Anda di halaman 1dari 7

TANTANGAN PERKEBUNAN KINA

Tanaman kina
Tanaman Kina (Cinchona sp.) merupakan tanaman yang berasal dari Amerika Selatan,
habitatnya terhampar di sepanjang pegunungan Andes yang meliputi wilayah Venezuela,
Colombia, Equador, Peru sampai ke Bolivia. Banyak pendapat tentang asal muasal kata kina
atau Chinchona, antara lain ada yang mengatakan berasal dari bahasa Inca yaitu quina atau
china yang berarti kulit penghindar penyakit demam, ada juga yang menyebutkan bahwa
sebutan Cinchona itu konon berasal dari nama seorang permaisuri Raja Muda Peru, ada juga
yang berpendapat kata Chinchona berasal dari nama seorang gadis yang menderita penyakit
malaria dengan minum rebusan kulit batang pohon kina si gadis yang bernama Comtessa
Del Cinchon itu berangsur-angsur sembuh dari sakitnya. Pendapat lainnya juga mengatakan
bahwa kata kina berasal dari seorang warga Spanyol bernama gravin Del Chincon yang
mengenalkan khasiat kulit kina ke Eropa. Apapun yang menjadi asal usul kata Chinchona,
yang pasti pohon tersebut kini nama kina (Chinchona) telah melekat dalam ingatan warga
Jawa Barat sebagai tempat dimana pohon itu dulu pernah dibudidayakan dengan baik. Kina
rasanya memang sangat pahit dan telah menghantarkan para pebisnis tanaman kina zaman
dulu merasakan manisnya profit yang didapatkan dari agribisnis kina. Pada tahun 1939
Indonesia merupakan pemasok 90 % kebutuhan kina dunia dengan luas areal tanam 17.000
ha dengan produksi 11.000 ton kulit kering/tahun. Akibat terlantarnya kebun kina dan
terjadinya penebangan besar-besaran sejak Perang Dunia II sampai tahun enam puluhan, areal
dan produksi kina Indonesia menurun Kebutuhan kulit kina dirasakan semakin meningkat,
seiring dengan pertumbuhan penduduk yang meningkat pula. Kulit kina merupakan bahan
baku obat penyakit malaria dan penyakit jantung. Obat tersebut sangat diperlukan untuk
kesehatan manusia. Di samping sebagai bahan obat, kina sebagai bahan baku kosmetika,
minuman penyegar dan industri penyamakan. Beberapa dekade yang lalu produksi kina
Indonesia kalah oleh pordusen dari Afrika. Tetapi saat ini produksi di Afrika mengalami
penurunan. Saat ini adalah saat yang dianggap tepat untuk melakukan intensifikasi dan
ekstensifikasi perkebunan kina. Prospek agribisnis kulit kina sangat cerah, dan permintaan
pasar internasionalpun semakin meningkat tetapi belum bisa terpenuhi. Dengan mengingat
mutu kina Indonesia yang sangat prima, Perkebunan kina kita akan menjadi sektor agribisnis
yang diperhitungkan.

