Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN GERONTIK

DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORIK


PADA PENDENGARAN (PRESBYCUSIS RINGAN)
Dosen Pengampu: Ulfah Agus Sukrilah, S Kep. MH

Disusun Oleh:
1. Rosalina Evanti
2. Tien Restu Puspitasari
3. Triana Indah Marasmita
Kelas IIB

(P17420213063)
(P17420213069)
(P17420213071)

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKES KEMENKES SEMARANG
PRODI DIII KEPERAWATAN PURWOKERTO
2014

LAPORAN PENDAHULUAN GERONTIK


DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORIK
PADA PENDENGARAN (PRESBYCUSIS RINGAN)
A. DEFINISI

Proses menua merupakan suatu yang fisiologis, yang akan dialami


oleh setiap orang. Batasan orang dikatakan lanjut usia berdasarkan UU No 13
tahun 1998 adalah 60 tahun.
Proses penuaan dipandang sebagai sebuah proses total dan sudah
dimulai saat masa konsepsi. Meskipun penuaan adalah sebuah proses
berkelanjutan, belum tentu seseorang meninggal hanya karena usia tua.
Sebab individu memiliki perbedaan yang unik terhadap genetik, sosial,
psikologik,

dan

faktor-faktor

ekonomi

yang

saling

terjalin

dalam

kehidupannya menyebabkan peristiwa menua berbeda pada setiap orang.


Dalam sepanjang kehidupannya, seseorang mengalami pengalaman traumatik
baik fisik maupun emosional yang bisa melemahkan kemampuan seseorang
untuk memperbaiki atau mempertahankan dirinya. Akhirnya periode akhir
dari hidup yang disebut senescence terjadi saat organisme biologik tidak
dapat menyeimbangkan lagi mekanisme Pengrusakan dan Perbaikan.
B. PERUBAHAN YANG TERJADI PADA LANSIA
1. Perubahan fisik
a. Sel: jumlahnya lebih sedikit tetapi ukurannya

lebih

besar,

berkurangnya cairan intra dan extra seluler


b. Persarafan: cepatnya menurun hubungan persarapan, lambat dalam
respon waktu untuk meraksi, mengecilnya saraf panca indra sistem
pendengaran, presbiakusis, atrofi membran

timpani, terjadinya

pengumpulan serum karena meningkatnya keratin


c. Sistem penglihatan: spinkter pupil timbul sklerosis

dan hlangnya

respon terhadap sinaps, kornea lebih berbentuk speris, lensa keruh,


meningkatnya ambang pengamatan sinar, hilangnya daya akomodasi,
menurunnya lapang pandang
d. Sistem Kardivaskuler: katup jantung menebal dan menjadi kaku,
kemampuan jantung memompa darah menurun 1 % setiap tahun
setelah berumur 20 tahun sehingga menyebabkan menurunnya
kontraksi dan volume, kehilangan elastisitas pembuluh darah, tekanan
darah meninggi

e. Sistem respirasi : otot-otot pernafasan menjadi kaku sehingga


menyebabkan

menurunnya

aktifitas

silia.

Paru

kehilangan

elastisitasnya sehingga kapasitas residu meingkat, nafas berat.


Kedalaman pernafasan menurun
f. Sistem gastrointestinal : kehilangan gigi,sehingga menyebkan gizi
buruk, indera pengecap menurun krena adanya iritasi selaput lendir
dan atropi indera pengecap sampai 80 %, kemudian hilangnya
sensitifitas saraf pengecap untuk rasa manis dan asin
g. Sistem genitourinaria : ginjal mengecil dan nefron menjadi atrofi
sehingga aliran darah ke ginjal menurun sampai 50 %, GFR menurun
sampai 50 %. Nilai ambang ginjal terhadap glukosa menjadi
meningkat.

