Anda di halaman 1dari 26

Disampaikan oleh:

DIREKTUR PERENCANAAN KAWASAN HUTAN


DALAM SEMINAR
PEMBANGUNAN KEHUTANAN BERKELANJUTAN
DALAM PERSPEKTIF TATA RUANG

KUPANG, 2 Juli 2013

Hutan : suatu kesatuan ekosistem berupa


hamparan lahan berisi sumber daya alam
hayati yang didominasi pepohonan dalam
persekutuan alam lingkungannya, yang
satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan
(Pasal 1 angka 2 UU No. 41 Tahun 1999)

Kawasan hutan : wilayah tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan
keberadaannya sebagai hutan

Pengertian Hutan Kawasan Hutan

Sejarah Penataan Ruang Kawasan Hutan


(Penatagunaan Kawasan Hutan)
Hutan register
Penunjukan partial

< 1980

UU No.
5/1967

TGHK

1980 - 1992

UU No.
5/1990

Paduserasi RTRWP TGHK

Penunjukan
Kawasan Hutan

1992 - 1999

1999 - 2005

UU No.
24/1992

UU No.
41/1999

Usulan Perubahan Kawasan


Hutan dalam Review RTRWP/K
dan Pemekaran

2004 - 2007

UU No. 32/2004 UU No.


26/2007

LATAR BELAKANG PERUBAHAN KAWASAN


HUTAN DALAM REVISI RTRWP
Dasar Hukum:
UU No. 26 Tahun 2007 mengamanatkan provinsi dan kabupaten/kota
untuk melakukan penyusunan atau penyesuaian RTRW-nya.
Untuk itu, perlu persetujuan substansi kehutanan melalui mekanisme
yang telah diatur oleh:
UU No. 41 Tahun 1999;
PP No. 10 Tahun 2010;
Permenhut No. P 36/Menhut-II/2010.

Perubahan peruntukan
dilakukan untuk:

dan

fungsi

kawasan

hutan

Memenuhi tuntutan dinamika pembangunan nasional.


Optimalisasi distribusi fungsi dan manfaat pada masyarakat.
Menjamin keberadaan kawasan hutan secara lestari dan berkelanjutan
dengan luasan yang cukup dan sebaran yang proporsional.
4

PROSES PERUBAHAN KAWASAN HUTAN


DALAM REVISI RTRWP
UU No. 41/1999

Pasal 77
UU No. 26 Tahun 2007

UU 26/2007

PROSES
PP No. 10/2010

Revisi/Penyesuaian
Pemanfaatan Ruang

PP No. 15/2010

REKOM PENELITIAN
TERPADU

Persetujuan Perubahan
Peruntukan dan Fungsi
Kawasan Hutan dalam
usulan Revisi RTRWP

Keputusan
Perubahan Kawasan
Hutan Provinsi

Surat Persetujuan
Substansi
Kehutanan

REVISI PERDA RTRWP


PROSES INTEGRASI
REVISI PERDA RTRWK

Proses Integrasi sangat penting dan harus dilakukan agar pemanfaatan ruang yang direncanakan
5
atau sudah ada dalam Perda Prov/Kab/Kota sesuai dengan peruntukan pola ruangnya.

POSISI KAWASAN HUTAN DI DALAM


TATA RUANG

STRUKTUR
RUANG

RTRW

Kawasan Lindung

POLA RUANG
Kawasan Budidaya

1.
2.
3.
4.
5.

Sistem perkotaan
Sistem transportasi
Sistem energi
Sistem telekomunikasi
Sistem sumber daya air.

1. Perlindungan Kawasan bawahannya:


Kawasan hutan lindung
Kawasan Bergambut
Kawasan resapan air
2. Perlindungan setempat
3. KSA/KPA, dan cagar budaya
4. Rawan bencana alam
5. Kawasan lindung geologi, dan lainnya
(Cagar Biosfir, Taman Buru, Plasma
Nutfah, Pengungsian satwa, terumbu
karang, koridor satwa)
1. Kawasan hutan produksi
(HPT;HP;HPK)
2. Kawasan hutan rakyat
3. Kawasan pertanian
4. Kawasan perikanan
5. Kawasan pertambangan
6. Kawasan industri
7. Kawasan pariwisata
8. Kawasan pemukiman dan atau
9. Kawasan lainnya

Telah Selesai

Telaah Internal
Kementerian
Kehutanan

Kajian Tim Terpadu

(22 Provinsi)

(10 Provinsi)

(1 Provinsi)

Ada Perubahan:
1. Kalsel
2. Gorontalo
3. Bengkulu
4. Papua
5. Jambi
6. Babel

7. Maluku Utara
8. Sumbar
9. Sulawesi Tenggara
10. Kalteng
11. Sulawesi Barat

Tdk Ada Perubahan:


12.
13.
14.
15.
16.
17.

