TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 Stroke
2.1.1 Definisi
Menurut WHO, stroke adalah manifestasi klinis dari gangguan fungsi otak,
baik fokal maupun menyeluruh (global) yang berlangsung dengan cepat, dengan
gejala-gejala yang berlangsung selama lebih dari 24 jam atau menyebabkan
kematian tanpa adanya penyebab lain selain daripada gangguan vaskular (Junaidi,
2003).
2.1.2 Klasifikasi Stroke
Dikenal bermacam-macam klasifikasi stroke, semuanya berdasarkan atas
gambaran klinik, patologi anatomi, sistem pembuluh darah dan stadiumnya. Dasar
klasifikasi yang berbeda-beda ini perlu, sebab setiap jenis stroke mempunyai cara
pengobatan, preventif dan prognosa yang berbeda, walaupun patogenesisnya
serupa (Misbach, 1999).
Menurut Junaidi (2003), klasifikasi stroke antara lain:
1. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya :
a. Stroke Iskemik yaitu penyakit stroke yang terjadi oleh karena suplai
darah ke otak terhambat atau berhenti. Terdiri dari: Transient Ischemic
Attack (TIA), trombosis serebri, emboli serebri.
b. Stroke Hemoragik yaitu penyakit stroke yang terjadi oleh karena
pecahnya pembuluh darah di otak terdiri dari perdarahan intraserebral,
perdarahan subarakhnoid.
Sumber: Caplan,2006
Gambar 2.1. Stroke Iskemik
2. Stroke Hemoragik (10 15%) yang terdiri dari :
a. Perdarahan Intraserebral ( PIS )
2.2.2 Etiologi
Menurut Biller (2000) etiologi stroke iskemik adalah sebagai berikut :
TIA.
Aterosklerosis cenderung terjadi pada daerah reduced shear, seperti
bagian lateral arteri karotis. Secara primer, itu menyerang pembuluh darah
yang besar ke ekstrakranial maupun intrakanial. Sekitar 80% stroke iskemik
terjadi pada sirkulasi anterior karotis dan 20 % pada vertebrobasiler atau
sirkulasi posterior.
b. Penetrasi arteri kecil (lakunar)
Hipertensi arterial dalam jangka waktu yang lama mempengaruhi penetrasi
pembuluh darah kecil intrakranial secara primer. Hal ini dapat mencetuskan
hipertrofi media dan deposisi materi fibrinoid ke dalam dinding pembuluh darah
(nekrosis fibrinoid), yang dapat menyebabkan oklusi. Lakunar adalah infark
iskemik kecil pada daerah dalam ataupun batang otak yang diameternya berkisar
antara 0,5 sampai 15,0 mm dan dihasilkan dari lipohyalinosis dari penetrating
artery atau cabang yang berhubungan dengan hipertensi arterial pada jangka
waktu yang lama.
c. Kardioembolisme
Oklusi emboli dari pembuluh darah intrakranial dapat disebabkan oleh
meningkatnya material dari proksimal, umumnya dari jantung, aorta, arteri
karotis, arteri vertebralis, dan jarang dari vena sistemik. Emboli yang berasal dari
jantung menyebabkan kira-kira 15% dari seluruh kasus stroke iskemik.
Identifikasi asal mula emboli pada jantung ini sangat berguna untuk menentukan
peengobatan ke depannya. Namun, bagaimanapun penemuan potensi asal mula
kardioemboli tidak cukup untuk mendiagnosa infark serebri tipe emboli, karena
banyak
masalah
jantung
lainnya
dapat
terjadi
bersama
sterosklerosis
serebrovaskular.
d. Mekanisme hemodinamik
Mekanisme lain iskemik dari kerusakan sistem saraf pusat adalah
menurunnya tekanan perfusi sistemik yang akan menyebabkan berkurangnya
aliran darah ke otak. Hal ini umumnya terjadi akibat gagalnya pompa jantung atau
hipotensi sistemik.
e. Vaskulopati nonaterosklerotik
Beberapa bentuk nonaterosklerotik yang terbentuk dari vaskulopati
merupakan faktor predisposisi terjadinya stroke iskemik. Vaskulopati disini
termasuk diseksi arteri servikosefalika, moyamoya, displasia fibromuskular, dan
vaskulitis serebral. Keadaan yang tidak biasa ini temasuk 5% dari kasus stroke
iskemik. Kebanyakan kelainan terjadi apada anak anak dan dewasa muda.
