dibagi menjadi: 1) Cairan Intravaskular yaitu cairan yang
terkandung dalam pembuluh darah. Rata-rata volume darah orang dewasa sekitar 5-6 liter
dimana 3 liternya merupakan plasma dan sisanya terdiri dari eritrosit, leukosit dan trombosit. 2)
Cairan Interstisial Cairan yang mengelilingi sel, rata-rata volumenya adalah 11-12 liter pada
orang dewasa. Cairan limfe juga termasuk dalam kategori ini. 3) Cairan Transeluler merupakan
cairan yang terkandung di antara rongga tubuh tertentu seperti serebrospinal, perikordial, pleura,
sendi synovial, intraocular, dan sekresi saluran pencernaan.
Dalam cairan tubuh terlarutnya zat-zat elektrolit dan non elektrolit. Zat-zat non elektrolit
antara lainnya adalah glukosa dan protein. Zat-zat elektrolit yang penting dalam cairan tubuh
adalah ion natrium dan ion klorida pada ekstrasel dan ion kalium dan ion fosfat pada intrasel.
Elektrolit itu sendiri merupakan molekul yang pecah menjadi partikel bermuatan listerik yaitu
kation dan anion, yang dinyatakan dalam mEq/L cairan. Pada tiap kompartemen mempunyai

komposisi elektrolit yang tersendiri. Komposisi elektrolit plasma dan interstisial hampir sama,
kecuali didalam interstisial tidak mengandungi protein. Perbedaannya seperti yang terlampir
dibawah.

Plasma
Darah
Cairan
Interstital
Cairan
Interseluler

Na
142

K
4

Mg
3

Ca
5

Cl
103

HCO3
27

HPO4
2

SO4
1

Protein
16

144

1.5

2.5

114

30

15

150

27

10

100

20

63

Pergerakan air diantara intrasel dan ekstrasel diatur oleh keseimbangan diantara tekanan
hidrostatik, tekanan osmotik dan tekanan onkotik. Sekiranya keseimbangan ini terganggu, ia
biasanya menyangkut cairan ekstrasel. Tekanan hidrostaik adalah tekanan yang mempengaruhi
pergerakan air melalui dinding kapiler. Manakala tekanan onkotik atau tekanan osmotic koloid
adalah tekanan yang mencegah pergerakan air. Bila albumin rendah maka tekanan hidrostatik
akan meningkat dan tekanan onkotik akan turun sehingga cairan intravaskuler akan di dorong
masuk ke interstisial yang berakibat edema. Albumin menghasilkan 80% dari tekanan onkotik
plasma, sehingga bila albumin cukup pada cairan intravaskuler maka cairan tidak akan mudah
masuk ke interstitial.
2. Kebutuhan Air dan Elektrolit
a. Pada dewasa :
Air

: 30-35 ml/kg

Kenaikan 1 derajat celcius ditambah 10-15%


Na

: 1,5 mEq/kg (100 mEq/hari atau 5,9 g)

: 1 mEq/kg (60 mEq/hari atau 4,5 g)

b. Pada bayi dan anak


Air

: 0-10 kg

: 4 ml/kg/jam (100 ml/kg)

10-20 kg

: 40 ml + 2 ml/kg/jam setiap kg diatas 10 kg


(1000 + 50 ml/kg diatas 10 kg)

>20 kg

: 60 ml + 1 ml/kg/jam setiap kg diatas 20 kg


(1500 + 20 ml/kg diatas 20 kg)

c. Na

: 2 mEq/kg

d. K

: 2 mEq/kg

Menurut Collins kebutuhan cairan perhari, seperti yang ditunjukan dalam tabel berikut:

Infant
Children
Adolescent
Adult
Bed Rest
Non Sweating
Sweating
Work

Caloric Needs
Cal/Kg
Cal/Total
125
1000-2000
100
1500-2000
80
2200-3000

Water Needs
MI/100 cal
MI/Kg
100-150
150
100-150
150
125
100

20-25
30
35
45

90
90-125
144
125-150

1600
2100
3500
3000-5000

25
30
40-50
60

Keseimbangan cairan keluar dan masuk :


