Anda di halaman 1dari 28

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI CAKUPAN PROGRAM

PEMBERIAN KAPSUL VITAMIN A PADA BALITA DI CENTRU SAUDE


BOBONARO SUB DISTRITO BOBONARO DISTRITO BOBONARO
PADA TAHUN 2014

OLEH :
Nama

:VIDAL SOARES NORONHA

Nim

: II.04.01.309

Kelas

: F/Reguler

Semester

: VII

Fakultas

: Kesehatan Masyarakat

UNIVERSIDADE DA PAZ
(UNPAZ)

KATA PEGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan Rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan mini skrpsi yang berjudul FAKTOR-FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI CAKUPAAN PROGRAM PEMBERIAN KAPSUL VITAMIN
A PADA BALITA DI DISTRIK BOBONARO PADA TAHUN 2014 ini dengan tepat pada
waktunya, dan kami menyadari bahwa MINI SKRIPSI ini belum mencapai kesempurnaan.
Dalam menyelesaiaan MINI SKRIPSI ini, kami tidak lupa mengucapkan rasa
terima kasih kepada Dosen mata kuliah ibu FELIZBELA yang telah membimbing kami
dalam penyusunan MINI SKRIPSI ini, sehingga kami bisa menyusun MINI SKRIPSI
dengan baik.
Dengan demikian kami merasa bahwa makalah ini masih sangat sederhana, oleh
karena itu kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat konstruktif,
sehingga MINI SKRIPSI ini mencapai kesempurnaan dan bermamfaat di waktu yang akan
datang.

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Anak adalah pengembang tugas di hari depan. Anaklah yang akan
melanjutkan di muka bumi ini. Kualitas seorang anak di masa sekarang akan
berpengaruh terhadap kondisinya di masa yang akan datang. Oleh karena itu
sudah sewajarnya jika anak mendapat perhatian yang khusus.
Tingkat kemajuan dan tingkat kesejahteraan suatu bangsa lebih ditentukan
oleh sumber daya manusia (SDM) dibandingkan dengan sumber daya alam
(SDA). Dengan SDA yang minimal suatu Negara dapat mencapai tingkat
Negara maju, asal saja SDM yang dimiliki berkualitas. Oleh karena itu penting
sekali untuk meningkatkan kualitas manusia, sejak masa kanak-kanak, agar
mereka dapat tumbuh dan dapat berkaria secara maksimal (Ratna, 1988).
Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas manusia yakni dengan
memenuhi kebutuhan nutrisi. Nutrisi yang baik akan ikut membantu mencegah
terjadinya penyakit yang akut dan kronik, dan juga menopang perkembangan
kemampuan fisik dan mental (Barness, 1988)
Di Indonesia, hal pemenuhan kebutuhan nutrisi masih dihadapkan pada
empat masalah gizi kurang yaitu:
1.
2.
3.
4.

Kekurangan kalori protein (KKP)


Kekurangan vitamin A (KVA) yang dapat berkaitan kebutaan,
Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) dan
Anemia Defisiensi Besi (ADB) (Agus, 1983). Masalah ini banyak terdapat
pada bay, anak balita, ibu hamil, ibu menyusui dan masyarakat
berpenghasilan rendah ( Kodyat, 1993 cit Purjanto, 1994).

Masalah Kekurangan KVA bukan hanyamenjadi masalah di Indonesia, tetapi


juga merupakan salah satu masalah gizi di Negara-negara yang sedang
berkembang sebab prevalensinya masih tinggi.
Salah satu akibat KVA adalah xerophalmia, yaitu penyakit yang
ditandai dengan rusaknya mata anak, yang kondisinya sangat bervariasi mulai
dari kekeringan selaput bola mata hingga timbulnya kebutaan.

Upaya

pennanggulangan masalah Xeropthamia di Indonesia telah di galakkan sejak


tahun 1970-an, dengan cara pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi 200.000
IU kepada semua anak yang berusia 12-59 bulan di seluruh Indonesia setiap
bulan februari dan Agustus melalui puskesmas yang diteruskan ke posyandu.
Vitamin A selain berperang dalam pencegahan xeropthalmia juga
menurunkan angka morbiditas dan mortalitas bayi /anak balita. Dampak
intervensi vitamin A dengan pemberian vitamin A dosis tinggi setiap 6 bulan
terhadap anggka mortalitas anak balita telah diteliti. Anak balita yang mendapat
kapsul vitamin A dosis tinggi mempunyai resiko relative kematian yang lebih
rendah dari pada anak balita yang tidak mendapatkan kapsul vitamin A
(Muhilal, 1986). Vitamin A juga berperang dalam pertumbuhan anak.
Penelitian

di

purwakarta

membuktikan

bahwa

KVA

taraf

ringan

mempenggaruhi terhambatnya pertumbuhan berat dan tinggi badan anak di


bawah usia 6 tahun (Tarwotjo, 1993 Cit Myrnawati, 1997).
Walapun penelitian tentang KVA di Indonesia telah banyak di lakukan
oleh parah ahli, ternyata KVA masih belum secara tuntas dapat di atas kerena
KVA merupakan lingkarang setan yang sulit di cari ujung pangkalnya dan di
putus mata rantai yang menjadi penyebabanya (Sommer, 1983 Cit Armonanto,
1994). Pemberian KVA dosis tinggi pada balita, yang merupakan salah satu
program penanggulangan KVA, pada tahun 1992 baru mencakup 58 %, dan
seyogyanya angka ini masih harus di tingkatkan.

