Vitamin C Dan Aliran Jantung
Vitamin C Dan Aliran Jantung
BAB II
LANDASAN TEORI
II. Tinjauan Pustaka
II.1
Rokok
II.1.1 Definisi Rokok
Rokok adalah salah satu produk tembakau yang dimaksudkan
untuk dibakar dan dihisap dan/atau dihirup asapnya, termasuk rokok
kretek, rokok putih, cerutu, atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari
tanaman Nicotiana tabacum, Nicotiana rustica, dan spesies lainnya atau
sintetisnya yang asapnya mengandung nikotin dan tar, dengan atau tanpa
bahan tambahan (Peraturan Pemerintah RI, 2012).
II.1.2 Jenis Rokok
Terdapat dua tipe jenis rokok, yaitu filter dan non filter. Jenis rokok
filter merupakan rokok yang pada pangkalnya terdapat gabus. Jenis rokok
non filter merupakan rokok yang pada bagian pangkalnya tidak terdapat
gabus (Yuwon HS, 2010). Rokok filter bertujuan untuk mengurangi
jumlah tar yang dihisap (Hastrup, et al., 2001). Hasil penelitian
Framingham menyatakan bahwa tidak ada perbedaan yang berarti antara
perokok filter dan non filter berisiko terserang PJK.
Bagi orang yang merokok dapat dikatagorikan menjadi perokok
aktif dan pasif. Perokok aktif ringan adalah orang yang menghisap 1 9
rokok dalam satu hari. Perokok pasif atau bukan perokok adalah orang
yang tidak merokok, menghisap pipa, dan memiliki serum cotinine < 14,1
ng / ml10 (Whincup, et al., 2004). Perokok pasif dapat meningkatkan risiko
terserang penyakit jantung hingga 30% (Goldman dan Schafer, 2011).
II.1.3 Kandungan Rokok
Di dalam asap rokok terdapat lebih dari 4000 zat kimia berbahaya,
salah satunya adalah nikotin yang bersifat adiktif dan tar yang bersifat
karsinogenik. Asap pembakaran rokok juga mengandung gas beracun
seperti karbon monoksida (Peraturan Pemerintah RI, 2012). Beberapa
dan
furans,
m+p+o
cresol,
hydrogen
cyanide,
N-
terjadinya
aterosklerosis
dan
menginduksi
perubahan
II.2
Angina Pektoris
II.2.1 Definisi Angina Pektoris
Angina pektoris adalah rasa nyeri atau tidak nyaman pada dada
karena otot jantung kekurangan oksigen (Libby, Bonow, Mann, dan Zipes,
2007).
II.2.2 Anatomi dan Fisiologi Jantung
Jantung terletak di rongga toraks sekitar garis tengah antara
sternum di sebelah anterior dan vertebra di sebelah posterior. Dinding
jantung terdiri dari tiga lapisan berbeda, yaitu endokardium, miokardium,
dan epikardium (Sherwood, 2008). Berat jantung wanita dewasa rata-rata
adalah 255 gram dan pria dewasa sekitar 310 gram.
Otot jantung diperdarahi oleh arteri koronaria kanan dan kiri yang
berasal dari aorta di dekat katup aorta. Kedua pembuluh darah ini
mengelilingi jantung melalui sulkus atrioventrikular. Arteri koronaria kiri
bercabang menjadi arteri anterior interventrikuler yang memperdarahi
kedua ventrikel dan arteri sirkumfleksa yang memperdarahi atrium kiri dan
ventrikel kanan. Arteri koronaria kanan bercabang menjadi arteri
marginalis kanan yang memperdarahi atrium kanan dan ventrikel kanan
serta arteri interventrikuler posterior yang memperdarahi kedua ventrikel.
Jantung dipersarafi oleh saraf simpatis yang berasal dari ganglia simpatis
torakalis dan saraf parasimpatis yang berasal dari saraf vagus. Di dalam
jantung terdapat juga nodus sinoatrial yang dikenal sebagai pacemaker,
nodus atrioventrikular, serabut his, dan serat purkinje. Melalui nodusnodus inilah jantung dapat berdetak secara mandiri tanpa pengaruh dari
saraf pusat. (Van de Graff, 2001).
Fungsi utama jantung adalah mendorong darah agar dapat mengalir
dengan lancar di dalam pembuluh pada sistem sirkulasi ke seluruh tubuh.
Aliran darah pada sistem sirkulasi menghantarkan nutrisi dan oksigen ke
jaringan dan membawa sisa-sisa metabolisme sel di jaringan ke tempat
pembuangan.
Tanpa
(Herman, 2009).
nutrisi
dan
oksigen,
jaringan
akan
mati
10
11
Indonesia yang semula PJK berada di urutan ke-11 pada tahun 1972
kemudian meningkat bertahap ke urutan ke-3 pada tahun 1996 dan
menempati posisi ke-1 pada tahun 2001 (KEMENKES, 2007). Gejala
klinis yang muncul salah satunya adalah angina pektoris atau nyeri dada
(Longo,et al., 2011). Di Amerika kurang lebih 9,8 juta penduduknya
pernah mengalami serangan angina, dengan 500 ribu kasus baru angina
setiap tahunnya (Lloyd-Jones D, et al., 2009). Angina pektoris lebih sering
muncul sebagai gejala PJK pada wanita dibandingkan pria (Hemingway H,
et al., 2008). Gambaran klinis aterosklerosis koroner dapat timbul pada
semua usia, tetapi paling sering pada orang berusia lanjut, dengan puncak
insidensi setelah 60 tahun pada laki-laki dan 70 tahun pada perempuan
(Kumar, Cotran, dan Robbins, 2007). Sebuah survei dilakukan kepada
sejumlah penderita penyakit jantung koroner dari usia 30 hingga 69 tahun
dan didapatkan hasil bahwa pasien yang mengalami angina pektoris
terbanyak berada pada usia di atas 60 tahun (Libby, Bonow, Mann, dan
Zipes, 2007). Di Indonesia terdapat 5% orang dengan gejala angina
pektoris dengan usia lebih dari 18 tahun (Delima, 2009).
II.2.5 Etiologi dan Patofisiologi
Beberapa penyebab tersering dari iskemia otot jantung adalah
aterosklerosis, stenosis aorta, dan dilatasi kardiomiopati (Fox, et al., 2006).
Bila terjadi penyempitan aterosklerotik lumen sebesar 75% atau lebih pada
satu atau lebih arteri koronaria besar, setiap peningkatan aliran darah
koroner
kompensatorik
akan
kurang
memadai
untuk
memenuhi
12
laktat
ketika
jantung
melakukan
metabolisme
anaerobik
(Sherwood, 2008).
II.2.6 Gambaran Klinis
Pasien angina pektoris pada dasarnya merasakan tidak nyaman
pada retrosternal dan umumnya menjalar ke daerah ulnar tangan kiri
(Libby, Bonow, Mann, dan Zipes, 2007). Nyeri juga dapat menjalar ke
leher, rahang, bahu kiri, dan pundak kiri serta sifatnya yang tumpul dan
membuat pasien terasa tertindih atau diremas (Rahman, 2009).
Pada pasien angina pektoris stabil, nyeri dirasakan dengan pola
cresendo-decresendo dengan intensitas 5 10 menit (Longo, et al., 2011)
atau kurang dari 20 menit (Rahman, 2009). Apabila pasien merasakan
nyeri yang menetap dan bertambah parah yang lebih lama dari 20 menit,
muncul pada saat istirahat, tanpa bukti serologis adanya nekrosis otot
jantung
maka
dikatakan
sebagai
angina
pektoris
tak
stabil
13
II.2.7 Diagnosis
Selain dari riwayat pasien dan pemeriksaan fisik, diagnosis dapat
dilakukan dari pemeriksaan EKG, penilaian biokimia dan tanda reaksi
radang, dan uji diagnostik noninvasif (Goldman dan Schafer, 2011).
Tindakan diagnostik invasif dengan kateterisasi dan arteriografi koroner
tetap perlu dilakukan untuk mendapatkan diagnosis pasti PJK (Libby,
Bonow, Mann, dan Zipes, 2007).
Untuk mendiagnosis angina pektoris melibatkan penilaian klinis, tes
laboratorium, dan investigasi jantung spesifik. Investigasi jantung spesifik
dapat bersifat invasif atau tidak invasif dan dapat digunakan untuk
mengkonfirmasi iskemia pada pasien yang diduga angina pektoris stabil,
untuk mengidentifikasi atau menghilangkan kondisi atau faktor pencetus
yang berhubungan, stratifikasi faktor risiko, dan untuk mengevaluasi
pengobatan. Beberapa bentuk pemeriksaan investigasi jantung yang bersifat
tidak invasif adalah pemeriksaan laboratorium EKG pada saat istirahat,
EKG pada saat tes fisik, dan ekokardiografi pada saat istirahat sedangkan
yang bersifat invasif seperti ultrasonografi intravascular dan arteriografi
koroner (Fox, et al., 2006).
II.2.7.1 Pemeriksaan Jantung Tidak Invasif
a) Laboratorium
Pada tes laboratorium peningkatan kadar total kolestrol,
LDL, gula darah puasa dan C-Reactive Protein dalam fase akut
biasa ditemukan (Libby, Bonow, Mann, dan Zipes, 2007).
b)
14
pasien mengalami nyeri dada yang muncul pada tahap awal dan
bertahan lebih dari 3 menit setelah latihan stres fisik selesai.
Latihan stres fisik harus dilakukan setelah pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan EKG pada saat istirahat (Fox, et al., 2006)
d) Ekokardiografi
Ekokardiografi dapat dilakukan pada saat istirahat dan pada
saat latihan stres fisik. Ekokardiografi pada saat latihan stres fisik
memiliki
sensitivitas
dan
spesifisitas
yang
lebih
tinggi
Ultrasonografi intravaskular
Ultrasonografi intravaskular
dilakukan
dengan
cara
Diagnosis banding
15
II.2.8.2 Kostokondritis
Kostokondritis juga dapat memberikan sensasi angina
pektoris akibat peradangan yang terjadi. Untuk membedakannya,
umumnya nyeri pada kostokondritis bersifat lokal dan pada palpasi
terdapat nyeri tekan pada otot dinding dada anterior (Goldman dan
Schafer, 2011)
II.2.8.3 Perikarditis
Yang membedakan perikarditis dari angina pektoris adalah
nyerinya yang bersifat tajam, menetap, dan tidak hilang dengan
pemberian nitrogliserin (Goldman dan Schafer, 2011).
16
II.3
Patofisiologi
Hipertensi
MEROKOK
Menghambat ikatan
O2 dengan Hb
Kardiomegali
Arteri koronaria
terjepit
Usia
HCO Meningkat
Menurunkan efek
Nitrit Oksida
Pembuluh darah cenderung
vasokonstriksi
Stres oksidatif
pembuluh darah
Radang
pembuluh darah
Peningkatan
agregasi
trombosit
Meningkatkan
aktivitas
trombosit
LDL meningkat
HDL menurun
Elastisitas
Pembuluh darah
berkurang
Otot jantung
kekurangan O2
Angina Pektoris
Plak aterom
II.4. Vitamin C
II.4.1
Definisi Vitamin C
Vitamin C atau asam ascorbat merupakan vitamin yang memiliki
struktur kimia C6H8O6 dan merupakan vitamin yang larut air. Vitamin C
merupakan kofaktor dari 8 reaksi enzimatik, termasuk pembentukan
kolagen.
II.4.2
Biosintesis
Pada tumbuh-tumbuhan, pembentukan vitamin c adalah melalui
17
tidak termasuk pada jenis makhluk hidup yang dapat mensintesis vitamin C
di dalam tubuhnya.
