Anda di halaman 1dari 14

BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Kejang Demam
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal
lebih dari 380 C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. (Arif Mansjoer. 2000)
Kejang demam (febrile convulsion) ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. (Taslim. 1989)
Kejang Demam (KD) adalah kejang yang terjadi pada suhu badan yang tinggi. Suhu badan
yang tinggi ini disebabkan oleh kelainan ekstrakranial. (Livingston, 1954)
Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang mengakibatkan
suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang bersifat sementara (Hudak and
Gallo,1996).
Kejang demam adalah serangan pada anak yang terjadi dari kumpulan gejala dengan demam
(Walley and Wongs edisi III,1996).
Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas
38 c) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam sering juga disebut
kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5 tahun.
Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia yang timbul mendadak pada
infeksi bakteri atau virus. (Sylvia A. Price, Latraine M. Wikson, 1995).
Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada saat seorang bayi atau anak mengalami
demam tanpa infeksi sistem saraf pusat (1,2). Hal ini dapat terjadi pada 2-5 % populasi anak.
Umumnya kejang demam ini terjadi pada usia 6 bulan 5 tahun dan jarang sekali terjadi
untuk pertama kalinya pada usia <> 3 tahun. (Nurul Itqiyah, 2008)
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi
karena peningkatan suhu tubuh yang sering di jumpai pada usia anak dibawah lima tahun.

B. Etiologi Kejang Demam


Kejang dapat disebabkan oleh berbagai kondisi patologis, termasuk tumor otak, trauma,
bekuan darah pada otak, meningitis, ensefalitis, gangguan elektrolit, dan gejala putus alkohol
dan obat gangguan metabolik, uremia, overhidrasi, toksik subcutan dan anoksia serebral.
Sebagian kejang merupakan idiopati (tidak diketahui etiologinya).
1)

Intrakranial

Asfiksia : Ensefolopati hipoksik iskemik


Trauma (perdarahan) : perdarahan subaraknoid, subdural, atau intra ventrikular
Infeksi : Bakteri, virus, parasit
Kelainan bawaan : disgenesis korteks serebri, sindrom zelluarge, Sindrom Smith Lemli
Opitz.

2)

Ekstra cranial

Gangguan metabolik : Hipoglikemia, hipokalsemia, hipomognesemia, gangguan elektrolit


(Na dan K)
Toksik : Intoksikasi anestesi lokal, sindrom putus obat.
Kelainan yang diturunkan : gangguan metabolisme asam amino, ketergantungan dan
kekurangan produksi kernikterus.

3)

Idiopatik

Kejang neonatus fanciliel benigna, kejang hari ke-5 (the fifth day fits)
b. Patofisiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel / organ otak diperlukan energi yang didapat
dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glucose,sifat
proses itu adalah oxidasi dengan perantara pungsi paru-paru dan diteruskan keotak melalui
system kardiovaskuler.
Berdasarkan hal diatas bahwa energi otak adalah glukosa yang melalui proses oxidasi, dan
dipecah menjadi karbon dioksidasi dan air. Sel dikelilingi oleh membran sel. Yang terdiri dari
permukaan dalam yaitu limford dan permukaan luar yaitu tonik. Dalam keadaan normal
membran sel neuron dapat dilalui oleh ion NA + dan elektrolit lainnya, kecuali ion clorida.
Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi NA+ rendah. Sedangkan
didalam sel neuron terdapat keadaan sebaliknya,karena itu perbedaan jenis dan konsentrasi
ion didalam dan diluar sel. Maka terdapat perbedaan membran yang disebut potensial
nmembran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan
energi dan bantuan enzim NA, K, ATP yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah dengan perubahan konsentrasi ion
diruang extra selular, rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau
aliran listrik dari sekitarnya. Perubahan dari patofisiologisnya membran sendiri karena
penyakit/keturunan. Pada seorang anak sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh
dibanding dengan orang dewasa 15 %. Dan karena itu pada anak tubuh dapat mengubah
keseimbangan dari membran sel neuron dalam singkat terjadi dipusi di ion K+ maupun ion
NA+ melalui membran tersebut dengan akibat terjadinya lepasnya muatan listrik.
Lepasnya muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel
maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter

sehingga mengakibatkan terjadinya kejang. Kejang yang yang berlangsung singkat pada
umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa.
Tetapi kejang yang berlangsung lama lebih 15 menit biasanya disertai apnea, NA meningkat,
kebutuhan O2 dan energi untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya terjadi hipoxia dan
menimbulkan terjadinya asidosis

