Tetralogi Fallot
Tetralogi Fallot
Etiologi
Etiologi dari GBS sendiri belum diketahui pasti, tetapi respon alergi dan respon autoimun sangat
mungkin sekali. Beberapa peneliti berkeyakinan bahwa sindrome tersebut berasal dari virus.
Tetapi tidak ada virus yang dapat diisolasi sejauh ini. GBS paling banyak ditimbulkan oleh
adanya infeksi (Pernapasan dan Gastrointestinal) 1-4 minggu sebelum terjadi serangan
penurunan neurologis.
Teori yang berlaku sekarang menganggap GBS, merupakan suatu penyakit autoimun oleh karena
adanya antibody antimyelin yang biasannya didahului dengan faktor pencetus. Dan etiologinya
diduga disebabkan karena:
1. Infeksi : Misal Radang Tenggorokan atau Radang lainnya
2. Infeksi virus : Measles, Mumps, Rubela, Influenza A, Influenza B, Varicella zoster,
Infections Mono Nucleosis (Vaccinia, Variola, Hepatitis Inf, Coxakie)
3. Vaksin : Rabies, swine flu
4. Infeksi yang lain : Mycoplasma Pneumonia, Salmonella Thyposa, Brucellosis,
Campylobacter Jejuni
5.Kegagalan pernafasan
Kegagalan pernafasan merupakan komplikasi utama yang dapat berakibat fatal bila tidak
ditangani dengan baik. Kegagalan pernafasan ini disebabkan oleh paralisis diafragma dan
kelumpuhan otot-otot pernafasan, yang dijumpai pada 10-33 persen penderita .
6.Papiledema
Kadang-kadang dijumpai papiledema, penyebabnya belum diketahui dengan pasti. Diduga
karena peninggian kadar protein dalam cairan otot yang menyebabkan penyumbatan villi
arachoidales sehingga absorbsi cairan otak berkurang.
Perjalanan penyakit
Perjalan penyakit ini terdiri dari 3 fase yaitu:
1. Fase progresif dimulai dari onset penyakit, dimana selama fase ini kelumpuhan
bertambah berat sampai mencapai maksimal. Fase ini berlangsung beberapa dari sampai
4 minggu, jarang yang melebihi 8 minggu.
2. Fase plateau, dimana kelumpuhan telah mencapai maksimal dan menetap. Fase ini bisa
pendek selama 2 hari, paling sering selama 3 minggu, tapi jarang yang melebihi 7
minggu.
3. Fase rekonvalesen ditandai oleh timbulnya perbaikan kelumpuhan ektremitas yang
berlangsung selama beberapa bulan.
Seluruh perjalanan penyakit SGB ini berlangsung dalam waktu yang kurang dari 6 bulan.
D.
Insiden
GBS tersebar diseluruh dunia terutama di Negara-Negara berkembang dan merupakan penyebab
tersering dari paralysis akut. Insiden banyak dijumpai pada dewasa muda dan bisa meningkat
pada kelompok umur 45-64 tahun. Lebih sering dijumpai pada laki-laki dari pada perempuan.
Angka kejadian penyakit ini berkisar 1,6 sampai 1,9/100.000 penduduk per tahun lebih dari 50%
kasus biasanya didahului dengan infeksi saluran nafas atas. Selain yang disebutkan diatas
penyakit ini dapat pula timbul oleh karena infeksi Cytomegalovirus, Epster-Barr Virus,
Enterovirus, Mycoplasmadan dapat pula oleh post imunisasi. Akhir-akhir ini disebutkan bahwa
Campylobacter Jejuni dapat menimbulkan GBS dengan manifestasi klinis lebih berat dari yang
lain.
Guillain Bare syndrome termasuk dalam penyakit Poliradikulo Neuropati dan untuk
membedakannya berdasarkan lama terjadinya penyakit dan progresifitas penyakit yaitu:
1. Guillain Barre Syndrome (GBS)
Gejala klinis :
1. Terutama motorik
2. Relative ringan tanpa : gagal pernapasan, gangguan otonomik yang jelas
Neurofisiologi : demyelinisasi
Biopsi : Demyelinisasi~makrofag
Patofisiologi
Akson bermielin mengkonduksi impuls saraf lebih cepat dibanding akson tidak bermielin.
Sepanjang perjalanan serabut bermielin terjadi gangguan dalam selaput (nodus Ranvier) tempat
kontak langsung antara membran sel akson dengan cairan ekstraseluler. Membran sangat
permeable pada nodus tersebut sehingga konduksi menjadi baik.
Gerakan ion-ion masuk dan keluar akson dapat terjadi dengan cepat banyak pada nodus Ranvier
sehingga impuls saraf sepnjang serabut bermielin dapat melompat dari satu nodus ke nodus lain
(konduksi salitatori) dengan cukup kuat. Kehilangan selaput mielin pada GBS membuat
konduksi saltatori tidak mungkin terjadi dan transmisi impuls saraf batalkan.Paralisis lengkap,
otot pernapasan terkena, mengakibatkan insufisiensi pernapasan
F.
Kriteria Diagnosis
Gambaran yang diperlukan untuk diagnoseKelemahan motorik secara progresif pada kedua
lengan atau kedua tungkai
1. Arefleksia; hilangnya refleks tendo yang biasanya menyeluruh
Diagnosis Banding
1. Poliomielitis
2. Mielitis Akut
3. Neuropati Akut (diphteri, porfiria, intoksikasi obat)
4. Hipokalemia
H.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Manifestasi elektrofisiologis yang khas dari GBS terjadi akibat demyelinasi saraf, antara lain
prolongasi masa laten motorik distal (menandai blok konduksi distal) dan prolongasi atau
absennya respon gelombang F (tanda keterlibatan bagian proksimal saraf),blok hantar saraf
motorik, serta berkurangnya KHS.Pada 90% kasus GBS yang telah terdiagnosis, KHS kurang
dari 60% normal.
EMG menunjukkan berkurangnya rekruitmen motor unit Dapat pula dijumpai degenerasi
aksonal dengan potensial fibrilasi 2-4 minggu setelah onset gejala, sehingga ampilitudo CMAP
dan SNAP kurang dari normal. Derajat hilangnya aksonal ini telah terbukti berhubungan dengan
tingkat mortalitas yang tinggi serta disabilitas jangka panjang pada pasien GBS, akibat fase
penyembuhan yang lambat dan tidak sempurna. Sekitar 10% penderita menunjukkan
penyembuhan yang tidak sempurna, dengan periode penyembuhan yang lebih panjang (lebih dari
3 minggu) serta berkurangnya KHS dan denervasi EMG.
1. Tes fungsi respirasi (pengukuran kapasitas vital paru)
Akan menunjukkan adanya insufisiensi respiratorik yang sedang berjalan (impending).
1. Pemeriksaan patologi anatomi
Umumnya didapati pola dan bentuk yang relatif konsisten; yakni adanya infiltrat limfositik
mononuklear perivaskuler serta demyelinasi multifokal. Pada fase lanjut, infiltrasi sel-sel radang
dan demyelinasi ini akan muncul bersama dengan demyelinasi segmental dan degenerasi
wallerian dalam berbagai derajat Saraf perifer dapat terkena pada semua tingkat, mulai dari akar
hingga ujung saraf motorik intramuskuler, meskipun lesi yang terberat bila terjadi pada ventral
root, saraf spinal proksimal, dan saraf kranial.Infiltrat sel-sel radang (limfosit dan sel
mononuclear lainnya) juga didapati pada pembuluh limfe, hati, limpa, jantung, dan organ
lainnya.
I.
Prognosis
Pada umumnya mempunyai prognosa yang baik, tetapi pada sebagian kecil penderita dapat
meninggal atau mempunyai gejala sisa.
1. 65% penderita mengalami penyembuhan hampir sempurna dengan defisit yang minimal
2. 15% penderita mengalami penyembuhan neurologis yang sempurna
3. 5-10% mempunyai disabilitas yang permanen
4. 5-8% kematian
Dikarenakan etiologi yang belum jelas, sehingga pengobatan biasanya bersifat simptomatis dan
suportif.
1. Terapi Suportif (Umum)
1. Monitor respirasi, bila perlu lakukan trakeostomi
2. Pasang NGT
3. Monitor EKG
4. Fisioterapi aktif menjelang masa penyembuhan untuk mengembalikan fungsi alat
gerak, menjaga fleksibilitas otot, berjalan dan keseimbangan
5. Fisioterapi pasif setelah terjadi masa penyembuhan untuk memulihkan kekuatan
otot.