Lampung
Jateng
DIY
Bali
NTB
NTT

18. Sulsel
19. Jabar
20. Banten
21. Jatim
22. DKI

1. Kaltim
2. Kalbar
3. Riau
4. Sulut
5. Maluku
6. Kepri
7. Sumsel
8. Aceh
9. Sumut
10.Sulteng

1. Papua Barat

Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan

tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian


pemanfaatan ruang.

Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk

mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman,


produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan
Nusantara dan Ketahanan Nasional.

Untuk memenuhi kebutuhan ruang, Pemerintah Daerah

(Provinsi) dapat mengajukan perubahan kawasan hutan


dalam revisi rencana tata ruang wilayah provinsi.

Sesuai amanat Pasal 19 Undang-Undang 41 Tahun 1999

tentang Kehutanan menyebutkan bahwa perubahan


peruntukan dan fungsi kawasan hutan ditetapkan oleh
pemerintah dengan didasarkan pada hasil penelitian
terpadu.

UU 26/2007

Usulan
Bupati

UU 41/1999

RaPerda
RTRWP

Gubernur

Menteri
Kehutanan

Persetujuan
Peruntukan
Ruang KH

Ada
Perubahan
Kawas an
Hutan
Tidak

Menteri
Kehutanan

Persetujua
n

Perubahan Fungsi

Ya

Tidak
Ya

DPR RI

Perubahan
Peruntukan
DPCLS

Penelitian
Terpadu
9

UNSUR TIM TERPADU


TIM TERPADU BERASAL DARI LINTAS SEKTORAL / MULTI PIHAK :

a. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia;


b. Perguruan Tinggi;
c. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dan unit
Eselon I terkait lainnya lingkup
d. kementerian yang membidangi urusan kehutanan;
e. Kementerian yang membidangi urusan lingkungan hidup;
f. Kementerian yang membidangi urusan tata ruang;
g. Pemerintah daerah; dan
h. Lembaga/instansi terkait lainnya.

BAGAIMANA TATA RUANG MEMAINKAN PERAN DALAM


MEMBANGUN KEHUTANAN BERKELANJUTAN ??
Setidaknya ada tiga dimensi yang harus diperhatikan agar
pengelolaan hutan lestari dan berkelanjutan :

MASYARAKAT
(SOSIAL)

BIOFISIK
(EKOSISTEM)

HUKUM DAN
KELEMBAGAAN

BIOFISIK
(EKOSISTEM)

Pengelolaan hutan tidak didasarkan pada wilayah administrasi

namun berbasis ekosistem.

Penentuan fungsi kawasan harus menggunakan anasir yang cermat

seperti kelerengan, jenis tanah, dan curah hujan serta kondisi


tutupan vegetasinya.

Penggunaan dan pemanfaatan kawasan hutan harus dibatasi

sehingga tidak melebihi daya dukung lingkungannya.

Mengutamakan pencegahan kerusakan hutan karena membangun

hutan rusak sulit untuk dilaksanakan.

MASYARAKAT
(SOSIAL)

Masyarakat adalah elemen penting dalam pengelolaan hutan secara lestari.

Konflik lahan yang muncul dalam masyarakat pada umumnya akibat tidak
sepahamnya para pihak akan batas kawasan.

Perubahan kawasan hutan dalam revisi tata ruang wilayah diarahkan untuk
memenuhi kebutuhan pembangunan, mengeluarkan hak-hak pihak ketiga
yang statusnya masih sebagai kawasan hutan terutama permukiman dan
lahan garap yang dapat dibuktikan dengan alat bukti kepemilikan yang sah.

Percepatan tata batas dengan tanda-tanda yang mudah dikenali di lapangan


dan mendapat legitimasi dari para pihak untuk upaya penyelesaian konflik
lahan.

Mendorong harmonisasi antara pengusaha kehutanan dengan masyarakat


setempat dengan mendorong program-program Corporate Social
Responsibility (CSR).

Perlu mendorong pembangunan dan peningkatan ekonomi dengan tanpa


melakukan perubahan kawasan hutan.

HUKUM DAN
KELEMBAGAAN

Melalui tata ruang


berusaha membatasi
pengurangan kawasan
hutan

Perlu dilakukan penguatan peraturan dan kebijakan yang

memperkuat posisi kawasan hutan khususnya pada upaya


penegakan hukum atas pelanggaran ruang.

