Laporan Maes 1
Laporan Maes 1
Oleh :
I.
1.1
PENDAHULUAN
Latar belakang
Sistem agroforestry di Indonesia terbagi menjadi dua macam yaitu sistem
agroforestry sederhana dan sistem agroforestry kompleks. Sistem agroforestry
sederhana adalah perpaduan konvensional yang terdiri atas sejumlah kecil unsur.
Contohnya adalah sistem tumpang sari. Sedangkan sistem agroforestry kompleks
merupakan sistem-sistem yang terdiri dari sejumlah besar unsur pepohonan, perdu,
tanaman musiman dan rumput. Penampakan fisik dan dinamika didalamnya mirip
dengan ekosistem hutan alam primer/ sekunder. Contohnya adalah kebun pepohonan
campuran, hutan buatan dan aneka kebun pekarangan.
Kebun campuran pada umumnya terdiri dari berbagai macam tanaman
setahun (sayuran dan pangan) yang diselingi oleh bambu atau pohon-pohonan.
Lokasinya biasanya agak jauh dari rumah (tidak sedekat pekarangan), dimana pohon
yang banyak ditanam adalah buah-buahan. Kebun campuran masih tetap
dipertahankan karena beberapa faktor, yaitu menguntungkan petani yang mempunyai
lahan terbatas dan menghasilkan berbagai jenis produk yang dapat dijual.
1.2
Tujuan
Tujuan dari pengamatan ini adalah untuk memahami teknik yang tepat, benar
dan berkelanjutan dalam pengelolaan/managenem agroekosistem pada kebun
campuran melalui upaya perbaikan sifat biologi tanahnya.
1.3
Manfaat
Manfaat dari pengamatan ini adalah mahasiswa dapat memahami indikator
tanah yang sehat dan tidak sehat kunci utama untuk mengetahui potensi lahan dan
menentukan cara pengelolaan agroekosistem yang tepat.
II. METODOLOGI
2.1
2.2
2.3
Penggaris
Kamera
: untuk dokumentasi
Rafia
Alat tulis
Cara Kerja
Membuat 2 petakan menggunakan rafia dengan ukuran masing-masing 40cm x 40cm
Identifikasi vegetasi yang terdapat didalam petakan tersebut
Hasil Dokumentasi
III.2 Pembahasan
Berdasarkan
hasil
Pada pengamatan juga ditemukan beberapa masalah pada kebun campuran yang
diamati. Adapun masalah tersebut yaitu intensitas cahaya matahari yang diterima/yang
masuk pada kebun campuran tersebut tergolong rendah. Hal ini disebabkan karena letak
kebun campuran yang berada diantara dua bangunan, sehingga memungkinkan cahaya
yang diterima kurang optimal. Masalah lain yaitu pada kebun campuran ditemukan adanya
semak-semak liar yang dapat menyebabkan kompetisi dengan tanaman utama. Hal ini
disebabkan karena kurangnya perawatan sehingga tanaman liar yang merugikan dapat
berkembang. Selain itu, dapat terjadi kekeringan pada kebun apabila dalam waktu yang
lama tidak terjadi hujan karena sistem pengairan yang tergantung hujan,
Masalah-masalah yang terjadi pada kebun campuran tersebut dapat diatasi dengan
beberapa solusi. Intensitas cahaya matahari yang kurang optimal dapat ditingkatkan dengan
memangkas sedikit kanopi agar cahaya yang masuk bertambah, karena tidak
memungkinkan untuk menggusur bangunan atau memindahkan kebun campuran. Sesekali
perlu dilakukan perawatan misalnya sanitasi kebun untuk meminimalisir adanya tanaman /
semak liar yang merugikan serta menjauhkan dari hama dan penyakit tanaman. Selain itu
juga diperlukan adanya monitoring kebun apabila tidak terjadi hujan untuk waktu yang
lama / daerah merupakan daerah dengan curah hujan rendah sehingga dapat diketahui
untuk dilakukan penyiraman atau tidak.
IV. PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Kebun campuran yang telah diamati tergolong sehat, karena memiliki seresah
yang cukup dan menyuburkan tanah (daun lamtoro dengan kadar N tinggi), tanah
yang lembab, serta terdapat organisme tanah yang beragam. Keberagaman tanaman
menyebabkan kondisi lingkungan stabil dan berjalan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Martini E, Tata HL, Mulyoutami E, Tarigan J dan Rahayu S. 2010. Membangun
Kebun Campuran: Belajar dari Kobun Pocal di Tapanuli dan Lampoeh di
Tripa. Bogor, Indonesia. World Agroforestry Centre - ICRAF, SEA Regional
Office. 43p.
Sumarwoto, O. 1987. Pembinaan dan Pengembangan Kayu Rakyat. Proceeding
Diskusi Pembinaan dan Pengembangan Kayu Rakyat. Kantor Wilayah
Propinsi Jawa Barat.