Anda di halaman 1dari 13

Fazlur Rahman (1919-19

- Islamic Methodology In History


(Membuka Pintu Ijtihad Pustaka)
1965
- Islam
Dr. Irfan Safrudin, M.Ag

1. Pendahuluan
Islam menghadapi tantangan Modernitas
Bagaimana merumuskan kembali Islam yang
sesuai dengan konteks Zaman Modern
Terdapat problem yang cukup fundamental yaitu
melemahnya semangat Ijtihad di kalangan
Muslimin,
sedangkan Dalam fakta-historis telah terjadi
penutupan pintu Ijtihad
Fazlur Rahman mengajak kembali membuka
pintu Ijtihad dan melakukan kegiatan ijtihad
dalam berbagai bidang.
Termasuk mempertanyakan kembali formulasi
Hadits secara historis.

Beranjak dari rumusan Sunnah, Ijtihad dan Ijma


Rahman menyoroti secara Tajam tentang ketiga
konsep tersebut
Ijma : Kesepakatan yang bersifat demokratis
dan kreatif
Tetapi pada akhirnya
- Ijma menjadi kesepakatan yang bersifat
formal dan total
- Ijma Tidak lagi merupakan sebuah proses
yang menghadap ke masa depan (sebagai
produk dari ijtihad secara bebas)
- Ijma menjadi statis dan menghadap ke
masa lampau.
Hal ini karena akibat Formulasi Asy-SyafiI :
Pada awalnya : Sunnah-Ijtihad- Ijma
Menjadi : Sunnah-Ijma-Ijtihad (hal ini
merusak hubungan organis antara Ijma dan
Ijtihad).
2. Kegelisahan Akademik

a. Internal Problem Hadits yang sudah


terlembagakan tidak mengalami kritik.
Sebagai salah satu contohnya dalam :
Kutub al-Sittah
b. External problem
Kritik Orientalis terhadap konsep Sunnah
3. Pentingnya topik penelitian
- Karena Sunnah mempunyai peranan yang
signifikan (Al-Quran, Sunnah, Ijtihad,
Ijma).
- Peranan aktual bagi perkembangan Islam.
4. Survey Literatur (Prior Research)
Membaca buku-buku Karya Orientalis
Kritik Orientalis terhadap konsep Sunnah
- Ignaz
Goldziher
:
Begitu
Nabi
Muhammad
tampil
maka
segala
perbuatan
dan
tingkah
lakunya
merupakan Sunnah bagi masyarakat
Muslim.

- Snouck Hurgronje : Kaum Muslimin


sendiri menambah-nambahi Sunnah
Nabi, sehingga hampir semua hasil
pemikiran dan praktek Muslim dianggap
sebagai Sunnah Nabi.
- Lammens
dan
Margoliouth
:
memandang
sunnah
semata-mata
sebagai karya-karya orang Arab, baik
dari masa sebelum kedatangan Islam
maupun sesudahnya.
- Joseph Schacht : Sunnah Nabi hanya
timbul di kemudian hari, sedang bagi
generasi-generasi Muslim di Masa
lampau sunnah berarti praktek kaum
Muslimin itu sendiri.
Sunnah :
(i). Merupakan kontinuasi Adat-Istiadat
Arab dan Pra-Islam
(ii). Kandungan - Hasil pemikiran ahli-2
Hukum Islam di dukung unsur-unsur
luar (Yahudi, Bizantium dan Parsi)
(iii). Fenomena Massal akhir abad kedua di
bawah Perlindungan Sunnah Nabi.
4

5. Methodology
Setelah membaca karya-karya orientalis
Kemudian membaca karya-karya Muslim
Al-Muwatho Malik bin Anas (W 179 H).
Al-Umm Asy-SyafiI
Al-Risalah Asy-SyafiI
Al-Kharaj Abu Yusuf
Pendekatan Penelitian (Research Approach)
a. Critical History

Sunnah
Ijtihad
Ijma

Sunnah Nabi itu sesuatu yang secara


mutlak dan spesifik menetapkan untuk
selama-lamanya detail-detail kehidupan
manusia seperti yang dinyatakan oleh
literatur-2 hadits-fiqih.
Sunnah Nabi (Sunnah Ideal) lebih
merupakan petunjuk arah daripada
serangkaian peraturan-peraturan yang telah
ditetapkan, seperti inilah yang dijadikan
landasan pemikiran kaum muslimin di masa
itu
5

Ijtihad dan Ijma adalah pelengkappelengkap yang perlu sehingga sunnah itu
semakin dapat disempurnakan.
Ijma dalam pengertian sebagai praktek
yang disepakati bersama dipihak lain, tidak
dapat tidak terdapat aktivitas qiyas atau
ijtihad.
b. Comparative - Hanafi
- Asy-Syafii
- Al-Awzai
- Asy-Syaybani dll
6. Sumbangan Teori
1. Teori : Konsep Sunnah dan Hadits berbeda
2. Hadits

Informal (sunnah ideal)


Semi formal (mulai ditulis an-an)
Formal (dilembagakan) Mustholah

Hadits
Sunnah : hukum tingkah laku, baik yang
terjadi sekali saja maupun berulang kali.