Vesika

urinaria,

otot-ototnya

menjadi

melemah,

kapasitasnya menurun sampai 200 cc sehingga vesika urinaria sulit


diturunkan pada pria lansia yang akan berakibat retensia urine.
Pembesaran prostat, 75 % doalami oleh pria diatas 55 tahun. Pada
vulva terjadi atropi sedang vagina terjadi selaput lendir kering,
elastisitas jaringan menurun, sekresi berkurang dan menjadi alkali
h. Sistem endokrin : pada sistem endokrin hampir semua produksi
hormon menurun, sedangkan fungsi paratiroid dan sekresinya tidak
berubah, aktifitas tiroid menurun sehingga menurunkan basal
metabolisme rate (BMR). Porduksi sel kelamin menurun seperti :
progesteron, estrogen dan testosterone
i. Sistem integumen : pada kulit menjadi keriput akibat kehilangan
jaringan lemak, kulit kepala dan rambut menuipis menjadi kelabu,
sedangkan rambut dalam telinga dan hidung menebal. Kuku menjadi
keras dan rapuh
j. Sistem muskuloskeletal : tulang kehilangan densitasnya dan makin
rapuh menjadi kiposis, tinggi badan menjadi berkurang yang disebut
discusine vertebralis menipis, tendon mengkerut dan atropi serabut
erabit otot , sehingga lansia menjadi lamban bergerak. otot kam dan
tremor
2. Perubahan Mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah :

a.

b.
c.
d.
e.

Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa


Kehatan umum
Tingkat pendidikan
Keturunan
Lingkungan

Kenangan (memori) ada 2 :


a. kenangan jangka panjang, berjam-jam sampai berhari-hari yang lalu
b. kenangan jangka pendek : 0-10 menit, kenangan buruk
Intelegentia Question :
a. Tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal
b. Berkurangnya penampilan, persepsi dan ketrampilan psikomotor
terjadi perubahan pada daya membayangkan, karena tekanan-tekanan
dari faktor waktu.
3. PerubahanPsikososial
a. Pensiun : nilai seorang dukur oleh produktifitasnya, identits dikaitkan
dengan peranan dalam pekerjaan
b. Merasakan atau sadar akan kematian
c. Perubahan dalam cara hidup, yaitu memasuki rumah perawatan
bergerak lebih sempit

C. PENGKAJIAN
1. Fisik / biologis
a. Wawancara riwayat kesehatan
1) Pandangan lansia tentang kesehatannya
2) Kegiatan yang mampu dilakukan lansia
3) Kekuatan fisik lansia ( otot ,sendi , pendengaran dan penglihatan)
4) Kebiasaan lansia merawat diri sendiri
5) Kebiasaan makan , minum , istirahat /tidur , BAB / BAK
6) Kebiasaan gerak badan / olah raga
7) Perubahan perubahan fungsi tubuh yang sangat bermakna
dirasakan
8) Kebiasaan lansia dalam memelihara kesehatan dan kebiasaan
minum obat
9) Masalah masalah seksual yang dirasakan

b. Pemeriksaan fisik
1) Sistem intergumen / kulit
2) Muskuluskeletal
3) Respirasi
4) Kardiovaskuler
5) Perkemihan
6) Persyarafan
7) Fungsi sensorik (penglihatan , pendengaran, pengecapan dan
penciuman)
2. Psikologis
a. Dilakukan saat berkomunikasi untuk melihat fungsi kognitif termasuk
daya ingat, proses fikirPerlu dikaji alam perasaan, orientasi terhadap
realitas , kemampuan dalam menyelesaikan masalah
b. Perubahan umum yang terjadi :
1) Penurunan daya ingat
2) Proses pikir lambat
3) Adanya perasaan sedih
4) Merasakan kurang perhatian
c. Hal hal yang perlu dikaji meliputi
1) Apakah mengenal masalah masalah utamanya
2) Apakah optimas mengandung sesuatu dalam kegiatan
3) Bagaimana sikapnya terhadap proses penuaan
4) Apakah merasa dirinya dibutuhkan atau tidak
5) Bagaimana mengatasi , masalah atas stress yang dialami
6) Apakah mudah untuk menyesuaikan diri
7) Apakah usila untuk menyesuikan diri
8) Apakah usila menggali kegagalan
9) Apakah harapan searang dan dimasa yang akan datang , dll.
3. Sosial ekonomi
a. Bagaimana lansia membina keakraban dengan teman sebaya maupun
dengan lingkungan dan bagaimana keterlibatan lansia dalam organi
b.
c.
d.

sosial
Penghasilan yang diperoleh
Perasaan sejahtera dalam kaitannya dengan sosial ekonomi
Hal hal yang perlu dikaji, antara lain:
1) Kesibukan lansia dalam mengisi waktu luang
2) Sumber keuangan
3) Dengan siapa yang ia tinggal
4) Kegiatan organisasi sosial yang diikuti
5) Pandangan lansia terhadap lingkungannya
6) Berapa sering lansia berhubungan dengan orang lain diluar rumah
7) Siapa saja yang bisa mengunjunginya
8) Seberapa besar ketergantungannya