Perkembangan agribisnis kina


Tanaman kina (Chincona sp.) pernah melambungkan nama tanah priangan ke seantero
jagat raya, hal ini dikarenakan lebih dari 90 persen kebutuhan bubuk kina dunia dipasok dari
berbagai perkebunan kina yang terdapat di dataran tinggi Bandung, yaitu di daerah
pangalengan dan di bukit tunggul lembang, yang ditanam di perkebunan milik PTPN VIII.
Meskipun jumlah populasi tanaman kina saat ini jauh menurun dibandingkan dengan puluhan
tahun lalu, namun Jawa Barat hingga kini masih menjadi produsen utama kina nasional.
Disamping Jawa Barat memang kina dibudidayakan juga di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan
Sumatera Barat. Tak dipungkiri, karena pilihan pertimbangan aspek bisnis maka komoditas
kina saat ini mulai dibatasi, bahkan pada beberapa kebun keberadaannya sudah diganti
dengan jenis komoditas lainnya. Tentu saja saat ini tumbuhan penghasil kinine ini tersebut
semakin diabaikan keberadaannya dengan hadirnya berbagai tanaman perkebunan lainnya
yang dianggap lebih bernilai ekonomis . Di Jawa Barat, daerah perkebunan kina di
Pangalengan terletak di Cikembang, Purbasari, dan Malabar. Di daerah Ciwidey, terdapat di
Rancabolang dan Rancabali. Sebagian lagi terdapat di daerah Lembang dan Subang.
Sebagian besar (90%), tanaman kina milik perkebunan negara, sisanya dikelola oleh rakyat
dan perkebunan swasta. Data terakhir (statistik Dinas Perkebunan Jawa Barat tahun 2013)
menunjukkan bahwa luas lahan pertanaman kina dan produksi kina makin menurun. Sejak
tahun 2003-2005, produksi kina Jawa Barat terus merosot rata-rata 13,8%/tahun. Tahun 2003,
tercatat 1.116,60 ton, tahun 2004 sebesar 1.066,03 ton, dan tahun 2005 hanya 819,67 ton.
Dan ironisnya luas lahan pertanaman kina di Jawa Barat pada tahun 2013 hanya tersisa 1.147
Ha dengan produksi 285 ton dan produktivitas 448 kg/Ha. Dari luasan tersebut terdapat
perkebunan rakyat seluas 320 Ha (Kab. Bandung, Cianjur, Garut, dan Majalengka),
perkebunan besar swasta seluas 211 Ha (Kab. Cianjur), perkebunan negara seluas 635 Ha
(Kab. Bandung Barat). Dengan perbandingan tersebut jelas terlihat bahwa perkebunan besar
negara masih mendominasi luasan pertanaman kina di Jawa Barat. Salah satu perusahaan
negara yang saat ini masih mengembangkan tanaman kina adalah PTPN VIII yang terdapat di
kebun Bukit Unggul, dimana Core bussines kebun bukit unggul adalah kina dan teh. Kebun
bukit unggul terdiri dari 5 afdeling (bagian) yaitu afdeling bukit unggul (ex afdeling kebun
pangheotan), afdeling puncak gedeh (ex afdeling kebun kertamanah), afdeling cikembang (ex
afdeling kebun talun santosa), afdeling bungamelur (ex afdeling kebun goalpara) dan afdeling
cibitu (ex afdeling kebun rancabali), namun saat ini ke 5 afdeling tersebut dirubah menjadi 2
afdeling yaitu bukit unggul dengan tanaman utamanya kina dan afdeling sukawana (kebun

buna) dengan tanaman teh. Kebun bukit tunggul memiliki topografi berbukit dengan
ketinggian tempat 1.200 1.650 meter di atas permukaan laut, mayoritas jenis tanah
tergolong andosol.
Luas areal konsesi kebun bukit unggul tahun 2014 tercatat seluas 1.026,59 Ha yang
tersebar di dua kabupaten yaitu Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat dengan
komoditi tanaman teh seluas 250,26 Ha dan tanaman kina seluas 776,33 Ha. Luas pertanaman
teh terdiri dari Tanaman Menghasilkan (TM) seluas 195,40 Ha, Tanaman Belum
Menghasilkan (TBM) seluas 13,62 Ha, cadangan murni seluas 46,39 Ha, emplasemen seluas
4,89 Ha, lain lain 2 Ha. Sedangkan luas pertanaman kina terdiri dari Tanaman Menghasilkan
(TM) seluas 468,76 Ha, Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) seluas 214,49 Ha (TBM I =
46,5 Ha; TBM II = 69,99 Ha; TBM III = 50 Ha; TBM IV = 48 Ha), TBM Jeruk 15,22 Ha,
pesemaian 10,10 Ha, emplasemen 31,19 Ha, areal lainnya 10,91 Ha, cadangan 26,43 Ha
intercroping KKE 447,20 Ha. Tujuan awal penanaman kina di Jawa Barat sangat berbeda
dengan tujuan penanaman kopi dan teh yang pada saat itu harganya sangat tinggi. Penanaman
kina hanya sekedar menjaga agar tanaman kina tidak punah karena terbukti mampu
mengobati penyakit malaria, sementara pengembangan tanaman kopi dan teh semata-mata
karena keperluan bisnis dimana harga produk kopi dan teh sangat tinggi, lebih tinggi
dibanding harga kina.
Informasi yang diperoleh dari pengelola Kebun Bukit Tunggul, bahwa sejak beberapa
puluh tahun yang lalu jumlah perkebunan kina di Jawa Barat semakin menurun, penyebabnya
antara lain bahwa tanaman kina banyak yang rusak karena perang, disamping itu hubungan
Indonesia dengan negara pengimpor kina terputus sehingga industri kina indonesia
kehilangan pasar. Penyebab lainnya adalah industri produk turunan kina dalam negeri
perkembangannya tidak mengembirakan, oleh karena itu sebagai konsekwensi pertimbangan
bisnis maka pihak perusahaan perkebunan banyak mengonversi tanaman kina ke jenis
tanaman perkebunan lainnya yang dinilai lebih menguntungkan. Pada saat ini kebun Bukit
Tunggul memiliki dua buah pabrik yaitu pabrik pengolahan kulit kina dan teh. Untuk
pengolahan kulit kina sendiri memiliki kapasitas olah sebesar 3 ton kulit kina kering tepung
(K3T) per hari sedangkan untuk pengolahan teh CTC bisa mencapai kapasitas olah 8-12
ton/hari. Hasil akhir pabrik pengolah kulit kina kebun bukit tunggul saat ini hanya sampai
tepung kulit kina, sedangkan untuk pengolahan selanjutnya sampai menjadi produk akhir
(garam kina) dilakukan oleh PT. Sinkona Indonesia Lestari (PT.SIL) sebagai anak perusahaan
PTPN VIII. Selanjutnya produk akhir dari perusahaan ini diekspor ke benua Eropa, Kanada
dan Amerika.