Perlu mendorong para pihak untuk patuh atas rencana peruntukan

dan penggunaan ruang sesuai dengan RTRW, karena dalam


Undang-Undang 26 Tahun 2007 pasal 73 menyebutkan bahwa setiap
pejabat yang menerbitkan perizinan tidak sesuai dengan rencana
tata ruang dapat dikenakan sanksi pidana dan denda.

Perlu mendorong lembaga swadaya masyarakat yang ada untuk

memposisikan sebagai mitra untuk mencari solusi bukan sekedar


mengkritisi kebijakan.

Perlu memperkuat aturan-aturan yang dapat menjembatani agar

masyarakat dapat mengakses hutan sehingga mendapatkan


kemanfaat secara langsung.

PERMASALAHAN TATA RUANG KEHUTANAN

Sebagian besar revisi RTRW berimplikasi

perubahan peruntukan/status maupun fungsi


kawasan hutan
>>> berdampak terhadap kepastian usaha
Perubahan kawasan hutan yang diusulkan berskala

besar
Usulan tidak dilengkapi hasil kajian teknis dan data

spasial rencana serta realisasi pemanfaatan ruang


Pelanggaran terhadap UU No. 41 Tahun 1999 dan

adanya larangan dalam UU No. 26 Tahun 2007


tentang Pemutihan

PERMASALAHAN TATA RUANG KEHUTANAN

Konflik kepentingan antar lembaga (tumpang


tindih perizinan, izin penggunaan tanpa melalui
prosedur pelepasan, dsb)
Pemekaran desa & wilayah administrasi yang

mendesak Kawasan hutan


Konflik antara masyarakat lokal dengan
pemegang izin pemanfaatan Hutan

Perubahan peruntukan kawasan hutan tidak


diikuti dengan peningkatan kegiatan ekonomi
daerah dan kesejahteraan masyarakat

Permasalahan Tumpang Tindih Penggunaan dan


Pemanfaatan Lahan
1. Adanya ijin Lokasi oleh Pemerintah Daerah (Bupati) yang
tumpang tindih dengan peruntukan/ijin lainnya di Kawasan
Hutan.
2. Banyaknya kawasan perkebunan yang sudah eksist
(merambah) sebelum diterbitkannya SK Pelepasan Kawasan
Hutan oleh Menhut
3. Banyak areal permukiman transmigrasi telah ditempati
namun tanpa melalui proses pelepasan kawasan hutan dan
terdapat dalam kawasan HP, HPT dan HPK
4. Banyak dijumpai ijin konsesi kegiatan pertambangan di
dalam kawasan Hutan Konservasi dan Hutan Lindung.
5. Penguasaan lahan oleh masyarakat (perambahan) untuk
permukiman, perladangan, persawahan dan perkebunan di
dalam kawasan hutan.

Penyelesaian konflik
Review RTRWP merupakan moment untuk

menyelesaian permasalahan-permasalahan terkait


dengan keruangan.

Penyelesaian tumpang tindih penggunaan ruang

harus berjalan pada rel perundang-undangan

Mondorong optimalisasi penggunaan kawasan hutan

yang sudah dilepaskan untuk kepentingan di luar


sektor kehutanan, karena masih banyak tanah-tanah
terlantar pasca diubah peruntukannya menjadi APL.

Melakukan koordinasi terkait penerbitan perijinan

antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat.

Gubernur NTT melalui surat Nomor BU.522.1/09/BAPPEDA/2010 tanggal 20


Desember 2010
tidak mengusulkan perubahan fungsi kawasan hutan.

Menteri Kehutanan melalui surat Nomor S.5/Menhut-VII/2011 tanggal 3


Januari 2011

menyetujui usulan tidak mengubah kawasan.

Ranperda Provinsi NTT telah disahkan menjadi Perda Nomor 1 Tahun 2011.
Namun ternyata banyak permasalahan/konflik lahan khususnya
permukiman dalam kawasan hutan

Para pihak mendorong Pemerintah Daerah merevisi RTRWP-nya dengan


mengajukan usulan perubahan kawasan hutan untuk harmonisasi dan
penyelesaian konflik pemanfaatan ruang.

No.

Arahan

Pemanfaatan
Diarahkan untuk konservasi sumber daya hutan. Dalam pengelolaannya tetap
mempertimbangkan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan dan mempertimbangkan
aspek pemanfaatan, perlindungan dan pengawetan

Kawasan untuk
Konservasi

Diarahkan untuk melindungi ekosistem hutan alam dan gambut serta


Kawasan untuk
Perlindungan Hutan penyediaan karbon. Pemanfaatan kedepan dapat dilakukan dengan tanpa
Alam dan Lahan
meninggalkan tujuan utamanya. Skema-skema perdagangan karbon dapat diarahkan
Gambut
dalam pemanfatan kawasan ini.

