Oleh:
Sinta Prastiana Dewi
G0007157
Monika Sitio
G0007106
G0007218
Luthfiana Syarifah
G0007098
G0007128
Pembimbing,
DR. dr. H.M. Bambang Purwanto, Sp.PD-KGH-FINASIM
KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI
S U R AK AR TA
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tekanan darah yang meningkat terutama tekanan diastolik, sering
menyebabkan kelainan yang serius dan kematian. Institut Jantung, Paru
dan Darah Amerika pada tahun 1981 melaporkan bahwa satu dari enam
orang Amerika, atau 35.000.000 orang menderita tekanan darah tinggi.
Dari mereka yang menderita ini, 18.000.000 sadar akan penyakitnya;
12.000.000 mendapat pengobatan, tetapi hanya 5.000.000 yang mendapat
terapi secara adekuat. Kematian akibat infark myocard dan stroke akan
berkurang 20% jika hipertensi dapat dikenal sejak awal dan mendapat
pengobatan yang tepat. 1
Pada kebanyakan pasien yang tidak diketahui penyebabnya, keadaan
ini disebut hipertensi esensial. Penyakit ginjal ditemukan sebagai
penyebab hipertensi sebanyak 5-15%, yang disebut hipertensi renalis.
Hipertensi renalis dapat terjadi karena gangguan pada vaskular (misal oleh
karena oklusi arteri renalis); dapat berkaitan dengan penyakit parenkim
ginjal; atau dapat juga merupakan kombinasi dari keduanya. 2
Hipertensi renovaskular merupakan 1-4 % dari seluruh penderita
hipertensi.7 Pada banyak kasus hipertensi bersifat reversibel jika dapat
ditegakkan diagnosis penyakitnya dan terapi yang tepat.3
Lebih dari itu, pembedahan revaskularisasi dari iskemi ginjal sekarang
sudah dapat dilakukan. Dengan tindakan pembedahan ini banyak pasien
yang dapat dikurangi hipertensinya.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Hipertensi renovaskular dapat didefinisikan sebagai peningkatan
tekanan diastolik dan sistolik disertai dengan oklusi arteri renalis. Keadaan
ini pasti mengakibatkan pengurangan aliran darah total renalis, yang
menyebabkan aparatus jukstaglomerularis mensekresikan renin.4
Dari sekitar 1 4% hipertensi disebabkan oleh hipertensi renovaskular,
maka sebanyak 5% merupakan hipertensi yang terjadi pada anak-anak.
Perkembangan lambat stenosis arteri renalis menimbulkan kolateral dan
dapat menyebabkan peningkatan berlebihan renin yang semakin
menyokong timbulnya hipertensi renovaskular. Obstruksi arteri renalis
yang akut biasanya menyebabkan infark sebagian atau penuh dan atrofi,
tanpa adanya hipersekresi renin. Yang termasuk faktor resiko hipertensi
renovaskular adalah (i) tekanan darah diastolik yang lebih dari 95 mm Hg
pada pasien yang sudah tidak dapat diatasi lagi dengan tiga jenis obat
hipertensi; (ii) hipertensi akselerasi; (iii) kehilangan tiba-tiba dari kontrol
hipertensi sebelumnya; (iv) fungsi renal yang rusak akibat terapi dengan
kaptopril; (v) atau bruit abdominal.7
B. ETIOLOGI
Terdapat berbagai penyebab hipertensi renovaskular, tetapi 90
95%
akibat
dua
kelainan
utama:
aterosklerosis
dan
dysplasia
sebanyak 35%. Ini merupakan penyakit utama pada orang muda, yang
kebanyakan etiologinya terdapat pada anak-anak dan wanita muda masa
subur. Displasia fibromuskular mempunyai berbagai bentuk, yang paling
umum adalah displasia fibromuskular tunika medialis. Arteri renalis kanan
paling sering terjadi yaitu sebanyak 85%. Ginjal kanan merupakan ginjal
yang paling mobile dan terjadi ketegangan selama masa kehamilan.