1.2 Perumusan Masalah


Dari penelitian ini diharapkan dapat memperoleh informasi mengenai
berbagai faktor yang dapat mempengaruhi cakupan distribusi pemberian
vitamin A pada balita.
Hasil penelitian ini di harapkan dapat berguna bagi kemajuan ilmu
pengetahuan dan dapat memberi masukan bagi kalanjutan pelaksanaan
program pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi.
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui berbagai faktor yang dapat
mempengaruhi cakupan distribusi pemberian KVA dosis tinggi pada balita

1.4. Manfaat Penelitian


1. Bagi ilmu pengetahuan
Diharapkan hasil penelitian ini menjadi penilaian kea rah yang lebih baik bagi
perkembangan ilmu pengetahuan yang telah ada.
2. Bagi penulis
a. Mendapatkan pengelaman nyata dari kegiatan penelitian dan dalam membuat
karya tulis.
b. Dapat mengetahui secara langsung tingkat pengetahuan ibu balita dan
mempraktekan ilmu yang diperoleh selama pendidikan.
c. Diharapkan agar penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi tenaga
kesehatan khususnya bidan di Purworejo terhadap pengetahuan dan
pelaksanaan pemberian vitamin A pada Balita
3. Institusi pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan ilmu pengetahuan
khususnya pemberian vitamin A pada balita.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teori


2.1.1 Pengertian
Vitamin A adalah suatu campuran bahan organik yang dibutuhkan
dalam jumlah yang sangat kecil, berperang dalam metabolisme sel untuk
keperluan pemeliharan atau pertumbuhan organik yang bersangkutan Vitamin
merupakan bahan makanan yang harus diusahakan dari luar (Barness,1992).
Vitamin tidak termasuk golongan protein karbohidrat maupun lemak,
dan terdapat dalam jumlah yang kecil dalam makanan tetapi sangat penting
peranannya bagi fungsi tubuh tertentu. Vitamin umumnya dikelompokkan
menjadi 2 golongan yaitu: vitamin yang larut dalam lemak dan vitamin yang
larut dalam air. Vitamin A termasuk vitamin yang larut dalam lemak, dan
dimasukan ke dalam kelompok lipida, karena tidak larut dalam air dan dapat
dieksresikan dengan mengunakan pelarut organic.
Vitamin A hanya terdapat dari jaringan hewan, sedangkan dalam
tumbuhan terdapat sebagai beta-karoten, yaitu senyawa provitamin A yang di
dalam tubuh akan diubah menjadi vitamin A. Bahan makanan yang menjadi
sumber vitamin A antara lain kelapa sawit, ikan, kuning telur, lemak susu,
daging berlemak, hati, sayuran, buah-buahan, biji-bijian sumber minyak seperti
kacang hijau (Susilo Dkk, 1988).
Kehidupan seseorang akan vitamin A bergantung pada sejumlah faktor
tang saling berhubungan termasuk umur, kecepatan pertumbuhan, jenis
kelamin,efisiensi penyerapan dan penyimpanan, efisiensi pengakutan plasma
dan penggunaanya dalam sel-sel yang menjadi sasaranya. Kecepatan
pertumbuhan yang rendah pada unur tertentu secara nyata menurunkan
kebutuhan. Sedang parasit pencernaan, kekurangan gizi (misalnya KKP), dan
penyakit-penyakit pada saluran pencernaan, hati,ginjal cenderung menaikan
kebutuhan (Nasution, 1988 ).
Fakto-faktor yang mempengaruhi perilaku adalah jiwa ( berpendapat,
berpikir, bersikap, dan sebagainya) untuk memberikan respon terhadap situasi
di luar subjek tersebut. Respon ini dapat bersifat pasif ( tanpa tindakan) dan

dapat juga bersifat aktif (dengan tindakan). Bentuk operasional dari perilaku ini
dapat dikelompokan dalam 3 jenis yaitu:
1. Perilaku dalam bentuk pengetahuan yaitu dengan mengetahui situasi
rancang dari luar.
2. Perilaku dalam bentuk sikap yaitu tanggapan batin terhadap keadaan atau
transangan dari luar diri subjek
3. Perilaku dalam bentuk tindakan yang sudah konkrit berupa perbuatan
terhadap situasi atau ranngsangan dari luar (Nadapdap, 1988).

Dari faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku masyarakat atau individu yaitu


1. Faktor dasar (predisposing factor) yakni meliputi: kebiasaan, tradisi, nilai
pandangan atau persepsi serta faktor perseorangan atau personal seperti
pendapatan keluarga, kedudukan social, umur, dan pendidikan yang
berhubungan dengan motivasi seseorang atau sekelompok orang untuk
berperilaku.
2. Faktor-faktor pendukung (Enabling factor) meliputi sumber daya atau
potensi masyarakat, jarak, fasilitas
3. Faktor-faktor pendorong(Reinforcing factor) meliputi sikap dan perilaku
petugas kesehatan, dorongan dari guru, anggota keluarga lain, pamong
(Green, 1980 Cit Salam, 1987).
Nadapdap (1988), menguraikan bahwa perilaku kesehatan pribadi di
pengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut:
1. Faktor demografis (umur, jenis kelamin, bangsa, kelompok etnis)
2. Faktor social fikologi (kepribadian, pengelaman sebelumnya)
3. Faktor struktur (kelas social akses pelayanan kesehatan)
Selain faktor yang mempengaruhi kesehatan pribadi adapula faktor
pendorong untuk bertindak, yang berupa kampanye, media massa, peringatan
dari dokter tulisan dalam surat kabar majalah.
Perilaku seseorang juga dipengaruhi oleh gaya hidup keluarga individu
tersebut. Gaya hidup merupakan bagian dari manifestasi budaya dan
merupakan hasil belajar dan pengelaman sejak lahir sampai meningal dunia.
7

Banyak faktor yang mempengaruhi dan menentukan gaya hidup keluarga.


