Anda di halaman 1dari 23

1.

FAKTOR YANG MENYEBABKAN KETIDAKPUASAN (HYGIENE/MAINTENANCE)

Faktor Hygiene tidak berhubungan langsung dengan kepuasan suatu pekerjaan, tetapi
berhubungan langsung dengan timbulnya suatu ketidakpuasan kerja ( Dissatiesfier). Sehingga
faktor hygiene tidak dapat digunakan sebagai alat motivasi tapi lebih kepada menciptakan kondisi
yang mencegah tibulnya ketidakpuasan.
Faktor higiene memotivasi seseorang untuk keluar dari ketidakpuasan, termasuk didalamnya
adalah hubungan antar manusia, imbalan, kondisi lingkungan, dan sebagainya (faktor ekstrinsik).

Faktor-faktor dalam hygiene ialah:


1.

gaji, upah dan tunjangan lainnya

2.

kebijakan perusahaan dan administrasi

3.

Hubungan baik antar-pribadi

4.

Kualitas pengawasan

5.

Keamanan pekerjaan

6.

Kondisi kerja

7.

keseimbangan kerja dan hidup

2. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KEPUASAN KERJA (MOTIVATOR)


Faktor motivator adalah faktor-faktor yang langsung berhubungan dengan isi pekerjaan (Job Content) atau faktorfaktor intrinsik. Faktor motivator memotivasi seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan, yang termasuk
didalamnya adalah achievement, pengakuan, kemajuan tingkat kehidupan, dsb.

Hygiene factor ini adalah faktor yang berada di sekitar pelaksanaan pekerjaan; berhubungan
dengan job context atau aspek ekstrinsik pekerja. faktor-faktor yang termasuk di sini adalah:
1.

1) Working condition (kondisi kerja)

2.

2) Interpersonal relation (hubungan antar pribadi)

3.

3) Company policy and administration (kebijaksanaan perusahaan dan pelaksanaannya)

4.

4) Supervision technical (teknik pengawasan)

5.

5) Job security (perasaan aman dalam bekerja)

DETERMINAN DARI SUATU HASIL KERJA (JOB PERFORMANCE)

Hygiene Factors
Hygiene factors (faktor kesehatan) adalah faktor pekerjaan yang penting untuk adanya motivasi di tempat kerja. Faktor ini tidak
mengarah pada kepuasan positif untuk jangka panjang. Tetapi jika faktor-faktor ini tidak hadir, maka muncul ketidakpuasan. Faktor ini
adalah faktor ekstrinsik untuk bekerja. Faktor higienis juga disebut sebagai dissatisfiers atau faktor pemeliharaan yang diperlukan untuk
menghindari ketidakpuasan. Hygiene factors (faktor kesehatan) adalah gambaran kebutuhan fisiologis individu yang diharapkan untuk
dipenuhi. Hygiene factors (faktor kesehatan) meliputi gaji, kehidupan pribadi, kualitas supervisi, kondisi kerja, jaminan kerja, hubungan
antar pribadi, kebijaksanaan dan administrasi perusahaan.

Motivation Factors
Menurut Herzberg, hygiene factors (faktor kesehatan) tidak dapat dianggap sebagai motivator. Faktor motivasi harus menghasilkan
kepuasan positif. Faktor-faktor yang melekat dalam pekerjaan dan memotivasi karyawan untuk sebuah kinerja yang unggul disebut
sebagai faktor pemuas. Karyawan hanya menemukan faktor-faktor intrinsik yang berharga pada motivation factors (faktor pemuas).
Para motivator melambangkan kebutuhan psikologis yang dirasakan sebagai manfaat tambahan. Faktor motivasi dikaitkan dengan isi
pekerjaan mencakup keberhasilan, pengakuan, pekerjaan yang menantang, peningkatan dan pertumbuhan dalam pekerjaan.

