Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Kejadian mati mendadak masih merupakan penyebab kematian utama baik
di Negara maju maupun Negara berkembang seperti Indonesia. Henti
jantung/cardiac arrest merupakan penyebab kematian terbesar pada penderita
dewasa yang menderita penyakit jantung koroner (PJK) yaitu sekitar 60%. Di
Eropa diperkirakan terdapat 700.000 kasus henti jantung/tahunnya. Berdasarkan
laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Indonesia tahun 2007 yang
diterbitkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2008 di Jakarta,
prevalensi penyakit jantung secara nasional adalah 7,5 %. Penyakit jantung
iskemik merupakan penyebab kematian ketiga (8,7%).
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pada sekitar 40% pasien sindroma
koroner akut (SKA) dapat mengalami irama fibrilasi ventrikel (ventricular
fibrillation/VF) yang menyebabkan henti jantung mendadak (sudden cardiac
death/SCD). Beberapa pasien mengalami takikardi ventrikel (ventricular
tachycardia/VT) sebelum akhirnya berubah menjadi VF, jika dibiarkan maka
irama jantung akan memburuk dan berubah menjadi asisol. Terapi optimal untuk
mengatasi VF adalah resusitasi jantung paru (RJP) dan defibrilasi elektrik. Untuk
mempertahankan kelangsungan hidup, terutama jika henti jantung mendadak
tersebut disaksikan, maka Bantuan Hidup Jantung Dasar/BHJD harus secepatmya
dilakukan.
Berdasarkan penelitian, BHJD akan memberikan hasil yang terbaik jika
dilakukan dalam waktu lima menit pertama ketika penderita diketahui tidak
sadarkan diri dengan menggunakan automated external defibrillator (AED). Pada
umumnya waktu yang diperlukan setelah dilakukan permintaan tolong awal
dengan jarak antara system pelayanan kegawatdaruratan medis serta lokasi
kejadian

akan

memakan

waktu

lebih

dari

menit,

sehingga

untuk

mempertahankan angka keberhasilan yang tinggi, tindakan BHJD bergantung


pada pelatihan umum BHJD terhadap kaum awam serta ketersediaan alat AED
sebagai fasilitas umum. Keberhasilan kejut jantung menggunakan defibrillator

akan menurun 7-10% permenit jika tindakan BHJD tidak dilakukan, sehingga
semakin lama waktu untuk melakukan kejut jantung untuk pertama kali, maka
akan semakin kecil peluang keberhasilan tindakan tersebut. Selain BHJD
diperlukan pula Bantuan Hidup Jantung Lanjutan dalam usaha menyelamatkan
pasien henti jantung serta pengelolahan pasca henti jantung dan penanganan
kegawatdaruratan kardiopulmonal lainnya.
Oleh karena itu Kursus Bantuan Hidup Jantung Lanjut/BHJL (Advanced
Cardiac Life Support/ACLS) sangat diperlukan bagi para tenaga kesehatan
terutama dokter yang berperan langsung dalam resusitasi pasien, baik di dalam
maupun di luar rumah sakit sebagai suatu tindakan medic dalam mengatasi
kedaruratan/kegawatan jantung agar memperoleh hasil yang maksimal untuk
menyelamatkan hidup pasien.
1.2. Tujuan pelatihan
a. Mampu melakukan tindakan bantuan hidup dasar (BHD), termasuk
mendahulukan kompresi dada dan mengintegrasikan penggunaan Automated
External Defibrillator (AED)/Defibrilator Eksternal Otomatis (DEO).
b. Mampu mengelolah henti jantung hingga kembalinya sirkulasi spontan
(return of spontaneous circulation (ROSC)), penghentian resusitasi, atau
melakukan rujukan.
c. Mampu mengenali dan melakukan pengelolaan dini terhadap kondisi
sebelum henti jantung yang dapat menyebabkan terjadinya henti jantung
atau mempersulit resusitasi
d. Mampu mengidentifikasi dan mempercepat penanganan pasien yang
menderita sindroma koroner akut.
e. Mampu mendemononstrasikan komunikasi yang efektif sebagai seorang
anggota atau pemimpin tim resusitasi
1.3. Waktu dan Tempat Pelatihan
Pelatihan dilakukan selama 3 hari terhitung sejak tanggal 2-4 mei 2014
bertempat di RSUD Raden Mattaher Jambi. Adapun kegiatan pelatihan terdiri atas
pretest, seminar, megacode, dan posttest secara tertulis dan megacode
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Bantuan Hidup Jantung Dasar

Bantuan Hidup Jantung Dasar merupakan tindakan pertolongan medis


sederhana yang dilakukan pada penderita yang mengalami henti jantung sebelum
diberikan tindakan pertolongan medis lanjutan. Henti jantung adalah berhentinya
sirkulasi peredaran darah karena kegagalan jantung untuk melakukan kontraksi
secara efektif, yang menjadi penyebabnya adalah gagal jantung, tamponade
jantung, miokarditis, kardiomiopati hipertrofi dan fibrilasi ventrikel. Henti napas
adalah berhentinya pernapasan spontan disebabkan gangguan jalan napas, baik
parsial maupun total atau karena gangguan dipusat pernapasan, yang menjadi
penyebabnya adalah sumbatan jalan napas (benda asing, muntahan, edema laring,
spasme, dan tumor), gangguan paru (infeksi, aspirasi, edema paru, kontusio paru,
dan kondisi tertentu yang menyebabkan penekanan rongga pleura), dan gangguan
neuromuskular. Henti napas dan henti jantung merupakan dua keadaan yang
sering berkaitan, sehingga penatalaksanaannya tidak bias terpisahkan.
Henti jantung, henti napas, dan tidak sadarkan diri merupakan indikasi untuk
dilakukan bantuan hidup dasar. Pelaksanaan bantuan hidup dasar dimulai dari
penilaian kesadaran penderita, aktivasi layanan gawat darurat dan dilanjutkan
dengan tindakan pertolongan yang diawali dengan CABD (Circulation-AirwayBreathing-Defibrillator)
Komponen yang perlu diperhatikan saat melakukan kompresi dada :
a. Penderita dibaringkan ditempat yang datar dank eras.
b. Tentukan lokasi kompresi dada : letakkan telapak tangan yang telah saling
c.
d.
e.
f.
g.

berkaitan di bagian setengah bawah sternum.