Manifestasi dari gaya hidup keluarga berbentuk segalah perilaku keluarga
tersebut, dan merupakan bagian dari budaya masyarakatnya. Perilaku tampak
pada banyak aktifitas kuluarga yang mempunyai 3 unsur utama yang
mempengaruhi yaitu:
1. Lingkungan hidup
2. Berbagai kebutuhan keluarga
3. Sumber daya keluarga interaraksi
Berdasarkan hasil penelitian ilham (1996), dari 410 responden yang
mengunjungi posiando sebagian besar (80,2 %), bekerja sebagai ibu rumah
tangga. Ibu yang bekerja sebagai buruh dan pegawai swasta hanya 3,7 %,
merupakan uraian keempat. Urutan kedua adalah pedagan (5.9 %), dan sebagai
urutan ketiga adalah pegawai negeri 4,1 %.
Jatipura (1993), meneliti mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan
imunisasi DPT-1 yang diangap mewakili imunisasi yang lain. Faktor yang
berhubungan dengan imunisasi DPT-1 adalah unsure ayah (semakin mudah
umur ayah proporsi di imunisasi semakin besar), jumlah anak yang masih
hidup (anak masih hidup sedikit proporsi di imunisasi semakin besar), keikut
sertaan KB (yang mengikuti Program KB proporsi lebih besar), dan menoton
TV (yang menonton TV proporsi di imunisasi lebih besar).
2.1.2 Skema
Berdasarkan uraian di atas dapat di buat suatu skema sebagai berikut :
Faktor Dasar

Faktor Pendukung

Faktor Pendorong

Kebiasaan
Fasilitas
Sikap/Perilaku petugas
Persepsi
Akses Pelayanan kesehatanSikap pamong
Kedudukan Sosial
Sikap anggota keluarga
Usia
Kampanye
Pendidikan

8
Perilaku

2.1.3

Hipotesis
Berdasarkan uraian di atas di buat hipotesis sebagai berikut :
Usia ibu, pendidikan, status kerja ibu, pendidikan ayah, keikutsertaan dalam
program KB, kepemilikan TV, dan kepemilikan Radio, memiliki pengaruh
terhadap cakupan pemberian kapsul vitamin.

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah balita yang saat dilakukan penelitian berusia
12-59 bulan(pada bulan Desember 1996 berusia 18-59 bulan). Kriteri inklusi
subjek ialah balita tinggal bersama ibu dan ayah kandung. Populasi penelitian
ini adalah balita berusia 12-59 bulan yang bertempat tinggal di Kabupaten
Purworejo, Jawa Tengah
3.2 Rancangan Penelitian
3.2.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian cross seechonal. Variabel yang
termasuk faktor resiko dan variabel yang termasuk efek, diobservasi sekaligus
pada saat yang sama, yang berarti setiap subjek hanya diobservasi satu kali
9

saja. Faktor resiko dan efek diukur menurut keadaan atau status saat
diobservasi (Pratiknyo,1986)
3.2.2. Identifikasi Variabel
Variabel-variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas dan
variabel tergantung.
Variabel bebas: usia ibu, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, usia ayah, pendidikan
ayah, keikutsertaan dalam program KB, kepemilikan Radio,dan kepemilikan
TV.
Variabel tergantung: cakupan vitamin A pada balita.
3.2.3. Definisi Operasional Variabel
Usia ibu: usia ibu kandung balita dalam tahun
Pendidikan Ibu: Tingkat pendidikan tertinggi yang pernah/sedang diduduki ibu
Pekerjaan Ibu: Pekerjaan utama ibu member penghasilan terbanyak
Usia ayah: Usia ayah kandung balita dalam tahun
Pendidikan ayah: Tingkat pendidikan tertinggi yang parnah/sedang diduduki
ayah
Keikutsertaan dalam program KB: Pernah /sedang memakai suatu cara atau
alat untuk menunda atau mencegah kehamilan
Kepemilikan Radio/TV: ada tidaknya radio/TV dalam rumah
3.2.4 Cara Pengumpulan Data
Data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari
Laboratorium Penelitian Kesehatan dan Gizi Masyarakat, Fakultas Kedokteran
Gajah Mada, Yogyakarta.

