Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Stroke
2.1.1 Definisi
Menurut WHO, stroke adalah manifestasi klinis dari gangguan fungsi otak,
baik fokal maupun menyeluruh (global) yang berlangsung dengan cepat, dengan
gejala-gejala yang berlangsung selama lebih dari 24 jam atau menyebabkan
kematian tanpa adanya penyebab lain selain daripada gangguan vaskular (Junaidi,
2003).
2.1.2 Klasifikasi Stroke
Dikenal bermacam-macam klasifikasi stroke, semuanya berdasarkan atas
gambaran klinik, patologi anatomi, sistem pembuluh darah dan stadiumnya. Dasar
klasifikasi yang berbeda-beda ini perlu, sebab setiap jenis stroke mempunyai cara
pengobatan, preventif dan prognosa yang berbeda, walaupun patogenesisnya
serupa (Misbach, 1999).
Menurut Junaidi (2003), klasifikasi stroke antara lain:
1. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya :
a. Stroke Iskemik yaitu penyakit stroke yang terjadi oleh karena suplai
darah ke otak terhambat atau berhenti. Terdiri dari: Transient Ischemic
Attack (TIA), trombosis serebri, emboli serebri.
b. Stroke Hemoragik yaitu penyakit stroke yang terjadi oleh karena
pecahnya pembuluh darah di otak terdiri dari perdarahan intraserebral,
perdarahan subarakhnoid.

2. Berdasarkan stadium/pertimbangan waktu :


5

a. Serangan iskemik sepintas/TIA


Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan
peredaran darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam
b. Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih
lama dari 24 jam, tetapi tidak lebih dari seminggu.
3. Progressive stroke atau stroke in evolution
Gejala neurologik yang makin lama makin berat.
4. Complete stroke
Gejala klinis sudah menetap
5. Berdasarkan sistem pembuluh darah :
a. Sistem karotis
b. Sistem vertebrobasiler
Untuk penggunaan klinis yang lebih praktis lagi adalah klasifikasi dari New
York Neurological Institute, dimana stroke menurut mekanisme terjadinya dibagi
dalam dua bagian besar, yaitu (Caplan, 2006):
1. Stroke Iskemik (85%) yang berdasarkan penyebabnya terdiri dari :
a. Trombosis ( 75 80% )
b. Emboli ( 15 20% )
c. Lain lain ( 5% ) : vaskulitis, koagulopati, hipoperfusi

Sumber: Caplan,2006
Gambar 2.1. Stroke Iskemik
2. Stroke Hemoragik (10 15%) yang terdiri dari :
a. Perdarahan Intraserebral ( PIS )

b. Perdarahan Sub Arachnoidal ( PSA )


Sumber:Caplan,2006
Gambar 2.2. Stroke hemoragik
Pada penelitian ini, dikarenakan objek pada penelitian ini adalah penderita
stroke iskemik akut, maka penulis akan lebih mendalami tentang stroke iskemik.
2.2 Stroke Iskemik
2.2.1 Definisi
Stroke iskemik adalah stroke yang terjadi akibat obstruksi atau bekuan di
satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat disebabkan
oleh bekuan (trombus) yang terbentu di dalam pembuluh otak atau pembuluh atau
organ distal, emboli dari pembuluh darah besar dan jantung dan vasokontriksi
(Hartwig, 2006)
Stroke iskemik adalah sutu defisit neurologis yang berlangsung secara tiba
tiba yang disebabkan oleh oklusi pembuluh darah fokal yang menyebabkan
berkurangnya suplai oksigen dan glukosa ke otak dan selanjutnya terjadi
kegagalan proses metabolisme di daerah yang terlibat (Hacke et al., 2003).

2.2.2 Etiologi
Menurut Biller (2000) etiologi stroke iskemik adalah sebagai berikut :

a. Ateroskelosis arteri besar


Infark aterosklerosis arteri besar hampir selalu terjadi pada penderita yang
memiliki faktor resiko yang signifikan untuk aterosklerosis serebrovaskular
seperti, hipertensi arterial, merokok, diabetes, bruit karotis asimpomatik, stenosis
karotis asimptomatis, dan transient ischemic attacks (TIAs).
TIA diartikan sebagai defisit fokal neurologis sementara, yang terkait
dengan iskemik otak maupun retina, yang terjadi sebelum 24 jam.
Sebelumnya, TIA terjadi hanya beberapa menit saja. TIA yang melibatkan
sirkulasi karotis anterior harus dapat dibedakan dengan yang melibatkan
posterior atau sirkulasi vertebrobasiler. Sekitar 50% TIA terjadi pada pasien
dengan aterotrombosis infark serebri. TIA adalah salah satu faktor resiko
terjadinya stroke. Resiko terjadinya stroke pada penderita dengan riwayat
TIA meningkat 3 kali lipat daripada pasien yang tidak memiliki riwayat

