Syok adalah sindrom klinis yang terjadi akibat perfusi jaringan yang tidak adekuat.
Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen dan substrat makanan hipoperfusi
jaringan disfungsi seluler & jejas pada sel menginduksi produksi dan pelepasan mediator
inflamasi gangguan distribusi aliran darah mikrovaskular perburukan perfusi sel
disfungsi organ gagal organ kematian
Syok hipovolemik adalah terganggunya sistem sirkulasi akibat dari volume darah
dalam pembuluh darah yang berkurang. Hal ini bisa terjadi akibat perdarahan yang
masif, kehilangan plasma darah, atau kehilangan cairan ekstraselular.
1. Etiologi
a. Perdarahan
:
- Hematom subscapular hati
- Aneurisma aorta pecah
- Perdarahan gastrointestinal
- Perlukaan berganda
b. Kehilangan plasma:
- Luka bakar luas
- Pankreatitis
- Deskuamasi kulit
- Sindrom dumping (suatu kumpulan gejala akibat pengosongan
lambung yang terlalu cepat karena perubahan anatomi lambung
pasca operasi)
c. Kehilangan cairan ekstraseluler
- Muntah (vomitus)
- Dehidrasi
- Diare
- Terapi diuretic yang sangat agresif
- Diabetes insipidus
- Insufisiensi adrenal
2. Patofisiologi
3. Diagnosis
Syok hipovolemik didiagnosis ketika ditemukan tanda berupa
ketidakstabilan hemodinamik dan ditemukan adanya sumber perdarahan.
Syok hipovolemik dapat terjadi akibat kehilangan sel darah merah dan plasma
darah akibat perdarahan atau kehilangan volume plasma saja akibat
sekuestrasi cairan ekstravaskular atau kehilangan cairan dari
gastrointestinal, urine, insensible water loss.
Gejala awal : Tingkat kesadaran yang berubah kadang-kadang berupa
agitasi dan kegelisahan, atau depresi sistem saraf pusat. Pemeriksaan fisik
akan mendapatkan tanda-tanda yang nonspesifik seperti kulit dingin, lembab,
hipotensi ortostatik, takikardia ringan, dan vasokonstriksi.
Lab: Diagnosis akan sulit bila perdarahan tak ditemukan dengan jelas
atau berada dalam traktus gastrointestinal atau hanya terjadi penurunan jumlah
plasma dalam darah. Kehilangan plasma ditandai dengan hemokonsentrasi,
kehilangan cairan bebas ditandai dengan hipernatremia. Keadaan ini
Ringan
(< 20% vol darah)
Ekstremitas dingin
Waktu pengisian kapiler
meningkat
Diaporesis
Vena kolaps
Cemas
Sedang
(20-40% vol darah)
Sama, ditambah;
Takikardia
Berat
(> 40% vol darah)
Sama, ditambah;
Hemodinamik tak stabil
Takipneu
Oliguria
Hipotensi ortostatik
Takikardi bergejala
Hipotensi
Perubahan kesadaran
4. Tatalaksana
Ketika syok hipovolemik diketahui maka tindakan yang harus dilakukan
adalah menempatkan pasien dalam posisi kaki lebih tinggi, menjaga jalur
pernapasan dan diberikan resuistasi cairan dengan cepat lewat akses
intravena atau cara lain yang memungkinkan seperti pemasangan kateter
CVP (Central Venous Pressure) atau jalur intraarterial.
a. Penatalaksanaan Umum (sda)
b. Tatalaksana Khusus
1. Instabilitas hemodinamik yang berlanjut pada keadaan syok
hipovolemik menunjukkan bahwa syok belum sepenuhnya
teratasi dan atau terdapat kehilangan darah atau cairan
signifikan yang berlanjut. Kehilangan darah yang berlanjut
dengan Hb turun < 10 g/dl harus segera diatasi dengan
transfusi darah. Pada keadaan ini pemberian whole blood dapat
dilakukan.