Peningkatan suhu tubuh

Metabolism meningkat

resiko tinggi gangguan keb. nutrisi

O2 ke otak menurun

Kejang demam

Kejang demam
Sederhana

Resiko injuri

TIK meningkat

kejang demam

gangguan perfusi jaringan

komplek

resikotinggi berulang

resiko tgg gangguan tumbuh kembang

D. Klasifikasi Kejang Demam


Menurut Livingston ( 1954) Kejang demam di bagi atas dua :
1.Kejang demam sederhana : Kejang demam yang berlangsung singkat. Yang digolongkan
kejang demam sederhana adalah
a. kejang umum
b. waktunya singkat
c. umur serangan kurang dari 6 tahun

d. frekuensi serangan 1-4 kali per tahun


e. EEG normal
Sedangkan menurut subbagian saraf anak FKUI, memodifikasi criteria livingston untuk
membuat diagnosis kejang demam sederhana yaitu :
a. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun
b. Kejang berlangsung sebentar, tidak melebihi 15 menit.
c. Kejang bersifat umum.
d. Kejang timbul dalam 16 jam pertama
e. Pemeriksaan neurologist sebelum dan sesudah kejang normal
f. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu setelah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan.
g. Frekuensi bangkitan kejang dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.
(Taslim. 1989)
E. Manifestasi klinis
Gejala berupa
1. Suhu anak tinggi.
2. Anak pucat / diam saja
3. Mata terbelalak ke atas disertai kekakuan dan kelemahan.
4. Umumnya kejang demam berlangsung singkat.
5. Gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekauan atau hanya sentakan atau kekakuan
fokal.
6. Serangan tonik klonik ( dapat berhenti sendiri )
7. Kejang dapat diikuti sementara berlangsung beberapa menit
8. Seringkali kejang berhenti sendiri.
(Arif Mansjoer. 2000)

F. Komplikasi
Menurut Taslim S. Soetomenggolo dapat mengakibatkan :
1. Kerusakan sel otak
2. Penurunan IQ pada kejang demam yang berlangsung lama lebih dari 15 menit dan bersifat
unilateral
3. Kelumpuhan (Lumbatobing,1989)
G. Pemeriksaan laboratorium
1. EEG
Untuk membuktikan jenis kejang fokal / gangguan difusi otak akibat lesi organik, melalui
pengukuran EEG ini dilakukan 1 minggu atau kurang setelah kejang.
2. CT SCAN
Untuk mengidentifikasi lesi serebral, mis: infark, hematoma, edema serebral, dan Abses.
3. Pungsi Lumbal
Pungsi lumbal adalah pemeriksaan cairan serebrospinal (cairan yang ada di otak dan kanal
tulang belakang) untuk meneliti kecurigaan meningitis