TIA.
Aterosklerosis cenderung terjadi pada daerah reduced shear, seperti
bagian lateral arteri karotis. Secara primer, itu menyerang pembuluh darah
yang besar ke ekstrakranial maupun intrakanial. Sekitar 80% stroke iskemik
terjadi pada sirkulasi anterior karotis dan 20 % pada vertebrobasiler atau

sirkulasi posterior.
b. Penetrasi arteri kecil (lakunar)
Hipertensi arterial dalam jangka waktu yang lama mempengaruhi penetrasi
pembuluh darah kecil intrakranial secara primer. Hal ini dapat mencetuskan
hipertrofi media dan deposisi materi fibrinoid ke dalam dinding pembuluh darah
(nekrosis fibrinoid), yang dapat menyebabkan oklusi. Lakunar adalah infark
iskemik kecil pada daerah dalam ataupun batang otak yang diameternya berkisar
antara 0,5 sampai 15,0 mm dan dihasilkan dari lipohyalinosis dari penetrating
artery atau cabang yang berhubungan dengan hipertensi arterial pada jangka
waktu yang lama.
c. Kardioembolisme
Oklusi emboli dari pembuluh darah intrakranial dapat disebabkan oleh
meningkatnya material dari proksimal, umumnya dari jantung, aorta, arteri
karotis, arteri vertebralis, dan jarang dari vena sistemik. Emboli yang berasal dari
jantung menyebabkan kira-kira 15% dari seluruh kasus stroke iskemik.

Identifikasi asal mula emboli pada jantung ini sangat berguna untuk menentukan
peengobatan ke depannya. Namun, bagaimanapun penemuan potensi asal mula
kardioemboli tidak cukup untuk mendiagnosa infark serebri tipe emboli, karena
banyak

masalah

jantung

lainnya

dapat

terjadi

bersama

sterosklerosis

serebrovaskular.
d. Mekanisme hemodinamik
Mekanisme lain iskemik dari kerusakan sistem saraf pusat adalah
menurunnya tekanan perfusi sistemik yang akan menyebabkan berkurangnya
aliran darah ke otak. Hal ini umumnya terjadi akibat gagalnya pompa jantung atau
hipotensi sistemik.
e. Vaskulopati nonaterosklerotik
Beberapa bentuk nonaterosklerotik yang terbentuk dari vaskulopati
merupakan faktor predisposisi terjadinya stroke iskemik. Vaskulopati disini
termasuk diseksi arteri servikosefalika, moyamoya, displasia fibromuskular, dan
vaskulitis serebral. Keadaan yang tidak biasa ini temasuk 5% dari kasus stroke
iskemik. Kebanyakan kelainan terjadi apada anak anak dan dewasa muda.
f. Gangguan hiperkoagulabilitas
Perubahan dalam hemostasis telah dihubungkan dengan peningkatan resiko
stroke iskemik. Kondisi ini termasuk defisiensi protein antikoagulan seperti
antitrombin III, protein C, protein S, resistensi protein C teraktivasi, mutasi faktor
V Leiden, mutasi prothrombin G20210, dan kofaktor heparin II; gangguan sistem
fibrinogen atau fibrinolitik; dan status hiperkoalugasi sekunder pada kasus
sindroma

nefrotik,

polisitemia

vera,

sickle

cell

disease,

thrombotic

thrombocytopenic purpura (TTP), dan hemoglobinuria paroksismal nokturnal.


Status hiperkoagulabilitas ini bisa terlihat pada penderita dengan sindrom
antifosfolipid antibodi. Seluruh gangguan ini hanya terhitung sebanyak 1% dari
seluruh kasus stroke iskemik dan 2% hingga 7% dari kasus stroke iskemik pada
dewasa muda.

2.2.3 Klasifikasi Stroke Iskemik


Berdasarkan penyebabnya, terdapat empat subtipe dasar pada stroke iskemik
ini, yakni :
a. Stroke Lakunar