9) Apakah dapat menyalurkan hobi atau keinginan dengan fasilitas


yang ada
4. Spiritual
a. Keyakinan agama yang dimiliki dan sejauh mana keyakinan tersebut
dapat diterapkan
b. Hal hal yang perlu dikaji antara lain
1) Kegiatan ibadah setiap hari
2) Kegiatan keagamaan
3) Cara menyelesaikan masalah ( Doa )
4) Terlihat sabar dan tawakal
D. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Fisik / Biologis
a. Gangguan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh b.d. intake yang tidak
adekuat)
b. Gangguan persepsi b.d. gangguan pendengaran/penglihatan
c. Kurangnya perawtan diri b.d. menurunnya minat dalam merawat diri
d. Resiko cidera fisik (jatuh) b.d. penyesuaian terhadap penurunan fungsi
tubuh tidak adekuat
e. Perubahan pola eliminasi b.d. pola makan yang tidak efektif
f. Gangguan pola tidur b.d. kecemasan atau nyeri
g. Gangguan pola nafas b.d. penyempeitan jalan nafas
h. Gangguan mobilisasi b.d. kekakuan sendi
2. Psikologis-sosial
a. Menarik diri dari lingkungan b.d perasaan tidak mampu
b. Isolasi sosial b.d perasan curiga
c. Depresi b.d isolasi social
d. Harga diri rendah b.d perasaan ditolak
e. Koping yang tidak adekuat b.d. ketidakmampuan menghilangkan
perasaan secara tepat
f. Cemas b.d. sumber keuangan yang terbatas
3. Spiritual
a. Rreaksi berkabung / berduka b.d. ditinggal pasangan
b. Penolakan terhadap proses penuaan b.d. ketidaksiapan menghadapi
c.
d.

kematian
Marah terhadap Tuhan b.d. kegagalan yang dialami
Perasaan tidak tenang b.d. ketidakmampuan melakukan ibadah secara
tidak tepat

E. RENCANA KEPERAWATAN

1. Tujuan perencanaan :
Membantu lansia berfungsi

seoptimal

mungkin

sesuai

dengan

kemampuan dan kondisi fisik, psikologis, dan sosial dengan tidak


tergantung pada orang lain.
2. Tujuan tindakan keperawatan :
Diarahkan untuk memenuhi kebuutuhan dasar :
a. Pemenuhan kebutuhan nutrisi
b. Meningkatkan keamanan dan keselamatan
c. Memelihara kebersihan diri
d. Memelihara keseimbangan istirahat / tidur
e. Meningkatkan hubungan interpersonal melalui komunikasi efektif

GANGGUAN PENDENGARAN PADA LANSIA


A. DEFINISI PRESBYCUSIS
Presbycusis adalah gejala kurangnya daya dengar seiring dengan
bertambahnya usia, merupakan hal yang umum terjadi. Gejala ini bersifat
semakin tua semakin berat (gradual). Sehingga banyak orang yang tidak
menyadarinya. Di Indonesia, belum ada data pasti tentang berapa persen

lansia (usia lebih dari 60 tahun) menderita presbycusis. Namun dari


penelitian di AS, terdapat sekitar 33% presbycusis pada usia lebih dari 6070 tahun, dan 45% pada usia lebih dari 70 tahun (Feeney, 2008).
Istilah presbikusis atau presbiakusis, atau tuli pada orang tua
diartikan sebagai gangguan pendengaran sensorineural pada individu yang
lebih tua. Yang khas daripadanya, presbikusis menyebabkan gangguan
pendengaran bilateral terhadap frekuensi tinggi yang diasosiasikan dengan
kesulitan mendiskriminasikan kata-kata, dan juga gangguan terhadap pusat
pengolah informasi pada saraf auditorik.
B. JENIS JENIS PRESBYCUSIS PADA ORANG TUA
Tuli pada orang tua dibagi atas dua macam, yakni :
1.