Frekuensi minimal 100 kali/menit
Kedalaman minimal 5 cm (2 inch)
Recoil sempurna
Minimal interupsi (<10 detik)
Hindari hiperventilasi dengan cara melakukan 30 kompresi dan 2 kali
ventilasi bagi penolong terlatih atau petugas kesehatan. Penolong awam
melakukan kompresi minimal 100 kali/menit tanpa interupsi
Bantuan dasar anak >8 tahun sama dengan dewasa. Untuk yang < 8 tahun,

ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Kedalaman kompresi untuk anak 1-8
tahun sekitar 5 cm dan pada bayi sekitar 4 cm. untuk satu penolong rasio
kompresi:ventilasi = 30:2, tapi untuk dua penolong 15:2

Gambar 1. Algoritma Bantuan Hidup Dasar

Gambar 2. Algoritma Bantuan Hidup Dasar pada Anak

Tabel 1. Perbedaan Bantuan Hidup Dasar Bayi, Anak, dan Dewasa

Untuk penderita sumbatan jalan napas harus dilakukan pertolongan segera


karena

berpotensi

menimbulkan

kematian

bila

tidak

mendapatkan

penatalaksanaan yang benar. Tanda sumbatan jalan napas pada dewasa adalah
pertukaran udara yang buruk serta diikuti dengan kesulitan bernapas yang
meningkat seperti batuk tanpa suara, sianosis, atau tidak bias bicara, terkadang

Penderita sumbatan jalan nap

penderita memperagakan cekikan dilehernya. Segera tanyakan kepada penderita


apakah dia tersedak? Jika ia menjawab dengan suara berarti sumbatan bersifat

sadarberrati penderita
ringan, akan tetapi jika ia menjawab dengan Tidak
anggukan

mengalami sumbatan jalan napas yang berat.

Aktifkan Layanan Gawat Darurat, panggil bantuan


Sumbatan
Baringkan penderita, lakukan kompresi 30 kali buka mulut penderita lihat benda bias dikeluarkan atau tid
Teknik blind finger swap tidak direkomendasikan lagi!!
Rangsang
5

Gambar 3. Algoritma penanganan Sumbatan Jalan Napas Dewasa


Untuk anak, tanda sumbatan jalan napas adalah menangis sambil diikuti
reflex batuk untuk mengeluarkan benda asing.
Penderita sumbatan jalan napas

Tidak sadar

Aktifkan Layanan Gawat Darurat, panggil bantuan


Sumbatan ringa
Baringkan penderita, lakukan kompresi 30 kali buka mulut penderita lihat benda bias dikeluarkan atau tid
Teknik blind finger swap tidak direkomendasikan lagi!!

Gambar 4. Algoritma Penanganan pasien sumbatan jalan napas anak


Rangsang batuB
Untuk mengatasi henti jantung diperlukan integrasi dari tindakan bantuan
hidup dasar, natuan hidup jantung lanjut serta perawatan pasca-henti jantung.
Henti jantung dapat disebabkan oleh 4 irama, yaitu Fibrilasi Ventrikel (VF),
takikardi ventrikel tanpa nadi (VT tanpa nadi), Pulseless Electrical Activity
(PEA), dan asistol. Dasar keberhasilan bantuan hidup jantung dasar adalahRJP
yang berkualitas dan untuk kasus VF/VT tanpa nadi defibrilasi segera.

C
A

Kembalinya sirkulasi spontan


Return of spontaneous circulation (RSOC)
Optimal ventilasi dan oksigenasi
Pertahankan saturasi oksigen 94%
Pertimbangkan penggunaan alat bantu napas lanjut dan capnography
Jangan hiperventilasi

Gambar 5. Algoritma Henti Jantung


2.2. Perawatan Pasca Henti
Jantung
Atasi
hipotensi (TDS<90 mmHg)
Perawatan pasca henti jantung merupakan
bagian
yang sangat penting dalam
Bolus
IV/IO
Infusterjadi
vasopressor
bantuan hidup lanjutan. Umumnya kematian
dalam 24 jam pertama setelah
Cari penyebab

terjadinya henti jantung. Penolong sebaiknya


memastikan bahwa jalan napas serta
EKG 12 sadapan
bantuan pernapasan tersedia secara adekuat sesegera mungkin. Hindari tindakan

Tidak
Pertimbangkan hipotermi

Mengikuti
hiperventilasi dengan cara memberikan
ventilasiinstruksi?
sebanyak 10-12x/menit atau

dengan cara memberikan satu kali ventilasi setiap 6 detik.


Ya

Ya
Reperfusi koroner

STEMI atau kecurigaan besar IMA


Tidak
Advanced critical care

Gambar 6. Algoritme Perawatan Pasca Henti Jantung


2.3. Tatalaksana Jalan Napas
a. Pemberian suplementasi oksigen
Pada kegawatan kardiopulmoner, pemberian oksigen harus dilakukan
secepatnya jika saturasi kurang dari 94%.

Tabel 2. Alat suplementasi oksigen, kecepatan alirandan persentase oksigen yang


dihantarkan
Alat
Kanul Nasal

Sungkup muka sederhana


Sungkup muka dengan reservoir O2

Kecepatan Aliran

% O2

1 L/m
2 L/m
3 L/m
4 L/m
5 L/m
6 L/m
6-10 L/m

21-24
25-28
29-32
33-36
37-40
41-44
35-60

6 L/m
7 L/m
8 L/m
9 L/m
10-15 L/m

60
70
80
90
95-100

Sungkup muka venturi

4-8 L/m
24-35
10-12 L/m
40-50
Untuk memantau keefektifan pemberian oksigen dan membantu titrasi

konsentrasi oksigen inspirasi (FiO2) dapat dengan pemeriksaan invasive yaitu


analisis gas darah dan secara non-invasif dengan alat oksimetri denyut (Pulse
oxymetry).
Tabel 3. Pemilihan Alat Suplementasi Oksigen Berdasarkan Nilai Oksimetri
Nilai SaO2