2. Pada keadaan hypovolemia yang berat atau berlanjut,
dukungan obat-obat inotropic dengan dopamine, vasopressin
atau dobutamin mungkin dibutuhkan untuk menjadi perfomans
ventricular yang adekuat setelah volume darah dikembalikan
ke normal.
3. Pemberian nalokson bolus 30 mcg/kg dalam 3-5 menit
dilanjutkan 60 mcg/kg dalam 1 jam dalam dekstros 5% dapat
membantu meningkatkan MAP.
4. Keberhasilan resusitasi juga memerlukan dukungan fungsi
respirasi. Suplementasi oksigen harus diberikan, dan intubasi
endotrakeal mungkin penting untuk menjaga oksigenasi
arterial. Kerusakan organ target setelah resusitasi syok
hemoragik biasanya lebih rendah dibanding pada keadaan syok
septik kemungkinan akibat aktivasi respons inflamasi yang
lebih rendah dibandingakan dengan syok septik.
Terapi cairan
Larutan parenteral pada syok hipovolemik diklasifikasi berupa cairan
kristaloid, koloid, dan darah. Cairan kristaloid cukup baik untuk terapi syok
hipovolemik. Keuntungan cairan kristaloid antara lain mudah tersedia, murah,
mudah dipakai, tidak menyebabkan reaksi alergi, dan sedikit efek samping.
Kelebihan cairan kristaloid pada pemberian dapat berlanjut dengan edema seluruh
tubuh sehingga pemakaian berlebih perlu dicegah.
Larutan NaCl isotonis dianjurkan untuk penanganan awal syok hipovolemik
dengan hiponatremik, hipokhloremia atau alkalosis metabolik. Larutan RL adalah
larutan isotonis yang paling mirip dengan cairan ekstraseluler. RL dapat diberikan
dengan aman dalam jumlah besar kepada pasien dengan kondisi seperti
hipovolemia dengan asidosis metabolik, kombustio, dan sindroma syok. NaCl
0,45% dalam larutan Dextrose 5% digunakan sebagai cairan sementara untuk
mengganti kehilangan cairan insensibel.
Cairan kristaloid (Ringer Laktat, Ringer Asetat, NaCl 0,9%)
o Untuk mengganti kehilangan volume terutama kehilangan cairan interstitial
o Harga murah, tak memberikan reaksi anafilaktik tetapi tidak dapat bertahan lama
di intravascular
o Pemberian berlebih dapat menyebabkan edema paru dan edema perifer
Cairan koloid (darah, albumin, fresh frozen plasma, dextran, HES, Hemacel, dll)
o Untuk mengganti volume intravaskuler
o Harga mahal, dapat menyebabkan reaksi anafilaktik, mempunyai molekul besar
dan menimbulkan tekanan onkotik
o Pemberian berlebih juga dapat menyebabkan edema paru tetapi tak akan
menyebabkan edema perifer
b. Syok Kardiogenik
Gangguan yang disebabkan oleh penurunan curah jantung sistemik pada
keadaan volume intravaskular yang cukup, dan dapat mengakibatkan hipoksia
jaringan. Syok dapat terjadi karena disfungsi ventrikel kiri yang berat, tetapi dapat pula
terjadi pada keadaan dimana fungsi ventrikel kiri cukup baik.
Hipotensi sistemik umumnya menjadi dasar diagnosis. Nilai cut off untuk
tekanan darah sistolik yang sering dipakai adalah < 90 mmHg. Dengan menurunnya
tekanan darah sistolik akan meningkatkan kadar katekolamin yang mengakibatkan
konstriksi arteri dan vena sistemik. Manifestasi klinis dapat ditemukan tanda-tanda
hipoperfusi sistemik mencakup perubahan status mental, kulit dingin, dan oliguria.