f. Gangguan hiperkoagulabilitas
Perubahan dalam hemostasis telah dihubungkan dengan peningkatan resiko
stroke iskemik. Kondisi ini termasuk defisiensi protein antikoagulan seperti
antitrombin III, protein C, protein S, resistensi protein C teraktivasi, mutasi faktor
V Leiden, mutasi prothrombin G20210, dan kofaktor heparin II; gangguan sistem
fibrinogen atau fibrinolitik; dan status hiperkoalugasi sekunder pada kasus
sindroma
nefrotik,
polisitemia
vera,
sickle
cell
disease,
thrombotic
10
11
Akibat penurunan CBF (Cerebral Blood Flow) ada daerah di otak yang
terisolasi dan tidak mendapatkan suplai aliran darah yang mengangkut oksigen
dan glukosa yang sangat diperlukan untuk metabolisme oksidatif serebral. Daerah
yang terisolasi itu tidak berfungsi lagi dan menimbulkan manifestasi klinis defisit
neurologis yang biasanya berupa berupa hemiparalisis, hemihipestesia
hemiparestesia yang bisa juga disertai defisit fungsi luhur seperti afasia.
(Mardjono, 2006).
Jika CBF regional tersumbat secara parsial, maka daerah tersebut akan
kekurangan oksigen. Daerah tersebut disebut daerah iskemik. Pada daerah
tersebut, akan didapati tekanan perfusi yang rendah, PO 2 turun, penimbunan CO2
dan asam laktat. Auto regulasi dan kelola vasomotor pada daerah tersebut akan
berusaha menanggulangi keadaan iskemik dengan menyebabkan vasodilatasi
maksimal. Pada umumnya, hanya pada perbatasan daerah iskemik saja bisa
dihasilkan vasodilatas kolateral, sehingga daerah tersebut dapat diselamatkan dari
kematian. Tetapi autoregulasi dan kelola vasomotor tidak mampu menanggulangi
area pusat iskemik. Disitu akan berkembang proses degenerasi yang irreversibel.
Semua pembuluh darah di daerah pusat iskemik kehilangan tonus, sehingga
berada dalam keadaan vasoparalisis. Keadaaan ini masih dapat diperbaiki, karena
sel-sel otot polos pembuluh darah bisa bertahan dalam keadaan anoksik yang
cukup lama. Tetapi sel-sel saraf di daerah iskemik tersebut tidak mampu bertahan
lama. Pembengkakan sel dengan pembengkakan serabut saraf dan selubung
mielinnya merupakan reaksi degeneratif dini. Kemudian disusul dengan
diapedesis eritrosit dan leukosit. Akhirnya sel-sel saraf akan musnah
(Mardjono,2006).
Umumnya penderita dengan stroke iskemik memiliki aterosklerosis
serebrovaskular. Oleh karena itu, mekanisme dari iskemik dihasilkan dari oklusi
trombosis vaskular, embolisasi dari debris aterosklerosis, atau gangguan
hemodinamik yang menyebabkan hipoperfusi fokal pada area dimana sirkulasi
inadekuat ( Biller, 2000).
2.2.5 Manifestasi klinis
12
Tanda utama stroke adalah munculnya secara mendadak satu atau lebih
defisit neurologik fokal. Defisit tersebut mungkin mengalami perbaikan dengan
cepat, mengalami perburukan progresif, atau menetap. Gejala umum berupa baal
atau lemas mendadak di wajah, lengan, tungkai, terutama di salah satu sisi tubuh;
gangguan penglihatan seperti penglihatan ganda atau kesulitan melihat pada satu
atau kedua mata; bingung mendadak; tersandung selagi berjalan, pusing
bergoyang, hlangnya keseimbangan atau koordinasi; dan nyeri kepala mendadak
tanpa kausa yang jelas (Hartwig,2006).
Kemudian, menurut pembuluh darah dan letaknya, manifestasi klinis stroke
iskemik ini dibagi menjadi :
a. Arteria Karotis Interna
1. Gejala yang timbul umumnya unilateral
2. Dapat terjadi kebutaan sebelah mata (episodik dan disebut amaurosis
fugaks)
3. Gejala sensorik dan motorik di ekstremitas kontralateral
4. Gejala mula mula timbul di ekstremitas atas ( misalnya tangan
lemah,baal)
dan
mungkin
mengenai
wajah
(kelumpuhan
tipe
13
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Tekanan darah
sistolik (mmHg)
< 120
120 139
140 159
160
Tekanan darah
diastolik
(mmHg)
dan < 80
atau 80 - 89
atau 90 99
atau 100
Sumber:Anonymous, 2004
14
Sumber:Anonymous, 2008
Obesitas ini akan meningkatkan resiko penyakit jantung koroner dan
diabetes melitus.