Tantangan yang di hadapi


ketidakpastian harga pada pasar internasional
Kondisi ini disebabkan oleh masih gelap-nya kejelasan harga dan produksi di pasar
internasional selama beberapa tahun terakhir. Direktur Utama PT Sinkona Indonesia Lestari
(SIL), Imam Wahyudi, pernah menyebutkan, harga pasaran kina dunia menjadi cenderung
terdikte oleh pembeli. Parahnya, berbagai produsen kina setengah jadi kemudian menjadi
saling menawarkan harga yang rendah, sekadar berharap memperoleh pasaran secara cepat.
Menurutnya, produsen utama produk kina setengah jadi di dunia sampai kini terutama
Indonesia (PT SIL dan PT Kimia Farma), Jerman (Buchler), disusul Belanda, Bangladesh,
dan dikabarkan India membangun pabrik pengolahan. Namun, di antara mereka, saingan
Indonesia hanya Buchler Jerman karena memiliki peralatan lebih modern. Produk kina
setengah jadi dari PT SIL sendiri, dikatakan Imam Wahyudi, umumnya dijual dalam bentuk
garam kina, dengan pasar utama ke AS, Eropa, dan beberapa negara Asia, untuk bahan
farmasi dan bahan minuman. Sedangkan produksi kina untuk obat, selama ini dilakukan PT.
Kimia Farma. Namun menurut sejumlah sumber di PT. Kimia Farma Bandung, karena
pasokan kina nasional sendiri kurang mencukupi, membuat produksi pil kina pun menjadi
harus disesuaikan dengan suplai kina yang ada
Kurangnya minat pelaku usaha
Tanaman ini memerlukan perawatan/budidaya yang lumayan sulit , tanaman kina
kurang di minati oleh pelaku bisnis perkebunan yang ada di indonesia, tanaman ini kalah
bersaing dengan tanaman lainnya semisal teh dan kopi yang lebih menjanjikan
Sebagai tanaman bukan asli Nusantara, tanaman kina membutuhkan perlakuan khusus
Angin yang kencang dan lama menyebabkan banyak kerusakan karena patahnya
cabang dan gugurnya daun. Curah hujan tahunan untuk lokasi budidaya kina yang ideal
adalah 2.000- 3.000mm/tahun dan merata sepanjang tahun. Tanaman ini memerlukan
penyinaran matahari yang tidak terlalu terik. Tanaman tumbuh baik pada temperatur antara
13,5-21 derajat C.Tanaman menghendaki daerah beriklim lembab dengan kelembaban relatif
harian minimum dalam satu tahun 68 % dan 97 %
luas lahan pertanaman kina dan produksi kina makin menurun
bahwa tanaman kina banyak yang rusak karena perang, disamping itu hubungan
Indonesia dengan negara pengimpor kina terputus sehingga industri kina indonesia
kehilangan pasar

Industri produk turunan kina dalam negeri perkembangannya tidak mengembirakan


sebagai konsekwensi pertimbangan bisnis maka pihak perusahaan perkebunan banyak
mengonversi tanaman kina ke jenis tanaman perkebunan lainnya yang dinilai lebih
menguntungkan

DAFTAR PUSTAKA
Bambang , je susilo . 2011 . sejarah tanaman kina
(http://sejarah.kompasiana.com/2011/10/26/kina-riwayatmu-dulu-dan-kini404356.html) di akses pada tanggal 3 maret 2015
Siti, purnama. 2014 . dinas perkebunan tanaman kina
(http://disbun.jabarprov.go.id/index.php/artikel/detailartikel/62) di akses pada
tanggal 3 maret 2015
.Sultoni, A. 1995. Petunjuk Kultur Teknis Tanaman Kina. Asosiasi Penelitian dan
Pengembangan Perkebunan Indonesia. Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung.
Jakarta, Februari 2000 Sumber : Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di
Perdesaan, BAPPENAS Editor : Kemal Prihatman

PAPER
MANAJEMEN TANAMAN PERKEBUNAN
Tantangan perkebunan kina

Disusun oleh,
Nama : Ahmad Naufal Zainuddin Ilmi
Nim : 125040100111114
Kelas : K
Mata kuliah : Manajemen tanaman perkebunan

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015

Anda mungkin juga menyukai