Syok kardiogenik didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik < 90 mmHg selama
> 1 jam dimana:
- Tak responsif dengan pemberian cairan saja
- Sekunder terhadap disfungsi jantung, atau
Berkaitan dengan tanda-tanda hipoperfusi atau indeks kardiak < 2,2 l/menit per m2
dan tekanan baji kapiler paru (pulmonary capillary wedge pressure = PCWP) > 18
mmHg
1. Etiologi
a. Komplikasi akibat infark miokard diantaranya:
a. Rupture septal ventrikel
b. Rupture atau disfungsi otot papilaris
c. Rupture miokard
b. Infark ventrikel kanan tanpa disertai infark atau disfungsi ventrikel kiri
c. Takiaritmia atau bradiaritmia yang rekuren yang biasanya terjadi akibat disfungsi
ventrikel kiri, dapat timbul bersamaan dengan aritmia supraventrikular ataupun
ventrikular.
d. Disfungsi miokard yang progresif, penyakit jantung iskemia, kardiomiopati
hipertrofik dan restriktif.
2. Patofisiologi
3. Diagnosis
a. Anamnesis: Keluhan yang timbul berkaitan dengan etiologi timbulnya syok.
Kebanyakan pasien mengeluh nyeri dada, sesak, tampak pucat, dan keringat
dingin. Status mental dapat terganggu, somnolen, tampak kebingungan dan
agitasi.
1. Pasien dg IMA atau Komplikasi mekanik: keluhan tipikal nyeri dada yang
akut, kemungkinan sudah mempunyai riwayat penyakit jantung koroner
sebelumnya. Keadaan syok biasanya terjadi dalam beberapa hari sampai
seminggu setelah onset infark tersebut. Biasanya disertai gejala tiba-tiba
yang menunjukkan adanya edema paru akut (sesak nafas) atau henti jantung.
2. Pasien dengan aritmia: palpitasi, presinkop, sinkop, atau merasakan irama
jantung yang berhenti sejenak, letargi akibat berkurangnya perfusi ke SSP.
b. Pemeriksaan Fisik:
1. TD sistolik menurun sampai < 90 mmHg dengan tekanan nadi yang sempit
(< 30 mmHg), bahkan dapat turun sampai < 80 mmHg pada pasien yang
tidak memperoleh pengobatan adekuat.
2. Pulsasi biasanya lemah dan cepat sebagai akibat stimulasi simpatis atau
bahkan sangat lambat (bradikardia berat) bila terdapat AV blok derajat
berat.
3. Frekuensi pernapasan meningkat (takipneu) sebagai akibat kongesti di paru,
pernapasan cheyne stokes.
4. Pemeriksaan dada dapat menunjukkan ronkhi basah halus karena gagal
ventrikel kiri.
5. Sistem kardiovaskuler: distensi vena jugular, Prekordium biasanya tampak
tenang dengan pulsasi apical yang lemah, BJ S1 biasanya lembut dan irama
gallop S3 dapat muncul menunjukkan adanya disfungsi ventrikel kiri yang
bermakna.
a. Kardiomiopati dilatasi: letak impuls apical bergeser
b. Efusi pericardial atau tamponade jantung: intensitas BJ jauh
menurun
c. Regurgitasi mitral, defek septal ventrikel: bunyi bising/murmur
d. Gagal jantung kanan: hepatomegaly, pulsasi di liver akibat
regurgitasi tricuspid atau terjadinya ascites akibat gagal jantung kanan
yang sulit diatasi.
6. Ekstremitas: Pulsasi arteri di ekstremitas perifer akan menurun
intensitasnya dan edema perifer dapat timbul. Sianosis dan ekstremitas
teraba dingin menunjukkan penurunan perfusi ke jaringan.