10

Infark lakunar terjadi karena penyakit pembuluh halus hipertensif dan


menyebabkan sindrom stroke yang biasanya muncul dalam beberapa jam atau
kadang kadang lebih lama. Infark lakunar merupakan infark yang terjadi setelah
oklusi aterotrombotik atau hialin-lipid salah satu dari cabang-cabang penetrans
sirkulus Willisi, arteria serebri media, atau arteria vertebralis dan basilaris
(Hartwig, 2006).
b. Stroke Trombotik Pembuluh Besar
Trombosis pembuluh besar dengan aliran lambat berkaitan dengan lesi
aterosklerotik yang menyebabkan penyempitan atau stenosis di arteria karotis
interna, atau yang lebih jarang, di pangkal arteria serebri media atau di taut arteria
vertebralis dan basilaris serta defisit perfusi yang dapat terjadi pada reduksi
mendadak curah jantung atau tekanan darah sistemik (Hartwig, 2006).
c. Stroke Embolik
Stroke embolik diklasifikasikan berdasarkan arteri yang terlibat atau asal
embolus. Asal stroke embolik

dapat suatu arteri distal atau jantung (stroke

kardioembolik). Stroke yang terjadi akibat

embolus biasanya menimbulkan

defisit neurologik mendadak dengan efek maksimum sejak awitan penyakit


(Hartwig, 2006).
d. Stroke Kriptogenik
Stroke iskemik akibat sumbatan mendadak pembuluh intrakranium besar
tetapi tanpa penyebab yang jelas. Sumber stroke jenis ini tersembunyi bahkan
setelah dilakukan pemeriksaan diagnostik dan evaluasi klinis yang ekstensif.
Namun, sebagian besar stroke yang kausanyatidak jelas terjadi pada pasien yang
profil klinisnya tidak dapat dibedakan dari mereka yang mengidap aterotrombosis
(Hartwig, 2006).
2.2.4 Patofisiologi
Patogenesis stroke iskemik dapat dikonsepkan sebagai kekurangan aliran
darah pada sebuah daerah focal di otak, termasuk material yang terkandung, yaitu
glukosa dan oksigen. Aliran darah normal adalah 50 55 mL / 100 gram jaringan
otak per menit. Proses pencetusan transmisi sinaptik gagal terjadi apabila aliran
darah ke otak (Cerebral Blood Flow) menurun sekitar 8 10 mL / 100 gr jaringan
otak per menit. Pada level ini, kematian neuronal dapat terjadi. Daerah pada otak
yang mengalami pengurangan suplai darah mulai dari 8 18 mL / 100 gr jaringan
otak per menit disebut sebagai daerah penumbra iskemik (Biller, 2000).

11

Akibat penurunan CBF (Cerebral Blood Flow) ada daerah di otak yang
terisolasi dan tidak mendapatkan suplai aliran darah yang mengangkut oksigen
dan glukosa yang sangat diperlukan untuk metabolisme oksidatif serebral. Daerah
yang terisolasi itu tidak berfungsi lagi dan menimbulkan manifestasi klinis defisit
neurologis yang biasanya berupa berupa hemiparalisis, hemihipestesia
hemiparestesia yang bisa juga disertai defisit fungsi luhur seperti afasia.
(Mardjono, 2006).
Jika CBF regional tersumbat secara parsial, maka daerah tersebut akan
kekurangan oksigen. Daerah tersebut disebut daerah iskemik. Pada daerah
tersebut, akan didapati tekanan perfusi yang rendah, PO 2 turun, penimbunan CO2
dan asam laktat. Auto regulasi dan kelola vasomotor pada daerah tersebut akan
berusaha menanggulangi keadaan iskemik dengan menyebabkan vasodilatasi
maksimal. Pada umumnya, hanya pada perbatasan daerah iskemik saja bisa
dihasilkan vasodilatas kolateral, sehingga daerah tersebut dapat diselamatkan dari
kematian. Tetapi autoregulasi dan kelola vasomotor tidak mampu menanggulangi
area pusat iskemik. Disitu akan berkembang proses degenerasi yang irreversibel.
Semua pembuluh darah di daerah pusat iskemik kehilangan tonus, sehingga
berada dalam keadaan vasoparalisis. Keadaaan ini masih dapat diperbaiki, karena
sel-sel otot polos pembuluh darah bisa bertahan dalam keadaan anoksik yang
cukup lama. Tetapi sel-sel saraf di daerah iskemik tersebut tidak mampu bertahan
lama. Pembengkakan sel dengan pembengkakan serabut saraf dan selubung
mielinnya merupakan reaksi degeneratif dini. Kemudian disusul dengan
diapedesis eritrosit dan leukosit. Akhirnya sel-sel saraf akan musnah
(Mardjono,2006).
Umumnya penderita dengan stroke iskemik memiliki aterosklerosis
serebrovaskular. Oleh karena itu, mekanisme dari iskemik dihasilkan dari oklusi
trombosis vaskular, embolisasi dari debris aterosklerosis, atau gangguan
hemodinamik yang menyebabkan hipoperfusi fokal pada area dimana sirkulasi
inadekuat ( Biller, 2000).
2.2.5 Manifestasi klinis