Arti klinis

Pemilihan suplementasi O2

95-100%

Dalam batas normal

90-<95%

Hipoksia ringan-sedang

Kanul nasal / sungkup muka sederhana

85-<90 %

Hipoksia sedang-berat

Sungkup muka dengan reservoir O2

<85 %

Hipoksia berat yang

Ventilasi dibantu

mengancam nyawa
b. Pembukaan dan pemeliharaan jalan napas atas
Pada pasien yang tidak sadar, penyebab tersering sumbatan jalan napas yang
terjadi adalah akibat hilangnya tonus otot-otot tenggorokan sehingga lidah jatuh
ke belakang dan menyumbat jalan napas pada bagian faring. Untuk membuka
jalan napas dapat kita lakukan secara manual yaitu dengan cara mengangkat
kepala dan mendorong rahang bawah ke depan (head tilt-chin lift), akan tetapi jika
pasien menderita trauma dibagian leher keatas lakukan penarikan rahang tanpa
mendorong kepala. Setelah jalan napas terbuka maka diperlukan pemeliharaan
jalan napas atas dengan memasang OPA atau NPA.
Jika pasien mengalami henti napas, atau napas spontan tapi tidak adekuat,
hipoksemia akibat ventilasi spontan yang tidak adekuat atau diperlukan penurunan
kerja otot pernapasan dengan memberikan tekanan positif saat inspirasi, maka
dibutuhkan pemberian suplementasi oksigen menggunakan ventilasi kantung
napas-sungkup muka (bag-mask ventilation).
Jika pasien mengalami henti jantung atau bila ventilasi kantong napas tidak
memungkin atau tidak efektif, atau pasien yang tidak bias mempertahankan jalan
napas maka diperlukan pemberian ventilasi dengan alat bantu jalan napas tingkat

lanjut yaitu intubasi endotrakea, LMA, dan combitube. Jika pasien sudah
terpasang intubasi endotrakea, pemberian ventilasi harus memperhatikan hal-hal
berikut :
1. Volume
a. Volume oksigen diberikan hanya sampai dada terangkat
b. Pada pasien obesitas berikan volume yang lebih besar
c. Setiap pemberian volume lamanya 1 detik
2. Kecepatan
a. Saat RJP : 8-10 x/menit (1 ventilasi setiap 6-8 detik)
b. Henti napas tanpa henti jantung : 10-12 x/menit (setiap 5-6 detik)
3. Siklus kompresi dada-ventilasi tidak memiliki sinkronisasi
2.4. Terapi Listrik
2.4.1. Defibrilasi
Proses defibrilasi mencakup penghantaran energy listrik melalui dinding
dada menuju ke jantung untuk memadamkan aliran-aliran listrik `liar sel-sel
miokard. Defibrillator modern diklasifikasikan berdasarkan 2 tipe bentuk
gelombang monofasik dan bifasik. Defibrilasi dilakukan untuk penderita dengan
irama fibrilasi ventrikel (VF) dan takikardia ventrikel tanpa nadi (VT tanpa nadi)
ataupun VT polimorfik. Energy kejut yang digunakan untuk dewasa adalah 200
joule untuk defibrillator bifasik dan 360 joule untuk defibrillator monofasik.
Untuk anak energy kejut untuk percobaan pertama adalah 2J/KgBB dan 4 J/KgBB
untuk selanjutnya. Elektroda (lempengan/pads) diletakkan pada posisi sternaapikal. Satu disupero-anterior dada kanan dan satu lagi di di infero-lateral dada
kiri. Pada pasien dengan pacu jantung permanen, letakkan elektroda minimal 5 cm
dari alat pacu jantung tersebut.
2.4.2. Kardioversi tersinkronisasi
Adalah hantaran kejut yang bersamaan dengan kompleks QRS (sinkron).
Energy kejut yang digunakan lebih rendah jika dibandingkan dengan defibrilasi.
Kardioversi tersinkronisasi diindikasikan untuk mengobati takiaritmia yang tidak
stabil. Energy kejut yang digunakan berbeda-beda tergantung dari irama jantung
penderita. Untuk kardioversi atrial fibrillation dipakai 120-200 joule, atrial flutter
dan supraventricular tachycardia lainnya membutuhkan energy 50 joule. Untuk
VT monomorfik dipakai energy 100 joule. Sebelum melakukan kardioversi
pastikan dulu irama apa yang muncul di monitor.
2.4.3. Defibrillator Eksternal Otomatis (Automated External Defibrillator/AED)

10

AED adalah alat yang deprogram oleh computer menggunakan bantuan


suara dan visual untuk memandu tenaga kesehatan melakukan defibrilasi VF/VT
tanpa nadi secara aman. AED dianjurkan untuk disediakan di tempat-tempat
umum yang sangat mungkin terjadi henti jantung, mengingat perbaikan angka
keselamatan dalam program AED sangat dipengaruhi oleh waktu pelaksanaan RJP
dan defibrilasi.
2.4.4. Pacu Jantung/pacing
Tidak direkomendasikan pada pasien-pasien dengan asistol. Pacing dapat
dilakukan pada pasien-pasien dengan bradikardi simptomatik yang tidak respon
dengan obat.
2.5. Bradikardia
Bradikardia adalah denyut jantung yang kurang dari 60x/menit. Bradikardi
akan menjadi masalah bila simtomatik atau sudah menimbulkan gejala dan tanda
akibat denyut jantung yang terlalu lambat, umumnya tanda dan gejala timbul pada
denyut jantung <50x/menit.
Hipoksemia sering menyebabkan bradikardia, sehingga evaluasi awal pasien
dengan bradikardia harus difokuskan pada meningkatnya usaha bernapas seperti
:takipnea, retraksi interkostal, retraksi suprasternal, pernapasan paradoksikal
abdominal, dan saturasi oksihemoglobin. Jika oksigenasi tidak adekuat, berikan
oksigen, pasang monitor, evaluasi tekanan darah, dan pasang infuse. Setelah itu
evaluasi gejala pasien apakah disebabkan oleh bradikardia atau tidak.
Pasien bradikardia tanpa gejala tidak memerlukan terapi, akantetapi jika ada
gejala, terapi sesuai dengan algoritma bradikardia. Lakukan penilaian gambaran
EKG, jika gambaran EKG menunjukkan gambaran sinus bradikardi tetapi bukan
AV block derajat 2 tipe II dan AV block total maka lakukan :
- Berikan atropine sulfat 0,5 mg intravena sambil memperhatikan monitor
EKG adakah respon peningkatan denyut jantung. Jika tidak ada, ulangi
pemberian atropine sulfat berikutnya sebanyak 0,5 mg sampai ada respon
peningkatan denyut jantung atau sampai dosis maksimal, yaitu 3 mg. Bila
pasien bradikardi dengan gejala perfusi yang buruk, langsung berikan
-

atropine sulfat 0,5 mg sambil menunggu monitor dating atau terpasang.


Bila pemberian atropine sulfat maksimal tetapi belum ada respon, berikan
epinefrin 2-10 mcg/menit atau dopamine 2-10 mcg/kgBB/menit

11

Jika belum ada respon juga, maka pertimbangkan untuk konsul ahli dan
pemasangan pacu jantung transvena.