Sunnah nabi adalah keharusan Moral


sebagai teladan bagi kaum Muslimin
Hadits Informal : Semasa hidup Nabi
sendiri,

hadits-hadits

umumnya

hanya

dipergunakan di dalam kasus-kasus informal


karena satu-satunya peranan hadits adalah
memberikan bimbingan di dalam praktek aktual
kaum Muslimin dan kebutuhan ini telah dipenuhi
oleh Nabi sendiri. (dalam kontek ini kaum
Muslimin dilarang menuliskan tentang hadits,
yang diwajibkan untuk dihapal dan ditulis hanya
al-Quran)
Hadits Semi-Formal
Setelah

Nabi

wafat

tampaknya

hadits

memiliki status yang semi-formal karena adalah


wajar sekali jika generasi yang sedang bangkit
tersebut mempelajari kehidupan Nabi.
7

Dengan tujuan-tujuan praktis, yaitu sebagai


sesuatu yang dapat menciptakan dan dapat
dikembangkan menjadi praktek kaum Muslimin.
Karena itulah hadits-hadits tersebut secara
bebas ditafsirkan oleh para penguasa dan hakim
sesuai dengan situasi yang sedang mereka
hadapi dan akhirnya terciptalah apa yang
dinamakan sebagai Sunnah yang Hidup.
(sunnah yang hidup maksudnya prilaku Nabi,
perkataan nabi diperbincangkan, disosialisasikan
ditelaah sebagai rujukan dalam penyelesaian
berbagai masalah)
Hadits Formal
Pada kuartal ketiga dan keempat dari abad
pertama melalui proses penafsiran bebas ini
demi praktek yang aktual, Sunnah yang hidup
ini telah berkembang dengan sangat pesat di
berbagai daerah dalam daulah Islam, dan
8

karena perbedaan di dalam praktek hukum


semakin besar maka hadits pun berkembang
menjadi sebuah disiplin formal. (lahirnya
mustholah hadits maksudnya sebuah hadits
dapat diakui sebagai sunnah Nabi kalau sudah
melalui pengujian melalui mushtolah hadits)
Maka dalam proses selanjutnya penyiaran
hadits untuk menegakkan stabilitas hukum.

Hubungan Ijtihad dan Ijma Formulasi


Imam Syafii dalam kitab Ushul Fiqihnya
yaitu : Ar-Risalah

Struktur Awal
Al-Quran
Al-Hadits
Ijtihad
Ijma

10

Direkonstruksi

oleh

Imam

Syafii

(Kitab Ar-Risalah)
Al-Quran
Al-Hadits
Ijma
Ini yang merusak hubungan yang
hidup dan organis antara Ijtihad
dan Ijma
Ijtihad
Penelitian Hadits sudah ada yaitu
dengan jalan Riwayah dan Dirayah
(yang kita kenal Mustholah Hadits)
Dalam mustholah hadits terdafat kritik
(An-Naqdu), yaitu :
- Naqdu as-Sanad (kritik Perjalanan)
- Naqdu al-Matni (Kritik Isi)
Fazlurrahman menawarkan penelitian hadits
dengan
metodologi
sejarah.
Sebagai
jawaban terhadap para orientalis.
11

Periodisasi Pemikiran fazlurrhman


Periode dekade 50-an : historis
kajian-kajiannya

tentang

pemikiran

Tokoh-Tokoh Islam seperti : Al-Kindi,


ibnu Sina , Mullasadra, para fuqaha
Periode 60 (pakistan) : historis-normatif
Pemikiran dalam 4 Prinsip dasar : alQuran, Sunnah, Ijtihad dan Ijma
Periode 70an (Chicago) : Normatif Murni
Tentang bagaimana implimentasi dalam
kajian hukum, kalam, tafsir, pendidikan,
tasawuf
Pemikiran Fazlurrahman : Rasional-Logis
(Filosof-Mutakalimin-Fuqaha)

tentang

Normatif Islam
12

Sehingga Rahman merumuskan :


Normatif-Historis

13

Anda mungkin juga menyukai