12

Tanda utama stroke adalah munculnya secara mendadak satu atau lebih
defisit neurologik fokal. Defisit tersebut mungkin mengalami perbaikan dengan
cepat, mengalami perburukan progresif, atau menetap. Gejala umum berupa baal
atau lemas mendadak di wajah, lengan, tungkai, terutama di salah satu sisi tubuh;
gangguan penglihatan seperti penglihatan ganda atau kesulitan melihat pada satu
atau kedua mata; bingung mendadak; tersandung selagi berjalan, pusing
bergoyang, hlangnya keseimbangan atau koordinasi; dan nyeri kepala mendadak
tanpa kausa yang jelas (Hartwig,2006).
Kemudian, menurut pembuluh darah dan letaknya, manifestasi klinis stroke
iskemik ini dibagi menjadi :
a. Arteria Karotis Interna
1. Gejala yang timbul umumnya unilateral
2. Dapat terjadi kebutaan sebelah mata (episodik dan disebut amaurosis
fugaks)
3. Gejala sensorik dan motorik di ekstremitas kontralateral
4. Gejala mula mula timbul di ekstremitas atas ( misalnya tangan
lemah,baal)

dan

mungkin

mengenai

wajah

(kelumpuhan

tipe

supranukleus). Apabila lesi di hemisfer dominan, maka terjadi afasia


ekspresif karena keterlibatan daerah bicara-motorik Broca
b. Arteria Cerebri Media
1. Hemiparesis atau monoparesis kontralateral (biasanya mengenai lengan)
2. Kadang kadang hemianopsia (kebutaan) kontralateral
3. Afasia global (apabila hemisfer dominan terkena): gangguan semua
fungsi yang berkaitan dengan bicara dan komunikasi
4. Disfasia
c. Arteri Cerebri Anterior
1. Kebingungan adalah gejala utama
2. Kelumpuhan kontralateral yang lebih besar di tungkai : lengan proksimal
juga mungkin terkena; gerakan volunteer tungkai yang bersangkutan
terganggu
3. Defisit sensorik kontralateral
4. Demensia, gerakan menggenggam, refleks patologik (disfungsi lobus
frontalis)
d. Arteri Cerebri Posterior
1. Koma
2. Hemiparesis kontralateral
3. Afasia visual atau buta kata (aleksia)
4. Kelumpuhan saraf kranial ketiga:hemianopsia, koreoatetosis
e. Sistem Vertebrobasiler

13

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Kelumpuhan di satu sampai keempat ekstremitas


Meningkatnya refleks tendon
Ataksia
Tanda babinski bilateral
Gejala-gejala serebelum seperti tremor intention, vertigo
Disfagia
Disatria
Sinkop, stupor, koma, pusing, gangguan daya ingat, disorientasi
Gangguan penglihatan (diplopia, nistagmus, ptosis, paralisis satu gerakan

mata, hemianopsia homonim)


10. Tinitus, gangguan pendengaran
11. Rasa baal di wajah, mulut, atau lidah
2.2.6 Faktor Resiko
Menurut WHO pada tahun 2010, faktor resiko stroke dapat dikategorikan
menjadi :
a. Faktor resiko mayor yang dapat dimodifikasi :
1. Hipertensi
Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik di atas
140 mmHg dan / atau tekanan diastolik diatas 90 mmHg (JNC VII, 2004).
Menurut JNC VII, klasifikasi hipertensi bagi dewasa adalah :
Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi menurut JNC VII:
Klasifikasi
Normal
Prehipertensi
Hipertensi Stage I
Hipertensi Stage II

Tekanan darah
sistolik (mmHg)
< 120
120 139
140 159
160

Tekanan darah
diastolik
(mmHg)
dan < 80
atau 80 - 89
atau 90 99
atau 100

Sumber:Anonymous, 2004

Hubungan antara tekanan darah dan resiko penyakit kardiovaskular


berkesinambungan, konsisten, dan bebas dari faktor resiko lainnya. Semakin
tinggi tekanan darah, semakin tinggi pula kemungkinan terkena serangan jantung,
gagal jantung, stroke, dan penyakit ginjal (Anonymous,2004).
2. Gangguan lipid darah

14

Tingginya angka kolesterol total , LDL kolesterol, dan trigliserida, dan


rendahnya angka HDL kolesterol meningkatkan resiko penyakit jantung koroner
dan stroke iskemik (Anonymous, 2010b).
3. Merokok
Resiko penyakit kardiovaskular akan meningkat pada perokok yang mulai
merokok pada usia muda ataupun perokok berat(Anonymous, 2010b).
4. Inaktivitas fisik
Latihan fisik terkait dengan perpanjangan, kebebasan dan faktor genetik.
Aktifitas fisik bahkan pada usia tua dapat menurunkan resiko penyakit jantung
koroner, diabetes, hipertensi, dan obesitas, dapat menurunkan tingkat stres,
kecemasan dan depresi, dan meningkatkan profil lipid. Hal ini juga menurunkan
resiko kanker kolon, kanker payudara, dan stroke iskemik. Inaktivitas fisik dapat
meningkatkan resiko terhadap penyakit jantung koroner dan stroke iskemik
sampai 1,5 kali (Anonymous, 2010b).
5. Obesitas
Obesitas dan kelebihan berat badan (overweight) diukur dengan tabel massa
indeks tubuh ( Body Mass Index/BMI), yaitu tabel yang menghubungkan antara
tinggi dan berat badan seseorang untuk mengetahui ideal tidaknya hubungan
tersebut. Penghitungan ini dilakukan dengan melakukan rumus :
BMI =

berat badan(dalam kg)