10

Laboratorium Penelitian kesehatan dan Gizi Masyarakat melakukan


penelitian di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah.Penelitian dilakukan melalui
sampel survei, dengan jumlah sampel sekitar15.000. metode pemilihan sampel
dengan menggunakan rangcangan penarikan sampel secara berjenjang yaitu
menurut acuan proportional population estimated size (SPSS)
Pemilihan sampel dilakukan 2 (dua) tahap, yaitu tahap pertama memilih
wilayah cacah (wilcah) dan tahap kedua memilih rumah tangga dari wilcah
terpilih.
a) Pemilihan sampel wilcah: oleh karena jumlah wilcah yang harus dipilih
sebanyak 128 wilcah, maka seluruh wicah yang ada pada frame terpilih
semua. Pemilihan sampel ini dilakukan bersama Biro Pusat Statistik (BPS)
dengan memakai sampel frame dari sensus pertanian tahun 1993.
b) Pemilihan sampel rumah tangga: menggunakan kaidah cqual sampel, yaitu
setiap wilcah diambil sampel rumah tangga yang sama,yaitu sebanyak
m=13.000/120 atau sebanyak 101 rumah tangga. Wilcah dengan jumlah
rumah tangga kurang dari 102, maka seluruh rumah tangga pada wilcah
tersebut dipilih semuanya. Wilcah yang dimiliki rumah tangga lebih dari
101,maka rumah tangga dipilih dengan ara sebagai berikut:
1) Ditentukan interval (1) dua angka dibelakang koma dengan Rumus
Li
= Mi/m.1=s.d 128
Li
= Interval untuk wilcah terpilih yang ke-i
Mi
= Banyaknya seluruh rumah tangga yang harus dipilih dari setiap
wilcah yang ke-i
M
= Jumlah rumah tangga yang harus dipilih dari setiap wilcah=101
2) Ditentukan angka random pertama (Ri) untuk setiap wilcah dengan
ketentuan bahwa nilai Ri < li: dan seterusnya nilai R2=R1+(2-1)li.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data rumah tangga yang
dimiliki balita seperti telah tersebut di atas.
3.2.5. Keterbatasan Penelitian
Faktor-faktor yang dapat mempengruhi cakupan pemberian vitamin A
sangatlah kompleks, seperti telah dijelaskan dalam kerangka analisis. Dalam
11

penelitian ini hanya sebagian aspek yang ditinjau antara lain faktor persepsi,
fasilitas kesehatan dalam masyarakat,dan petugas/kader yang berkepentingan
dalam distribusi kapsul vitamin A.
3.2. Pengukuran Hasil Penelitian
Data diperoleh dari data sekunder. Data sekunder tersebut merupakan
hasil wawancara dari rumah ke rumah yang dilakukan oleh orang-orang lulusan
SMTA yang telah dilatih. Dalam rangka untuk menjaga mutu dan akurasi yang
dikumpulkan di lapangan, maka dilalkukan sistem cek data yang meliputi
editing tingkat petugas, tingkat pengawas, tingkat coordinator, dan tingkat
peneliti.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Table 1. kecukupan gizi yang dianjurkan perorang perhari
Golongan umur (tahun)

BB (kg)

0,5-1
1-3
4-6
7-9

8
11,5
16,5
23

Vit A
1200
1500
1800
2400

(Soetrisno,1983)
Vitamin yang larut dalam lemak, termasuk vitamin A adalah molekulmolekul apolar hidrofobik, yang semuanya merupakan derivate isoprene.
Vitamin yang larut dalam lemak memerlukan absorpsi lemak normal untuk di
serap. Sekali di serap vitamin yang larut dalam lemak di transfer ke hati dalam
kilomigron dan di simpan dalam hati (Martin, 1987). Dengan demikian kapsul
vitamin A dosis tinggi yang berisikan 200.000 SI vitamin A ester di dalam
12

larutan lemak, di angap dapat di terima dan tidak menyebabkan sakit (Husaini,
1992). Vitamin A berdosis relative sangat tinggi mudah terabsorpsi, mudah
tersimpan dengan memadai pada hati dan organ lain, serta efektif di gunakan
dalam jangka waktu tertentu. Dosis tinggi tunggal vitamin A dapat mencukupi
kebutuhan anak prasekolah selama 4-6 bulan (Rahmat, 1997).
Menurut data tahun 1996 diperoleh 33,34 balita yang memenuhi syarat
untuk diteliti.
Cakupan pemberian kapsul vitamin A secara nasional yakni sekitar 58%, tapi
dengan kelihatan data yang di teliti, pada balita yang tidak mendapatkanya
vitamin A sama sekali hanya 1164 (34,9%) , pada balita yang mendapat kapsul
vitamin A satu kali hanya 1144 (34,3%), dan pada balita yang mendapatkan
kapsul vitamin A dua kali hanya 1026 (30,8%).

Tabel 2: Cakupan Distribusi Kapsul Vitamin A menurut waktu pemberian


Waktu Pemberian
Februari
Agustus
Februari+Agustus
Tidak Februari & Agustus
Jumlah

n
471
673
1026
1164
3334

%
14,1
20,2
30,8
34,9
100,0

Tabel di atas menunjukkan bahwa pada bulan februari cakupan kapsul


vitamin A sebesar 14,1%, sedankan pada bulan Agustos sebesar 20,2%.
Cakupan pada bulan Agustos lebih besar, bila dibandingkan pada bulan
februari dengan selisi 6,1%. Hal ini dimungkinkan karena bulan februari
merupakan musim penghujan, sehingga orang cenderung enggan keluar rumah,
apalagi jika harus membahwa anak kecil.