Tuli konduktif pada geriatri


Pada telinga luar dan telinga tengah proses degenerasi dapat
menyebabkan perubahan atau kelainan berupa :
a. berkurangnya elastisitas dan bertambah besarnya ukuran daun
b.
c.
d.
e.

telinga ( pinna )
atrofi dan bertambah kakunya liang telinga
penumpukan serumen
membran timpani bertambah tebal dan kaku
kekauan sendi dan tulang-tulang pendengaran
Pada geriatri, kelenjar-kelenjar serumen mengalami atrofi,
sehingga

produksi

kelenjar

serumen

berkurang

dan

menyebabkan serumen menjadi lebih kering, sehingga sering


terjadi gumpalan serumen ( serumen prop ) yang akan
mengakibatkan tuli konduktif. Membran timpani yang
bertambah kaku dan tebal juga akan menyebabkan gangguan
konduksi, demikian pula halnya dengan kekauan yang terjadi
2.

pada persendian tulang-tulang pendengaran.


Tuli Saraf pada Geriatri ( Presbikusis )
Presbikusis adalah tuli saraf sensori neural frekuensi tinggi,
umumnya terjadi mulai usia 65 tahun, simetris kiri dan kanan.
Presbikusis dapat mulai pada frekuensi 100 Hz atau lebih.
Derajat gangguan Pendengaran terdiri dari 6 golongan :

a. Golongan pendengaran normal : pada tingkat normal ini tidak


ada masalah pendengaran, tingkat Desibelnya hingga 20dB.
Pendengaran normal ini kekuatan suara yang dapat di tangkap
seperti desir daun, detak jam tangan.
b. Golongan gangguan pendengaran ringan : pada tingkat
gangguan ringan ini, akan mengalami kesulitan mendengar
suara pelan, namun masih bisa mendengar suara yang sedikit
keras. Tingkat desibelnya 20 45dB, kekuatan suara yang tak
mampu didengar seperti bisikan atau suara lembut, suara klik
jari.
c. Golongan gangguan pendengaran sedang : pada tingkat
gangguan sedang ini, tak mampu mendengarkan percakapan
normal meskipun lawan bicara berada di dekatnya, tetapi bila
lawan bicara berbicara lebih keras, maka akan mampu
ditangkap oleh pendengarannya. Ini dapat diatasi dengan
memakai ABD dan Insyaalah pendengaran jadi normal
kembali. Tingkat desibelnya 45 60dB, kekuatan suara yang
tak bisa didengar antara lain percakapan normal walaupun
kondisi tenang.
d. Golongan pendengaran sedang berat : pada tingkat ini harus
bercakap dengan suara keras dan insyaallah masih bisa
ditangkap oleh sisa pendengaran. Bila menggunakan ABD
makan tingkat pendengarannya insyaallah bisa menjadi
normal. Tingkat desibelnya 60 70dB, kekuatan suara yang
tak mempu di dengar seperti percakapan normal dan bel pintu.
e. Golongan pendengaran berat : pada tingkat gangguan dengar
ini, masih bisa mendengar suara keras sekali dan harus dekat,
ini sudah wajib menggunakan ABD, karena tanpa ABD maka
akan sangat sulit untuk mendengar, dan insyaallah pada tingkat
dengar ini masih bisa mendengar seperti orang normal bila
menggunakan ABD yang tepat, baik powernya maupun
settingannya. Tingkat desibelnya 75 90dB, kekuatan suara

yang tidak mampu didengar seperti dering telpon, guntur,


tangis bayi dll.
f. Golongan pendengaran berat sekali : tingkat desibelnya 90dB
keatas, pada gangguan dengar ini tak mampu mendengarkan
suara truk, gergaji listrik, bor beton dll. Golongan ini sangat
dibutuhkan penanganan khusus, bila tidak maka anak2
tunarungu akan sangat sulit untuk mendengar walaupun sudah
menggunakan ABD, karena pada tingkat dengar sangat berat
anak-anak tunarunggu masih mengalami kesulitan dalam
mendengar walaupun sudah menggunakan ABD, ini semua
disebabkan selama anak- anak tidak menggunakan ABD tak
ada suara yang dia terima, dan biasanya ketika kita
menggunakan ABD kepada anak-anak tunarungu dia akan
menganalisa terlebih dahulu, apa yang terjadi pada dirinya, dan
akan memakan waktu untuk proses mendengarnya, mungkin
sekitar 2 atau 3 bulan. Namun kita jangan putus asa, dengan
ABD yang sudah cukup canggih zaman sekarang, maka semua
ini bisa diatasi dengan baik, maka tugas kita sebagai orang tua
yang dititipkan Allah memiliki anak tunarunggu sangat berat
untuk memperhatikannya, terutama mengamati respon yang
dia dengar ketika dia menggunakan ABD, bila kita merasa
responnya sangat kurang, maka kita sesegera mungkin
waspada, apakah power dan setting ABD anak kita sudah
sesuai dengan yang dia butuhkan, untuk mengetahuinya maka
kita harus pergi ke tempat kita membeli ABD untuk minta di
cek ulang, sehingga kita yakin bahwa ABD yang dipakai anak
kita memang benar2 sudah sesuai. Dengan power dan settingan
yang tepat maka anak-anak tunarungu sangat berat akan
mampu mendengar dengan baik. Dengan bisa mendengar
dengan baik maka anak-anak tunarungu sangat berat tentunya