Kemampuan diri sendiri

TEORI SELF-EFFICACY
Pengertian self-efficacy
Menurut
Bandura
(1997) self-efficacy adalah
kemampuangeneratif
yang
dimiliki
individu meliputi
kognitif,
sosial, danemosi. Kemampuan individu tersebut harus dilatih dan di atur secara efektif untuk mencapai tujuan individu. Hal
iniBandura menyebutnya dengan self-efficacy karena menurut Bandura memiliki kemampuan berbeda dengan mampu
mengorganisasikan strategi yang sesuai dengan tujuan serta menyelesaikan strategi tersebut dengan baik walaupun dalam keadaan
yang sulit. Penelitian yang dilakukan Schwartz & Gottman (1976) menyatakan individu sering mengalami kegagalan meskipun
mengetahui apa yang harus dilakukan dan memiliki kemampuan untuk melakukannya. Berdasarkan hasil penelitian Kennia (2008)
menyimpulkan definisi self-efficacy yaitu konsep yang secara spesifik mengontrol keyakinan pada kemampuan yang dimiliki individu
untuk melakukan tujuan tertentu. Menurut Bandura & Jourden (1991) keraguan dapat mempengaruhi kemampuan yang dimiliki
individu sehingga kemampuan tersebut tidak muncul, karena keraguan tersebut dapat melemahkan keyakinan untuk mencapai suatu
tujuan tertentu. Menurut Zimmerman & Bandura (1994) keyakinan merupakan salah satu regulasi diri yang menentukan seberapa
bagus kemampuanyang dimiliki, dilatih secara terus menerus. Hal ini berkontribusi dalam mencapai suatu keberhasilan.
Selain itu Schwarzer & Jerusalem menyatakan bahwa self-efficacy pada umumnya dipahami sebagai tugas yang spesifik atau tertentu,
tetapi self-efficacy juga mengacu pada keyakinan kemampuan individu mengatasi berbagai tuntutan dan situasi (1995).Berdasarkan
uraian yang dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa self-efficacy merupakan keyakinan dan kemampuan yang dimiliki individu dalam
mencapai tujuan dengan kesulitan tugas pada berbagai kondisi, mampu berfikir secara positif, meregulasi diri, dan keyakinan yang
positif.
Faktor-faktor yang mempengaruhi self-efficacy
Menurut Bandura (1997) ada beberapa faktor penting yang mempengaruhi self-efficacy:
a. Pengalaman keberhasilan (Mastery Experience)
Pengalaman keberhasilan merupakan sumber yang sangat berpengaruh dalam efficacy,karena hal tersebut memberikan bukti secara
otentik apakah seseorang akan sukses. Sehingga pengalaman keberhasilan yang didapatkan oleh individu meningkatkan selfefficacy individu tersebut sedangkan kegagalan menurunkan self-efficacy. Keberhasilan menghasilkan kekuatan dan
kepercayaan diri. Pengalaman keberhasilan individu lain tidak dapat mempengaruhi self-efficacy pada diri sendiri, tetapi apabila
pengalamn keberhasilan itu dari dirinya maka akan mempengaruhi peningkatan self-efficacy.
Menurut Bandura, dkk (1979) Pengalaman keberhasilan menghasilkan kekuatan yang relatifuntuk memperkuat
keyakinan diri dibandingkan dengan model lain seperti strategi pemodelan, simulasi kognitif, pertunjukan yang sukses, instruksi
tutorial.
b. Pengalaman orang lain ( Vicarious Experience or Modeling)