4. Laboratorium
Darah tepi, lengkap ( Hb, Ht, Leukosit, Trombosit ) mengetahui sejak dini apabila ada
komplikasi dan penyakit kejang demam.
(Suryati, 2008), ( Arif Mansyoer,2000), (Lumbatobing,1989)
H. Penatalaksanaan Medis
Pada penatalaksanaan kejang demam ada 3 hal yang perlu dikerjakan yaitu :
1). Pengobatan Fase Akut
Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien dimiringkan untuk mencegah
aspirasi ludah atau muntahan. Jalan napas harus bebas agar oksigennisasi terjami. Perhatikan
keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah, suhu, pernapasan dan fungsi jantung. Suhu
tubuh tinggi diturunkan dengan kompres air dan pemberian antipiretik.
Obat yang paling cepat menghentikan kejangadalah diazepam yang diberikan intravena atau
intrarektal. Dosis diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1-2 mg/menit
dengan dosis maksimal 20 mg. bila kejang berhenti sebelum diazepam habis, hentikan
penyuntikan, tunggu sebentar, dan bila tidak timbul kejang lagi jarum dicabut. Bila diazepam
intravena tidak tersedia atau pemberiannya sulit gunakan diazepam intrarektal 5 mg
(BB<10>10kg). bila kejang tidak berhenti dapat diulang selang 5 menit kemudian. Bila tidak
berhenti juga, berikan fenitoin dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB secara intravena perlahanlahan 1 mg/kgBb/menit. Setelah pemberian fenitoin, harus dilakukan pembilasan dengan
Nacl fisiologis karena fenitoin bersifat basa dan menyebabkan iritasi vena.
Bila kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan fenobarbital diberikan langsung
setelah kejang berhenti. Dosis awal untuk bayi 1 bulan -1 tahun 50 mg dan umur 1 tahun ke
atas 75 mg secara intramuscular. Empat jama kemudian diberikan fenobarbital dosis rumat.
Untuk 2 hari pertama dengan dosis 8-10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis, untuk hari-hari
berikutnya dengan dosis 4-5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis. Selama keadaan belum membaik,
obat diberikan secara suntikan dan setelah membaik per oral. Perhatikan bahwa dosis total
tidak melebihi 200mg/hari. Efek sampingnya adalah hipotensi,penurunan kesadaran dan
depresi pernapasan. Bila kejang berhenti dengan fenitoin,lanjutkna fenitoin dengan dosis 48mg/KgBB/hari, 12-24 jam setelah dosis awal.
2). Mencari dan mengobati penyebab
Pemeriksaan cairan serebrospinalis dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis,
terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Walaupun demikian kebanyakan dokter
melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang dicurigai sebagai meningitiss, misalnya bila
ada gejala meningitis atau kejang demam berlangsung lama.
3). Pengobatan profilaksis
Ada 2 cara profilaksis, yaitu (1) profilaksis intermiten saat demam atau (2) profilaksis terus
menerus dengan antikonvulsan setiap hari. Untuk profilaksis intermiten diberian diazepam
secara oral dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/hari dibagi menjadi 3 dosis saat pasien demam.
Diazepam dapat diberikan pula secara intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5mg (BB<10kg)>10kg)
setiap pasien menunjukkan suhu lebih dari 38,5 0 C. efek samping diazepam adalah ataksia,
mengantuk dan hipotonia.
Profilaksis terus menerus berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam berat yang
dapat menyebabkan kerusakan otak tapi tidak dapat mencegah terjadinya epilepsy
dikemudian hari. Profilaksis terus menerus setiap hari dengan fenobarbital 4-5mg.kgBB/hari
dibagi dalam 2 dosis. Obat lain yang dapat digunakan adalah asam valproat dengan dosis 15-

40 mg/kgBB/hari. Antikonvulsan profilaksis selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir dan
dihentikan bertahap selama 1-2 bulan
Profilaksis terus menerus dapat dipertimbangkan bila ada 2 kriteria (termasuk poin 1 atau 2)
yaitu :
1. sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologist atau perkembangan
(misalnya serebral palsi atau mikrosefal)
2. Kejang demam lebih dari 15 menit, fokal, atau diikuti kelainan neurologist sementara dan
menetap.
3. Ada riwayat kejang tanpa demma pada orang tua atau saudara kandung.
4. bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi kejang
multiple dalam satu episode demam.
Bila hanya mmenuhi satu criteria saja dan ingin memberikan obat jangka panjang maka
berikan profilaksis intermiten yaitu pada waktu anak demam dengan diazepam oral atau
rectal tuap 8 jam disamping antipiretik.
( Arif Mansyoer,2000)