7. Oliguria
c. Pemeriksaan Penunjang:
1. EKG: dapat membantu menentukan etiologi dari syok kardiogenik, misalnya:
a. IMA dengan gagal ventrikel kiri: gelombang Q dan atau ST elevasi
pada lead multiple atau LBBB biasanya ditemukan. Lebih dari
setengah dari semua infark yang berhubungan dengan syok berlokasi
di anterior.
b. Iskemia global karena stenosis left main berat: depresi segmen ST
di lead multiple.
c. Aritmia
2. Foto Thoraks: kardiomegali, tanda-tanda kongesti vaskular paru atau edema
paru pada gagal ventrikel kiri yang berat. Bila terjadi komplikasi defek defek
septal ventrikel atau regurgitasi mitral akibat IMA, akan tampak gambaran
kongesti paru tanpa kardiomegali terutama pada onset infark yang pertama
kali.
3. Ekocardiografi: Ekokardiografi 2 dimensi dengan color flow doppler
seharusnya dilakukan pada pasien dnegan kecurigaan syok kardiogenik untuk
menentukan etiologinya. Penilaian fungsi ventrikel kanan dan kiri (global
maupun segmental), fungsi katup-katup jantung (stenosis atau regurgitasi),
tekanan ventrikel kanan dan deteksi adanya shunt (mis: pada defek septal
ventrkel dengan shunt dari kiri ke kanan), efusi pericardial atau tamponade.
4. Lab:
1. Hitung sel darah putih tipikal meningkat dengan pergeseran ke kiri.
4.
5.
e. Tatalaksana:
a. Tatalaksana umum syok (sda)
b. Tatalaksana khusus (Bagan di buku PDL)
Pada syok kardiogenik perlu dinilai masalahnya volume, pompa, atau irama.
1. Volume cairan: Pemberian cairan atau darah dan komponennya adalah
langkah pertama. Setelah volume diyakini cukup maka seperti halnya
bila masalah utama pada pompa jantung, perhatikan keadaan TD.
2. Pompa jantung:
1. TDS > 100 mmHg apalagi bila terdapat edema paru, vasodilator
seperti nitrogliserin SL dapat digunakan kemudian 10-20
mcg/menit.
2. TDS 70-100 mmHg tanpa disertai gejala dan tanda syok, inotropic
seperti dobutamin 2-20 mcg/menit. IV
3. TDS 70-100 mmHg dengan gejala dan tanda syok, vasopressor
seperti dopamine 5-15 mcg/menit IV.
4. TDS < 70 mmHg dengan gejala dan tanda syok, vasopressor kuat
seperti norepinefrin 0,5-30 mcg/menit IV
3. Irama jantung: dapat diklasifikasikan sebagai bradiaritmia atau
takiaritmia yang tatalaksananya disesuaikan dengan diagnosis gangguan
irama tersebut.
Pada keadaan syok yang berhasil diatasi, tatalaksana lanjutan dapat
mencakup:
- Identifikasi dan tatalaksana penyebab reversible
c. Syok Septik
Sepsis merupakan respons sistemik pejamu terhadap infeksi dimana patogen atau
toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi aktivasi proses inflamasi.
American College of Chest Physician mendefinisikan sepsis:
1. Sindrom Respons Inflamasi Sistemik (SIRS; Systemic Inflammatory
Response Syndrome) respon tubuh terhadap inflamasi sistemik mencakup 2
atau lebih keadaan berikut:
a. Demam (Suhu oral > 38C) atau hipotermia (> 36C)
b. Takipneu (> 24 kali/menit) atau PaCo2 < 32 mmHg
c. Takikardia (> 90 kali/menit)
d. Leukositosis (> 12.000/L), leukopenia (< 4000/L), atau > 10% neutrophil
batang
2. Keadaan klinis berkaitan dengan infeksi dengan manifestasi SIRS
Syok sepsis merupakan:
a. keadaan dimana terjadi penurunan tekanan darah sistolik < 90 mmHg
atau 40 mmHg menurun dari tekanan darah normal yang bersangkutan
selama setidaknya 1 jam disertai tanda kegagalan sirkulasi walaupun
telah dilakukan resusitasi cairan yang adekuat.
b. atau,
c. membutuhkan vasopressor untuk mempertahankan tekanan darah sistolik
90 mmHg atau tekanan arterial rata-rata 70 mmHg.
Laboratorium
Kelainan yang terjadi pada awal respons sepsis mencakup leukositosis dengan
pergeseran ke kiri, trombositopenia, hiperbilirubinemia dan proteinuria. Leukopenia juga
dapat ditemukan. Ketika respons septik makin berat, trombositopenia dapat memburuk
(seringkali dengan pemanjangan waktu thrombin, penurunan fibrinogen dan peningkatan Ddimer yang menunjukkan suatu keadaan koagulasi intravaskular diseminata), azotemia dan
hiperbilirubinemia makin jelas, dan dapat ditemukan peningkatan enzim aminotransferase.
Hiperventilasi pada awal sepsis dapat mencetuskan alkalosis respiratorik. Ketika otot
pernafasan mulai fatique dan akumulasi laktat makin tinggi, asidosis metabolic dengan anion gap
meningkat dapat ditemukan. Analisa gas darah dapat dijumpai adanya hipoksemia. Foto thoraks
mungkin normal atau dapat ditemukan pneumonia sebagai penyebab sepsis atau infiltrate yang
difus pada kasus ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome). EKG biasanya menunjukkan
sinus takikardi atau kelainan gelombang ST-T yang non spesifik, kecuali ada penyakit jantung
yang mendasari. Kebanyakan pasien DM dengan sepsis akan mengalami hiperglikemia dan
infeksi yang berat dapat mencetuskan ketoasidosis DM. Albumin akan menurun seiring dengan
perjalanan penyakit dan derajat sepsis.
Diagnosis etiologi membutuhkan isolasi mikroorganisme dari darah dan atau tempat
infeksi local. Setidaknya 2 sampel darah (masing-masing 10 cc) seharusnya diambil dari tempat
punksi vena yang berbeda untuk kultur. Marker inflamasi seperti CRP dan Prokalsionin dapat
membantu menegakkan diagnosis sepsis.
Patofisiologi
Endotoksin (lipopolisakarida) yang dilepaskan oleh mikroba akan menyebabkan proses
inflamasi yang melibatkan berbagai mediator inflamasi (sitokin, neutrophil, komplemen, NO,
dan berbagai mediator lain). Bilamana terjadi proses inflamasi yang melebihi kemampuan
homeostatis, maka akan terjadi proses inflamasi yang maladaptif, sehingga terjadi berbagai
proses inflamasi yang bersifat destruktif. Keadaan tersbeut akan menimbulkan gangguan pada
tingkat selular berbagai organ. Gangguan pada tingkat sel yang juga menyebabkan disfungsi
endotel, vasodilatasi akibat pengaruh NO menyebabkan maldistribusi volume darah sehingga
terjadi hipoperfusi jaringan dan syok. Faktor lain yang juga berperan adalah disfungsi miokard
akibat pengaruh mediator inflamasi sehingga terjadi penurunan curah jantung. Berlanjutnya
proses inflamasi yang maladaptive akan menyebabkan disfungsi/gagal organ multiple
(MODS/MOF).
Tatalaksana
a. Tatalaksana umum (sda)
b. Tatalaksana khusus
- Tujuan resusitasi pasien dengan sepsis berat atau yang mengalami hipoperfusi dalam 6
jam pertama adalah tekanan vena sentral 8-12 mmHg. MAP 65 mmHg. Produksi
urine 0,5 ml/kg/jam dan saturasi oksigen vena sentral 70%. Setelah resusitasi
cairan dan tekanan vena sentral sudah mencapai 8-12 mmHg namun MAP masih
dibawah 60, dapat diberikan agen vasoaktif seperti dopamine dengan dosis > 8
mcg/kg/menit, norepinefrin 0,03-1,5 mcg/kg/menit, fenileferin 0,5-8 mcg/kg/menit
atau epinefrin 0,1-0,5 mcg/kg/menit. Bila dalam 6 jam resusitasi, saturasi oksigen
tidak mencapai 70% dengan resusitasi cairan dan CVP 8-12 mmHg, maka dilakukan