Jika gambaran EKG adalah AV block derajat 2 tipe II atau AV block total, segera
pasang pacu jantung transkutan sambil menunggu pemasangan pacu jantung
transvena.

Nilai kesesuaian dengan kondisi klinis HR biasanya 50 x/menit jika bradiaritmia

Identifikasi dan atasi penyebab


Pertahankan patensi jalan napas: bantu napas jika perlu
Oksigen (jika hipoksemia)
Identifikasi irama; monitor tekanan darah dan oksimetri
Akses IV
EKG 12 sadapan; jangan menunda terapi

Apakah bradiaritmia menyebabkan :


Hipotensi?
Penurunan kesadaran?
Monitor dan observasi
Tanda-tanda syok?
Nyeri dada iskemik?
Nilai kesesuaian kondisi klinis
Gagal jantung akut
HR biasanya 150x/m jika takiaritmia

Gambar 7. Algoritme penanganan Bradikardia


2.6. Takikardia
Atropine
Takikardia adalah denyut
jantung >100 x/menit. Denyut jantung yang cepat
Identifikasi dan atasi penyebab
:
Perkembangan :
Jika atropine
tidak efektif :
seringkali
respon
fisiologis.
Takiaritmia yang ekstrim (150 x/menit)
Jaga patensi
jalan merupakan
napas; bantu
ventilasi
jika diperlukan
Konsultasi ahli
Pacu jantung transkutan atau
Berikan oksigen (jika hipoksemia)
dapat menimbulkan gejala klinis
yang disebabkan
oleh menurunnya Pacu
curah jantung
jantung transvena
Dopamine
drip atau
Identifikasi irama; monitor tekanan darah
dan oksimetri

drip
dan meningkatnya kebutuhanEpinefrin
oksigen miokardium.

Apakah takiaritmia menyebabkan ?


Synchronized cardioversion
Hipotensi?
Ya
Pertimbangkan sedasi
Penurunan kesadaran?
Jika
kompleks
QRS
sempit
dan regular, pertimbangkan adenosin
Tanda-tanda syok?
Nyeri dada iskemik?
Gagal jantung akut?

Tidak

Akses IV dan EKG 12 sadapan


Pertimbangkan
adenosis, hanya jika kompleks QRS regular dan monomorfik
Ya
Pertimbangkan infuse obat antiaritmia
QRS lebar 0,12 detik
Pertimbangkan konsul ahli
Tidak

Akses IV dan EKG 12 sadapan


Manouver vagal
Adenosine (jika kompleks QRS teratut)
Beta blocker atau calcium channel blocker
Pertimbangkan konsul ahli

12

Gambar 8. Algoritme penanganan takikardia


Catatan :
Kardioversi
o QRS sempit teratur :50-100 J
o QRS sempit tidak teratur :120-200 J bifasik atau 200 J monofasik
o QRS lebar tidak teratur :100 J
o QRS lebar tidak teratur : dosis defibrilasi (TIDAK sinkronisasi)
Adenosine IS
o Dosis I : 6 mg IV bolus cepat diikuti flush 20 cc NaCl 0,9%
o Dosis II :12 mg IV jika diperlukan
Obat antiaritmia IV untuk takikardi QRS lebar teratur
o Amiodarone IV : dosis 150 mg IV dalam 10 menit dan dapat diulang 150 mg IV
setiap 10 menit jika diperlukan, maksimum pemberian 2,2 gram IV/24 jam.
Dilanjutkan dosis pemeliharaan 30 mg IV selama 6 jam dan 540 mg IV dalam 18
jam.

2.7. Sindroma Koroner Akut


Sindroma koroner akut (SKA) adalah sekumpulan keluhan dan tanda klinis
yang sesuai dengan iskemia miokard akut dan merupakan kegawatan
kardiovaskular yang memiliki komplikasi yang dapat berakibat fatal. SKA dapat
berupa angina pectoris tidak stabil, infark miokard dengan non-ST elevasi
(NSTEMI), infark miokard dengan ST elevasi (STEMI) dan atau kematian
jantung mendadak. Tujan terapi SKA adalah mengurangi daerah miokard yang
mengalami infark sehingga fungsi ventrikel kiri dapat dipertahankan, mencegah
komplikasi kardiak fatal dan menangani komplikasi SKA.
Penegakkan diagnosis SKA adalah berdasarkan keluhan khas angina.
Keluhan khas angina adalah nyeri dada retrosternal. Yang perlu diperhatikan
dalam evaluasi keluhan nyeri SKA adalah :
1. Lokasi nyeri : didaerah retrosternal dan pasien sulit melokalisasi rasa nyeri

13

2. Deskripsi nyeri : pasien mengeluh rasa berat seperti terhimpit, ditekan,


diremas, panas, atau dada terasa penuh. Keluhan tersebut lebih dominan
dibandingkan rasa nyeri yang sifatnya tajam.
3. Penjalaran nyeri : penjalaran nyeri ke lengan kiri, bahu, punggung,
epigastrium, leher rasa tercekik atau rahang bawah, kadang bias menjalar ke
lengan kanan atau kedua lengan namun jarang.
4. Lama nyeri : nyeri pada SKA dapat berlangsung lama, lebih dari 20 menit.
Pada STEMI, nyeri lebih dari 20 menit dan tidak hilang dengan istirahat atau
nitrat sublingual.
5. Gejala sistemik : mual, muntah dan keringat dingin
Pada pemeriksaan fisik pasien dengan SKA umumnya normal. Terkadang
pasien terlihat cemas, keringat dingin atau didapat tanda komplikasi berupa
takipnea, takikardi-bradikardi, adanya gallop S3, ronki basah halus di paru, atau
terdengar bising jantung (murmur).
Pemeriksaan EKG merupakan pemeriksaan penunjang penting dalam
diagnosis SKA dapat diklasifikasikan dalam 3 kelompok :
1. Evaluasi segmen ST atau LBBB (Left bundle branch block) yang baru atau
dianggap baru. Didapatkan gambaran elevasi segmen ST minimal di dua lead
yang berhubungan.
2. Depresi segmen ST atau inversi gelombang T yang dinamis pada saat pasien
mengeluh nyeri dada.
3. EKG non diagnostic baik normal ataupun hanya ada perubahan minimal.
Pada pemeriksaan laboratorium, sebagai penanda nekrosis miokard kita
harus memeriksakan CK-MB, Troponin T dan I, serta Miogloblin. Troponin lebih
sensitive. SKA dapat berkomplikasi menjadi gangguan irama jantung dan
gangguan pompa jantung. Gangguan irama ini dapat bersifat fatal karena dapat
menimbulkan kematian.
Tatalaksana STEMI dan NSTEMI secara umum hampir sama, baik
prehospital maupun saat di rumah sakit. Hanya berbeda dalam stratergi reperfusi,
di mana STEMI lebih ditekankan untuk segera dilakukan reperfusi, baik dengan
medikamentosa

(trombolisis)

atau

intervensi

(percutaneous

coronary

intervention-PCI).