15
2.2.7 Pemeriksaan
a.
Anamnesis
1. Faktor predisposisi
Pada penderita dengan penyakit serebrovaskular harus diperhatikan
faktor resiko yang mungkin ada seperti Transient ischemic Attack,
hipertensi, dan diabetes. Pada wanita, penggunaan kontrasepsi oral telah
dihubungkan dengan penyakit oklusi arteri dan vena cerebri, terutama
dengan hipertensi dan riwayat merokok. Adanya keadaan iskemik atau
penyakit katup jantung ataupun gangguan irama jantung juga harus
16
c. Pemeriksaan neurologis
Gangguan neurologis bisa muncul maupun tidak pada pemeriksaan
neurologis. Defisit kognitif menunjukkan lesi kortikal pada sirkulasi anterior
harus dicari. Sebagai contoh, jika afasia muncul, gangguannya tidak terjadi pada
sirkulasi posterior dan tidak juga infark lakunat. Munculnya gangguan lapangan
pandang menunjukkan tidak adanya infark lakunar. Hemianopia dapat terjadi
karena gangguang sirkulasi anterior maupun posterior. Nistagmus, okular palsy,
17
atau oftalmoplegia internuklear menunjuukan gangguan atau lesi yang terjadi pada
batang otak maupun sirkulasi posterior.
d. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan ini harus dilakukan secara rutin untuk meemukan
penyebab stroke yang dapat diobati dan menyingkirkan kondisi yang
meragukan akan stroke ini. Pemeriksaan yang harus dilakuka adalah hitung
darah lengkap untuk mencari penyebab stroke seperti trombositosis,
trombositopenia, polisitemia, anemia (termasuk penyakit sickle cell
anemia), dan leukositosis. Selain itu, harus dilakukan pemeriksaan laju
endap darah untuk mengetahui kenaikan indikasi dari artertitis dan
vaskulitis lainnya. Penting juga dilakukan pemeriksaan glukosa darah untuk
menilai hipoglikemia atau hiperosmolar non ketotik hiperglikemia yang
dapat timbul dengan tanda tanda fokal neurologis dan mirip dengan stroke
. Selain itu, pemeriksaan ini juga untuk menentukan adanya riwayat diabetes
melitus sebagai salah satu faktor resiko stroke ini. Pada pemeriksaan
laboratorium ini, dapat juga dilakukan pemeriksaan untuk kolesterol, profil
lipid yang kesemuanya untuk mencari faktor resiko dari kasus ini.
Tabel 2.3 Pemeriksaan Laboratorium
Blood counts
Red blood cells
Hemoglobin and hematocrit
White blood cells
Differential count of the various types of white blood cells (polymorphonuclear
cells, lymphocytes, monocytes, eosinophils, basophils)
Platelets
Blood clotting tests
Prothrombin time (PT); often reported in terms of an International Normalized Ratio
(INR)
Accelerated Partial Thromboplastin Time (APTT)
Antithrombin lll, protein C, protein S
Factor V Leiden
Prothrombin gene mutation
Levels of blood factors ll, Vll, VIII, IX, X
Lupus anticoagulant, anticardiolipin antibodies
Blood sugar
Glycosylated hemoglobin- Hemoglobin A1C levels
Blood lipids
Total cholesterol
High and low-density lipoproteins (HDL and LDL)
Triglycerides
18
Lipoprotein a
Heart enzymes
Creatine kinase
cardiac (MB CK) and brain (BB CK) isoenzyme levels, troponin levels
Kidney function
Blood urea nitrogen (BUN)
Creatinine
Liver function
Bilirubin
Alkaline phosphatase
Blood electrolytes
Sodium
Potassium
Calcium
Chloride
Carbon dioxide (CO2)
Homocysteine
Vitamin levels
B12
Folic acid
Inflammatory markers and antibodies
Erythrocyte sedimentation rate (ESR)
C- reactive protein (CRP)
Fibrinogen
Antiphospholipid antibodies
Rheumatoid factor
19
20
Usia
Usia muda 10 40 tahun dan usia tua > 40 tahun (Toole, 1990). Usia tua
21
d. Penyakit jantung
Kematian yang diakibatkan langsung oleh stroke biasanya terjadi pada
minggu minggu pertama setelah onset. Tiga puluh lima persen kematian terjadi
pada 10 hari masuk rumah sakit. Pada fase akut, kematian stroke memiliki dua
puncak. Puncak yang pertama terjadi pada minggu pertama yang terutama
disebabkan karena adanya herniasi tentorial akibat meningkatnya tekanan
intrakranial. Hal tersebut lebih besar probabilitasnya pada kasus perdarahan oleh
karena adanya efek masa dan edema cerebri. Puncak kedua terjadi pada minggu
kedua dan ketiga, yang terutama dipengaruhi oleh faktor sistemik lainnya.