Aneurisma sering disertai dengan fibrodisplasia medialis, yang merupakan
akibat sekunder dari proses ini. Faktor predisposisi pada wanita
kemungkinan disebabkan oleh ketegangan yang berkelanjutan dari arteri
renalis akibat kehamilan, dan atau mungkin juga disertai dengan estrogen
yang diketahui menyebabkan degenerasi tunika medialis dari dinding
pembuluh darah. Kondisi ini disertai juga dengan trombosis, yang
disebabkan oleh oklusi vasa vasorum. Etiologi displasia fibromuskular
pada anak-anak masih belum jelas. Kelainan umumnya berupa hiperplasia
tunika
intima
dan
displasia
tunika
media.
Kelainan
dysplasia
2). model one-kidney, one clip (1K-1C) dimana satu arteri renalis
konstriksi dan ginjal kontralateral diangkat.
Kedua model Goldblatt hypertension berkembang melalui fase akut,
fase transisi, dan fase kronik. Pada fase akut, induksi iskemi pada kedua
model baik pada 2K-1C maupun 1K-1C mengakibatkan peningkatan
tekanan darah yang cepat, disertai aktivitas system renin-angiotensin. Hal
ini dapat ditunjukkan dengan adanya ketergantungan renin sehingga
pemberian segera antagonis angiotensin II atau penghambat enzim
angiotensin-konverting akan menormalkan tekanan darah. Lebih dari itu,
pengangkatan klip arteri renalis atau nefrektomi unilateral dari stenosis
ginjal mengakibatkan pemulihan cepat tekanan darah menjadi normal.
Fase transisi berakhir selama dua hari atau beberapa minggu, ini
bergantung pada model eksperimen dan spesies. Pada model 2K-1C, ginjal
iskemi meretensi natrium dan air, yang akan meningkatkan volume dan
menekan natriuresis pada ginjal kontralateral. Ginjal kontralateral ini
memperlihatkan buntunya natriuresis, kerusakan autoregulasi aliran darah
ginjal dan kecepatan filtrasi glomerulus. Fungsi-fungsi abnormal ini untuk
merefleksikan perfusi ginjal kontralateral dengan peningkatan angiotensin
II yang dilepaskan dari ginjal iskemi ipsilateral.3
Fase kronik hipertensi renovaskular ditandai dengan retensi garam dan
air dan peningkatan volume yang menekan sekresi renin. Pada model 1K1C, fase menahun sangat cepat terjadi, biasanya dalam jangka waktu 3-5
hari pada anjing dan beberapa minggu pada tikus. Namun bila model 1K1C ini diterapi dengan preparat diuretik untuk mengkoreksi keseimbangan
positif sodium, akan terlihat peningkatan nilai renin; peningkatan tekanan
darah yang menetap, tetapi sekarang menjadi sensitif terhadap penghambat
sistem renin-angiotensin. Sebaliknya, model 2K-1C menekan natriuresis
dari ginjal kontralateral sebagai kompensasi terhadap penurunan ekskresi
sodium pada ginjal iskemi ipsilateral. Lebih dari satu periode, ginjal
kontralateral
mengakibatkan
kerusakan
pembuluh
darah
yang
glomerulus.
Peningkatan
tahanan
arteriole
efferen
ini
peningkatan
pelepasan
renin
dari
aparatus
juxta
renovaskular hipertensi pada satu atau dua ginjal, kaptopril dapat memicu
terjadinya kegagalan ginjal akut, tetapi efek ini biasanya hanya sementara. 7
Hipertensi renovaskular pada manusia sesungguhnya lebih kompleks dari
pada binatang. Sebagai contoh, hipertensi berat, yang merupakan bagian
dari gejala stenosis arteri renalis yang berkembang cepat. Trombosis atau
emboli akut bahkan menyebabkan plasma renin yang tinggi disertai
dengan hipertensi akselerasi yang berat. Sebaliknya perkembangan
stenosis arteri renalis yang lambat sebagai akibat aterosklerosis atau lesi
displasia fibromuskular hanya mengakibatkan hipertensi ringan atau
sedang, yang meningkat secara bertahap selama periode tertentu dan
kemudian hanya akan menjadi berat atau mengalami peningkatan bila
kelainan stenosis menjadi lebih berat. Dengan cara yang sama, kelainan
segmental dari berbagai penyebab dapat meningkat menjadi lebih berat
atau oklusi total. Hal ini disebabkan karena ukuran yang kecil dari cabangcabang arteri. Karena alas an inilah, stenosis segmental berkecenderungan
meningkatkan derajat plasma renin disertai dengan hipertensi yang
meningkat dan berat.3
D. MANIFESTASI KLINIK
Tanda dari hipertensi renovaskular adalah terjadinya peningkatan
tekanan darah yang tidak dapat dikontrol dengan terapi hipertensi
umumnya. Perlu dipikirkan pada anak-anak, remaja, wanita muda, dan
pria yang menderita aterosklerosis kemungkinan adanya penyakit oklusi
arteri renalis bila mereka menderita hipertensi.1
Kejadian hipertensi yang tiba-tiba, sering pada umur 35 tahun atau
setelah 55 tahun, dengan tidak terdapatnya riwayat keluarga dan keadaan
hipertensi yang lebih buruk diikuti dengan rasa sakit pada bahu, dan
adanya peningkatan atau hipertensi maligna pada umur berapa saja.5
Gambaran fisik bisa terdapat pada pasien koartasio aorta yang
ditunjukkan dengan adanya pengurangan pulsasi arteri femoralis dan
mungkin terdapat bruit pada aorta torakalis atau aorta abdominalis.