2
tinggi badan(dalam meter )

Hasil yang didapatkan dapat dimasukkan ke tabel berikut :


Tabel 2.2. Kategori hasil BMI menurut WHO
Hasil BMI
Status
< 18,5
kurus
18,5 24,9
normal
25 29,9
kelebihan berat badan
>30
obesitas

Sumber:Anonymous, 2008
Obesitas ini akan meningkatkan resiko penyakit jantung koroner dan
diabetes melitus.

15

6. Diet yang tidak sehat


Ketersediannya makanan, dan perubahan pola makan, dan menurunnya
aktivitas fisik dapat meningkatkan resiko penyakit kardiovaskular, hipertensi,
stroke, dan lain-lain sebagainya. Rendahnya konsumsi serat sayur maupun buahbuahan terjadi sekitar 20 % pada penderita dengan penyakit kardiovaskular di
seluruh dunia (Anonymous, 2010b).
7. Diabetes Melitus
Penyakit diabetes melitus adalah faktor resiko mayor terjadinya penyakit
jantung koroner dan stroke(Anonymous, 2010b).
b.

Faktor resiko yang dapat dimofikasi lainnya :


1. Status sosioekonomi yang rendah
2. Gangguan mental
3. Stress psikososial
4. Konsumsi alkohol
5. Konsumsi obat-obatan tertentu
6. Lipoptrotein
7. Penyakit jantung ( hipertrofi ventrikel kiri, dan lain lain )

c. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi


1. Usia tua
2. Riwayat keluarga
3. Jenis kelamin
4. Ras

2.2.7 Pemeriksaan
a.

Anamnesis
1. Faktor predisposisi
Pada penderita dengan penyakit serebrovaskular harus diperhatikan
faktor resiko yang mungkin ada seperti Transient ischemic Attack,
hipertensi, dan diabetes. Pada wanita, penggunaan kontrasepsi oral telah
dihubungkan dengan penyakit oklusi arteri dan vena cerebri, terutama
dengan hipertensi dan riwayat merokok. Adanya keadaan iskemik atau
penyakit katup jantung ataupun gangguan irama jantung juga harus

16

diperhatikan. Selain hal di atas, pemeriksa juga harus menanyakan


gangguan sistemik lainnya yang melibatkan darah atau pembuluh darah.
2. Onset
Perlu ditanyakan kapan terjadinya serangan agar diketahui pada
keadaan apa penderita datang.
3. Gejala
Penemuan gejala klinis seperti yang telah dibahas di atas.
b. Pemeriksaan fisik
1. Pemeriksaan fisik umum
Pemeriksaan fisik pada penderita dengan penyakit cerebrovaskular
harus fokus untuk mencari penyebab sistemiknya khusunya yang dapat
ditangani.
Tekanan darah harus diukur untuk mencari apakah ada hipertensi
sebagai faktor resiko stroke dan dibandingkan pada kedua sisi lengan
yang dapat menunjukkan perbedaan jika terjadi aterosklerosis pada

lengkung aorta atau penyakit koarktasio aorta.


Pemeriksaan oftalmoskop retina dapat membuktikan embolisasi pada
sirkulasi anterior dalam bentuk emboli yang dapat terlihat pada

pembuluh darah retina.


Pemeriksaan leher untuk melihat ada atau tidaknya nadi carotis, dan
adanya bising (bruit) carotis. Penurunan pulsasi arteri karotis pada

leher menunjukkan adanya gangguan pada arteri karotis interna.


Pemeriksaan jantung dilakukan untuk mencari kelainan irama jantung
yang terkait dengan penyakit pembuluh darah. Keduanya merupakan

faktor predisposisi terjadinya embolisasi dari jantung ke otak.