4.1 PENGARUH USIA IBU


13

Data di analisis uji kai kuadrat,dan menunjudkan adanya hubungan


yang bermakna antara usia ibu dengan cakupan pemberian kapsul vitamin A
pada balita.
Presentasi terbesar bagi balita yang mendapatkan kapsul vitamin A
secara lengkap terdapat pada ibu kelompok umur 20-34 tahun, disusul ibu
kelompok umur 35-45 tahun di atas 45 tahun.dan presentasi terkecil terdapat
pada ibu berusia di bawah 20 tahun.
Pemberian kapsul vitamin A lengkap dibandingkan dengan pemberian
kapsul vitamin A hanya satu kali,resiko relative terbesar pada ibu berusia kuran
dari 20 tahun(RR=1,53). Pemberian kapsul vitamin A lengkap bila
dibandingkan dengan yang sama sekali tidak mendapatkanya,maka resiko
relatif terbesar terdapat pada ibu yang berusia di atas 45 tahun.

Tabel 3 Cakupan Pemberian Kapsul Vitamin A menurut Usia Ibu


frekuensi pemberian kapsul vit. A
0X
1X
2X
n
%
n
%
n
<20
10
25,6
23
59,0
6
20-34
794
33,5
815
34,5
756
35-45
341
38,3
294
33,0
255
>45
19
47,5
12
30,0
9
Jumlah
1164 34,9 1141
34,3
1024
X2 = 20.79672, DF = 6,p < 0.05
usia ibu
(tahun)

Jumlah
%
15,4
32,0
28,7
22,5
30,8

n
39
2365
890
40
3327

%
100
100
100
100
100

Hasil penilitian ini berbeda dengan hasil penilitian Jatipura (1993) yang
menyatakan bahwa umur ibu merupakan faktor yang tidak bermakna terhadap
status imunisasi DPT-1 anak. Pada penelitian ini cakupan terbesar terdapat
pada ibu kelompok usia 20-34 tahun.Hal ini diduga karena dibangdinkan
dengan ibu kelompok usia 34-45 dan > 45 tahun,maka ibu usia 20-34 tahun
memiliki kesempatan atau waktu luang yang lebih banyak.Sedangkan bila
dibandingkan dengan ibu kelompok usia < 20 tahun,ibu 20-34 tahun memiliki
pengalaman yang lebih banyak.
14

Tabel 4 Resiko Relatif Balita untuk Tidak Mendapatkan Kapsul Vitamin A


menurut Usia ibu
Usia ibu
(Tahun)
< 20
20-34
35-45
>45

Frekuensi Pemberian vit.A


0X
10
794
341
19

2X
6
756
255
9

Resiko Relatif
1,22(0,83-1,79)
1
1,12(1,03-1,22)
1,35(1,02-1,72)

Tabel. 5 Resiko Relatif Balita untuk Mendapatkan Kapsul Vitamin A satu kali
menurut Usia Ibu
Usia Ibu
(Tahun)
<20
20-34
35-45
>45

Frekuensi Pemberian Vit.A


1X
23
815
294
12

2X
6
756
255
9

Resiko Relatif
1,53(1,26-1,85)
1
1,03(0,94-1,13)
1,10(0,76-1,60)

4.2 PENGARUH PENDIDIKAN IBU


Tabel 6 menggambarkan cakupan pemberian kapsul vitamin A pada balita
menurut pendidikan ibu.Semakin tinggi pendidikan ibu,semakin besar
presentasi balita yang mendapat kapsul vitamin A secara lengkap.Data
dianalisis dengan uji kai kuadrat,dan ternyata perbedaan tersebut bermakna
secara statistik.
Tabel 6.Cakupan Pemberian kapsul Vitamin A pada Balita menurut Pendidikan
Ibu

15

Pendidikan
ibu

Frekuensi pemberian kapsul vit.A


0X

n
%
Tidak sekolah
123
53,7
SD
771
35,5
SMP
126
26,8
SMA
126
31,7
SMA+
16
28,0
Jumlah
1162 34,9
X= 81,41666; df=8; p < 0,05

1X
n
72
774
161
116
18
1141

Jumlah

2X
%
31,4
35,6
34,2
29,3
31,6
34,3

n
34
628
184
155
23
1024

%
14,9
28,9
39,0
39,0
40,4
30,8

229
2173
471
397
57
3327

Balita yang tidak mendapatkan kapsul vitamin A secara lengkap, baik yang
hanya mendapat satu kali maupun yang tidak mendapatkanya sama sekali,
resiko relative terbesar terdapat pada ibu yang tidak sekolah (RR= 1,9 dan
1,55). Faktor pendidikan diduga berkaitan erat dengan factor pengetahuan
mengenai vitamin A ,sehingga mempengaruhi persepsi ibu tentang vitamin A
dan selanjutnya mempengaruhi perilaku ibu dalam usaha melengkapi kapsul
vitamin A untuk anaknya.
Tabel 7

Resiko relatif balita untuk tidak mendapatkan vitamin A menurut

pendidikan ibu.

