Anda di halaman 1dari 12

RESPONSI

SELULITIS

Disusun oleh
Faiz Yunanto
NIM. G99131039
Pembimbing
Nugrohoaji Dharmawan, dr., Sp.KK, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/ RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2015

STATUS RESPONSI
ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
Pembimbing

: Nugrohoaji Dharmawan, dr., Sp.KK, M.Kes

Nama

: Faiz Yunanto

NIM

: G99131039

Selulitis
I.

Pendahuluan
Selulitis adalah penyakit infeksi akut biasanya disebabkan oleh
group A streptococcus dan staphylococcus aureus, gejala utamanya
adalah eritema berwarna merah cerah berbatas tidak tegas serta
disertai gejala konstitusi1.
Selulitis sering didefinisikan sebagai penyebaran infeksi yang
melibatkan dermis dan jaringan subkutan2.

II.

Etiologi
Selulitis biasanya disebabkan oleh group A streptococcus dan

staphylococcus aureus.
Namun, panduan terbaru dari The Infectious Disease Society of
America (IDSA) menyebutkan bahwa sebagian besar kasus selulitis
disebabkan oleh group A streptococcus, tetapi juga grup B, C atau G.
S. aureus

juga dapat menyebabkan selulitis, khusunya ketika

berhubungan dengan furunkel, karbunkel atau abses2-4,7,.


III.

Epidemiologi
Selulitis merupakan infeksi jaringan lunak kulit yang terjadi

sekitar 10% kasus pemondokan rumah sakit di Amerika Utara. Infeksi


ini ditandai dengan temuan klinis berupa inflamasi dermis yang akut,
difus dan edematus. Bisa juga terjadi pada jaringan subkutan atau otot,
seringnya berhubungan dengan gejala malaise, demam, dan nyeri

lokal. Infeksi ini biasanya disebabkan oleh Streptoccocus


hemolyticus (utamanya grup A)10.
Streptokokus Grup A sering timbul pada orang dewasa muda
tanpa penyakit yang mendasari dan lebih sering pada perempuan4.
IV.

Patogenesis
Kulit yang intak memainkan peran penting dalam pertahanan

terhadap berbagai jenis patogen. Detail interaksi inang-patogen masih


belum seberapa dipahami tapi tampaknya melibatkan fungsi barrier,
faktor bakterial dan faktor inang. Yang paling penting, penurunan
status imun (diabetes, kanker, gagal ginjal, neutropenia atau HIV)
dapat membuat inang jadi rentan terkena infeksi jaringan lunak kulit
yang salah satunya berupa selulitis10.
Baru-baru ini telah dijelaskan mengenai interaksi antara group
A Streptoccocus (GAS) dan C. perifngens, dengan sistem koagulasi.
Injeksi eksotoksin dari stretptokokus invasif M-tipe 1 akan memicu
agregasi platelet dan neutrofil, sebagian besar akibat streptolisin O dan
selektin yang diperantarai oleh platelet P. Melalui stabilisasi
glikoprotein IIb/IIIA, agregasi platelet dan neutrofil intravaskuler akan
menyumbat pembuluh darah sehingga bisa menimbulkan kerusakan
jaringan seperti mada miositis dan necrotizing fasciitis10.
Inhibisi ikatan complement regulator factor H (CFH) dapat
menjadi pendekatan terapetik baru dalam mengatasi infeksi GAS3.
V.

Manifestasi Klinis
Selulitis masuk ke dalam jaringan dermis dan

subkutan.

S.

aureus

dan

Streptokokus

Grup

merupakan agen etiologi tersering. Meski selulitis


memiliki

manifestasi

klinis

menyerupai

erisipelas,

bedanya adalah selulitis memiliki batas yang tidak


tegas antara kulit yang terkena dan yang tidak, disertai
indurasi yang lebih kuat, dan biasanya juga ada
krepitasi saat palpasi. Pada beberapa kasus selulitis,

bagian epidermis bisa mengalami pembentukan bula


atau nekrosis, sehingga menimbulkan area slough dan
erosi superfisial yang luas. Dengan atau tanpa terapi
antibiotik, infeksi bisa berlokalisir di jaringan lunak dan
menimbulkan

abses,

Limfadenopati

reigonal

ekstremitas10.
Terdapat

gejala

nekrosis
bisa

dan

timbul

konstitusi:

fasciitis.

pada

demam,

selulitis
malaise.

Lapisan kulit yang diserang ialah epidermis dan dermis.