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KEJANG DEMAM ANAK
A.Pengkajian
Menurut Doenges (1993 ) dasar data pengkajian pasien adalah :
a). Aktifitas / Istirahat
Gejala : Keletihan, kelemahan umum
Keterbatasan dalam beraktifitas / bekerja yang ditimbulkan oleh diri sendiri / orang terdekat /
pemberi asuhan kesehatan atau orang lain.
Tanda : Perubahan tonus / kekuatan otot
Gerakan involunter / kontraksi otot ataupun sekelompok otot.
b). Sirkulasi
Gejala : Iktal : Hipertensi, peningkatan nadi sianosis
Posiktal : Tanda vital normal atau depresi dengan penurunan nadi dan pernafasan.
c). Eliminasi
Gejala : Inkontinensia episodik.

Tanda : Iktal : Peningkatan tekanan kandung kemih dan


tonus sfingter.
Posiktal : Otot relaksasi yang menyebabkan inkontenensia ( baik urine / fekal ).
d). Makanan dan cairan
Gejala : Sensitivitas terhadap makanan, mual / muntah yang
berhubungan dengan aktifitas kejang.
e). Neurosensori
Gejala : Riwayat sakit kepala, aktifitas kejang berulang, pingsan, pusing. Riwayat trauma
kepala, anoksia dan infeksi cerebral.
f). Nyeri / kenyaman
Gejala : Sakit kepala, nyeri otot / punggung pada periode posiktal.
Tanda : Sikap / tingkah laku yang berhati hati.
Perubahan pada tonus otot.
Tingkah laku distraksi / gelisah.
g). Pernafasan
Gejala : Fase iktal : gigi mengatup, sianosis, pernafasan menurun / cepat, peningkatan sekresi
mukus.
Fase posiktal : apnea.
B.Pemeriksaan diagnostik
1. Periksa darah / lab : Hb. Ht, Leukosit, Trombosit
2. EEG
3. Lumbal punksi
4. CT-SCAN
C. Diagnosa keperawatan
1.Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses patologis
2. Gangguan volume cairan kurang dari kebutuhann tubuh b.d peningkatan suhu
3.Tidak efektifnya bersihan jalan nafas b.d peningkatan sekresi mucus
4.Resiko tinggi kejang berulang b.d riwayat kejang
5.Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak adekuat
D. Intervensi keperawatan
v

Dx 1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses patologis

tubuh

NOC : Setelah diilakukan tindakan keperawatan 324 jam suhu tubuh normal, dengan
Criteria hasil :
-

TTV stabil, suhu tubuh dalam batas normal

NIC : Manajemen suhu tubuh


a).guidance
kaji tanda-tanda vital
R/ mengetahui status kesehatan pasien
b).support
bantu pasien dalam beraktifitas
R/ membantu pasien
c).teaching
ajarkan keluarga untuk memberikan kompres
R/ menurunkan suhu tubuh
d).developmen environment
ciptakan lingkungan bersih dan tenang
R/memberikan kenyamanan dalam beristirahat
e).kolaborasi
kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antipyretic

Dx 2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh

NOC : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 324 jam kebutuhan cairan klien
terpenuhi.
Kriteria hasil:
-Tidak ada tanda-tanda dehidrasi
Menunjukkan adanya keseimbangan cairan seperti output urin adekuat.
-Turgor kulit baik

membrane mukosa mulut lembab


NIC : Manajemen cairan
a).Guidance
Ukur dan catat jumlah muntah yang dikleuarkan, warna, konsistensi.
R/ : menentukan kehilangan dan kebutuhan cairan tubuh
b).Support
Berikan cairan sesuai kebutuhan pasien
R/ : memnuhi kebutuhan cairan pasien
c).Teaching
Aujurkan pasien banyak minum air putih
R/ : meningkatkan konsumsi cairan klien
d.Dev.environment
Ciptakan lingkungan yang bersih dan tenang
R/:Memberikan kenyamanan dalam beristirahat
e. Kolaborasi
berikan pengobatan seperti obat antimual.
R/ : menurunkan dan menghentikan muntah klien
v