Pendidikan Ibu

Frekuensi pemberian vit. A

Resiko Relatif
0X
2X
Tidak sekolah
123
34
1,91(1,30-2,81)
SD
771
628
1,34(0,92-1,96)
SMP
126
184
0,99(0,66-1,48)
SMA
126
155
1,09(0,73-1,63)
SMA+
16
23
1
Tabel 8 Resiko relatif balita untuk mendapatkan kapsul vitamin A satu kali
menurut pendidikan ibu

Pendidikan Ibu
Tidak Sekolah
SD
SMP
SMA

Frekuensi pemberian vit. A


0X
72
177
161
116

2X
34
628
184
155
16

Resiko Relatif
1,55(1,07-2,24)
1,26(0,89-1,78)
1,06(0,74-1,53)
0,97(0,67-1,41)

SMA+

18

23

4.3 . Pengaruh status kerja ibu


Data dianalisis dengan uji kai kuadrat,ternyata tidak ada hubungan yang
bermakna antara status kerja ibu dengan cakupan pemberian kapsul vitamin A.
Baik pada ibu yang bekerja maumpu yang tidak bekerja tidak berhubungan
dengan kelengkapkan pemberian kapsul vitamin A. Hasil peneliti ini serupa
dengan

hasil

penelitian

Jatipura

(1993)

dan

Fibriani

(1992),yang

menghubunkan dengan status imunisasi DPT bayi. Data selengkapnya dapat di


baca pada table 9
Tidak adanya pengaruh status kerja ibu terhadap kelengkapkan pemberian
kapsul vitamin A ini diduga karena meskipun ibi bekerja, namun pekerjaan
tersebut bukan jenis pekerjaan yang sangat menyatu waktu, sehinggaibu tetap
memiliki waktu dan perhatian terhadap kelengkapan kapsul vitamin A anakny
Tabel 9. Cakupan pemberian kapsul vitamin A pada balita menurut status kerja
ibu

Status kerja
Ibu

Frekuensi pemberian kapsul vit. A


0X

n
%
Tidak bekerja
396
34,7
Bekerja
765
54,9
Jumblah
1161
X = 0,93533; DF = 2; P > 0,05

1X
n
381
760
1141

Jumlah

2X
%
33,6
34,8

n
362
662
1024

%
31,7
30,3

n
1139
2187
3326

%
100
100
100

Tabel 10. Resiko relative balita untuk tidak mendapatkan kapsul vitamin A
menurut status kerja ibu
Frekuensi pemberian vit A.

Status kerja
Ibu

1X

2X

Resiko relative

Bekerja
Tidak bekerja

765
396

662
362

1,03(0,94-1,12)
1

17

Tabel 11 Resiko relative balita untuk mendapatkan kapsul vitamin A satu kali
menurut Status kerja ibu
Frekuensi pemberian vit A.

Status kerja
Ibu
Bekerja
Tidak bekerja

1X

2X

Resiko relatif

760
381

662
362

1,04(0,96-1,14)
1

4.4 Pengaruh Pendidikan Ayah


Tabel 12 menunjukkan cakupan pemberian kapsul vitamin A pada balita
menurut pendidikan ayah. Data di analisis dengan uji kai kuadrat, dan ada
hubungan yang bermakna antara pendidikan ayah dengan cakupan pemberian
kapsul vitamin A pada balita. Semakin tinggi pendidikan ayah, presentase balia
yang mendapat kapsul vitamin A secara lengkap semakin besar.
Ayah di masukkan sebagai factor pendorong dalam mempengaruhi
kelengkapan pemberian kapsul vitamin A bagi balita, karena dalam hal ini yang
biasanya terlibat langsung adalah ibu. Pendidikan ayah didug berkaitan erat
dengan pengetahuan dan persepsi mengenai vitamin A dan selangjutnya suami
memberikan dorongan kepada istri untuk melengkapi pemberian kapsul
vitamin A pada anaknya.
Tabel 12 Cakupan pemberian vitamin A bada balita menurut pendidikan Ayah
Pendidikan
ayah

Frekuensi pemberian kapsul vit A


0X

1X
18

2X

Jumlah

n
%
n
Tidak sekola
78
50,0
54
SD
737
37,2
694
SMP
149
28,5
186
SMA
160
28,8
180
SMA+
39
35,2
27
Jumblah
1163 34,9
1141
X = 67,09585, DF = 8, P < 0,05

%
34,6
35,0
35,6
32,4
24,3
34,3

n
24
551
188
216
45
1024

%
15,4
27,8
35,9
38,8
40,5
30,8

n
156
1982
523
556
111
3328

%
100
100
100
100
100
100

Tabel 13 Resiko relative balita untk tidak mendapatkan kapsul vitamin A


menurut pendidikan ayah
Pendidikan
Ayah
Tidak sekolah
SD
SMP
SMA
SMA+

Frekuensi pemberian vit. A


0X
78
737
149
160
39

2X
24
551
188
216
45

Resiko Relatif
1,65(1,28-2,12)
1,23(0,97-1,56)
0,95(0,73-1,23)
0,92(0,71-1,19)
1

Tabel 14 Resiko relative balita untuk mengdapatkan kapsul vitamin A satu


kali menurut pendidikan ayah
Pendidikan
Ayah
Tidak
sekolah
SD
SMP

Frekuensi pemberian vit. A


1X

2X

Resiko Relatif

54

24

1,85(1,32-2,58)

694
186

551
188

1,49(1,10-2,01)
1,33(0,97-1,82)

19

SMA
SMA+

180
27

216
45

1,21(0,88-1,66)
1

Resiko relative tinggi terdapat pada ayah yang tidak sekolah, yakni
RR=1,86(antara balita yang mendapat kapsul satu kali dan yang lengkap) dan
RR= 1,65 (antara balita yang sama sekali tidak mendapat kapsul vitamin A
dengan yang mendapat lengkap).
4.5.