14

Simptom mengarah kepada iskemia atau infark

Terapi reperfusi pada pasien SKA akan mengembalikan aliran koroner pada

Penilaian dan tatalaksana EMS dan persiapan RS :


daerah yang mengalami infark, mengurangi ukuran infark, dan menurunkan
Monitor, lakukan ABC, siapkan diri untuk melakukan RJP dan defibrilasi
Berikan aspirin
dan jikajangka
diperlukanpanjang.
berikan oksigen,
morfin atas
mortalitas
Terapinitrogliserin,
reperfusidanterdiri
fibrinolitik
Jika ada, pasang EKG 12sadapan; jika ada ST-elevasi : informasikan RS, catat waktu onset dan kontak pertama deng
(mengembalikan
aliran sumber
50-60%)
dan
PCIperawatan
(mengembalikan
90%). Pengobatan
RS yang dituju
harus memobilisasi
daya
untuk
STEMI
Jika akan dilakukan fibrinolisis prehospital, periksa ceklis fibrinolitik

fibribolisis yang tersedia di Indonesia adalah streptokinase dengan dosis


pemberian sebesar 1,5 juta U, dilarutkan dalam 100 cc NaCl 0,9% atau D 5%
diberikan
30-60
menit.
Penilaian selama
ED segera
(<10menit):

Pemberian
fibrinolitik
tersebut: harus
Tata laksana
umum ED segera
Cek tanda vital; evaluasi saturasi oksigen Jika saturasi oksigen <94% start pembiaran O2 kanul 4 L/m, tit
memperhatikan
dipakailah
Pasang akses IVkontraindikasinya, olehkarena
Aspirin itu
160-325
mg (jikaceklis
belumfibrinolitik.
diberikan EMS)
Anamnesis dan PF yang singkat dan terarah
Nitrogliserin SL atau spray
PCI efektif untuk pasien syok kardiogenik, STEMI usia >75 tahun dan syok
Lengkapi ceklist fibrinolitik; cari kontraindikasi
Morfin IV jika nyeri dada tidak berkurang dengan nitrogliserin
Periksa cardiac
elektrolit
dan koagulasi
kardiogenik,
danmarker,
pasien yang
memeiliki
kontraindikasi fibrinolitik.
Periksa chest xray portable (<30 menit)
Kaji EKG 12 sadapan

ST elevasi atau baru atau curiga LBBB


sangat
mungkingelombang
terjadi lukaT dinamis;Normal
ST baru;
depresi
atau inverse
sangat atau
mungkin
terdapat
perubahan
STiskemi
segmen/gelombang
ST-Elevasi MI (STEMI)
Angina tidak stabil risiko tinggi/Non-ST Elevasi
MI (UA/NSTEMI)
UA risiko
rendah/intermediet

Mulai tatalaksana tambahan sesuai indikasi


Pertimbangkan admisi ke chest pain unit/tempat perawata
Jangan tunda reperfusi
Troponin meningkat atau pasien resiko tinggi
Pemeriksaan cardiac marker serial (termasuk troponin)
Pertimbangkan strategi invasive dini jika :
Ulangi EKG/monitoring segmen ST kontinyu
Nyeri dada refrakter
Pertimbangkan test diagnostic noninvasive
Deviasi ST berulang/menetap
Tidak
Terjadi VT
Onset symptom 12 jam Hemodinamik
?
tidak stabil
Tanda-tanda gagal jantung
Ya

Strategi reperfusi :
Mulai terapi tambahan sesuai indikasi
Terdapat satu atau lebih keadaan di bawa
pilihan terapi ditentukan keadaan pasien dan center Nitrogliserin
Gambaran klinis risiko tinggi
target :
Heparin (UFH atau LMWH)
Perubahan EKG dinamik yang sesuai deng
Target door-to-ballon time (PCI)
Pertimbangkan: Beta bloker oral
Peningkatan troponin
Target door-to-needle time (fibrinolisis) kurang Pertimbangkan:
dari 30 menit clopidogrel
Ya
Pertimbangkan: Gp IIb/IIIa inhibitor
Tidak

Pemeriksaan
pencitraan
Rawat di ruang bermonitor
nilai status
risiko diagnostic non invasive atau fisiolog
Lanjutkan aspirin, heparin dan terapi lain sesuai indikasi
ACE inhibitor/ARB
HMG CoA Reduktase inhibitor (statin)
Tidak

15

Jika tidak ada bukti iskemia atau infark, dapat dipulan

Gambar 9. Penanganan SKA


2.8. Hipotensi, syok dan edema paru akut
Seringkali kita menjumpai pasien dengan tekanan darah yang rendah atau
hipotensi (sistolik <100mmHg), ketika berhadapan dengan pasien seperti ini
segera tentukan adanya tanda-tanda penurunan perfusi ke jaringan yang berlanjut
ke arah kegagalan perfusi jaringan, seberapa berat kondisi penderita, serta usaha
yang tepat untuk mengatasinya. Jika tanda kegagalan perfusi jaringan vital sudah
muncul berarti pasien dalam kondisi syok. Syok adalah kumpulan gejala akibat
perfusi selular tidak mencukupi dan asupan oksigen tidak cukup memenuhi
kebutuhan metabolic yang dapat disebabkan oleh beberapa hal dengan gambaran
klinis yang bervariasi. Edema paru akut adalah timbunan cairan di pembuluh
darah dan parenkim paru yang pada sebagian besar kasus disebabkan oleh gagal
jantung akut. Gagal jantung akut adalah penurunan fungsi jantung yang
mendadak dengan atau tanpa didahuli kelainan jantung.
Tanda dan gejala syok tergantung penyakit dasar dan mekanisme
kompensasi yang terjadi, misalnya:
- Peningkatan tahanan vascular perifer : kulit pucat dan dingin, oliguri
- Tonus saraf adrenergic meningkat menyebabkan takikardi

untuk

meningkatkan curah jantung, keringat banyak, cemas, mual, muntah atau


-

diare
Hipoperfusi organ vital, berupa iskemia miokardium ditandai nyeri dada dan

atau sesak napas, insufisensi serebral ditandai perubahan status mental.