Koartasio aorta adalah penyempitan aorta kongenital yang terjadi di
laboratorium
dengan
dugaan
adanya
hipertensi
gula darah puasa, nitrogen urea dan serum kreatinin, urinalisa dan kultur
urin, serta EKG.14
Pielografi intravena
Pielogram intravena bukan merupakan ujitapisan yang baik untuk
pasien dengan dugaan hipertensi renovaskular. Akurasinya kurang untuk
pasien anak-anak dan orang dewasa dengan aterosklerotik. Terdapat 75%
negative palsu pada anak-anak dan 20 28 % negative palsu pada orang
dewasa dengan aterosklerotik.14
Aktivitas renin plasma
Aktivitas renin plasma akan meningkat pada 80% pasien yang
menderita hipertensi renovaskular. Namun, 15% pasien dengan hipertensi
esensial juga memiliki renin yang meningkat, namun lebih rendah dari
hipertensi renovaskular. 14
Dengan mengukur aktivitas renin plasma membantu untuk pemisahan
pasien-pasien yang mekanisma humoralnya terlibat dengan sistem reninangiotensin-aldosteron
yang
sering
berkaitan
dengan
hipertensi
renovaskular
dan
tampak
perubahan
hemodinamika
pemeriksaan
noninvasif yang
yang
sulit
dan
membutuhkan
pemeriksa
yang
sudah
berpengalaman.2
F. PENATALAKSANAAN
Tujuan terapi utama manajemen hipertensi renovaskular ditujukan untuk:
1.
2.
3.
hipertensi tetapi tidak berefek pada progresifitas lesi tersebut. Oleh karena
itu, pendekatan konservatif umum dari manajemen medis bukan
merupakan pilihan utama; setiap kasus harus dicari penyebabnya untuk
menentukan tindakan angioplasti atau operasi.3
Terapi medis
Terapi medis untuk hipertensi renovaskular pada tahun 1960-an
dengan menggunakan obat-obat seperti diuretik, hidralasin, guanetidin,
dan metildopa. Kontrol tekanan darah yang baik dilaporkan sebanyak 3545% pasien.
Dengan munculnya obat beta blocker pada tahun 1970-an,
digunakan bersama dengan diuretik dan vasodilator sebagai triple terapi,
frekuensi kesuksesan mencapai 50-80%. Kemudian ACE inhibitor
diperkenalkan tahun 1980-an, kaptopril (dosis inisial 25 mg dua kali
sehari, dapat ditingkatkan 50 mg dua kali sehari) dan enalapril (dosis
inisial 5 mg/hari, dapat ditingkatkan 40 mg/hari), digunakan bersama
dengan diuretik, kontrol yang sukses terhadap hipertensi dilaporkan
sebanyak 85-95% dari pasien hipertensi renovaskular.3
Penghambat ACE,
Kalsium,
antagonis
kalsium
berbeda
dengan
fibrosa
dibandingkan
dengan
penyakit
atherosklerosis. 3.
Angiotensin
II
sehingga
menyebabkan
vasodilatasi
dan
Kontraindikasi :
1.
2.
3.
4.
inhibitor sebelumnya.
5. Penyempitan arteri pada salah satu atau kedua ginjal.
Bentuk sediaan : Tablet, Tablet salut selaput, Kaplet, Kaplet salut
selaput.
Efek samping :
1.
Batuk kering
6.