Penyakit ini didahului trauma, karena itu biasanya
tempat predileksinya di tungkai bawah. Kelainan kulit
yang utamanya ialah eritema yang berwarna merah
cera,

berbatas

tidak

tegas,

dan

pinggirnya

tidak

meninggi dengan tanda-randa radang akut. Dapat


disertai

edema,

vesikel

dan

bula.

Terdapat

leukositosis1,4.
Selulitis merupakan infeksi kulit yang terlokalisir
seringnya menyerang tungkai bahwa meski juga bisa di
bagian

kulit

manapun.

Ditandai

dengan

area

kemerahan dan inflamasi kulit, disertai nyeri dan


pembengkakan. Onsetnya akut dan biasanya disertai
gejala seperti demam, mual dan muntah. Sebagian
kecil

kadang

disertai

sepsis,

gangren

lokal

atau

necrotising fasciitis7.
VI.

Pemeriksaan Penunjang
Pencarian agen kausa selulitis dapat lewat kultur. Kultur
daerah yang paling mengalami inflamasi dapat memberikan hasil
yang lebih baik daripada daerah yang paling ujung. Lesi terbuka
juga bisa mengandung berbagai organisme yang bisa signifikan
sementara yang lain hanyalah kontaminan. Pengecatan Gram
dapat berguna untuk mengidentifikasi morfologi bakteri paling

sifnifikan. Biopsi untuk kultur jaringan bisa memberikan hasil


yang lebih baik daripada aspirasi jarum. Bakteremia jarang terjadi
pada selulitis dan kultur darah hanya positif 4% setiap waktunya.
Oleh karena itu, kultur darah rutin tampak tidak cost effective
pada pasien dengan imunokompromi. Identifikasi patogen
penyebab merupakan baku emas dalam terapi antibiotik selulitis
yang efektif9,10.

VII.

Diagnosis Banding
Diagnosis banding selulitis bisa berupa erisipelas dan kelainan

inflamasi non infeksi lainnya yang memiliki tampilan menyerupai


infeksi jaringan lunak kulit10.
VIII. Tatalaksana
Tatalaksana selulitis bisa mengacu pada tabel di
bawah ini:

Tabel. Terapi antibiotik infeksi kulit, fasia dan


otot10

Istirahat, tungkai bawah dan kaki yang terkena


ditinggikan (elevasi), tingginya sedikit lebih tinggi dari
jantung. Pengobatan sistemik adalah antibiotik, topikal
diberikan kompres terbuka dengan larutan antiseptik1.
Terapi standar selulitis adalah antibiotik karena
selulitis biasanya merupakan infeksi bakteri. Namun,
seiring menetapnya gejala akibat inflamasi9.
IX.

Komplikasi
Selulitis yang tidak ditangani akan menimbulkan

bakteremia dengan infeksi metastasis ke berbagai


organ. Terapi dini akan mencegah komplikasi supuratif
dan nonsupuratif. Namun, pada bayi dan pasien lansia
serta pada individu yang mendapatkan glukokortikoid,
penyakit ini dapat berkembang dengan cepat serta bisa
berakibat fatal10.
Selulitis akut, dengan atau tanpa abses, memiliki
kecenderungan untuk menyebar melalui aliran limfe
dan aliran darah serta bisa berakibat serius bila tidak
ditangani sejak dini. Pada pasien yang lebih tua, infeksi
pada ekstremitas bawah dapat diperburuk dengan
adanya tromboplebitis. Pada pasien dengan edema
kronis, proses ini dapat menyebar dengan cepat dan
pemulihannya sangat lambat, meski telah dilakukan
drainase dan sterilisasi lesi menggunakan antibiotik10.
X.
Prognosis
Dalam menilai prognosis, hal ini bergantung pada
kondisi kesehatan dan status imun pasien. Deteksi dini
dan identifikasi agen penyebab akan berujung pada
penggunaan antibiotik yang tepat. Banyak infeksi ini
yang mengancam jiwa sehingga evaluasi dan terapi
yang tepat akan memperbaiki prognosis10.

STATUS PASIEN
I.

IDENTITAS
Nama
: Tn. W
Umur
: 55 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Status
: Menikah
Pekerjaan
:Alamat
: Kalijambe, Sragen
Tanggal Pemeriksaan : 2 Maret 2015
No RM
: 01 291xxx

II.

ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Luka di tangan.
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien merupakan pasien jantung yang mondok dengan diagnosa
jantung Mitral Regurgitation

dan Mitral Stenosis yang

dikonsulkan ke bagian kulit dan kelamin karena luka di lokasi


pemasangan

infus

tangan

kiri sejak satu hari

sebelum

dikonsulkan. Awalnya berbentuk plenting berisi cairan bening


yang

kemudian

pecah.

Pasien

merasakan

tangannya

membengkak, memerah, terasa nyeri dan panas pada luka


tersebut.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat sakit serupa
: disangkal
Riwayat alergi obat
: disangkal
Riwayat alergi makanan : disangkal
Riwayat atopi
: disangkal

D. Riwayat Keluarga
Riwayat sakit serupa
: disangkal
Riwayat alergi obat
: disangkal
Riwayat alergi makanan : disangkal
Riwayat atopi
: disangkal
III.
PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
i. Keadaan Umum
: Keadaan umum pasien sakit sedang,
composmentis dan

responsif terhadap pemeriksa, GCS

E4V5M6 PB: 164 cm dan BB: 50 kg


ii. Kepala
: normosefal
iii. Mata
:dalam batas normal
iv. Hidung
:dalam batas normal
v. Mulut
: dalam batas normal
vi. Leher
: dalam batas normal
vii. Toraks
: dalam batas normal
viii. Abdomen
: dalam batas normal
ix. Ektremitas Atas
: lihat status dermatologis
x. Ektremitas Bawah
: dalam batas normal
B. Status Dermatologis
Regio ante brachii distal dan manus sinistra tampak patch eritem
perabaan hangat dengan ulkus berbatas tegas, ukuran lebar 7 cm,
panjang 13cm, kedalaman 0,5 cm, tepi irreguler, tertutup jaringan
nekrotik. Slough (-).

C. Gambaran Klinis

Gambar. Regio Brachialis Distal dan Manus Sinistra


IV.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pengecatan gram dari cairan lesi didapatkan PMN 5-10/LPB Gram


V.

Coccus 20-25/LPB
DIAGNOSIS BANDING
Selulitis
Erisipelas
Bula traumatik
Dermatitis kontak iritan

VI.

DIAGNOSIS

VII.

Selulitis
TERAPI
Kompres NaCl 0,9% 2 kali sehari selama 15 menit

Asam fusidat cream 2 kali sehari


Azhitromycin tablet 2 kali 500mg selama 5 hari
VIII. PROGNOSIS
AdVitam

: bonam

AdSanam

: bonam

AdFungsionam : bonam
Ad Kosmetik

: bonam

DAFTAR PUSTAKA
1.

Djuanda, A. Ilmu dan Penyakit Kulit Kelamin. 61 (2009)

2.

Gunderson, C. G. & Martinello, R. a. A systematic review of


bacteremias in cellulitis and erysipelas. J. Infect.64, 148155 (2012).

3.

Haapasalo, K. et al. Acquisition of Complement Factor H is


Important for Pathogenesis of Streptococcus pyogens Infections:
Evidence from Bacterial In Vitro Survival and Human Genetic
Association. J. Immunol.188:426-435 (2012)

4.

Komatsu, Y. et al. Differences in Clinical Features and Outcomes


Between Group A and Group G Streptococcus-Induced Cellulitis. J.
Dermatol.230:244-249 (2015).

5.

Hamza, R. E. et al. Risk factors of cellulitis in cirrhosis and antibiotic


prophylaxis inpreventing recurrence. AnnalsGastro.27:374-379
(2014)

6.

U.K Dermatology Clinical Trials Networks PATCH Trial Team.


Prophylactic antibiotics for the prevention of cellulitis (erysipelas) of
the leg: results of the U.K. Dermatology Clinical Trials Networks
PATCH II trial. Brit. Jour. Derm.166:169-178 (2012)

7.

Killburn, S.A. et al. Interventions for cellulitis and erysipelas


(Rreview). Wiley.6:1-71 (2010)

8.

Stevens, D. L. et al. Practice Guidelines for the Diagnosis and


Management of Skin and Soft-Tissue Infections. Clic. Infect.
Dis.41:1373-406 (2005)

9.

Cunningham, M. W. Pathogenesis of Group A Streptococcal


Infections. Clin. Microb. Rev. 470-511 (2000)

10.

Wolff, K. et al. Fitzpatrick's Dermatology In General Medicine.


1720-1730 (2008)

Anda mungkin juga menyukai