akan mampu juga berbicara, tetapi untuk melatihnya berbicara


perlu penanganan khusus yaitu dengan terapi wicara.
C. PENYEBAB PRESBYCUSIS
Belum diketahui secara pasti, apa sebenarnya penyebab terjadinya
gangguan pendengaran ini, namun diduga terjadinya perubahan fisiologis
yang terjadi di dalam telinga karena proses menjadi tua, degradasi
persarafan

di

telinga

yang

berhubungan

dengan

otak,

atau

berkurangnya supply darah ke telinga. Proses ini sebenarnya terjadi


sepanjang waktu, namun semakin memberat karena adanya paparan
dengan suara keras, infeksi telinga kronis, "perlukaan" (injury) pada organ
telinga, atau bahkan genetik. Suara keras tersebut bisa terjadi di dalam
ruangan : seperti kalau bekerja di tempat bising, misalnya di bagian proses
produksi; atau di luar ruangan : karena bertempat tinggal di dekat bandara,
stasiun, terminal atau klub hiburan/disko bahkan berada pada saat terjadi
bom/letusan dll. Paparan suara keras/bising bisa terjadi kronis atau
eksplosif.

D. PATOFISIOLOGI
Degenerasi tulang-tulang pendengaran bagian dalam menurun
akibatnya terjadi hilangnya sel-sel rambut pada basal kokhlea yang
menyebabkan terjadinya gangguan neuron-neuron kokhlea dan berakibat
pada fungsi pendengaran mengalami penurunan. Akibatnya pendengaran
terhadap kata-kata atau rangsang suara juga ikut menurun sehingga
muncul diagnosa keperawatan hambatan komunikasi verbal. Selain itu
akibat dari penurunan fungsi pendengaran juga mengakibatkan klien
menarik diri dari lingkungan sehingga didapatkan diagnosa keperawatan
harga diri rendah. Kemudian mengakibatkan klien tidak mau mengikuti
kegiatan di rumah maupun di masyarakat, dan klien meninggalkan

pembicaraan saat berinteraksi dengan orang lain


diagnosa keputusasaan.

E. PATHWAY
Degenerasi tulang-tulang
pendengaran bagian dalam
Hilangnya sel-sel rambut
pada basal kokhlea
Gangguan neuronneuron kokhlea

sehingga muncul

Fungsi pendengaran
menurun
Pendengaran terhadap
kata-kata/rangsang
suara menurun

Menarik diri
dari lingkungan

Tidak mau
mengikuti kegiatan di
rumah maupun
masyarakat
meninggalkan
pembicaraan saat
berinteraksi
dengan orang lain

Keputusasaan
Harga diri rendah
Hambatan
komunikasi verbal
F. GEJALA KLINIK
Gejala klinik bervariasi antara masing-masing pasien dan
berhubungan dengan perubahan yang terjadi pada koklea dan saraf
sekitarnya. Keluhan utama presbikusis berupa berkurangnya pendengaran
secara perlahan dan progresif, simetris pada kedua telinga, yang saat
dimulainya tidak disadari.
Keluhan lain adalah adanya telinga berdenging ( tinnitus ). Pasien
dapat mendengar suara percakapan, tetapi sulit untuk memahaminya,
terutama bila diucapkan secara cepat dengan latar belakang yang
riuh (cocktail party deafness). Terkadang suara pria terdengar seperti suara
wanita. Bila intensitas suara ditinggikan akan timbul rasa nyeri di telinga,
hal ini disebabkan oleh faktor kelelahan (recruitment).
G. PENGOBATAN PRESBYCUSIS
Pengobatan presbycusis yang umum adalah penggunaan alat bantu
dengar. Alat bantu dengar ini alat bantu dengar biasa yang seperti yang
sering