Individu tidak dapat hanya mengandalkan pengalaman keberhasilan sebagai sumber informasi tentang kemampuan mereka. Penilaian
efikasi merupakan bagian yang dipengaruhi oleh pengalaman orang lain sebagai contoh untuk mencapai
keberhasilan. Modellingmerupakan cara lain yang efektif untuk menunjukkan kemampuan efikasi individu. Kemampuan individu
dinilai dari aktifitas yang dihasilkan dengan indikator memuaskan. Menurut Festinger (1954) ketika kepuasan itu harus diukur
terutama dalam kaitannya dengan kinerja, maka perbandingan sosial berperan penting sebagai faktor utama dalam penilaian
kemampuan diri.
Menurut Weinberg 1979 (Bandura, 1997) bersaing dapat menimbulkan keyakinan yang kuat untuk berhasil, sedangkan jika ada salah
satu yang berhasil maka hal ini dapat menurunkan keyakinan individu lainya.
c. Persuasi verbal (Verbal Persuasion)
Menurut Bandura (1997) persuasi verbal berfungsi sebagai sarana untuk memperkuat keyakinan mengenai kemampuan yang dimiliki
individu dalam mencapai tujuan. individuyang diyakinkan secara verbal bahwa mereka memiliki kemampuan untuk menguasai tugastugas yang diberikan cenderung berusaha secara maksimal dan mempertahankannya.
Menurut Chambliss & Murray (1979) keberhasilan persuasif secara verbal memiliki dampakpositif pada individu yaitu meningkatkan
rasa percaya bahwa mereka menghasilkan prestasi .
d. Keadaan Fisiologis dan Afektif ( Physiological and Affective State)
Informasi kemampuan individu sebagian besar didapatkan dari somatik yang diteruskan kefisiologis dan afektif. Indikator
somatik individu sangat relevan dalam kesehatan fisik, fungsi kesehatan, dan coping dengan stres. Menurut Bandura Treatment yang
menghilangkan reaksi emosional melalui pengalaman keberhasilan dapat meningkatkan keyakinan keberhasilan dengan memperbaiki
perilaku yang sesuai pada kinerja.
Stres dapat mengurangi self-efficacy pada diri individu, jika tingkat stres individu rendah maka tinggi self-efficacy sebaliknya jika stres
tinggi maka self-efficacy pada individu rendah. Ada empat hal dalam meningkatkan keyakinan efikasi,meningkatkan status fisik,
mengurangi tingkat stres dan kecenderungan emosi negatif, memperhatikan kesehatan tubuh (Bandura 1991; Cioffi 1991).
Dimensi Self-Efficacy
Self-efficacy memiliki beberapa dimensi yang mempunyai implikasi penting pada kinerja, artinya self-efficacy bersifat spesifik dalam
tugas dan situasi yang dihadapi. Menurut Bandura (1997) dimensi sel-efficacy ada tiga yaitu Magnitude atau level, Generality,
Strenght.
a. Magnitude atau Level
Magnitude atau level yaitu persepsi individu mengenai kemampuanya yang menghasilkan tingkah laku yang akan diukur melalui
tingkat tugas yang menunjukkan variasi kesulitantugas. Tingkatan kesulitan tugas tersebut mengungkapkan dimensi kecerdikan,
tenaga, akurasi, produktivitas, atau regulasi diri yang diperlukan untuk menyebutkan beberapa dimensi perilaku kinerja.

Individu yang memilki tingkat yang tinggi memiliki keyakinan bahwa ia mampu mengerjakan tugas-tugas yang sukar juga
memiliki self-efficacy yang tinggi sedangkan individu dengan tingkat yang rendah memiliki keyakinan bahwa dirinya hanya mampu
mengerjakan tugas-tugas yang mudah serta memiliki self-efficacy yang rendah.
b. Generality
Self-efficacy juga berbeda pada generalisasi artinya individu menilai keyakinan merekaberfungsi di berbagai kegiatan tertentu.
Generalisasi memiliki perbedaan dimensi yang bervariasi yaitu:
1) Derajat kesamaan aktivitas.
2) Modal kemampuan ditunjukan (tingkah laku, kognitif, afektif).
3) Menggambarkan secara nyata mengenai situasi.
4) Karakteristik perilaku individu yang ditujukan.
Penilaian ini terkait pada aktivitas dan konteks situasi yang mengungkapkan pola dan tingkatan umum dari keyakinan orang terhadap
keberhasilan mereka. Keyakinan diri yang paling mendasar adalah orang yang berada disekitarnya dan mengatur hidup mereka.
c. Strength
Strength artinya kekuatan, keyakinan diri yang lemah disebabkan tidak terhubung oleh pengalaman, sedangkan orang-orang yang
memiliki keyakinan yang kuat, mereka akan bertahan dengan usaha mereka meskipun ada banyak kesulitan dan hambatan. Individu
tersebut tidak akan kalah oleh kesulitan, karena kekuatan pada self-efficacy tidak selalu berhubungan terhadap pilihan tingkah laku.
Individu dengan tingkat kekuatan tinggi akan memiliki keyakinan yang kuat akan kompetensi diri sehingga tidak mudah menyerah
atau frustasi dalam mengahdapi rintangan dan memiliki kecenderungan untuk berhasil lebih besar dari pada individu dengan kekuatan
yang rendah.
Penelitian ini menggunakan skala yang berdasarkan aspek self-efficacy menurut Bandura dan aitem General Self-Efficacy (GSE) dari
Schwarzer & Jerusalem (1995) yaitu:
1) Magnitude atau Level
Tingkatan kesulitan tugas tersebut mengungkapkan dimensi kecerdikan, tenaga, akurasi, produktivitas, atau regulasi diri yang
diperlukan untuk menyebutkan beberapa dimensiperilaku kinerja.
2) Generality
Perasaan mampu yang dimiliki seseorang sebagai tindakan yang dimilikinya untuk menguasai tugas dalam kondisi tertentu.
3) Strenght
Tingkat dari keyakinan seseorang mengenai kemampuan diri yang dirasakan.

Teori Kebutuhan Mc. Clelland menjelaskan tiga jenis motivasi, yang diidentifikasi dalam buku The Achieving
Society sebagai beriktu :
a. Motivasi Untuk Berprestasi
Prestasi atau Achievment adalah suatu istilah yang diperkenalkan oleh David McClelland kedalam bidang psikologi,
menunjukkan keinginan individu untuk secara secara signifikan berprestasi, menguasai skil, pengendalian atau
standard tinggi. n.Ach berhubungan dengan kesulitan orang untuk memilih tugas yang dijalankan. Mereka yang
memiliki n. Ach rendah mungkin akan memilih tugas yang mudah, untuk meminimalisasi risiko kegagalan, atau
tugas dengan kesulitan tinggi, sehingga bila gagal tidak akan memalukan. Mereka yang memiliki n. Ach tinggi
cenderung memilih tugas dengan tingkat kesulitan moderat, mereka akan merasa tertantang tetapi masih dapat
dicapai. Mereka yang memiliki n.Ach tinggi memiliki karakteristik dengan kecenderungan untuk mencari tantangan
dan tingkat kemandirian tinggi. Orang-orang yang memiliki kebutuhan untuk berprestasi (need for achievement/nAch) yang tinggi mencoba melampaui dan dengan demikian cenderung menghindari situasi yang berisiko rendah
dan tinggi. Orang-orang yang berprestasi tinggi (achievers) menghindari situasi dengan risiko rendah karena dengan
mudah mencapai kesuksesan yang bukan pencapaian yang sungguh-sungguh. Dalam proyek dengan risiko tinggi,
achievers melihat hasilnya sebagai suatu kesempatan yang melampaui kemampuan seseorang. Individu dengan n.
Ach tinggi cenderung bekerja pada situasi degan tingkat kesuksesan yang moderat, idealnya peluang 50%.
Achievers membutuhkan umpan balik yang berkesinambungan untuk memonitor kemajuan dari pencapaiannya.
Mereka lebih suka bekerja sendiri atau dengan orang lain dengan tipe achievers tinggi.
Banyak pengusaha mungkin gagal didalam kelompoknya tetapi tidak pada pekerjaannya. Mereka sangat puas
dengan penghargaan yang didasarkan pada pencapaian prestasinya. Sumber n.Ach meliputi :
1. Orang tua yang mendorong kemandirian dimasa kanak-kanak
2. Menghargai dan memberi hadia atas kesuksesan
3. Asosiasi prestasi dengan perasaan positif
4. Asosiasi prestasi dengan orang-orang yang memiliki kompetensi dan usaha sendiri bukan karena keberuntungan.
5. Suatu keinginan untuk menjadi efektif atau tertantang
6. Kekuatan pribadi.
b. Motivasi Untuk Berkuasa
Kebutuhan akan kekuasaan adalah kebutuhan untuk membuat orang lain berperilaku dalam suatu cara dimana

orang-orang itu tanpa dipaksa tidak akan berperilaku demikian atau suatu bentuk ekspresi dari individu untuk
mengendalikan dan mempengaruhi orang lain. Kebutuhan ini pada teori Maslow terletak antara kebutuhan akan
penghargaan dan kebutuhan aktualisasi diri. McClelland menyatakan bahwa kebutuhan akan kekuasaan sangat
berhubungan dengan kebutuhan untuk mencapai suatu posisi kepemimpinan.
n-pow adalah motivasi terhadap kekuasaan. Karyawan memiliki motivasi untuk berpengaruh terhadap
lingkungannya, memiliki karakter kuat untuk memimpin dan memiliki ide-ide untuk menang. Ada juga motivasi
untuk peningkatan status dan prestise pribadi.
Mereka yang memiliki kebutuhan kekuasaan (need for power/n-Pow) dapat menjadi orang yang memiliki dua tipe,
personal dan institusional. Mereka yang butuh keuasaan personal menginginkan orang lain secara langsung, dan
kebutuhan ini sering diterima sebagai hal yang tidak diingini. Seseorang yang membutuhkan kekuasan lembaga
mau mengorganisir usaha orang lain untuk tujuan lebih lanjut dari organisasi. Manejer dengan kebutuhan kekuasaan
lembaga yang tinggi cenderung lebih efektif dibandingkan dengan mereka yang membutuhkan kekuasaan personel
tinggi.
c. Motivasi untuk berafiliasi/bersahabat (n-affil)
Kebutuhan akan Afiliasi adalah hasrat untuk berhubungan antar pribadi yang ramah dan akrab. Individu
merefleksikan keinginan untuk mempunyai hubungan yang erat, kooperatif dan penuh sikap persahabatan dengan
pihak lain. Individu yang mempunyai kebutuhan afiliasi yang tinggi umumnya berhasil dalam pekerjaan yang
memerlukan interaksi sosial yang tinggi.
Mereka yang memiliki kebutuhan affiliasi (need for affiliation/n-Aff) tinggi membutuhkan hubungan kemanusiaan
dengan orang lain dan membutuhkan rasa diterima dari orang lain. Mereka cenderung memperkuat norma-norma
dalam kelompok kerja mereka. Orang dengan n.Aff tinggi cenderung bekerja pada tempat yang memungkinkan
interaksi personal. Mereka bekerja dengan baik pada layanan customer dan situasi interaksi dengan pelanggan.
McClelland mengatakan bahwa kebanyakan orang memiliki kombinasi karakteristik tersebut, akibatnya akan
mempengaruhi perilaku karyawan dalam bekerja atau mengelola organisasi.
Pengukuran Teknik McClelland untuk mengukur n.Ach, n.Aff dan n.Pow dapat dilihat sebagai suatu terobosan radikal

terhadap dominasi psikometri tradisional. Bagaimanapun terobos-an ini dikenal bahwa pemikiran McClelland dengan
kuat dipengaruhi oleh pekerjaan Henry Murray, yang dikenal dengan istilah Model Murray proses motivasi dan
kebutuhan manusia dan pekerjaannya selama perang dunia ke II. Murry yang pertama mengenali pengaruh n.Ach,
n.Pow dan n.Aff dan menempatkannya didalam konteks yang terintegrasi dengan model motivasi.

Need of achievement (nAch)