Penyebab syok berdasarkan kategori adalah:
1. Syok kardiogenik
Disebabkan olehkarena gangguan kinerja jantung yang ditentukan oleh
a. Kemampuan sel miokard untuk memompa dengan cara memanjang pada
fase diastolic dan memendek pada fase sistolik.
b. Volume darah dan tekanan yang dialami ventrikel pada fase akhir
pengisian/preload
c. Tahanan yang harus dilawan ventrikel untuk pengosongan/afterload
d. Frekuensi kontraksi; menentukan jumlah darah yang dapat dipompa
dalam semenit.
2. Syok hipovolemik

16

Disebabkan karena kekurangan cairan absolute (muntah, diare atau


perdarahan) atau ekstravasasi (syok dengue)
3. Syok distributive
Total cairan tubuh tidak berkurang, tapi volume intravascular relative tidak
seimbang dengan kapasitas vascular, misalnya pada anafilaksis, sepsis, dan
neurogenik.
4. Obstruksi aliran
Misalnya pada emboli paru, tamponade, stenosis katup
Tanda dan gejala edema paru akut bergantung pada berat ringannya gagal
jantung. Gejala sesak terutama saat aktifitas, batuk dengan riak berbuih
kemerahan, sesak bila berbaring disertai kardiomegali, iktus bergeser ke lateral,
bradi-takiaritmia, gallop, bising, ronki basah basal bilateral paru, wheezing
(asthma cardiale), akral dingin dan basah, saturasi oksigen <90% sebelum
pemberian oksigen, foto polos dada tampak bendungan batwing appearance.
Untuk penatalaksanaan hipotensi/syok dalam waktu singkat kita harus
mengerti konsep cardiovascular triad, yaitu irama denyut jantung (rate),
kemampuan miokardium untuk memompa (pump) dan volume. Yang paling
mudah kita periksa adalah masalah rate/irama denyut jantung, oleh karena itu
yang perlu kita nilai pertama kali adalah apakah pasien memiliki frekuensi CEPAT
atau LAMBAT dengan cara meraba nadi atau melihat monitor, lalu tentukan jenis
irama. Jika ditemukan masalah dengan irama, lakukan tatalaksana sesuai dengan
algoritma takikardia atau bradikardia.
Jika ada tanda jelas kehilangan cairan tubuh, berarti pasien mengalami
masalah volum, maka pilihan pertama adalah memenuhi cairan vascular, bila
sudah penuh baru berikan vasopressor, diantaranya :
1. Syok sepsis : dopamine, norepinefrin, fenilefrin, dobutamin
2. Syok spinal : dopamine, feniefrin, dobutamin
3. Syok anafilaksis : epinefrin, dopamine, norepinefrin, fenilefrin
4. Keracunan beta-blocker: epinefrin, atropine, glucagon, dopamine, isoproterenol
5. Keracunan alfablocker : epinefrin, norepinefrin
Untuk permasalahan pump/pompa biasanya terjadi pada pasien dengan syok
kardiogenik. Akantetapi sulit untuk membedakan apakah masalah yang terjadi
karena pompa atau volume. Olehkarena itu, pada kasus gawat kita dapat
melakukan fluid challenge yaitu dengan cara memberikan normal saline 2-4

17

mL/kgBB (diawali 150mL), jika didapatkan perbaikan (peningkatan tekanan


darah dan menurunya curah jantung) maka pemberian cairan dapat diulang lagi.
Tekanan darah sistolik <70 mmHg disertai gejala dan tanda syok sangat
jelas angka kematiannya tinggi. Berikan fluid challenge normal saline 150 mL
dapat diulangi bila ada perbaikan samapai 500mL. berikan simpatomimetik bila
tidak ada respon. Berikan norepinefrin sampai tekanan darah naik antara 70100mmHg, setelah itu segera ganti dengan dopamine.
Tekanan darah sistolik 70-100 mmHg disertai gejala dan tanda syok,
cobalah pemberian cairan diikuti dopamine 2-20 mcg/kgBB/menit, boleh
dikombinasikan dengan dobutamin. Tapi dobutamin tidak boleh diberikan sebagai
obat tunggal untuk hipotensi dengan syok.
Tekanan darah sistolik 70-100 mmHg tanpa gejala dan tanda syok,
cobalah pemberian cairan. Dobutamin adalah inotropik dan vasoaktif yang baik.
Untuk tatalaksana edema paru akut dibagi menjadi tiga tindakan
1. Tindakan pertama
a. Letakkan pasien dalam kondisi duduk sehingga dapat meningkatkan
volume dan kapasitas vital paru, mengurangi usaha otot pernapasan, dan
menurunkan aliran darah vena balik ke jantung.
b. Sungkup muka non-rebreathing dengan aliran 15L/menit (targer saturasi
>90%) berikan bersamaan dengan pemasangan jalur IV dan monitor EKG
c. Bila memungkinkan lakukan pemeriksaan analisis gas darah
d. Tekanan ekspirasi akhir positif (positive end-expiratory pressure) dapat
diberikan untuk mencegah kolaps alveoli dan memperbaiki pertukaran gas.
e. CPAP diberikan bila pasien bernapas spontan dengan sungkup muka atau
ETT
f. Nitrogliserin/Nitrat SL diberikan untuk menurunkan preload, dapat
diberikan dalam bentuk tablet atay spray sublingual. Dapat diulangi setiap
5-10 menit bila TD >90-100 mmHg.
g. Furosemid 0,5-1 mg/kgBB IV. Memiliki efek vasodilatasi dan diuretic.
h. Morfin sulfate diencerkan dengan NaCl 0,9% berikan 24 mg IV bila
TD>100 mmHg, dianjurkan pemberian obat ini dilakukan di RS.
2. Tindakan kedua
a. Jika respon pasien baik setelah tindakan pertama, maka tidak diperlukan
pemeriksaan tambahan. Dilanjutkan pemberian nitrogliserin IV 10-20
mcg/menit dengan tetap memantau TD

18

b. Dapat diberikan dopamine jika TD 70-100 mmHg dengan syok, jika tanpa
syok dapat diberikan dobutamin.
3. Tindakan ketiga
a. Bila tindakan pertama dan kedua tidak memberikan hasil yang memadai
atau terdapat komplikasi spesifik
b. Perlu dilakukan monitor hemodinamik invasive dengan fasilitas spesialistik
c. Pertimbangkan IABP, dilanjutkan PCI atau bedah pintas koroner.