kita

lihat

atau

berupa

seperti

televisi

infrared,

atau

senter/flashlight yang menyala sewaktu ada rangsang suara. Namun


ternyata, alat bantu dengar yang biasa pun, juga masih mahal untuk lansia
yang tentu saja kebanyakan sudah pensiun...sehingga pengguanaan alat
bantu dengar ini tidak sejajar dengan beratnya gangguan pendengaran

yang terjadi. Persentasi penggunaan alat bantu dengar sesuai dengan


tingkat sosial ekonomi dan tingkat "independensi" dari lansia itu sendiri.
Maka cara termudah terhindar dari presbycusis adalah deteksi dini dan
mencegahnya.
H. DETEKSI DINI PRESBYCUSIS
Sebenarnya ada cara mudah mengetahui terjadinya presbycusis
adalah sewaktu kita tidak bisa jelas mengikuti pembicaraan dalam telepon,
lebih enak berkomunikasi bila melihat "gerak bibirnya", atau kita sering
ditegur karena melihat TV dengan suara keras.
I. PENCEGAHAN PRESBYCUSIS
Mencegah terjadinya presbycusis adalah melakukan pemeriksaan
audiogram berkala. Tentu saja kita belum dapat menuntut pemerintah
memberikan pelayanan pemeriksaan audiogram itu setiap 3 tahun atau
bahkan setiap tahun seperti pada negara berkembang. Tapi setidaknya
kalau kita sudah mengalami gangguan berkomunikasi seperti yang
disebutkan diatas, maka secepatnya waspada dan segera periksa ke dokter
spesialis Telinga Hidung Tenggorokan (THT). Tentunya juga dilakukan
proteksi dari suara keras/bising (seperti memakai earplug, alat pelindung
diri kalau memang bekerja/tinggal di tempat berisiko), regulasi tekanan
darah, dan perilaku sehat (tidak merokok/minuman keras, gizi seimbang,
istirahat/tidur cukup dll)
J. EFEK PRESBYCUSIS
Jangan dianggap remeh dampak presbycusis ini, karena kesulitan
berkomunikasi berarti meningkatkan terjadinya depressi (yang sebenarnya
emosi lansia sudah menjadi begitu mudah depresi), sehingga kualitas
hidup lansia menjadi semakin menurun, karena menjadi frustasi,
meng"isolasi"kan diri, merasa kesepian dll. Beberapa penelitian terakhir
menunjukkan efek presbycusis adalah gangguan bicara (Insyaallah pada
entri berikutnya akan dibahas), bahkan ada yang menyebutkan presbycusis
merupakan tanda awal kondisi kesehatan yang memburuk.

K. PENGKAJIAN
Diagnosa ditegakkan dengan Anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesa
Pada anamnesa akan didapati keluhan-keluhan seperti yang
diterangkan dalam gejala klinis yang tidak diketahui kapan
dimulainya. Gejala tersebut berkembang perlahan dan sangat
lambat. Kesulitan mengucapkan beberapa konsonan tertentu seperti
f, s, atau th pada orang Inggris misalnya. Kemudian adanya
riwayat paparan berulang terhadap kebisingan seperti latar belakang
pekerjaan menjadi anggota militer, pekerja industri dan sebagainya.
2.

Adanya riwayat penggunaan obat-obatan yang bersifat ototoksik, dsb.


Pemeriksaan Fisik
Tidak dijumpai keabnormalan pada pemeriksaan fisik. Tetapi
dengan pemeriksaan otoskopi tampak membran timpani suram, dan
jika dilakukan tes penala, maka akan menunjukkan suatu tuli

3.

sensorineural yang bilateral.


Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang

yang

dapat

dilakukan

misalnya

pemeriksaan audiometric nada murni, menunjukkan tuli saraf nada


tinggi, bilateral dan simetris.Pada tahap awal terdapat penurunan yang
tajam ( sloping ) setelah frekuensi 2000 Hz. Gambaran ini khas pada
presbikusis sensorik dan neural. Kedua jenis presbikusis ini sering
ditemukan. Garis ambang dengar pada audiogram jenis metabolik dan
mekanik lebih mendatar, kemudian pada tahap berikutnya berangsurangsur terjadi penurunan. Pada semua jenis presbikusis tahap lanjut
juga terjadi penurunan pada frekuensi yang lebih rendah.Pemeriksaan
audiometri