Angioedema
2.
Hipotensi
7.
Ruam kulit
3.
Pusing
8.
Takikardi
4.
Disfungsi ginjal
9.
Proteinuria
5.
Hiperkalemia
Resiko khusus :
1.
Wanita hamil.
Captopril tidak disarankan untuk digunakan pada wanita yang sedang
hamil karena dapat menembus plasenta dan dapat mengakibatkan
teratogenik. Hal ini juga dapat menyebabkan kematian janin.
Morbiditas fetal berkaitan dengan penggunaan ACE inhibitor pada
seluruh masa trisemester kehamilan. Captopril beresiko pada
kehamilan yaitu pada level C (semester pertama) dan D (semester
kedua dan ketiga).
2.
Wanita menyusui.
Captopril tidak direkomendasikan untuk wanita yang sedang
menyusui karena bentuk awal captopril dapat menembus masuk dalam
ASI sekitar 1% dari konsentrasi plasma. Akan tetapi tidak diketahui
apakah metabolit dari captopril juga dapat menembus masuk dalam
ASI.
3.
Penyakit ginjal.
Penggunaan captopril (ACE inhibitor) pada pasien dengan gangguan
ginjal akan memperparah kerusakan ginjal karena hampir 85%
diekskresikan lewat ginjal (hampir 45% dalam bentuk yang tidak
berubah) sehingga akan memperparah kerja ginjal dan meningkatkan
resiko neutropenia. Apabila captopril digunakan pada pasien dengan
gangguan ginjal maka perlu dilakukan penyesuaian dosis dimana
berfungsi untuk menurunkan klirens kreatininnya.11
H. PEMILIHAN TERAPI
Kontroversi antara terapi medis dengan terapi operasi terus
berlanjut. Obat baru untuk terapi hipertensi renovaskular bukan tanpa ada
kekurangan. ACE inhibitor seperti kaptopril telah memberikan harapan
bagi pasien hipertensi renovaskular. Ini mungkin untuk beberapa pasien,
namun ada masalah dengan pasien yang disertai dengan membrane
glomerulopati yang mendapat pengobatan jangka lama. Protein uria dan
BAB III
PEMBAHASAN
Efek terbesar dari ACE inhibitor adalah hubungannya dengan patofisiologi
hipertensi renovaskular. Respon penekanan cepat dari obat ini adalah
berhubungan langsung dengan penanganan aktivitas plasma renin. Pada pasien
dengan stenosis arteri renalis bilateral yang berat, kontrol yang efektif terhadap
tekanan darah menyebabkan progresifitas yang lamban pada fungsi ginjal dengan
diberhentikan. Oleh karena itu peningkatan kreatinin plasma yang diinduksi oleh
penghambat enzim konverting merupakan alat yang sangat sensitif terhadap
penyakit renovaskular bilateral pada kelompok yang beresiko tinggi.2
Sebagai kesimpulannya, terapi dengan obat tidak dapat memperbaiki
stenosis arteri renalis yang sudah ada, meskipun control tekanan darah baik.
Sebanyak 40-45 % kasus, stenosis arteri renalis yang progresif dapat merusak
fungsi ginjal pada ginjal yang bersangkutan. Sesungguhnya, ginjal dengan
stenosis derajat tinggi, efektif kontrol tekanan darah dengan obat dapat
menurunkan tekanan perfusi, ikut menyebabkan iskemi lebih lanjut dan
menyebabkan kehilangan fungsi ginjal yang progresif. Dengan menggunakan obat
antihipertensi secara teratur, kontrol tekanan darah menjadi baik berkisar 85 95
% pada pasien dengan hipertensi renovaskular. Kegagalan pengobatan
dimungkinkan karena adanya stenosis derajat tinggi dengan produksi renin yang
meningkat atau stenosis arteri renalis bilateral yang berat dengan terdapatnya
retensi garam dan air. Oleh karena bisa terjadi progresifitas stenosis arteri renalis,
maka perlu dilakukan monitor fungsi ginjal pada pasien yang mendapat terapi
dengan obat. Ini vital karena tekanan darah dapat terus terkontrol dengan baik
dengan obat dan menyingkirkan kehilangan fungsi ginjal secara progresif. Lebih
dari itu, serum kreatinin atau kreatinin kliren tidak berubah pada stenosis arteri
renalis unilateral oleh karena adanya efek sebaliknya dari fungsi ginjal
kontralateral yang tanpa stenosis arteri renalis. Oleh karena itu, baik klirens
kreatinin (beberapa kali per tahun) maupun ukuran ginjal (sekali setahun)
merupakan tanda yang penting untuk diamati. Ukuran ginjal dapat diperiksa
dengan tomografi, sonografi, atau skanning.3
Sebagai pembanding kita dapat melihat bahwa amlodipine dapat
mengurangi resistensi vaskular pada penderita hipertensi esensial, dan menaikkan
aliran darah ginjal. Amlodipine juga meningkatkan laju filtrasi glomerulus dengan
mengurangi jumlah kreatinin serum sedangkan ekskresi mikroalbumin pada urine
tidak
berkurang
atau
tidak
berubah.