19

Gambar 10. Algoritme penangan Hipotensi/Syok dan Edema Paru Akut


2.9. Obat-obatan yang digunakan dalam Bantuan Hidup Jantung
Lanjutan
Dikelompokkan menjadi :
a. Obat-obatan untuk mengoptimalkan curah jantung dan tekanan darah
b. Obat-obatan
anti-aritmia
Tabel
4. Obat-obatan
yang mengoptimalkan curah jantung dan tekanan darah
c. Obat-obatan lainnya
Obat
Epinefrin

Kalsium

Vasopressin

Nitrogliserin

Indikasi
Kontraindikasi
- Henti jantung : VF, VT tanpa nadi,
asistol, PEA
- Bradikardi simtomatis; setelah
pemeberian SA; alternative
dopamine
- Hipotensi berat; pada hipotensi
berat dengan bradikardi setelah
gagal pacing dan SA atau pada
hipotensi karena penggunaan
phosphodieterase
enxyme
inhibitor
- Anafilaksis

Pemberian
Dapat diberikan secara
IV/ETT.
Henti jantung :
- IV/IO: 1 mg (10 m
1:10.000) diberikan t
menit selama resusitas
flush Nacl 0,9% 20
menaikkan lengan 10-2
- Dosis tinggi (0,2 mg/k
keadaan
spesifik
overdosis betablocke
chalcium channel block
- Infuse kontinyu: dosis
0,1-0,5 mcg/kg/menit
- Rute endotrakeal :2-2
diencerkan dengan
normal saline
Bradikardi/hipotensi bera
- Infuse: 2-10 mcg/menit d
2-4 mg/kgBB-10% CaC
diulang setiap 10 menit

Pasien
dengan
hiperkalemia,
hipokalsemia,
dan
keracunan
preparat calcium channel blocker
Obat alternative selain epinefrin
pada pasien dengan syok, VF
refrakter, asistole, PEA
Gagal jantung kongestif, hipertensi - Hipotensi (TDSemergensi, dan obat anti angina
<90 mmHg)

Henti jantung : 40 IU
tunggal IV
Syok : 0,02-0,04 IU/men
Spray 1-2 semprot 0,5dengan interval 5 men

20

awal pada SKA

- TIK
yang 3x dalam 15 menit
- Tablet (0,3-0,4 mg) SL
meningkat
- Infark ventrikel diulang hingga 3 dosis
kanan
5 menit
- Pengguna Viagra- Bolus 12,5-25 mcg IV
dalam 24 jam- Bolus maintenance mula
mcg/menit dititrasi t
terakhir
- Hipovolemia,
menit, max: 200mcg/me
tamponade
Norepinefrin Syok kardiogenik berat dengan Hipovolemia
- BB < 70 kg :
TDS <70 mmHg
mcg/kg/menit
- BB > 70 kg : 7-35 mcg/m
Sodium
- Hipertensi
emergensi
dengan Pasien
yang Intravena :
Nitroprusside targer organ damage non kardiak mengguanakan
- Dosis
0,1
mcg/k
- Mengurangi afterload pada edema sildenafil/viagra
dinaikkan tiap 3-5 me
paru akut, mitral regugirtasi akut
5-10 mcg/kg/menit
dan aorta regugirtasi akut

Dopamine

Sodium
bikarbonat
Dobutamin

- Pilihan kedua untuk bradikardi


simtomatis setelah SA
- Hipotensi (TDS 70-100 mmHg)
dengan tanda-tanda syok

Asidosis jaringan

Hipotensi (TDS 70-100 mmHg) - Syok


yang dan tanpa tanda-tanda syok
dicurigai karena
obat/racun
- Hipotensi dengan
syok
Furosemide - Edema paru akut dengan TDS >90- TDS
<90-100
100 mmHg (tanpa tanda dan mmHg
gejala syok)
- Hipertensi emergensi
Tabel 5. Obat-obatan antiaritmia
Obat
Adenosine

Infuse : 2-20 mcg/kgB


dititrasi

1mg/kgBB/bolus

Infuse: 2-20 mcg/KgB


dititrasi. Jaga nadi
meningkat >10% nadi a

0,5-1 mg/kgBB diberikan


1-2 menit, jika tidak ada
dosis dinaikkan hin
mg/kgBB, berikan p
selama 1-2 menit
Indikasi
Kontraindikasi
Pemakaian
Takikardia dengan QRS - Blok AV derajat 2 atau 3
Bolus 6 mg adenosine (1
Takikardia
yang
disebabkan
sempit,
PSVT
IV cepat dalam 1-3 de

21

(Paroxysmal
Supraventricular
Tachycardia)

karena obat
bolus saline normal 20 cc
- Pasien yang mengkonsumsi angkat lengan. Bila
dipiridamol
dosis kedua adenosine (2
IV, 1-2 menit setelah
pertama

Amiodaron - Atrial fibrilasi


- VF atau VT tanpa nadi
yang refrakter
- VT
polimorfik
dan
takikardi dengan QRS
lebar yang tidak jelas
sumbernya/unknown
origin
- Pengobatan
pendukung
pada kardioversi elektrik
SVT dan VT
- Multifocal
Atrial
Tachycardia
dengan
fungsi ventrikel kiri yang
baik
- Penurunan
fungsi
ventricular kiri yang
menurun jika pemberian
digoksin sudah tidak
efektif
Sulfas
Sinus bradikardia (kec. AV Bradikardia hipotermi
Atropin
blok derajat 2 tipe 2
danAV Blok total)

Verapamil

Alternative
adenosine- Takikardi dengan QRS
untuk PSVT dengan QRS kompleks yang lebar
sempit dan tekanan darah dengan sumber yang tidak
adekuat
dan
fungsi diketahui
- WPW dan atrial fibrilasi,
ventrikel kiri yang baik
sick sinus syndrome, atau
AV Block serajat 2 atau 3

- Henti jantung : 300 mg


(diencerkan dengan
dekstrose 5%), pert
pemberian berikutnya
150 mg IV selang 3-5 m
- Takikardia kompleks Q
yang stabil: 150 mg IV
10 menit dapat diulang
setiap 10 menit jika
max 2,2 gram IV/24 ja
dosis pemeliharaan 36
selama 6 jam (1mg/m
540 mg IV dalam
berikutnya (0,5 mg/men

0,5 mg IV setiap 3-5 me


dosis maksimal 3 mg.
melalui trakea memerluk
3 x dosis IV diencerkan
ml saline normal
- 2,5-5 mg IV bolus se
dari2 menit. Dosis sel
10 mg IV jika diperluk
interval 15-30 menit. M
IV
- Aternatif : 5 mg bolus tia
dengan dosis total 30

22

Diltiazem

Atrial fibrilasi dan Atrial


flutter.
PSVT
setelah
adenosine diberikan

Lidokain

Henti jantung dengan


VF/VT. VT Stabil dengan
kompleks
QRS
lebar
dengan tipe yang tidak
jelas.