Dx 3. Tidak Efektinya Bersihan Jalan Nafas b.d Peningkatan Sekresi Mukus

NOC : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 324 jam diharapkan bersihan jalan
nafas kembali efektif
Kriteria hasil:
-Pasien dapat bernafas efektif kembali
-sekresi mukus berkurang
NIC :Manajemen bersihan jalan nafas
a.Guidance
Kaji pola napas pasien
R/ : untuk mengetahui pola napas pasien.
b.Support

Lakukan penghisapan lendir


R/ : menurunkan resiko aspirasi
c.teaching
Ajarkan keluarga pasien untuk memposisikan pasien semi fowler atau high fowler
R/ : memudahkan pasien dalam proses respirasi
d.developmen environment
Batasi kunjungan dan berikan ketenangan
R/ memberikan kenyamanan dalam beristirahat
e.colaboration
kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat
v

Dx. 4.Perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak adekuat.

NOC : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 324 jam terjadi Peningkatan status
nutrisi
a).guidance
kaji intake dan output nutrisi
R/mengetahui intake dan output nutrisi
b). support
Bantu klien makan
R/ membantu klien makan.
c).teaching
Ajarkan kepada keluarga pasien untuk menyelingi makan dengan minum
R/ memudahkan makanan untuk masuk.
d).developmen environment
mengurangi gangguan seperti bising/berisik, menjaga kebersihan ruangan.
R/ cara khusus meningkatkan napsu makan.
e).kolaborasi
kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemenuhan nutrisi pasien

E. Evaluasi
1. Kekurangan volume cairan tidak terjadi
2. Bersihan Jalan Nafas kembali efektif
3. Keseimbangan kebutuhan cairan klien tercukupi.
4. Resiko tinggi kejang berulang tidak terjadi
5. kebutuhan Nutrisi klien dapat terpenuhi.

BAB IV
PENUTUP
1. A.

Kesimpulan

Dari makalah ini dapat penulis ambil kesimpulan bahwa Kejang demam merupakan kelainan
neurologic anak yang berlangsung lama menyebabkan gangguan fungsi kognitif, yang
berpengaruh terhadap kecepatan reaksi memori.
Kejang demam yang utama disebabkan oleh demam yang tinggi yang serig di sebabkan oleh:
Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA),Gangguan metabolik,Penyakit infeksi diluar susunan
saraf misalnya tonsilitis, otitis media, bronchitis,Keracunan obat,Faktor herediter,Idiopatik.
Gejala kejang demam berupa:Suhu anak tinggi,Anak pucat / diam saja, Mata terbelalak ke
atas disertai kekakuan dan kelemahan,Umumnya kejang demam berlangsung singkat,
Gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekauan atau hanya sentakan atau kekakuan
fokal,Serangan tonik klonik ( dapat berhenti sendiri ),Kejang dapat diikuti sementara
berlangsung beberapa menit, Seringkali kejang berhenti sendiri.komplikasi kejang demam
yaitu: Kerusakan sel otak,Penurunan IQ pada kejang demam yang berlangsung lama lebih
dari 15 menit dan bersifat unilateral, Kelumpuhan (Lumbatobing,1989)
B.Saran
Berdasarkan perumusan dan hambatan yang dijumpai selama melakukan asuhan keperawatan
penulis mengemukakan beberapa saran untuk dapat dijadikan bahan pertimbangan yang
mungkin dapat berguna bagi usaha peningkatan mutu pelayanan keperawatan di masa
mendatang, saran yang dapat penulis kemukakan

adalah sebagai berikut :


1. Perawat dan keluarga dapat bekerja sama dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
2. Dengan tenaga perawat yang terbatas, perawat diharapkan dapat bekerja secara profesional
dan mampu memberikan asuhan keperawatan yang sesuai serta komunikasi yang sesuai
dengan usia anak.
3. Mahasiswa untuk lebih memahami konsep-konsep asuhan keperawatan pada pasien kejang
demam anak