Pengaruh Usia Ayah


Cakupan pemberian kapsul vitamin A pada balita menurut usia ayah

dapat dilihat pada table 15. Presentase balita yang mendapat kapsul vitamin A
lengkap,

terbesar

terdapat

pada

ayah

kelompok

usia

20-34

tahun

(31,9%),sedangkan presentase terkecil terdapat pada ayah usia kurang dari 20


tahun (22,2%), namun dengan uji kai kuadrat perbedaan ini tidak bermakna.
Hal ini kemungkinan dikarenakan bahwa ibu masih menjadi sosok utama yang
berkepentingan dalam melengkapi pemberian kapsul vitamin A anaknya.
Sehingga ayah tidak berpengelaman banyak dalm masalah ini. Oleh karena itu,
kesempatan atau waktu luang yang dimiliki oleh ayah juga tidak
mempengaruhi pemberian kapsul vitamin A pada anaknya.
Tabel 15. Cakupan pemberian kapsul vitamin A pada balita menurut usia Ayah

Frekuensi pemberian kapsul vit A


Usia ayah
(tahun)

0X
n

1X
%

<20
2
22,2
5
20-34
496
32,6
540
35-45
526
36,5
474
>45
140
38,6
125
Jumlah
1164 34,9
1144
X2 =10.42302,DF=6,p > 0,05

20

Jumlah

2X
%

55,6
35,5
32,9
34,4
34,3

2
486
440
98
1026

22,2
31,9
30,6
27,0
30,8

9
1522
1440
363
3334

100
100
100
100
100

Tabe 16. Resiko Relatif Balita untuk tidak mendapat kapsul vitamin A menurut
uasia ayah

Usia
ayah
<20
20-34
35-45
>45

Frekuensi pemberian vitamin A


0X
2X
2
2
496
486
526
440
140
98

Resiko Relatif
0,99(0,37-2,64)
1
1,08(0,99-1,17)
1.16(1,03-1,32)

Tabel 17. Resiko Rletif balita untuk mendapat kapsul Vitamin A atau kali
menurut usia ayah
Usia ayah
(Tahun)
<20
20-34
35-45
>45

Frekuensi vitamin A
1X
2X
5
2
540
486
474
440
125
98

Resiko Relatif
1,36(0,85-2,18)
1
0,99(0,90-1,07)
1,07(0,9-1,21)

4.6. Pengaruh keikutsertaan orang tua dalam Progam KB


Tabel 18 menyatakan cakupan pemberian kapsul vitamin A pada Balita
menurut keikutsertaan orang tua dalam program KB. Balita dengan orang tua
ikut serta dalam program KB,presentase yang mendapat kapsul vitamin A
lengkap adalah 36%, sedangkan orang tua yang tidak ikut serta dalam program
KB hanya 24,9% balita yang mendapat kapsul vitamin A lengkap.

21

Data danalisis dengan uji kai kuadrat, dan ada hubungan yang
bermakna antara keikutsertaan orang tua dalam program KB dengan cakupan
pemberian kapsul vitamin A.Resiko Relatif Balita untuk mendapatkan kapsul
hanya satu kali adalah 1,16 dan sama sekali tidak mendapatkan vitamin A
adalah 1,33, pada balita dengan orang tua tidak mengikuti KB.

Tabel 18. Cakupan Distribusi kapsul Vitamin A pada Balita menurut


Keikutsertaan orang tua dalam program KB.
Frekuensi pemberian kapsul Vit. A
Program
KB

0X
1X
n
%
n
%
Ikut
605
30,7
679
34,3
Tidak
547
41,2
450
33,9
Jumlah
1152
34,9 1126
34,2
2
X = 51.12760 DF = 2,p < 0,05

Jumlah

2X
n
690
331
1021

%
35,0
24,9
30,9

n
1971
1328
3299

%
100
100
100

Tabel 19. Resiko Relatif Balita untuk tidak mendapatkan kapsul Vitamin A
menurut

Keikutsertaan orang tua dalam program KB.


Frekuensi pemberian vit A

Status KB
Tidak ikut
Ikut

0X
547
605

2X
331
690

Resiko Relatif
1,33(1,23-1,44)
1

Tabel 20. Resiko Relatif balita untuk mendapatkan kapsul Vitamin A Satu kali
menurut keikutsertaan orang tua dalam program KB.

Status KB
Tidak Ikut
Ikut

Frekuensi pemberian
vitamin A
1X
2X
450
331
676
690
22

OR/95%CI

Resiko Relatif

1,39(1,16-1,66)
1(rujukan)

1,16(1,07-1,26)
1

Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Jatipura


(1993).Faktor keikutsertaan KB diduga berhubungan dengan sifat-sifat
pandangan moderen, ada usaha untuk mengetahui dan mengikuti programprogram yang dicanangkan oleh pemerintah, termasuk program pemberian
kapsul Vitamin A pada balita.
4.7. Pengaruh Kepemilikan TV
Data dianalisis dengan uji kai kuadrat, ternyata didapatkan adanya
hubungan antara kepemilikan TV dengan cakupanpemberian kapsul Vitamin A
pada Balita. Orang tua yang tidak memiliki televsi, prosentasi balita yang
mendapatkan kapsul Vitamin A lengkap 27,2%dan pada oang tua yang
memiliki televisi Prosentasi 38,6%.

Tabel 21. Cakupan pemberian kapsul Vitamin A pada balita menurut


kepemilikan Televisi.