II.4.3
untuk melihat efek dari vitamin C terhadap aliran darah koroner dan
diameter koroner yang diberikan stress oksidatif akut (Oksigen 100%).
Percobaan ini dilakukan pada 12 pasien penyakit jantung koroner dengan
angiografi kuantitatif dan Ultrasonografi Doppler Intrakoroner. Pada awal
percobaan, ke-12 pasien diberikan oksigen 100% lalu dilakukan pengukuran
diameter koroner dan kecepatan aliran darah koroner dengan menggunakan
angiografi kuantitatif dan ultrasonografi intrakoroner.
Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat perubahan yang
signifikan pada aliran pembuluh darah dalam keadaan hiperoksia dan ketika
pemberian vitamin C. Dalam keadaan hiperoksia terjadi penurunan kecepata
aliran darah koroner dan debit aliran darah [26 3.0 menjadi 21.2 3.0
cm/s (p<0.01) dan 91 31 menjadi 73 28 cm 3/min (p<0.01)] Pemberian
vitamin C dapat meningkatkan aliran pembuluh darah pada daerah yang
mengalami stress oksidatif (21.2 3.0 cm/s vs 27.0 4.0 cm/s; p<0.01 ) dan
meningkatkan debit aliran darah (84 23 vs 97 28 cm 3/min) (McNulty, et
18
al., 2007). Penelitian serupa dilakukan 11 subjek perokok dan 8 subjek tidak
perokok untuk mengukur aliran koroner dengan positron emission
tomography dan didapatkan hasil bahwa pemberian vit C dapat
menormalkan kembali aliran koroner dengan nilai p < 0.05 (Kaufmann, et
al., 2000)
19
BAB III
PENUTUP
III.1. KESIMPULAN
Merokok merupakan salah satu faktor risiko utama yang
meningkatkan terjadinya penyakit jantung koroner. Selain itu peningkatan
jumlah rokok yang dikonsumsi setiap harinya akan meningkatkan risiko
seseorang untuk terserang penyakit jantung koroner pada usia yang lebih
muda. Vitamin C berfungsi sebagai antioksidan dan dalam mengatasi
stress oksidatif yang terjadi pada pembuluh darah koroner, vitamin C dapat
menormalkan atau mempertahankan
agar
masyarakat
pada
umumnya
dapat
mulai
untuk
20
DAFTAR PUSTAKA
Atalar E, et al. 2005. Increased Soluable glycoprotein V concentration during
the acute onset of unstable angina pectoris in association with
chronic cigarette smoking. 16 (6): 329 333. Available from:
http://web.ebscohost.com/ehost/pdfviewer/pdfviewer?
sid=f7a04e97-0f44-4525-b0bfec1b97813088%40sessionmgr104&vid=34&hid=113> (Diakses: 14
Desember 2013)
Aksoy S, Cam N, Gurkan U, Oz D, zden K, Altay S, Durmus G, Agirbasli
M. 2012. Oxidative Stress and Severity of Coronary Artery
Disease in Young Smokers With Acute Myocardial Infarction.
Bisanovic S, Mehic B, dan Sivic S. 2011. Status of Lipids and the Frequency
Diseases of cardiovascular origin in smokers according to the
lenght period of smoking and a number of cigarettes smoked
daily.2011; 11 (1): 46-51. Cited: 14 Desember 2013. Available
from:
http://web.ebscohost.com/ehost/pdfviewer/pdfviewer?
vid=31&hid=113&sid=f7a04e97-0f44-4525-b0bfec1b97813088%40sessionmgr104
Bishop E, Theophilus EH, and Fearon IM. 2012. In Vitro and Clinical Studies
Examining the Expression of Osteopontin in Cigarette SmokeExposed Endothelial Cells and Cigarette Smokers. BMC
Cardiovascular Disorder. 2012; 12: 75. Cited 30 November 2013.
Available
from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3465212/pdf/1471
-2261-12-75.pdf
Chiolero A, Faeh D, Paccaud F, and Cornuz J. 2008. Consequences of
Smoking for Body Weight, Body Fat Distribution, and Insulin
21
2013.
Available
from:
http://ajcn.nutrition.org/content/87/4/801.full/pdf+html
Delima. 2009. Faktor Determinan Gejala Angina Pektoris pada Masyarakat
yang Belum Pernah Terdiagnosis Penyakit Jantung. 2009; 59 (11):
518 525. Cited: 6 November 2013. Available from:
http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/view/
693/0
Fahim MA, Nemmar A, Singh S, Hassan MY. 2011. Antioxidant Aleviate
Nicotine-Induced Platelet Aggregation in Cerebral Arterioles of
Mice in Vivo. 2011; 60: 695-700. Cited: 6 November 2013.
Available
from:
http://www.biomed.cas.cz/physiolres/pdf/60/60_695.pdf
Fowles J, Philips D, dan Kaiserman M. 2003. Chemical Composition of
Tobacco and Cigarette Smoke in Two Brands of New Zealand
Cigarettes.2003: 4. Cited: 14 Desember 2013. Available from :
http://www.ndp.govt.nz/moh.nsf/pagescm/1005/$File/chemicalco
mpositioncigarettesbrands.pdf
Fox, et al. 2006. Guideline on The Management of Stable Angina
Pectoris.2006. Cited: 7 November 2013.
Available from:
http://www.escardio.org/guidelines-surveys/escguidelines/GuidelinesDocuments/guidelines-angina-FT.pdf
Goldman L dan Schafer AI. 2011. Goldmans Cecil Medicine. 24th ed.
Philadelphia : Elsevier-Saunders. pp: 412 - 425
.
22
Hastrup JL, Cummings KM, Swedrock T, Hayland A, dan Pauly JL. 2001.
Consumer Knowledge and Beliefs About the Safety of Cigarette
Filters, Tobacco control, (10): 84 86
Herman RB. 2009. Buku Ajar Fisiologi Jantung. Jakarta: EGC. hal: 1 - 2
Hemingway H. 2008. Prevalence of angina in women versus men: a systematic
review and meta-analysis of international variations across 31
countries.Ciruculation. Mar 25 2008; 117 (12) : 1526 36. Cited: 10
Desember
2013.
Available
from:
http://emedicine.medscape.com/article/150215-overview#a0199
Ichiki T. 2011. Collaboration between smokers and tobacco in endothelial
dysfunction.2011; 90 : 395-396. Cited: 14 Desember 2013. Available
from:http://cardiovascres.oxfordjournals.org/content/90/3/395.full.pdf
+html
Kaufmann PA, Gnecchi Ruscone T, Terlizzi M, Schafers KP, dan Luscher TF.
Coronary Heart Disease in Smokers: Vitamin C Restores Coronary
Microcirculatory Function. 2000; 102 : 1233 1238. Cited 16
Desember
2013.
Available
from:
http://circ.ahajournals.org/content/102/11/1233.full.pdf+html
Kemenkes. 2007. Pedoman Surveilans Epidemiologi Penyakit Jantung dan
Pembuluh Darah.
Kemenkes. 2011. Profil Kesehatan Indonesia 2010. hal: 27
Kumar V, Cotran RS, dan Robbins SL. 2007. Buku Ajar Patologi. ed.7. Vol.2.
Jakarta: EGC
23
Kume A, Kume T, Masuda K, Shibuya F, and Yamazaki H. 2009. Dosedependent Effects of Cigarette Smoke on Blood Biomarkers in
Healthy Japanese Volunteers: Observations from Smoking and
Non-smoking, 55(2), p. 259 - 264
Libby P, Bonow RO, Mann Douglas L, dan Zipes DP. Braunwalds Hearth
Disease, 2007. A Textbook of Cardiovascular Medicine. 8th ed.
Philadelphia : Elsevier-Saunders
Mc Nulty PH, Robertson BJ, Tulll MA, Hess J, Harach LA, Scott S, dan Stnoway
LI. Effect of Hyperoxia and Vitamin C on Coronary Blood Flow in
Patients With Ischemic Heart Disease