Cairan Masuk
Minuman : 8000-1700 ml
Makanan : 5000-1000 ml
Hasil Oksidasi : 100-300 ml

Cairan Keluar
Urin : > 0.5-1 ml/kg/jam
Feses : 1 ml/hari
IWL
Dewasa : 15ml/kg/hari
Anak : (30-usia) ml/kg/hari

3. Mekanisme Regulasi Tubuh


Ada dua mekanisma utama yang mengatur air tubuh yaitu pengaturan volume osmoler dan
pengaturan volume non osmoler.
1. Pengaturan osmoler

a. Sistem osmoreseptor anti diuretic hormone (ADH)


Pada saat volume cairan intravaskuler berkurang, osmolaritas meningkat,
mengakibatkan pelepasan impuls dari osmoreseptor dihipotalamus anterior yang
meransang pituitary posterior untuk melepas ADH. Penurunan volume cairan
intravaskuler juga meransang pusat haus yang juga menstimulasi pelepasan ADH.
ADH mengakibatkan reabsorbsi Na dan air pada tubulus kolektivus, sehingga
menaikkan volume cairan intravaskuler. Peningkatan volume cairan intravaskuler
akan memberikan umpan balik ke hipotalamus dan pusat haus sehingga volume
cairan intravaskuler dipertahankan tetap.
b. Sistem rennin aldosteron
Saat volume cairan intravaskuler berkurang, macula densa akan melepaskan rennin
yang berperan dalam pembentukan angiotensin I. Dengan converting enzyme
angiotensi I diubah menjadi angiotensin II yang merupakan vasokonstriktor kuat,
menstimulasi korteks adrenal untuk mengeluarkan aldosteron, yang mengakibatkan
reabsorbsi air dan Na sehingga sirkulasi meningkat.
2. Pengaturan non osmoler
Semua respon hemodinamik akan mempengaruhi reflek kardiovaskuler, yang juga akan
mengatur volume cairan dan pengeluaran urin. Jika terjadi hipovolemia, reflek intratorak,
reflekreseptor presor ekstratorak dan respon iskemik pusat akan mengaktifkan
mekanisme hipotalamik dan sistem nervus simpatis.

4. Jenis Cairan
1. Cairan intravena
Terdapat 3 jenis cairan intravena yang biasanya digunakan dalam terapi cairan.
a. Cairan Kristaloid

Merupakan cairan yang mengandung zat dengan berat molekul rendah ( < 8000 Dalton )
dengan atau tanpa glukosa. Tekanan onkotik yang rendah menyebabkan ia mudah dan
cepat terdistribusi ke seluruh ruang ekstraseluler, sehingga volume yang diberikan harus
lebih banyak (2,5-4 kali) dari volume darah yang hilang. Cairan ini mempunyai masa
paruh intravaskuler 20-30 menit. Ekspansi cairan dari ruangan intravaskuler ke
interstisial berlansung selama 30-60 menit sesudah infuse dan akan keluar dalam 24-48
jam sebagai urine. Secara umum kristaloid digunakan untuk meningkatkan volume
ekstrasel dengan atau tanpa peningkatan volume intrasel. Contoh cairan yang tergolong
cairan kristaloid adalah: Ringer Laktat; Ringer; NaCl 0,9% (NS); Dextrose 5% dan 10%,
Darrow; dan D5%+NS dan D5%+1/4NS.
b. Cairan Koloid
Cairan yang mengandungi zat dengan berat molekul tinggi ( > 8000 Dalton), misalnya
protein. Cairan ini mengandung molekul-molekul besar berfungsi seperti albumin dalam
plasma yang akan tinggal dalam intravaskuler cukup lama. Waktu paruh koloid
intravaskuler adalah 3-6 jam, sehingga volume yang diberikan adalah sama dengan
volume darah yang hilang. Contoh cairan koloid antara lain albumin, blood product
(RBC), plasma protein fraction (plasmanat) dan koloid sintetik (dextran, hetastarch).
c. Cairan Khusus
Dipergunakan untuk koreksi atau indikasi khusus. Contohnya NaCl 3%, bic-nat,
mannitol.