tutur

menunjukkan

adanya

gangguan

diskriminasi

wicara ( speech discrimination ). Keadaan ini jelas terlihat pada


presbikusis jenis neural dan koklear.
L. PENATALAKSANAAN

Rehabilitasi

sebagai

upaya

untuk

mengembalikan

fungsi

pendengaran dilakukan dengan pemasangan alat bantu dengar (hearing


aid). Pemasangan alat bantu dengar hasilnya akan lebih memuaskan bila
dikombinasikan dengan latihan membaca ujaran (speech reading), dan
latihan mendengar (auditory training), prosedur pelatihan tersebut
dilakukan bersama ahli terapi wicara (speech therapist).
Tujuan rehabilitasi pendengaran adalah memperbaiki efektifitas
pasien dalam komunikasi sehari-hari. Pembentukan suatu program
rehabilitasi untuk mencapai tujuan ini tergantung pada penilaian
menyeluruh terhadap gangguan komunikasi pasien secara individual serta
kebutuhan komunikasi sosial dan pekerjaan. Partisipasi pasien ditentukan
oleh motivasinya. Oleh karena komunikasi adalah suatu proses yang
melibatkan dua orang atau lebih, maka keikutsertaan keluarga atau teman
dekat dalam bagian-bagian tertentu dari terapi terbukti bermanfaat.
Membaca gerak bibir dan latihan pendengaran merupakan
komponen tradisional dari rehabilitasi pendengaran. Pasien harus dibantu
untuk memanfaatkan secara maksimal isyarat-isyarat visual sambil
mengenali beberapa keterbatasan dalam membaca gerak bibir. Selama
latihan pendengaran, pasien dapat melatih diskriminasi bicara dengan cara
mendengarkan kata-kata bersuku satu dalam lingkungan yang sunyi dan
yang bising. Latihan tambahan dapat dipusatkan pada lokalisasi,
pemakaian telepon, cara-cara untuk memperbaiki rasio sinyal-bising dan
perawatan serta pemeliharaan alat bantu dengar.
Program rehabilitasi dapat bersifat perorangan ataupun dalam
kelompok. Penyuluhan dan tugas-tugas khusus paling efektif bila
dilakukan secara perorangan, sedangkan program kelompok memberi
kesempatan untuk menyusun berbagai tipe situasi komunikasi yang dapat
dianggap sebagai situasi harian normal untuk tujuan peragaan ataupun
pengajaran.
Pasien harus dibantu dalam mengembangkan kesadaran terhadap
isyarat-isyarat lingkungan dan bagaimana isyarat-isyarat tersebut dapat
membantu kekurangan informasi dengarnya. Perlu diperagakan bagaimana

struktur

bahasa

menimbulkan

hambatan-hambatan

tertentu

pada

pembicara. Petunjuk lingkungan, ekspresi wajah, gerakan tubuh dan sikap


alami cenderung melengkapi pesan yang diucapkan. Bila informasi dengar
yang diperlukan untuk memahami masih belum mencukupi, maka
petunjuk-petunjuk lingkungan dapat mengisi kekurangan ini. Seluruh
aspek rehabilitasi pendengaran harus membantu pasien untuk dapat
berinteraksi lebih efektif dengan lingkungannya.
M. ANALISA DATA
Data
DS:
1. Pasien

Etiologi

mengatakan Defek anatomis (sistem Hambatan

kalau ia sering sekali pendengaran)


susah

menangkap

pembicaraan

orang

lain.
2. Pasien

mengatakan

sering

menyuruh

orang

lain

atau

keluarganya

untuk

mengulangi kata-kata
yang

mereka

keluarkan.
DO:
1.

Pasien

tampak

memiringkan
kepalanya
2.

untuk

mendengar kata-kata.
Pasien sedikit kurang
merespon jika kita
berbicara pelan.

DS:

Masalah

verbal

komunikasi

1.

Pasien

mengatakan Persepsi kurang dihargai Harga Diri rendah

sering malu jika ia oleh orang lain


menyuruh
untuk

orang

mengulangi

2.

kata-katanya.
Pasien mengatakan
mengapa penykit ini
menimpanya.

DO:
1. Pasien

tampak

murung

ketika

membicarakan

soal

pendengaranya.
DS:
1. Pasien

sering Kondisi fisik yang turun

mengeluh

dan

mengtakan tidak bisa


2. Pasien mengatakan
kurang percaya diri
jika

akan

berkomunikasi
dengan orang lain
DO:
1. Pasien terlihat kurang

inisiatif
2. Pasien terlihat tidak

mau kontak secara


langsung

dengan

orang lain

N. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Keputusasaan

1.

Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan defek anatomis

2.

(sistem pendengaran)
Harga diri rendah berhubungan dengan persepsi kurang dihargai oleh

3.

orang lain
Keputusasaan berhubugan dengan kondisi fisik yang turun

O. INTERVENSI
1. Dx I : Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan defek anatomis
(sistem pendengaran)
NOC
: Komuikasi
NIC
: 1. Peningkatan komunikasi: defisit pendegaran
2. Penurunan ansietas
Intervensi
1. Bicara perlahan, jelas dan tenang, mengahadap ke arah pasien
Rasional : Agar pasien bisa memahami apa yang di maksud oleh
perawat
2. Dapatkan perhatian pasien dengan cara sentuhan
Rasional : Agar pasien dapat berkomunikasi dengan baik
3. Gunakan kartu baca atau media lain untuk memfasilitasi komunikasi
dua arah yang optimal
Rasional : Agar mempermudah komunikasi
2. Dx II : Harga diri rendah berhubungan dengan persepsi kurang dihargai
oleh orang lain
NOC
: Harga diri
NIC
: 1. Penumbuhan harapan
2. Peningkatan harga diri
Intervensi
1. Bantu pasien mengidentifikasi respons positif dari orang lain
Rasional : Agar pasien dapat menerima kehadiran orang lain
2. Hindari tindakan yang dapat mengusik pasien
Rasional : Agar pasien merasa lebih nyaman
3. Beri penghargaan atau pujian atas kemajuan pasien dalam mencapai
tujuan
Rasional : Agar pasien merasa dihargai dan meningkatkan kepercayaan
dirinya
3. Dx 3 : Keputusasaan berhubungan dengan kondisi fisik yang turun

NOC
NIC

: Pengendalian diri
: 1. Peningkatan koping

2. Konseling
Intervensi
1. Dukung partisipasi aktif dalam aktifitas kelompok untuk memberikan
kesempatan terhadap dukungan sosial dan penyelesaian masalah
Rasional : Membantu pasien dalam menghadapi masalahnya
2. Gali bersama pasien faktor yang berkontribusi terhadap perasaan
keputusaasan
Rasional : Agar dapat mengetahui faktor penyebab keputusasaan
3. Beri penguatan positif terhadap perilaku yang menunjukan inisiatif,
seperti kontak mata, membuka diri dan perawatn diri
Rasional : Agar pasien dapat meningkatkan kepercayaan dirinya
P. EVALUASI
1. Dx I : a. Klien dapat mengkomunikasikan perubahan kepada keluarga
dengan frustasi minimal
b. Mengkomunikasikan

kepuasaan

dengan

cara

komunikasi

alternatif
2. Dx II : a. Klien dapat mengenali kekuatan diri
b. Klien mengungkapkan keinginan untuk mendapatkan konseling
c. Klien berpartisipasi dalam pembuatan keputusan tentang
rencana asuhan
3. Dx III : a. Klien akan segera menampilkan perilaku yang dapat
menurunkan perasaan keputusaan

DAFTAR PUSTAKA
1.

Rusmarjono, Kartosoediro S. Odinofagi. Dalam : Soepardi E, Iskandar N


(eds). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga - Hidung Tenggorok Kepala

2.

Leher. Jakarta : FK UI. 2001. h. 9-15,33-34.


Arif Mansjoer, Kuspuji Triyanti, Rakhmi

Savitri,dkk. (2001).

Otomikosis.Kapita Selekta Kedokteran ,Jakarta: Media Aesculapius, 3


3.

(1),89.
George

4.

(1997).Otomikosis.Buku Ajar Penyakit THT.Jakarta: PT.EGC,h. 72,132.


http://santrigenggong.blogspot.com/ diakses pada hari senin tanggal 13

5.

Oktober 2014 pukul 15.00 WIB


http://abuzzahra1980.blogspot.com/2013/05/laporan-pendahuluan-dan-

Adams,

Lawrence

Boies,

Peter

Higler.

askep-stase.html diakses pada hari senin tanggal 13 Oktober 2014 pukul


6.

15.10 WIB
http://akrab.or.id/?p=354 diakses pada hari rabu 15 Oktober 2014 pukul
11.00 WIB

Anda mungkin juga menyukai