Orang yang memiliki kecenderungan nAch yang tinggi lebih tertarik untuk menemukan cara bagaimana ia mendapatkan
sebuah prestasi tertentu. Orang-orang jenis ini umumnya lebih cenderung bekerja secara pribadi sehingga kurang cocok
untuk bekerja dalam sebuah tim. Orang tipe ini cenderung lebih suka dengan persaingan. Dalam lingkungan kerja, orangorang dengan nAch tinggi akan merasa puas jika mampu menduduki posisi tertentu sesuai dengan apa yang ia inginkan.
Karena orienstasinya adalah pencapaian, orang dengan nAch tinggi lebih cocok berkarir sebagai wiraswasta atau
pekerjaan dengan target tertentu
Need of power (nPow)
Berbeda dengan orang-orang nAch yang berorienstasi pada pencapaian, orang-orang yang meliki need of power yang
tinggi akan merasa puas jika ia mampu memberikan pengaruh pada lingkungan sekitar. Orang-orang ber-nPow tinggi
ingin menjadi leader dalam lingkungannya. Mereka ingin setiap pandangan serta ide-ide yang ia miliki mendominasi di
lingkungan dimana ia berada. Baik itu dalam lingkungan kerja maupun organisasi lain. Dengan demikian orang-orang
seperti ini cenderung cocok untuk pekerjaan yang memiliki kekuasaan tertentu. Contohnya adalah manager.
Need of affiliatin (nAff)
Individu-individu dengan nAff tinggi lebih suka dengan suasana kebersamaan yang memiliki interaksi antar individu yang
tinggi. Orang-orang ini lebih cocok untuk bekerja dalam sebuah tim. Mereka ingin disukai oleh orang lain. Individu
denga nAff tinggi cenderung lebih friendly. Orang-orang n-Aff kurang cocok diposisikan sebagai pemimpin karena
kecendurungan mereka adalah disukai oleh orang lain sehingga ia akan kehilangan objektivitas dalam memimpin.
- See more at: http://ininyata.com/random/teori-motivasi-mcclelland/#sthash.8vsltqz3.dpuf

Bagaimana Kebutuhan-kebutuhan ini mempengaruhi Perilaku ?


McClelland menjelaskan bahwa setiap individu memiliki dorongan yang kuat untuk berhasil. Dorongan ini
mengarahkan individu untuk berjuang lebih keras untuk memperoleh pencapaian pribadi ketimbang memperoleh

penghargaan. Hal ini kemudian menyebabkan ia melakukan sesuatu yang lebih efisien dibandingkan
sebelumnya. Dorong pertama ini dapat disebut sebagai nAch yaitu kebutuhan akan pencapaian.
Kebutuhan kekuatan (nPow) merupakan keinginan untuk memiliki pengaruh, menjadi yang berpengaruh, dan
mengendalikan individu lain. Dalam bahasa sederhana, ini adalah kebutuhan atas kekuasaan dan otonomi.
Individu dengan nPow tinggi, lebih suka bertanggung jawab, berjuang untuk mempengaruhi individu lain, senang
ditempatkan dalam situasi kompetitif, dan berorientasi pada status, dan lebih cenderung lebih khawatir dengan
wibawa dan pengaruh yang didapatkan ketimbang kinerja yang efektif.
Kebutuhan ketiga yaitu nAff adalah kebutuhan untuk memperoleh hubungan sosial yang baik dalam lingkungan
kerja. Kebutuhan ini ditandai dengan memiliki motif yang tinggi untuk persahabatan, lebih menyukai situasi
kooperatif (dibandingkan kompetitif), dan menginginkan hubungan-hubungan yang melibatkan tingkat
pengertian mutual yang tinggi. McClelland mengatakan bahwa kebanyakan orang memiliki dan menunjukkan
kombinasi tiga karakteristik tersebut, dan perbedaan ini juga mempengaruhi bagaimana gaya seseorang
berperilaku.
Motivasi pencapaian (n-Acc)
Orang yang memiliki kebutuhan yang tinggi untuk pencapaian tidak selalu membuat seseorang menjadi
manager yang baik, terutama pada organisasi-organisasi besar. Hal ini dikarenakan orang yang memiliki n-Acc
yang tinggi cenderung tertarik dengan bagaimana mereka bekerja secara pribadi, dan tidak akan mempengaruhi
pekerja lain untuk bekerja dengan baik. Dengan kata lain, n-Acc yang tinggi lebih cocok bekerja sebagai
wirausaha, atau mengatur unit bebas dalam sebuah organisasi yang besar (1).
Individu-individu dengan kebutuhan prestasi yang tinggi sangat termotivasi dengan bersaing dan menantang
pekerjaan. Mereka mencari peluang promosi dalam pekerjaan. Mereka memiliki keinginan yang kuat untuk