DAFTAR PUSTAKA
Lumbantobing. 1989. Penatalaksanaan Mutakhir Kejang Pada Anak.Jakarta : FKUI
Mansjoer, arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi III vol. 1. Jakarta : Media Aesculapius.
Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta
Ilmu Kesehatan Anak, Jilid 2, hal 847. Cetakan ke 9. 2000 bagian Ilmu Kesehatan Anak
FKUI
Doenges, E, Marilyn. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.
khaidirmuhaj (http://khaidirmuhaj.blogspot.com/2009/02/askep-anak-kejang-demam.html)
http://www.kuliah-keperawatan.co.cc/2009/04/kejang-demam.html

skep kejang demam


BAB I

A. Latar Belakang

Kejang demam pada anak merupakan suatu peristiwa yang menakutkan pada
kebanyakan orang tua karena kejadiannya yang mendadak dan kebanyakan
orang tua tidak tahu harus berbuat apa. Kejang demam adalah kejang yang
terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal >38C) yang disebabkan oleh
suatu proses diluar otak. Tidak jarang orang tua khawatir jika anaknya panas,
apakah nanti akan kejang atau tidak.
Dari penelitian, kejadian kejang demam sendiri tidaklah terlalu besar yaitu
sekitar 2-4 %, artinya dari 100 anak dengan demam ada sekitar 2-4 yang
mengalami kejang. Kejang demam terjadi pada usia 6 bulan 5 tahun dan
terbanyak terjadi pada usia 17-23 bulan. Saat menghadapi si kecil yang sedang
kejang demam, sedapat mungkin cobalah bersikap tenang. Sikap panik hanya
akan membuat kita tidak tahu harus berbuat apa yang mungkin saja akan
membuat penderitaan anak tambah parah kesalahan orang tua adalah kurang
tepat dalam menangani kejang demam itu sendiri yang kemungkian terbesar
adalah disebabkan karena kurang pengetahuan orang tua dalam menangani.
( Ike Mardiati Agustin, 2008 )
Kejang demam merupakan kejang yang terjadi pada saat seorang bayi atau anak
mengalami demam tanpa infeksi sistem saraf pusat. Kejang demam biasanya
terjadi pada awal demam. Anak akan terlihat aneh untuk beberapa saat,
kemudian kaku, kelojotan dan memutar matanya. Anak tidak responsif untuk
beberapa waktu, napas akan terganggu, dan kulit akan tampak lebih gelap dari
biasanya. Setelah kejang, anak akan segera normal kembali. Kejang biasanya
berakhir kurang dari 1 menit, tetapi walaupun jarang dapat terjadi selama lebih
dari 15 menit.

Berdasarkan hal tersebut penulis mengangkat judul Asuhan Keperawatan Pada


An. H Dengan Kejang Demam di Ruang Lukman RS.Roemani Semarang .

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Untuk menggambarkan asuhan keperawatan pada pasien dengan kejang


demam.
2. Tujuan Khusus
Dalam penulisan karya tulis ilmiah ini diharapkan penulis mampu :
a. Memahami masalah-masalah keperawatan yang timbul pada pasien dengan
kejang demam.
b. Memahami alternatif pemecahan masalah keperawatan yang timbul pada
pasien dengan Kejang Demam.
c. Mengidentifikasikan faktor pendukung dan penghambat yang ditemukan
dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan Kejang Demam.

C. Metode Penulisan

Cara yang digunakan penulis dalam mengumpulkan data guna menyusun Karya
Tulis Ilmiah yaitu sebagai berikut :

1. Observasi partisipatif : penulis melakukan pengamatan dan turut serta dalam


melakukan tindakan pelayanan keperawatan.

2. Interview : penulis melakukan pengumpulam data dengan cara tanya jawab.

3. Studi dokumenter : penulis melakukan pengumpulan data yang diperoleh dari


catatan medik pasien.

4. Studi pustaka : penulis melakukan pengumpulan data dengan pedoman buku.

D. Sistematika

Anda mungkin juga menyukai