Kristaloid
Efek Volume Intravaskuler

Koloid
Lebih baik (efisien, volume lebih
kecil, menetap lebih lama)

Efek Volume Interstitial

Lebih baik

DO2 Sistemik

Lebih tinggi

Sembab paru

Dua-duanya memiliki resiko yang sama

Sembab Perifer

Sering

Jarang

Koagulopati

Dekstran>Hidroksi etil

Aliran Urin

Lebih besar

GFR menurun

Reaksi-reksi

Tidak ada

Jarang

Pemberian cairan juga di bagi berdasarkan fungsinya.


a. Cairan pemeliharaan (maintenance therapy)
Ditujukan untuk menggantikan air yang hilang lewat urine, tinja, paru dan kulit. Jumlah
kehilangan air tubuh ini berbeda sesuai dengan umur, yaitu:
Dewasa

: 1.5 2 ml/kg/jam

Anak-anak

: 2 4 ml/kg/jam

Bayi

: 4 6 ml/kg/jam

Neonates

: 3ml/kg/jam

Mengingat cairan yang keluar sedikit sekali mengandungi elektrolit, maka cairan
pengganti terbaik adalah cairan hipotonik, seperti D5%+1/4NS, atau D5W.
b. Cairan pengganti (replacement therapy)

Ditujukan untuk mengganti kehilangan air tubuh akibat sekuestrasi atau proses patologi
lain seperti fistula, efusi pleura, asites, drainase lambung. Sebagai cairan pengganti untuk
tujuan ini digunakan cairan yang bersifat isotonik seperti, RL, NS, D5RL, D5%+NS.

5. Terapi Cairan pada Pembedahan


Cairan didalam tubuh dalam keadaan normal seharusnya mencukupi, ianya biasa didapatkan
dari makanan dan minuman. Dalam waktu 24 jam, air dan elektrolit bisa keluar lewat air kemih,
tinja, keringat dan uap air pernafasan. Sekiranya terjadi ketidak seimbangan cairan didalam
tubuh, akibat puasa lama, kerana pembedahan salur cerna, perdarahan banyak, syok
hipovolemik, anoreksia berat, mual muntah yang masal dan lain-lain, maka dibutuhkan terapi
cairan untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Antara lain tujuan terapi cairan sendiri adalah :
1. Mengganti kekurangan air dan elektrolit.
2. Memenuhi kebutuhan tubuh
3. Mengatasi syok
4. Mengatasi kelainan yang ditimbulkan kerana terapi yang diberikan
5. Sebagai tambahan untuk memasukkan obat dan zat makanan secara rutin
6. Dapat juga untuk menjaga keseimbangan asam-basa
Gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang umum terjadi pada
pasien bedah karena kombinasi dari faktor-faktor preoperatif, perioperatif dan postoperatif.
Faktor-faktor preoperatif :
1. Kondisi yang telah ada seperti Diabetes mellitus, penyakit hepar, atau insufisiensi renal
dapat diperburuk oleh stres akibat operasi.