umpan balik pada prestasi mereka. Orang-orang seperti mencoba untuk mendapatkan kepuasan dalam
melakukan hal-hal yang lebih baik. Prestasi yang tinggi secara langsung berkaitan dengan kinerja tinggi (3)
Motivasi kekuasaan (n-Pow)
Individu-individu yang termotivasi oleh kekuasaan memiliki keinginan kuat untuk menjadi berpengaruh dan
mengendalikan. Mereka ingin pandangan dan ide-ide mereka harus mendominasi dan dengan demikian,
mereka ingin memimpin. Individu tersebut termotivasi oleh kebutuhan untuk reputasi dan harga diri. Individu
dengan kekuasaan dan kewenangan yang lebih besar akan lebih baik dibanding mereka yang memiliki daya
yang lebih kecil. Umumnya, manajer dengan kebutuhan tinggi untuk daya berubah menjadi manajer yang lebih
efisien dan sukses. Mereka lebih tekun dan setia kepada organisasi tempat mereka bekerja. Perlu untuk
kekuasaan tidak harus selalu diambil negatif. Hal ini dapat dipandang sebagai kebutuhan untuk memiliki efek
positif pada organisasi dan untuk mendukung organisasi dalam mencapai tujuan itu (3)
Motivasi hubungan / affiliasi (n-Aff)
Individu-individu yang termotivasi oleh afiliasi memiliki dorongan untuk lingkungan yang ramah dan mendukung.
Individu tersebut yang berkinerja efektif dalam tim. Orang-orang ingin disukai oleh orang lain. Kemampuan
manajer untuk membuat keputusan terhambat jika mereka memiliki kebutuhan afiliasi tinggi karena mereka lebih
memilih untuk diterima dan disukai oleh orang lain, dan hal ini melemahkan objektivitas mereka. Individu yang
memiliki kebutuhan afiliasi yang tinggi lebih memilih bekerja di lingkungan yang menyediakan interaksi pribadi
yang lebih besar. Orang-orang semacam memiliki kebutuhan untuk berada di buku-buku yang baik dari semua.
Mereka umumnya tidak bisa menjadi pemimpin yang baik (3)
Orang yang memiliki kebutuhan kekuasaan (n-Pow) dan kebutuhan afiliasi (n-Aff) memiliki keterkaitan dengan
keberhasilan manajerial yang baik. Seorang manajer yang berhasil memiliki n-Pow tinggi dan n-Aff rendah.

Meski demikian, pegawai yang memiliki n-aff yang kuat yaitu kebutuhan akan afiliasi dapat merusak objektivitas
seorang manajer, karena kebutuhan mereka untuk disukai, dan kondisi ini mempengaruhi kemampuan
pengambilan keputusan seorang manajer. Di sisi lain, n-pow yang kuat atau kebutuhan untuk kekuasaan akan
menghasilkan etos kerja dan komitmen terhadap organisasi, dan individu dengan nPow tinggi lebih tertarik
dengan peran kepemimpinan dan memiliki kemungkinan untuk tidak fleksibel pada kebutuhan bawahan. Dan
terkakhir, orang n-ach yang tinggi yaitu motivasi pada pencapaian lebih berfokus pada prestasi atau hasil (2).
Secara umum : apa yang paling utama mempengaruhi motivasi seseorang untuk berprestasi?
JAWAB :
Motivasi berprestasi yang timbul pada diri seseorang umumnya disebabkan oleh:
1. Instrinsik
Menurut Monks, Knoers, Siti rahayu dalam Dimyati dan Mudjiono, (2006: 90-91):
Motivasi instrinsik yang dikarenakan orang tersebut senang melakukannya. Sebagai ilustrasi, seorang siswa membaca sebuah buku,
karena ia ingin mengetahui kisah seorang tokoh, bukan karena tugas sekolah. Motivasi memang mendorong terus, dan memberi energi
pada tingkah laku. Setelah siswa tersebut menamakan sebuah buku maka ia mencari buku lain untuk memahami tokoh yang lain.
Keberhasilan membaca sebuah buku akan menimbulkan keinginan baru untuk membaca buku yang lain. Dalam hal ini, motivasi
instrinsik tersebut telah mengarah pada timbulnya motivasi berprestasi. Menurut Monks, motivasi berprestasi telah muncul pada saat
anak berusia balita. Hal ini berarti bahwa motivasi kinstrinsik perlu diperhatikan oleh para guru sejak TK, SD, dan SLTP. Pada usia ini
para masih memberi tekanan pada pendidikan kepribadian, khususnya disiplin diri untuk beremansipasi. Penguatan terhadap motivasi
instrinsik perlu diperhatikan, sebab disiplin diri merupakan kunci keberhasilan belajar.
Handoko dalam Juliani (2007) berpendapat motivasi intrinsik yaitu motivasi yang berfungsi tanpa adanya ransangan dari luar,
dalam diri individu sudah ada suatu dorongan untuk melakukan tindakan.
Adapun factor yang berkaitan intrinsic menurut Hick dan Gullet dalam Juliani (2007) adalah:
a. Kepentingan yang khusus bagi seseorang, menghendaki dan menginginkan merupakan hal yang unik baginya.