Palpasi ateri temporal berguna untuk melihat arteritis sel besar, yang
mana pembuluh darahnya noduler dan tidak memiliki pulsasi

c. Pemeriksaan neurologis
Gangguan neurologis bisa muncul maupun tidak pada pemeriksaan
neurologis. Defisit kognitif menunjukkan lesi kortikal pada sirkulasi anterior
harus dicari. Sebagai contoh, jika afasia muncul, gangguannya tidak terjadi pada
sirkulasi posterior dan tidak juga infark lakunat. Munculnya gangguan lapangan
pandang menunjukkan tidak adanya infark lakunar. Hemianopia dapat terjadi
karena gangguang sirkulasi anterior maupun posterior. Nistagmus, okular palsy,

17

atau oftalmoplegia internuklear menunjuukan gangguan atau lesi yang terjadi pada
batang otak maupun sirkulasi posterior.
d. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan ini harus dilakukan secara rutin untuk meemukan
penyebab stroke yang dapat diobati dan menyingkirkan kondisi yang
meragukan akan stroke ini. Pemeriksaan yang harus dilakuka adalah hitung
darah lengkap untuk mencari penyebab stroke seperti trombositosis,
trombositopenia, polisitemia, anemia (termasuk penyakit sickle cell
anemia), dan leukositosis. Selain itu, harus dilakukan pemeriksaan laju
endap darah untuk mengetahui kenaikan indikasi dari artertitis dan
vaskulitis lainnya. Penting juga dilakukan pemeriksaan glukosa darah untuk
menilai hipoglikemia atau hiperosmolar non ketotik hiperglikemia yang
dapat timbul dengan tanda tanda fokal neurologis dan mirip dengan stroke
. Selain itu, pemeriksaan ini juga untuk menentukan adanya riwayat diabetes
melitus sebagai salah satu faktor resiko stroke ini. Pada pemeriksaan
laboratorium ini, dapat juga dilakukan pemeriksaan untuk kolesterol, profil
lipid yang kesemuanya untuk mencari faktor resiko dari kasus ini.
Tabel 2.3 Pemeriksaan Laboratorium
Blood counts
Red blood cells
Hemoglobin and hematocrit
White blood cells
Differential count of the various types of white blood cells (polymorphonuclear
cells, lymphocytes, monocytes, eosinophils, basophils)
Platelets
Blood clotting tests
Prothrombin time (PT); often reported in terms of an International Normalized Ratio
(INR)
Accelerated Partial Thromboplastin Time (APTT)
Antithrombin lll, protein C, protein S
Factor V Leiden
Prothrombin gene mutation
Levels of blood factors ll, Vll, VIII, IX, X
Lupus anticoagulant, anticardiolipin antibodies
Blood sugar
Glycosylated hemoglobin- Hemoglobin A1C levels
Blood lipids
Total cholesterol
High and low-density lipoproteins (HDL and LDL)
Triglycerides

18

Lipoprotein a
Heart enzymes
Creatine kinase
cardiac (MB CK) and brain (BB CK) isoenzyme levels, troponin levels
Kidney function
Blood urea nitrogen (BUN)
Creatinine
Liver function
Bilirubin
Alkaline phosphatase
Blood electrolytes
Sodium
Potassium
Calcium
Chloride
Carbon dioxide (CO2)
Homocysteine
Vitamin levels
B12
Folic acid
Inflammatory markers and antibodies
Erythrocyte sedimentation rate (ESR)
C- reactive protein (CRP)
Fibrinogen
Antiphospholipid antibodies
Rheumatoid factor

Sumber : Caplan, 2006


2. Pemeriksaan radiologi ( CT Scan dan MRI )
Pemeriksaan CT scan atau MRI harus dilakukan untuk membedakan
antara infark atau perdarahan sebagai penyebab stroke dan menyingkirkan
bentuk lesi lain seperti abses, tumor, dan lain lain yang dapat mengelabui
stroke dan yang paling penting adalah untuk menentukan letak lesi. CT scan
biasanya dilakukan untuk diagnosis inisial karena lebih banyak tersedia dan
cepat serta dapat membedakan keadaan iskemik dan perdarahan. MRI
dilakukan setelah tegaknya diagnosis inisial, ini untuk menunjukkan stroke
iskemik di batang otak dan serebelumm dan dapat mendeteksi oklusi
trombosis dari sinus venosus.
3. Elektrokardiografi
Pemeriksaan EKG harus dilakukan untuk menemukan infark miokard
atau gangguan irama jantung seperti fibrilasi atrial yang merupakan faktor
predisposisi untuk stroke iskemik(Simon,2009).
2.2.8 Outcome Stroke Iskemik

19

Keberhasilan setiap penyakit yang menyebabkan disabilitas termasuk


stroke, harus memberikan manfaat dengan menggunakan sistem klasifikasi untuk
menilai pengaruh pengobatan, khususnya pengobatan darurat. Agar penderita
stroke yang masih dapat bertahan hidup dapat menerima perawatan terbaik, satu
sistem klasifikasi outcome stroke yang komperhensif dibutuhkan untuk intervensi
terapi yang sesuai secara langsung. Pengembangan satu sistem klasifikasi
outcome stroke berdasarkan pada keyakinan menyebabkan impairment, disabiility
yang permanen dan membahayakan kualitas hidup (Kelly-Hayes, et al., 1998).
Kehilangan fungsi yang terjadi setelah stroke sering digambarkan sebagai
impairments, disability, dan handicaps. World Health Organization (WHO)
membuat batasan sebagai berikut (Misbach, 1999):
1. Impairment menggambarkan hilangnya fungsi fisiologis, psikologis, dan
anatomis yang disebabkan oleh stroke.
2. Disability adalah setiap hambatan, kehilangan kemampuan untuk berbuat
sesuatu yang seharusnya mampu dilakukan orang sehat seperti : tidak bisa
berjalan, menelan, dan melihat akibat stroke.
3. Handicaps adalah halangan atau gangguan pada seseorang penderita stroke
berperan sebagai manusia normal akibat impairment atau disability
tersebut.
Secara garis besar, outcome stroke dapat dikategorikan ke dalam neurologic
impairment (tanda yang diperoleh dengan pemeriksaan yang disebabkan oleh
penyakit), disability (efek fungsional dari perburukan), dan handicaps
(konsekuensi sosial dari disability). Secara lebih sederhana lagi dapat
diklasifikasikan sebagai impairment measures dan activity measures (Davis,
2001).
Usaha usaha yang cukup banyak telah dilakukan untuk mengembangkan
pengobatan dengan obat obatan yang dapat mengurangi kerusakan otak dan
memperbaiki outcome penderita stroke iskemik. Pada kebanyakan penelitian
klinis mengenai stroke, Barthel Index (BI) dan Modified Rankin Scale (mRs)
adalah skala yang paling sering digunakan untuk mengukur outcome karena
mudah digunakan, pengukuran yang sensitif terhadap beratnya stroke dan
memperlihatkan interrater reliability yang tinggi (Davis, 2001). The National
Institute of Health Stroke Scale ( NIHSS) telah luas digunakan untuk penelitian

20

penelitian stroke akut. Skala ini dikembangkan untuk mengukur outcome


neurologis dan perbaikan pada penderita penderita dengan stroke. The National
Institute of Health Stroke Scale ( NIHSS) mengukur semua derajat perburukan
neurologis dan merupakan salah satu instrumen pengukuran klinis yang paling
dipercaya dan tepat pada stroke (Young et al., 2005).
2.2.9 Faktor Faktor yang Mempengaruhi Outcome Stroke Iskemik
a.

Usia
Usia muda 10 40 tahun dan usia tua > 40 tahun (Toole, 1990). Usia tua

akan semakin memperburuk outcome stroke, sesuai dengan faktor resikonya.


Wade melaporkan bahwa umur berpengaruh pada hasil akhir stroke dalam hal
fungsi aktivitas kehidupan sehari hari, tapi tidak pada aspek perbaikan
neurologis (Wade,1983). Stroke iskemik yang terjadi sebelum umur 45 tahun
(dewasa muda), resiko kematiannya menjadi sangat rendah (2%), demikian pula
resiko stroke ulang(Yamaguchi et al., 1992).
b. Jenis kelamin
Stroke memang lebih sering terjadi pada laki laki daripada pada wanita.
Namun, lebih dari setengah total kasus kematian stroke terjadi pada wanita. Pada
seluruh kelas umur, lebih banyak wanita meninggal karena stroke daripada lakilaki. Konsumsi pil kontrasepsi tertentu pada wanita juga merupakan faktor resiko
stroke (Anonymous, 2010b).
c. Gambaran radiologis (lokasi dan luas lesi)
Beratnya defisit neurologis dan atrium fibrilasi saat terjadinya stroke akut
serta lesi dengan ukuran yang besar berhubungan bermakna terhadap hasil akhir
status fungsional pada 30 hari dan 6 bulan pasca stroke. Sedangkan stroke lakunar
memiliki prognosis lebih baik daripada jenis stroke lainnya (Censori et al.,1993).
Pada kejadian trombotik, penderita dengan lesi kecil dan dalam dengan defisit
neurologis fokal tanpa terjadinya penurunan kesadaran mempunyai prognosis
penyembuhan fungsional yang sangat baik. Lesi yang lebih besar pada daerah
yang sama, tetapi meluas sampai ke korteks menyebabkan defisit neurologis
fokal, yang berakibat lebih besar pada kesiagaan dan meninggalkan defisit berupa
gangguan kognitif yang akan menghambat penyembuhan fungsional (Toole,1990).

21

d. Penyakit jantung
Kematian yang diakibatkan langsung oleh stroke biasanya terjadi pada
minggu minggu pertama setelah onset. Tiga puluh lima persen kematian terjadi
pada 10 hari masuk rumah sakit. Pada fase akut, kematian stroke memiliki dua
puncak. Puncak yang pertama terjadi pada minggu pertama yang terutama
disebabkan karena adanya herniasi tentorial akibat meningkatnya tekanan
intrakranial. Hal tersebut lebih besar probabilitasnya pada kasus perdarahan oleh
karena adanya efek masa dan edema cerebri. Puncak kedua terjadi pada minggu
kedua dan ketiga, yang terutama dipengaruhi oleh faktor sistemik lainnya.
Kematian pada fase ini terutama diakibatkan oleh adanya faktor kardiovaskular
terutama atrium fibrilasi yang secara bermakna berpengaruh pada kematian baik
pada 28 hari pertama, maupun sesudah 1 tahun(Yamaguchi et al., 1992).
e. Hipertensi
Banyak penelitian , walaupun tidak semua, telah menyebutkan bahwa
hipertensi, yang diukur secara manual maupun melalui pembacaan monitor 24
jam pada stroke fase akut dikaitkan dengan outcome yang buruk. Penjelasan dari
penemuan ini belum diberikan secara pasti, walaupun secara spekulatif hipertensi
dapat menginisiasi kejadian berulang dalam waktu yang relatif singkat,
transformasi menjadi perdarahan, ataupun pembentukan edema serebral
(Leonardi-Bee et al., 2002)
Tekanan darah yang tinggi saat terjadinya stroke iskemik akut berhubungan
dengan respon inflamasi yang dapat memperburuk outcome neurologis. Selain itu,
infark serebelum dapat terjadi setelah embolus di suatu arteri yang mengakibatkan
perdarahan. Apabila embolus telah dilenyapkan dari arteri, dinding pembuluh
darah bekas tempat oklusi akan mengalami perlemahan selama beberapa hari
pertama setelah oklusi dan dapat mengalami perdarahan atau kebocoran jika
hipertensi tidak dikendalikan dan dapat menyebabkan kerusakan lebih lanjut
(Hartwig, 2006).
f. Hiperglikemi
Saat stroke iskemik terjadi metabolisme anaerob yang menghasilkan asam
laktat yang bersifat neurotoksik. Untuk itu kadar glukosa perlu dipertahankan
pada kadar normal. Peningkatan kadar glukosa darah sering dihubungkan dengan

22

tingginya angka kesakitan dan kematian pada stroke iskemik akut pada tipe
nonlakunar. Kadar glukosa darah yang tinggi dikaitkan dengan meningkatnya
kejadian perdarahan (hemoragik) setelah iskemik (Toole, 1990)
Walaupun bukan penemuan universal, hiperglikemia setelah kejadian stroke
telah dikaitkan dengan outcome yang buruk dan terutama berpengaruh pada
penderita tanpa diabetes. Hiperglikemia akut diprediksi meningkatkan resiko
kematian di rumah sakit setelah stroke iskemik pada penderita non diabetik dan
memperburuk outcome fungsional pada penderita non diabetik yang bertahan
hidup (Capes et al, 2001).
g. Kesadaran
Tingkat kesadaran penderita saat onset mempengaruhi baik buruknya
outcome stroke. Parameter kesadaran yang paling lazim digunakan adalah
Glasgow Coma Scale (GCS) dengan penilaian 3 komponen, yakni mata (E, 4
poin), motorik (M, 6 poin), dan verbal (V, 5 poin). Berikut ini adalah interpretasi
skala GCS :
a. Skor 14-15 : compos mentis
b. Skor 12-13 : apatis
c. Skor 11-12 : somnolent
d. Skor 8-10 : stupor
e. Skor < 5 : koma.
Penyembuhan stroke iskemik diprediksi akan berjalan baik jika GCS
penderita ketika onset > 11 (Hartwig, 2006).

23

2.3 Kerangka Teori

Trombosis

Lain lain (hipoperfusi, vaskulitis, koagulopati


Emboli

Gambaran CT Scan :
Infark lakunar
Teritorial arteri cerebri media
Stroke Iskemik Fase Akut
Teritorial arteri cerebri anterior
Teritorial arteri cerebri posterior

Impairment
Outcome Stroke Iskemik Akut
(Tabel Bartel Index dan Tabel NIHSS)

Disability
Handicaps

Faktor yang memperburuk outcome stroke iskemik akut (Toole,1990) :


Usia tua
Jenis kelamin
Hipertensi
Koma
Komplikasi kardiorespiratori
Hipoksia
Hiperkapnia
Hiperventilasi neurogenik
Hiperglikemia

Gambar 2.3 Kerangka Teori

Anda mungkin juga menyukai