2. Prosedur diagnostik. Arteriogram atau pyelogram intravena yang memerlukan marker


intravena dapat menyebabkan ekskresi cairan dan elektrolit urin yang tidak normal
karena efek diuresis osmotik.
3. Pemberian obat. Pemberian obat seperti steroid dan diuretik dapat mempengaruhi eksresi
air dan elektrolit.
4. Preparasi bedah. Enema atau laksatif dapat menyebabkan peningkatan kehilangan air dan
elekrolit dari traktus gastrointestinal.
Penanganan cairan selama pembedahan terdiri dari penanganan kondisi yanga ada dan
restriksi cairan Selama periode 6 jam restriksi cairan, pasien dewasa yang sehat kehilangan
cairan sekitar 300-500 mL. Kehilangan cairan dapat meningkat jika pasien menderita demam
atau adanya kehilangan abnormal cairan. Defisit cairan yang telah ada sebelumnya Harus
dikoreksi sebelum operasi untuk meminimalkan efek dari anestesi.
Faktor Perioperatif:
a. Induksi anestesi
Dapat menyebabkan terjadinya hipotensi pada pasien dengan hipovolemia preoperatif
karena hilangnya mekanisme kompensasi seperti takikardia dan vasokonstriksi.
b. Kehilangan darah yang abnormal
c. Kehilangan abnormal cairan ekstraselular ke third space (contohnya kehilangan cairan
ekstraselular ke dinding dan lumen usus saat operasi)
d. Kehilangan cairan akibat evaporasi dari luka operasi (biasanya pada luka operasi yang
besar dan prosedur operasi yang berkepanjangan.
Faktor postoperatif:
a. Stres akibat operasi dan nyeri pasca operasi

b. Peningkatan katabolisme jaringan


c. Penurunan volume sirkulasi yang efektif
d. Risiko atau adanya ileus postoperative
Gangguan cairan, elektrolit dan asam basa yang potensial terjadi perioperatif adalah :
a. Hiperkalemia
b. Asidosis metabolic
c. Alkalosis metabolic
d. Asidosis respiratorik
e. Alkalosis repiratorik
Trauma, pembedahan dan anestesi akan menimbulkan perubahan-perubahan pada
keseimbangan air dan metabolisme yang dapat berlangsung sampai beberapa hari pasca trauma
atau bedah. Perubahan-perubahan tersebut terutama sebagai akibat dari :
1. Kerusakan sel di lokasi pembedahan
2. Kehilangan dan perpindahan cairan baik lokal maupun umum
3. Pengaruh puasa pra bedah, selama pembedahan dan pasca bedah
4. Terjadi peningkatan metabolisme, kerusakan jaringan dan fase penyembuhan
Pada penderita yang akan menjalani operasi, baik karena penyakitnya atau karena adanya
trauma pembedahan, maka akan terjadi perubahan-perubahan fisiologis tubuh. Antara lainnya
adalah
1.

Kadar adrenalin dan non adrenalin meningkat sampai hari ketiga pasca bedah atau
trauma. Sekresi hormon monoamin ini kebih meningkat lagi bila pada penderita tampak
tanda-tanda sepsi, syok, hipoksia dan ketakutan.

2. Kadar glukagon dalam plasma juga meningkat


3. Sekresi hormon dari kelenjar pituitaria anterior juga mengalami peningkatan yaitu growth
hormone dan adrenocorticotropic hormone (ACTH). Trauma atau stress akan
merangsang hipotalamus sehingga dikeluarkan corticotropin releasing factor yang
merangsang kelenjar pituitaria anterior untuk mensekresi ACTH. Peningkatan kadar
ACTH dalam sirkulasi menyebabkan glukokortikoid plasma meningkat sehingga timbul
hiperglikemia, glikolisis dan peninggian kadar asma lemak.
4. Kadar hormon antidiuretik (ADH) mengalami peningkatan yang berlangsung sampai hari
ke 2-4 pasca bedah/trauma. Respon dari trauma ini akan mengganggu pengaturan ADH
yang dalam keadaan normal banyak dipengaruhi oleh osmolalitas cairan ekstraseluler.
5. Akibat peningkatan ACTH, sekresi aldosteron juga meningkat. Setiap penurunan volume
darah atau cairan ektraseluler selalu menimbulkan rangsangan untuk pelepasan
aldosteron.
6. Kadar prolaktin juga meninggi terutama pada wanita dibandingkan dengan lakilaki.
7. Terjadinya peningkatan kebutuhan oksigen dan kalori karena peningkatan metabolisme.
Derajat perubahan-perubahan tersebut di atas sangat bervariasi bagi setiap individu
tergantung dari beberapa faktor :
1. Rasa sakit dan kualitas analgesi
2. Rasa takut dan sedasi yang diberikan
3. Komplikasi penyulit pada pasca bedah/trauma (syok, perdarahan, hipoksia atau sepsis)
4. Keadaan umum penderita
5. berat dan luasnya trauma
Dasar-Dasar Terapi Cairan Elektrolit Perioperatif

Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dan menjadi pegangan dalam pemberian cairan
perioperatif, yaitu :
1. Kebutuhan normal cairan dan elektrolit harian
Orang dewasa rata-rata membutuhkan cairan 30-35 ml/kgBB/hari dan elektrolit utama
Na+=1-2 mmol/kgBB/haridan K+= 1mmol/kgBB/hari. Kebutuhan tersebut merupakan
pengganti cairan yang hilang akibat pembentukan urine, sekresi gastrointestinal, keringat
(lewat kulit) dan pengeluaran lewat paru atau dikenal dengan insensible water losses. Cairan
yang hilang ini pada umumnya bersifat hipotonus (air lebih banyak dibandingkan elektrolit).
2. Defisit cairan dan elektrolit pra bedah
Hal ini dapat timbul akibat dipuasakannya penderita terutama pada penderita bedah elektif
(sekitar 6-12 jam), kehilangan cairan abnormal yang seringkali menyertai penyakit bedahnya
(perdarahan, muntah, diare, diuresis berlebihan, translokasi cairan pada penderita dengan
trauma), kemungkinan meningkatnya insensible water loss akibat hiperventilasi, demam dan
berkeringat banyak. Sebaiknya kehilangan cairan pra bedah ini harus segera diganti sebelum
dilakukan pembedahan.
3. Kehilangan cairan saat pembedahan
a. Perdarahan
Secara teoritis perdarahan dapat diukur dari :
Botol penampung darah yang disambung dengan pipa penghisap darah (suction pump)
Dengan cara menimbang kasa yang digunakan sebelum dan setelah pembedahan. Kasa
yang penuh darah (ukuran 44 cm) mengandung 10 ml darah, sedangkan tampon
besar (laparatomy pads) dapat menyerap darah 100-10 ml.
Dalam prakteknya jumlah perdarahan selama pembedahan hanya bisa ditentukan
berdasarkan kepada taksiran (perlu pengalaman banyak) dan keadaan klinis penderita

yang kadang-kadang dibantu dengan pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit


berulang-ulang (serial). Pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit lebih
menunjukkan rasio plasma terhadap eritrosit daripada jumlah perdarahan. Kesulitan
penaksiran akan bertambah bila pada luka operasi digunakan cairan pembilas (irigasi)
dan banyaknya darah yang mengenai kain penutup, meja operasi dan lantai kamar
bedah.
b. Kehilangan cairan lainnya
Pada setiap pembedahan selalu terjadi kehilangan cairan yang lebih menonjol
dibandingkan perdarahan sebagai akibat adanya evaporasi dan translokasi cairan internal.
Kehilangan cairan akibat penguapan (evaporasi) akan lebih banyak pada pembedahan
dengan luka pembedahan yang luas dan lama. Sedangkan perpindahan cairan atau lebih
dikenal istilah perpindahan ke ruang ketiga atau sequestrasi secara masif dapat berakibat
terjadi defisit cairan intravaskuler. Jaringan yang mengalami trauma, inflamasi atau infeksi
dapat mengakibatkan sequestrasi sejumlah cairan interstitial dan perpindahan cairan ke
ruangan serosa (ascites) atau ke lumen usus. Akibatnya jumlah cairan ion fungsional dalam
ruang ekstraseluler meningkat. Pergeseran cairan yang terjadi tidak dapat dicegah dengan
cara membatasi cairan dan dapat merugikan secara fungsional cairan dalam kompartemen
ekstraseluler dan juga dapat merugikan fungsional cairan dalam ruang ekstraseluler.
c. Gangguan fungsi ginjal
Trauma, pembedahan dan anestesia dapat mengakibatkan:
Laju Filtrasi Glomerular (GFR = Glomerular Filtration Rate) menurun.
Reabsorbsi Na+ di tubulus meningkat yang sebagian disebabkan oleh meningkatnya
kadar aldosteron.
Meningkatnya kadar hormon anti diuretik (ADH) menyebabkan terjadinya retensi air
dan reabsorpsi Na+ di duktus koligentes (collecting tubules) meningkat.

Ginjal tidak mampu mengekskresikan free water atau untuk menghasilkan urin
hipotonis.
Terapi Cairan Resusitasi
Terapi cairan resusitasi (TCR) bertujuan untuk menggantikan kehilangan cairan tubuh
yang bersifat akut atau ekspensi cepat dari cairan intravaskuler untuk memperbaiki perfusi
jaringan. Contohnya pada keadaan luka bakar atau syok. TCR ini dapat dilakukan dengan
member infuse NS, Ringer Asetat (RA), atau bisa juga RL. Cairan diberikan sebanyak 20 ml/kg
selama 30-60 menit. Pada keadaan syok hemoragik, bisa diberikan 2-3 liter dalam waktu 10
menit.
Koloid dapat diberikan pada luka bakar, syok kardiogenik, ataupun syok hemoragik.
Antara lain yang bisa digunakan adalah, gelatin(hemaksel,gelafunin, gelafusin), polimer dextrose
(dextran 40, dextran 70), atau turunan kanji (haes, ekspafusin). Jika terjadi syok:
Berikan oksigen dengan segera
Berikan infuse isotonic RA, RL atau NS
Jika tidak membaik dosis dapat diulang
Pertimbangan dalam melakukan resusitasi cairan.
Medikasi harus diberikan secara i.v
Perubahan Na dapat menyebabkan hiponatremi yang serius, maka Na harus dimonitor
terutama dalam pemberian infuse dalam volume yang besar.
Tranfusi diberikan bila hematokrik <30%
Insulin diberikan bila kadar gula darah >200mg%

Histamine H2 bloker dan antacid sebaiknya diberikan untuk menjaga pH lambung tetap
7,0.
Terapi Cairan Rumatan
Terapi cairan rumatan (TCR) ini bertujuan untuk memelihara keseimbangan cairan tubuh
dan nutrisi. Diberikan dengan kecepatan 80 ml/jam, sedangakan untuk anak digunakan rumus
4:2:1, yaitu:
0 10 kg

: 4 ml/kgBB/jam

10 20 kg

: tambahkan 2 ml/kgBB/jam

> 20 kg

: tambahkan 1 ml/kgBB/jam

TCR dapat diberikan infuse cairan elektrolit dengan kandungan karbohidrat atau infus
yang hanya mengandungi karbohidrat saja. Larutan elektrolit yang juga mengandungi
karbohidrat ialah larutan KA-EN, dextran+saline, DGAA, Ringers dextrose, dll.
Penatalaksanaan
1. Cairan Preoperative
Status cairan harus dinilai dan dikoreksi sebelum dilakukannya induksi anestesi untuk
mengurangi perubahan kardiovaskuler dekompensasi akut. Penilaian status cairan ini dapat dari :
Anamnesis : Apakah ada perdarahan, muntah, diare, rasa haus, kapan BAK
terakhir,jumlah dan warna.
Pemeriksaan fisik : Didapatkan tanda-tanda obyektif dari status cairan, tekanan darah,
nadi, kulit, berat badan, kulit, abdomen, mata, dan mukosa.
Laboratorium :Pemeriksaan elektrolit, BUN, hematokrit, hemoglobin dan protein.
Defisit cairan diperkirakan dari berat-ringannya dehidrasi yang terjadi.

Pada fasa awal, pasien yang sadar akan mengeluh haus, nadi sedikit meningkat, belum ada
gangguan cairan dan komposisinya serius. Dehidrasi pada fasa in terjadi jika kehilangan
kira-kira 2% BB (1500 ml air).
Fasa moderat, di tandai dengan rasa haus, mukosa kering, otot lemah, nadi cepat, dan
lemah. Terjadi pada kehilangan cairan 6% BB.\
Fasa lanjut/dehidrasi berat, ditandai adanya tanda-tanda shock kardiosirkulasi, terjadi pada
kehilangan cairan 7-15% BB. Kegagalan penggantian cairan dan elektrolit, biasanya
menyebabkan kematian. Biasanya pada kehilangan cairan 15% BB atau lebih.
Defisit cairan karena persiapan pembedahan dan anestesi (puasa, lavement) harus
diperhitungkan dan sedapat mungkin segera diganti pada masa pra-bedah sebelum induksi.
Setelah dari sisa defisit yang masih ada diberikan pada jam pertama pembedahan, sedangkan
sisanya diberikan pada jam kedua berikutnya. Kehilangan cairan di ruang ECF ini cukup diganti
dengan cairan hipotonis seperti garam fisiologis, Ringer Laktat dan Dextrose. Pada penderita
yang karena penyakitnya tidak mendapat nutrisi yang cukup maka sebaiknya diberikan nutrisi
enteral atau parenteral lebih dini lagi. Penderita dewasa yang dipuasakan karena akan
mengalami pembedahan (elektif) harus mendapatkan penggantian cairan sebanyak 2
ml/kgBB/jam lama puasa. Defisit karena perdarahan atau kehilangan cairan (hipovolemik,
dehidrasi) yang seringkali menyertai penyulit bedahnya harus segera diganti dengan melakukan
resusitasi cairan atau rehidrasi sebelum induksi anestesi. Kecuali penilaian terhadap keadaan
umum dan kardiovaskuler, tanda rehidrasi tercapai ialah dengan adanya produksi urine 0,5
ml/kgBB.
2. Terapi cairan selama pembedahan
Jumlah penggantian cairan selama pembedahan dihitung berdasarkan kebutuhan dasar
ditambah dengan kehilangan cairan akibat pembedahan (perdarahan, translokasi cairan dan
penguapan atau evaporasi).

Jenis cairan yang diberikan tergantung kepada prosedur

pembedahannya dan jumlah darah yang hilang.

Pembedahan yang tergolong kecil dan tidak terlalu traumatis misalnya bedah mata
(ekstrasi, katarak) cukup hanya diberikan cairan rumatan saja selama pembedahan.
Pembedahan dengan trauma ringan misalnya: appendektomi dapat diberikan cairan
sebanyak 2 ml/kgBB/jam untuk kebutuhan dasar ditambah 4 ml/kgBB/jam untuk
pengganti akibat trauma pembedahan. Total yang diberikan adalah 6 ml/kgBB/jam berupa
cairan garam seimbang seperti Ringer Laktat atau Normosol-R.
Pembedahan dengan trauma sedang diberikan cairan sebanyak 2 ml/kgBB/jam untuk
kebutuhan dasar

ditambah 8 ml/kgBB/jam untuk pembedahannya.

Total

10

ml/kgBB/jam.
Penggantian darah yang hilang
Kehilangan darah sampai sekitar 20% EBV (EBV = Estimated Blood Volume = taksiran
volume darah), akan menimbulkan gejala hipotensi, takikardi dan penurunan tekanan
vena sentral. Kompensasi tubuh ini akan menurun pada seseorang yang akan mengalami
pembiusan (anestesi) sehingga gejala-gejala tersebut seringkali tidak begitu tampak
karena depresi komponen vasoaktif.
Neonates
Pre Term
Full Term
Bayi

90 ml/kgBB
85 ml/kgBB
80 ml/kgBB

Dewasa
Laki-laki

75 ml/kgBB

Wanita

65 ml/kgBB

Walaupun volume cairan intravaskuler dapat dipertahankan dengan larutan kristaloid,


pemberian transfusi darah tetap harus menjadi bahan pertimbangan berdasarkan:

1. Keadaan umum penderita ( kadar Hb dan hematokrit) sebelum pembedahan


2. Jumlah/penaksiran perdarahan yang terjadi
3. Sumber perdarahan yang telah teratasi atau belum.
4. Keadaan hemodinamik (tensi dan nadi)
5. Jumlah cairan kristaloid dan koloid yang telah diberikan
6. Kalau mungkin hasil serial pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit.
7. Usia penderita
Sebagai patokan kasar dalam pemberian transfusi darah:
1. 1 unit sel darah merah (PRC = Packed Red Cell) dapat menaikkan kadar hemoglobin
sebesar 1gr% dan hematokrit 2-3% pada dewasa.
2. Transfusi 10 cc/kgBB sel darah merah dapat menaikkan kadar hemoglobin 3gr%.
Monitor organ-organ vital dan diuresis, berikan cairan secukupnya sehingga dieresis 1
ml/kgBB/jam.
3. Terapi Cairan dan Elektrolit Pasca Bedah
Terapi cairan pasca bedah ditujukan terutama pada hal-hal di bawah ini:
1. Pemenuhan kebutuhan dasar/harian air, elektrolit dan kalori/nutrisi. Kebutuhan air untuk
penderita di daerah tropis dalam keadaan basal sekitar 50 ml/kgBB/24 jam. Pada hari
pertama pasca bedah tidak dianjurkan pemberian kalium karena adanya pelepasan
kalium dari sel/jaringan yang rusak, proses katabolisme dan transfusi darah. Akibat stress
pembedahan, akan dilepaskan aldosteron dan ADH yang cenderung menimbulkan retensi
air dan natrium. Oleh sebab itu, pada 2-3 hari pasca bedah tidak perlu pemberian
natrium. Penderita dengan keadaan umum baik dan trauma pembedahan minimum,
pemberian karbohidrat 100-150 mg/hari cukup memadai untuk memenuhi kebutuhan

kalori dan dapat menekan pemecahan protein sampai 50% kadar albumin harus
dipertahankan melebihi 3,5 gr%. Penggantian cairan pasca bedah cukup dengan cairan
hipotonis dan bila perlu larutan garam isotonis. Terapi cairan ini berlangsung sampai
penderita dapat minum dan makan.
2. Mengganti kehilangan cairan pada masa pasca bedah:
Akibat demam, kebutuhan cairan meningkat sekitar 15% setiap kenaikan 1C suhu tubuh.
Adanya pengeluaran cairan lambung melalui sonde lambung atau muntah.
Penderita dengan hiperventilasi atau pernapasan melalui trakeostomi dan humidifikasi.

3. Melanjutkan penggantian defisit cairan pembedahan dan selama pembedahan yang belum
selesai. Bila kadar hemoglobin kurang dari 10 gr%, sebaiknya diberikan transfusi darah
untuk memperbaiki daya angkut oksigen.
4. Koreksi terhadap gangguan keseimbangan yang disebabkan terapi cairan tersebut.
Monitoring organ-organ vital dilanjutkan secara seksama meliputi tekanan darah,
frekuensi nadi, diuresis, tingkat kesadaran, diameter pupil, jalan nafas, frekuensi nafas,
suhu tubuh dan warna kulit

Anda mungkin juga menyukai