b. Kepentingan keinginan dan hasrat seseorang adalah juga karena untuk kesemuanya ditentukan oleh factor yang membentuk
kepribadiannya, penampilan biologis, psiologis dan psikologisnya.
2. Ektrinsik
Menurut Monks, Knoers, Siti rahayu dalam Dimyati dan Mudjiono, (2006: 91):
Motivasi ekstrinsik adalah dorongan terhadap prilaku seseorang yang ada diluar perbuatan yang dilakukannya. Orang berbuat sesuatu,
karena dorongan dari luar seperti adanya hadiah dan menghindari hukuman. Sebagai ilustrasi, seorang siswa kelas satu SMP belum
mengetahui tujuan belajar di SMP. Semula, ia hanya ikut-ikutan belajar di SMP karena teman sebayanya juga belajar di SMP. Berkat
penjelasan wali kelas satu SMP, siswa memahami faedah belajar di SMP bagi dirinya. Siswa tersebut belajar dengan giat dan
bersemangat. Hasil belajar siswa tersebut sangat baik, dan ia berhasil lulus SMP dengan NEM sangat baik. Ia menyadari pentingnya
belajar dan melanjutkan pelajaran di SMA. Dalam hal ini motivasi ekstrinsik dapat berubah menjadi motivasi instrinsik, yaitu pada
saat siswa menyadari pentingnya belajar, dan ia belajar sungguh-sungguh tanpa disuruh orang lain.
Sardiman dalam Faiq (2009) menjelaskan bahwa motivasi ekstrinsik merupakan motif yang aktif dan berfungsi karena adanya
dorongan atau ransangan dari luar. Tujuan yang diinginkan dari tingkah laku yang digerakkan oleh motivasi ekstrinsik terletak diluar
laku tersebut.
3. Karakteristik Motivasi Berprestasi
Mangkunegara dalam Juliani (2007) mengemukakan bahwa karakteristik individu yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi
antara lain memiliki tanggung jawab pribadi yang tinggi, memiliki program kerja berdasarkan rencana dan tujuan yang realistis serta
berjuang merealisasikannya, mampuan mengambil keputusan dan berani mengambil resiko yang dihadapi, melakukan pekerjaaan
yang berarti dan menyelesaikannya dengan hasil memuaskan dan mempunyai keinginan menjadi orang yang terkemuka yang
menguasai bidang tertentu.
Mc Clelland dalam Zarkasyi (2006) mengungkapkan karakteristik orang yang memiliki motivasi berprestasi tinggi berupa:
a. Memilih untuk mengindari tujuan prestasi yang mudah dan sulit. Mereka sebenarnya memilih tujuan yang moderat yang mereka pikir
akan mampu mereka raih.

b. Memilih umpan balik lansung dan dapat diandalkan mengenai bagaimana mereka berprestasi.
c. Menyukai tanggung jawab pemecahan masalah. (hR)

Anda mungkin juga menyukai