Frekuensi kapsul pemberian vit A


Televisi
Tidak punya
Punya
Jumlah

0X
n
858
301
1159

1X
%
38,2
28,5
35,1

n
776
348
1124

Jumlah

2X
%
34,6
32,9
34,0

n
612
408
1020

%
27,2
38,6
30,9

n
2246
1057
3303

%
100
100
100

X2 = 49.91937, DF = 2: p < 0,05


Tabel 22. Resiko Relatif balita untuktidak mendapat Kapsul Vitamin A menurut
kepemilikan Televisi

Frekuensi pemberian vitamin A


Resiko Relatif
0X
2X
Tidak punya
858
612
1,37(1,25-1,51)
Punya
301
408
1
Tabel 23. Resiko Relatif Balita untuk mendapat kaapsul Vitamin A Satu Kali
Televisi

menurut kepemilikan televise.


23

Frekuensi pemberian
vitamin A
Televisi
Resiko Relatif
1X
2X
Tidak punya
776
612
1,2(1,11-1,33)
Punya
384
408
1
Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan jatipura(1993).Hasil
penelitian jatipura menunjukan bahwa cakupan imunisasi DPT-1 berhubungan
dengan kebiasaan meninton TV, namun tidak berhubungan dengan kepemilikan
TV.Pada penelitian ini faktor kebiasaan menonton TV tidak digali, namun
diduga faktor kepemilikan TV bebanding lurus dengan faktor menonton TV.
Tayangan TV kemungkinan banyak member asukan mengenai masukan
manfaat Vitamin A sekaligus program pemberian kapsu Vitamin A.
Resiko Relatif Balia untuk tidak mendapatkan Vitamin A bila
dihubungkan dengan kepemilikan TV adalah 1,37 dan resiko untuk
mendapatkan kapsul Vitamin A hanya satu kali sebesar 1,21.
4.8. Pengruh Kepemiliran Radio
Cakupan pemberian kapsul vitamin A pada balita menurut kepemilikan
radio dapat dilihat pada Tabel 23. Orang tua yang memiliki radio, presentase
balitaya yang mendapat kapsul vitamin A lengkap 31,8% sementara yang tidak
memiliki radio prosentasinya 26,8%.perbedaan ini ternyata tidak bermakna
setelah dianalisis dengan uji kai kuadrat.
Tabel 24. Cakupan Pemberian Kapsul Vitamin A pada Balita menurut
Kepemilikan Radio.

Frekuensi pemberian kapsul vitamin A


Radio
Tidak Punya
Punya
Jumlah

0X
n
222
937
1159

1X
%
37,8
34,5
35,1

n
208
916
1124

24

%
35,4
33,7
34,01

Resiko
relative

2X
n
157
8633
1020

%
26,8
31,8
30,9

n
587
2717
3303

%
100
100
100

Tabel 25. Resiko Relatif Balita untuk Tidak Mendapat Kapsul Vitamin A
menurut Kepemilikan Radio

Frekuensi pemberian vitamin A


Radio
Tidak punya
Punya

0X
222
937

2X
157
863

Resiko Relatif
1,13(1,02-1,28)
1

Tabel 26. Resiko Relatif Balita untuk mendapat kapsul vitamin A satu kali
menurut kepemilikan Radio

Radio
Tidak punya
punya

Frekuensi pemberian vitamin A


10X
2X
208
157
916
863

Resiko relative
1,13(1,02-1,24)
1

Hasil ini serupa dengan hasil penelitian Jatipura (1993) yang


menyatakan bahwa tiadak ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan
mendengarkan radio dengan status imunisasi DPT-1. Hal ini kemungkinan
disebabkan oleh factor acara/ siaran radio yang tidak banyak mempromosikan
mamfaat vitamin A.

25

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Program pemberian kapsul vitamin A pada balita di Purworejo tahun 1996
mencakup 30,8% mendapat kapsul vitamin A lengkap,34,3% mendapat satu
kali, dan 34,9% tidak mendapatkan sama sekali.
2. Cakupan kapsul vitamin A di Purworejo pada bulan Februari mencakup 44,9%
dan pada bulan Agustus 1996 adalah 51%.
3. Cakupan kapsul pemberian vitamin A tersebut di atas memiliki hubungan
bermakna dengan:
a. Usia ibu
b. Pendidikan ibu
c. Pendidikan ayah
d. Keikutsertaan orang tua dalam program KB
e. Kepemilikan TV
4. Cakupan kapsul pemberian vitamin A tersebut tidak memiliki hubungan yang
bermakna dengan:
a. Usia ayah
26

b. Status kerja ibu


c. Kepemilikan radio
5. Semakin tinggi pendidikan ibu dan ayah maka semakin tinggi persentase balita
yang mendapat kapsul vitamin A lengkap.
6. Presentase balita yang mendapat kapsul vitamin A lengkap, terbesar terhadap
pada ibu berusia 20-34 tahun.
7. Keikutsertaan orang tua dalam program KB dan kepemilikan TV berbanding
harus dengan presentase balita yang mendapat kapsul vitamin A lengkap.
8. Cakupan pemberian kapsul vitamin A di Purworejo tahun 1996 lebih rendah
bila dibandingkan dengan cakupan nasional.
5.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai cakupan pemberian kapsul
vitamin A di daerah lain,yang juga mengikutsertakan faktor lain, misalnya
faktor pengetahuan ibu, serta factor petugas.
2. Karena cakupan pemberian kapsul vitamin A ternyata masih rendah, maka
sebaiknya penanggulangan kekurangan vitamin A juga dilakukan melalui
program lain,misalnya dengan menggalakan makanan sumber vitamin A.

27

28

Anda mungkin juga menyukai