Kemampuan
amlodipine
untuk
mempertahankan aliran darah ginjal pada saat tekanan diastolik dan sistolik turun,
kemungkinan disebabkan oleh 2 faktor: yaitu efek dilatasi pada arteri renalis,
BAB IV
KESIMPULAN
Terdapat dua prototipe pasien dengan hipertensi renovaskular. Pertama, terdapat
hipertensi renovaskular karena hiperplasia fibromuskular pada wanita berumur
sekitar 25 tahun dengan lama hipertensi enam bulan, terdapat keluhan sakit
kepala, tekanan darah 180/110 mmHg, funduskopi grade I Keith-Wagner, dan
bruit epigastrium. Sebaliknya, prototipe yang lain adalah terdapat pada pria
berusia sekitar 65 tahun dengan penyakit aterosklerotik renovaskular yang
memiliki tensi normal atau hipertensi ringan selama beberapa bulan yang
kemudian meningkat sampai 240/130 mmHg, funduskopi grade II atau kadangkadang grade III atau IV Keith-Wagner, kardiomegali, dan azotemia. Bruit
abdominal bisa ada, bisa tidak. Umumnya gambaran klinis hipertensi
renovaskular tidak jelas dipisahkan dari hipertensi esensial. Pemilihan terapi yang
cocok untuk pasien hipertensi renalis bergantung dari derajat berat ringannya
gangguan anatomis arteri renalis yang terkena. Pada umumnya ada tiga pilihan
terapi: (i) Terapi medis dengan pemberian obat anti hipertensi khususnya
golongan ACE inhibitor; (ii) angioplasti renalis transluminal per kutaneus; dan
(iii) tindakan pembedahan.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
Van de Ven PJG, Beutler JJ, Kaatee R, Beek FJ, Mah WP, Koomans HA.
Angiotensin converting enzyme inhibitor-induced renal dysfunction in
atherosclerotic renovacsular disease. Kidney Int 1998;53 : 986-93.
3.
Brett AS. The Captopril test for diagnosis renovascular hypertension, Journal
Watch,
27
March
1990.
Available
from
URL:
http://www.jwatch.org/gm/current.shtml.
4.
7.
8.
Olin JW, Piedmonte MR, Young JR, De Anna S, Grubb M, Childs MB. The
utility of duplex ultrasound scanning of the renal arteries for diagnosing
significant renal artery stenosis. Ann Intern Med 1995;122 : 833-8.
9.
10. Piestley JT. The kidneys, ureters, and suprarenal glands. In: Hollinshead WH.
Editor. Anatomy for surgeon.Vol.2.A Tokyo: John Weatherhill Inc.; 1966. p.
533-81.
11. Dollery, C., 1999, Therapeutic Drugs, 2nd Edition, volume 1 (A-H), C38-C42,
Churchill Livingstone, USA.
12. Romanes GJ. The Kidneys. In Cunninghams Manual of Practical Anatomy.
Vol. 2. 14th ed. Oxford: University Press; 1977.p. 143 7.
13. Rogers AW. The kidneys and ureters. In : Textbook of anatomy. 1st ed. New
York: Churchill Livingstone; 1992.p. 632 3.
14. Sosa RE, Vaughan, ED. Renovascular hypertension. In : Smiths general
urology, 14th ed. Lange medical Book, Prenctice-Hall International Inc.;
1995.p.728 36.
15. Tanagho EA. Anatomy in the genitourinary tract. In : Smiths general urology.
14th ed. Lange Medical Book, Prentice-Hall International Inc.; 1995.p. 1- 3.