Penghambat - Angina pectoris tidak

stabil, IMA
- Pilihan setelah derivate
adenosine, diltiazem atau
digitalis

Tidak boleh bersamaan dengan obat penghambat


kanal
kalsium,
bronkospasme, gangguan
konduksi
dan
gagal
jantung, nadi < 60x/menit, TD<100mmHG, AV blok
derajat 2 atau 3

Isoprotereno
l

Bradikardia
simtomatis, Henti jantung dan jangan
torsade de pointes yang diberikan
bersamaan
refrakter
atau
tidak dengan epinefrin
berespon
dengan

usia lanjut pemberian


selama 3 menit
Untuk mengontrol nadi:
(0,25 mg/kgBB) IV se
dari 2 menit. Dapat d
menit kemudian dengan
25 mg (0,35 mg/kgBB)
menit. Dosis pemelihar
mg/jam dititrasi
Awal: 1-1,5 mg/kgBB IV
VF/VT refrakter: 0,5-0
IV diulangi 5-10 m
3ml/kgBB
Henti jantung: 1,5 mg/kg
Pemberian via ETT 2-4 m
VT stabil 0,5-0,75 mg
sampai 1-1,5 mg/k
diulangi setiap 5-10 me
total dosis 3 mg/kgb
dosis pemeliharaan 1-4
IV diencerkan dalam
normal saline
Metoprolol : awal 5 mg
lambat, diulang 5 meni
sampai total 5 mg
2x50 mgdapat d
menjadi 2x100 mg
Atenolol: awal 5 mgI
lebih dari 5 menit,
menit dosis ke-2
lambat lebih dari 5 m
baikperoral 50 mg
ditingkatkan 100 mg/ha
Propanolol: total dosis 0,
IV lambat dibagi dala
dengan interval 2-3 me
melebihi 1 mg/menit
2-10 mcg/menit IV sec
dititrasi, caranya masuk
dalam 250 ml normal
atau D5%

23

Magnesium
Sulfat

magnesium
sulfat,
keracunan
obat
penghambat B
Torsade de pointes dengan
henti
jantung
atau
hipomagnesia,
VF
refrakter setelah pemberian
lidokain, torsade de pintes
dengan nadi, ventrikel
aritmia karena intoksikasi
digitalis

Henti jantung karena hip


atau torsade de pointes:
dencerkan dalam 10 m
IV/IO
Torsade de pontes den
loading dose 1-2 gram
dalam 50-100 cc D5%
selama 5-60 menit I
dengan 0,5-1 gram p
dititrasi.

Tabel 4. Obatan-obatan lain


Obat
Morfin sulfat

Unfractioned
(UFH)

Indikasi
Kontraindikasi
Angina pada SKA yang
tidak respon dengan nitrat
dan edem paru tanpa
tanda syok

Heparin Terapi
AMI

adjuvant

Low molecular weight SKA,


heparin (LMWH)
UA/NSTEMI

pada Sama
kontraindikasi
fibrinolitik

spesifik

Pemberian
2-4 mg IV
maksimal 10 m
interval 5-15 m

dengan Awal: 60 IU/k


terapi 4000 IU) dilan
IU/kgBB/jam
ke 50 unit terd
1000
Pertahankan A
nilai control s
jam
atau
angiografi
STEMI: Enoxa
-Usia< 75
normal : bo
IV dengan b
1mg/kgBB
menit kemud
tiap 12 j
24

100mg/dosis
dosis pertam
-Usia>75 th, ti
bolus,
0,75mg/kgbb
jam (max 7
untuk 2 dosi
-CCT
<30
berikan
SC/24 jam
UA/NSTEMI
-Enoxaparin: bo
30
mgIV
pemeliharaan
1mg/kgbb
jika CCT<30
tiap 24 jam
-Bivalirudin:bol
mg/kgbb, l
infuse 0,25 m

25

BAB III
KESIMPULAN
Dalam melakukan Bantuan hidup dasar yang perlu diperhatikan adalah
pengenalan keadaan serta aktivasi system gawat darurat segera, RJP segera dan
defibrilasi segera. Pendekatan sistematis menjadi kunci utama penanganan kasus
gawat. Pada setiap kasus gawat yang perlu kita perhatikan adalah A-B-C (Airway,
Breathing,

Circulation),

nadi/pernapasan/tekanan

O-I-M
darah,

(Oksigen,

dan

tentukan

IV
apakah

line,
ada

Monitor),
masalah

irama/pompa/volume. Dengan adanya pendekatan yang sistematis kita dapat


mengenali gangguan-gangguan jantung yang bias membahayakan nyawa pasien
dan dapat melakukan tatalaksana yang tepat.
Pengobatan pasien dengan bradikardia atau takikardia yang perlu kita
perhatikan apakah irama tersebut menimbulkan gejala pada pasien, jika iya maka
kita harus menatalaksana sesuai dengan algoritma yang ada.
Pengobatan pasien dengan SKA harus diawali dengan anamnesis gejala
klasik nyeri dada karena SKA, setelah criteria nyeri dada klasik SKA
teridentifikasi kita harus segera memberikan aspirin, setelah itu baru kita masuk
dalam algoritma SKA
Pengobatan hipotensi tidak hanya dipandang dari tekanan darah, tetap
gejala-gejala dan tanda klinis lebih berharga yang meliputi keadaan umum,
gangguan kesadaran, perfusi perifer pada ujung-ujung ekstremitas, pengisian
kapiler, gejala syok, dan produksi urin. Untuk penatalaksanaannya kita harus
menggunakan triad kardiovaskular yaitu irama, pompa, dan volume-resistensi
pembuluh darah. Karena yang paling mudah dinilai adalah irama, maka ketika
mendapatkan pasien dengan hipotensi kita harus menentukan apakah pasien ini
bradikardi atau takikardia, jika karena masalah pompa kita harus menentukan
apakah penyebabnya primer dari jantung atau dari luar jantung. Jika yang menjadi
masalah adalah volume, tentukan apakah penurunan volume yang terjadi absolute
atau relative.

26

Anda mungkin juga menyukai