Kematian pada fase ini terutama diakibatkan oleh adanya faktor kardiovaskular
terutama atrium fibrilasi yang secara bermakna berpengaruh pada kematian baik
pada 28 hari pertama, maupun sesudah 1 tahun(Yamaguchi et al., 1992).
e. Hipertensi
Banyak penelitian , walaupun tidak semua, telah menyebutkan bahwa
hipertensi, yang diukur secara manual maupun melalui pembacaan monitor 24
jam pada stroke fase akut dikaitkan dengan outcome yang buruk. Penjelasan dari
penemuan ini belum diberikan secara pasti, walaupun secara spekulatif hipertensi
dapat menginisiasi kejadian berulang dalam waktu yang relatif singkat,
transformasi menjadi perdarahan, ataupun pembentukan edema serebral
(Leonardi-Bee et al., 2002)
Tekanan darah yang tinggi saat terjadinya stroke iskemik akut berhubungan
dengan respon inflamasi yang dapat memperburuk outcome neurologis. Selain itu,
infark serebelum dapat terjadi setelah embolus di suatu arteri yang mengakibatkan
perdarahan. Apabila embolus telah dilenyapkan dari arteri, dinding pembuluh
darah bekas tempat oklusi akan mengalami perlemahan selama beberapa hari
pertama setelah oklusi dan dapat mengalami perdarahan atau kebocoran jika
hipertensi tidak dikendalikan dan dapat menyebabkan kerusakan lebih lanjut
(Hartwig, 2006).
f. Hiperglikemi
Saat stroke iskemik terjadi metabolisme anaerob yang menghasilkan asam
laktat yang bersifat neurotoksik. Untuk itu kadar glukosa perlu dipertahankan
pada kadar normal. Peningkatan kadar glukosa darah sering dihubungkan dengan
22
tingginya angka kesakitan dan kematian pada stroke iskemik akut pada tipe
nonlakunar. Kadar glukosa darah yang tinggi dikaitkan dengan meningkatnya
kejadian perdarahan (hemoragik) setelah iskemik (Toole, 1990)
Walaupun bukan penemuan universal, hiperglikemia setelah kejadian stroke
telah dikaitkan dengan outcome yang buruk dan terutama berpengaruh pada
penderita tanpa diabetes. Hiperglikemia akut diprediksi meningkatkan resiko
kematian di rumah sakit setelah stroke iskemik pada penderita non diabetik dan
memperburuk outcome fungsional pada penderita non diabetik yang bertahan
hidup (Capes et al, 2001).
g. Kesadaran
Tingkat kesadaran penderita saat onset mempengaruhi baik buruknya
outcome stroke. Parameter kesadaran yang paling lazim digunakan adalah
Glasgow Coma Scale (GCS) dengan penilaian 3 komponen, yakni mata (E, 4
poin), motorik (M, 6 poin), dan verbal (V, 5 poin). Berikut ini adalah interpretasi
skala GCS :
a. Skor 14-15 : compos mentis
b. Skor 12-13 : apatis
c. Skor 11-12 : somnolent
d. Skor 8-10 : stupor
e. Skor < 5 : koma.
Penyembuhan stroke iskemik diprediksi akan berjalan baik jika GCS
penderita ketika onset > 11 (Hartwig, 2006).
23
Trombosis
Gambaran CT Scan :
Infark lakunar
Teritorial arteri cerebri media
Stroke Iskemik Fase Akut
Teritorial arteri cerebri anterior
Teritorial arteri cerebri posterior
Impairment
Outcome Stroke Iskemik Akut
(Tabel Bartel Index dan Tabel NIHSS)
Disability
Handicaps