Kawasan untuk
Rehabilitasi

Kawasan untuk
Diarahkan untuk pengusahaan hutan
Pengusahaan Hutan
skema, antara lain IUPHHK-HA/HT/RE.
Skala Besar

Diarahkan untuk pengusahaan hutan skala kecil (masyarakat) dengan berbagai


Kawasan untuk
Pengusahaan Hutan skema (HTR, HKm, HD). Pada kawasan ini diharapkan peran serta dan akses
Skala Kecil
masyarakat terhadap sumber daya hutan menjadi terbuka.

Kawasan untuk
Non Kehutanan

Diarahkan untuk percepatan rehabilitasi karena kondisinya berada dalam wilayah


DAS kritis dan areal bekas pertambangan. Apabila proses rehabilitasinya telah selesai
dapat dilakukan pemanfaatan sesuai fungsi dan arahan pemanfaatannya.

skala besar (korporasi) dengan berbagai

hutan rakyat dan untuk


memenuhi kebutuhan sektor non kehutanan. Prosesnya tetap melalui
Kawasan ini merupakan kawasan yang disiapkan untuk
prosedur perundangan yang berlaku.

PETA ARAHAN INDIKATIF RKTN 2011-2030

Sesuai amanat PP. 15 TAHUN 2010


Kawasan Hutan harus diintegrasikan ke dalam
Pola Ruang RTRW, yang berarti bahwa :
1. Rencana Pengelolaan Kawasan Hutan juga
diatur dalam Perda baik Provinsi maupun
Kabupaten/Kota.
2. Dengan masuknya kawasan hutan dalam
Perda maka kedudukannya menjadi lebih
kuat dan diakui oleh Para Pihak.

Aturan Pemanfaatan Ruang Kehutanan Untuk Sektor Non Kehutanan


Pola Ruang/Wilayah

UU 41 tahun 1999
tentang Kehutanan

Sektor Non Kehutanan

Kawasan Hutan:
a. Hutan Konservasi (KSA/KPA dan
Taman Buru)
b. Hutan Lindung (HL),
c. Hutan Produksi (HP)

a.
b.
c.
d.
e.
f.

Pertambangan (WP) :
Pertanian dan Perkebunan
Jalan dan Infrasruktur
Fasum/fasos
Telekomunikasi
dll.

GAP
(Overlap)
Hutan Lindung (HL)
Perpres 28 tahun 2011 untuk
Penambangan Bawah Tanah
(underground mining)
PP 24/2010, P.18/Menhut-II/2011
, untuk jalan , fasos dan fasum non
komersil
HKm, Hutan Desa

Hutan Produksi (HPT/HP)

Hutan Konservasi (HK)


PP. 28 Tahun 2011

PP 10 Tahun 2010 jo PP.60 Tahun 2012


PP.24 Tahun 2010 jo PP.61 Tahun 2012
P.32/Menhut-II/2010 TMKH
P.33/Menhut-II/2011- Pelepasan HPK
P.18/Menhut-II/2011- Pinjam Pakai
HTR, HKm, Hutan Desa
Pinjam Pakai Kawasan Hutan

Lanjutan.
PERMUKIMAN

PERKEBUNAN

PELEPASAN KH

PELEPASAN KH
TUKAR MENUKAR KH

JALAN

KEHUTANAN

PINJAM PAKAI KH
PERTAMBANGAN

GEOTERMAL
PINJAM PAKAI KH
IZIN KOLABORASI
INFRASTRUKTUR
LAINNYA

DASAR HUKUM:
PP. 10/2010
PP.60/2012
PP.24/2010
PP.61/2012
PP.28/2011
P.32/2010
P.33/2010
P.18/2011

PENUTUP
Kawasan hutan merupakan bagian integral yang tidak terpisahkan
dengan penataan ruang
Secara nasional, penyebab utama konflik terkait pengelolaan
hutan, antara lain:
Kepastian status kawasan hutan,
Ketidakjelasan batas kawasan
Keterbatasan akses masyarakat terhadap sumberdaya hutan.
Konflik antar sektor (keterbatasan lahan dan tumpang tindih
perizinan pengelolaan sumberdaya)
Apabila masyarkat merasakan manfaat hutan secara langsung maka
pengelolaan kawasan hutan yang berkelanjutan dapat diwujudkan.
Hal yang sangat penting
dan mendasar untuk
mewujudkan kawasan
hutan yang mantap

Proses dan review


penataan ruang harus
berlandaskan pada
keseimbangan ekosistem
KEMENTERIAN KEHUTANAN

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai