Anda di halaman 1dari 14

KEPERAWATAN MATERNITAS

PADA PASIEN ABORTUS

1 Konsep teori abortus


1.1 Definisi
Keguguran atau abortus adalah dikeluarkanya hasil konsepsi sebelum mampu
hidup diluar kandungan dengan berat badan kurang dari 1000 gram atau usia
kehamilan kurang dari 28 minggu. (Manuaba, 2010)
Abortus buatan adalah mengeluarkan hasil konsepsi sebelum kehamilan 28
minggu atau berat janin kurang dari 1000 gram dimana janin tidak dapat hidup
di luar rahim. (Rustam Mochtar, 1998)
1.2 Jenis abortus
1.2.1 Berdasarkan pelaksananya atau pelakunya
1) Keguguran buatan terapeutik, dilakukan tenaga medis secara legeartis
berdasarkan indikasi medis.
2) Keguguran buatan ilegal, dilakukan tanpa dasar hukum atau melawan
hukum.
1.2.2 Berdasarkan gambaran klinisnya
1) Keguguran lengkap (abortus kompletus), semua hasil konsepsi dikeluarkan
seluruhnya, sehingga tidak memerlukan tindakan. Gambaran klinisnya
adalah uterus telah mengecil, perdarahan sedikit, dan kanalis servikalis
telah tertutup .
2) Keguguran tidak lengkap (abortus inkompletus), sebagian hasil konsepsi
masih tersisa dalam rahim yang dapat menimbulkan penyulit. Pada
pemeriksaan dijumpai gambaran kanalis servikalis terbuka, dan dapat
diraba jaringan dalam rahim atau di kanalis servikalis. Kanalis servikalis
tertutup dan perdarahan berlangsung terus.

3) Keguguran mengancam (imminens), merupakan tingkat permulaan dan


ancaman terjadinya abortus, hasil konsepsi masih baik dalam kandungan.
Ditegakkan dengan adanya keterlambatan datang bulan, perdarahan
disertai perut sakit (mules). Pada pemeriksaan dijumpai besarnya rahim
sama dengan usia kehamilan dan terjadi kontraksi otot rahim. Hasil
pemeriksaan dalam menunjukkan perdarahan dari kanalis servikalis,
kanalis servikalis masih tertutup, dan dapat dirasakan kontraksi otot rahim.
Hasil pemeriksaan tes hamil masih positif.
4) Keguguran tak terhalangi (abortus insipien), adalah abortus yang sedang
mengancam. Ditandai dengan serviks telah mendatar dan ostiumuteri telah
membuka, akan tetapi hasil konsepsi masih dalam kavum uteri dan dalam
proses pengeluaran.
5) Keguguran habitualis, adalah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih
secara berturut-turut.
6) Keguguran dengan infeksi (abortus infeksiosus), adalah abortus yang
disertai infeksi pada lat genetalia.
7) Missed abortion, adalah abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus
telah meninggal dalam kehamilan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil
konsepsi seluruhnya masih tertahan di dalam kandungan.
1.2.3 Berdasarkan kejadiannya
1) Keguguran spontan, terjadi tanpa ada unsur tindakan dari luar dan dengan
kekuatan sendiri.
2) Keguguran buatan (abortus provokatus) adalah abortus yang sengaja
dilakukan sehingga kehamilan dapat diakhiri, baik dengan memakai obatobatan maupun dengan alat-alat. Abortus ini dibagi lagi menjadi:
(1) Abortus medisinalis (abortus therapeutica) yaitu abortus karena
tindakan kita sendiri, dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan dapat

membahayakan jiwa ibu (berdasarkan indiksi medis). Biasanya perlu


mendapat 2 sampai 3 tim dokter ahli.
(2) Abortus kriminalis yaitu abortus yang terjadi karena tindakan-tindakan
yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis dan biasanya
dilakukan secara sembunyi-sembunyi oleh tenaga tradisional.
1.3 Etiologi
1.3.1 Abortus yang terjadi pada minggu-minggu pertama kehamilan umumnya
disebabkan oleh faktor ovofetal, pada minggu-minggu berikutnya (11 12
minggu), abortus yang terjadi disebabkan oleh faktor maternal (Sayidun, 2001).
1.3.1.1 Faktor ovofetal :
Pemeriksaan USG janin dan histopatologis selanjutnya menunjukkan bahwa pada
70% kasus, ovum yang telah dibuahi gagal untuk berkembang atau terjadi
malformasi pada tubuh janin. Pada 40% kasus, diketahui bahwa latar belakang
kejadian abortus adalah kelainan chromosomal. Pada 20% kasus, terbukti adanya
kegagalan trofoblast untuk melakukan implantasi dengan adekuat.

1.3.1.2 Faktor maternal :


Sebanyak 2% peristiwa abortus disebabkan oleh adanya penyakit sistemik
maternal (systemic lupus erythematosis) dan infeksi sistemik maternal tertentu
lainnya. 8% peristiwa abortus berkaitan dengan abnormalitas uterus ( kelainan
uterus kongenital, mioma uteri submukosa, inkompetensia servik). Terdapat
dugaan bahwa masalah psikologis memiliki peranan pula dengan kejadian abortus
meskipun sulit untuk dibuktikan atau dilakukan penilaian lanjutan.
1.3.2 Penyebab abortus dapat dibagi menjadi 3 faktor yaitu:
1.3.2.1 Faktor janin

Faktor janin penyebab keguguran adalah kelainan genetik, dan ini terjadi pada
50%-60% kasus keguguran.
1.3.2.2 Faktor ibu
1) Kelainan endokrin (hormonal) misalnya kekurangan tiroid, kencing manis.
2) Faktor kekebalan (imunologi), misalnya pada penyakit lupus, Antiphospholipid
syndrome.
3) Infeksi, diduga akibat beberapa virus seperti cacar air, campak jerman,
toksoplasma , herpes, klamidia.
4) Kelemahan otot leher rahim
5) Kelainan bentuk rahim.
1.3.2.3 Faktor Ayah
Kelainan kromosom dan infeksi sperma diduga dapat menyebabkan abortus.
1.3.3 Selain 3 faktor di atas, faktor penyebab lain dari kehamilan abortus adalah:
1.3.3.1 Faktor genetik
Sekitar 5 % abortus terjadi karena faktor genetik. Paling sering ditemukannya
kromosom trisomi dengan trisomi 16. Penyebab yang paling sering menimbulkan
abortus spontan adalah abnormalitas kromosom pada janin. Lebih dari 60%
abortus spontan yang terjadi pada trimester pertama menunjukkan beberapa tipe
abnormalitas genetik. Abnormalitas genetik yang paling sering terjadi adalah
aneuploidi (abnormalitas komposisi kromosom) contohnya trisomi autosom yang
menyebabkan lebih dari 50% abortus spontan. Poliploidi menyebabkan sekitar
22% dari abortus spontan yang terjadi akibat kelainan kromosom. Sekitar 3-5%
pasangan yang memiliki riwayat abortus spontan yang berulang salah satu dari
pasangan tersebut membawa sifat kromosom yang abnormal. Identifikasi dapat

dilakukan dengan pemeriksaan kariotipe dimana bahan pemeriksaan diambil dari


darah tepi pasangan tersebut. Tetapi tentunya pemeriksaan ini belum berkembang
di Indonesiadan biayanya cukup tinggi.
1.3.3.2 Faktor anatomi
Faktor anatomi kogenital dan didapat pernah dilaporkan timbul pada 10-15 %
wanita dengan abortus spontan yang rekuren.
1) Lesi anatomi kogenital yaitu kelainan duktus Mullerian (uterus bersepta).
Duktus mullerian biasanya ditemukan pada keguguran trimester kedua.
2) Kelainan kogenital arteri uterina yang membahayakan aliran darah
endometrium.
3) Kelainan yang didapat misalnya adhesi intrauterin (synechia), leimioma, dan
endometriosis. Abnormalitas anatomi maternal yang dihubungkan dengan
kejadian abortus spontan yang berulang termasuk inkompetensi serviks,
kongenital dan defek uterus yang didapatkan (acquired). Malformasi kongenital
termasuk fusi duktus Mulleri yang inkomplit yang dapat menyebabkan uterus
unikornus, bikornus atau uterus ganda. Defek pada uterus yang acquired yang
sering dihubungkan dengan kejadian abortus spontan berulang termasuk
perlengketan uterus atau sinekia dan leiomioma. Adanya kelainan anatomis ini
dapat diketahui dari pemeriksaan ultrasonografi (USG), histerosalfingografi
(HSG), histeroskopi dan laparoskopi (prosedur diagnostik). Pemeriksaan yang
dapat dianjurkan kepada pasien ini adalah pemeriksaan USG dan HSG. Dari
pemeriksaan USG sekaligus juga dapat mengetahui adanya suatu mioma terutama
jenis submukosa. Mioma submukosa merupakan salah satu faktor mekanik yang
dapat mengganggu implantasi hasil konsepsi. Jika terbukti adanya mioma pada

pasien ini maka perlu dieksplorasi lebih jauh mengenai keluhan dan harus
dipastikan apakah mioma ini berhubungan langsung dengan adanya ROB pada
pasien ini. Hal ini penting karena mioma yang mengganggu mutlak dilakukan
operasi.
1.3.3.3 Faktor endokrin
1) Faktor endokrin berpotensial menyebabkan aborsi pada sekitar 10-20 % kasus.
2) Insufisiensi fase luteal ( fungsi corpus luteum yang abnormal dengan tidak
cukupnya produksi progesteron).
3) Hipotiroidisme, hipoprolaktinemia, diabetes dan sindrom polikistik ovarium
merupakan faktor kontribusi pada keguguran. Kenaikan insiden abortus bisa
disebabkan oleh hipertiroidismus, diabetes melitus dan defisisensi progesteron.
Hipotiroidismus tampaknya tidak berkaitan dengan kenaikan insiden abortus
(Sutherland dkk, 1981). Pengendalian glukosa yang tidak adekuat dapat
menaikkan insiden abortus (Sutherland dan Pritchard, 1986). Defisiensi
progesteron karena kurangnya sekresi hormon tersebut dari korpus luteum atau
plasenta, mempunyai kaitan dengan kenaikan insiden abortus. Karena progesteron
berfungsi mempertahankan desidua, defisiensi hormon tersebut secara teoritis
akan mengganggu nutrisi pada hasil konsepsi dan dengan demikian turut berperan
dalam peristiwa kematiannya.
1.3.3.4 Faktor infeksi
Infeksi termasuk infeksi yang diakibatkan oleh TORC (Toksoplasma, Rubella,
Cytomegalovirus) dan malaria. Infeksi intrauterin sering dihubungkan dengan
abortus spontan berulang. Organisme-organisme yang sering diduga sebagai

penyebab antara lain Chlamydia, Ureaplasma, Mycoplasma, Cytomegalovirus,


Listeria monocytogenes dan Toxoplasma gondii. Infeksi aktif yang menyebabkan
abortus spontan berulang masih belum dapat dibuktikan. Namun untuk lebih
memastikan penyebab, dapat dilakukan pemeriksaan kultur yang bahannya
diambil dari cairan pada servikal dan endometrial.
1.3.3.5. Faktor imunologi
Terdapat antibodikardiolipid yang mengakibatkan pembekuan darah dibelakang
ari-ari sehingga mengakibatkan kematian janin karena kurangnya aliran darah dari
ari-ari tersebut. Faktor imunologis yang telah terbukti signifikan dapat
menyebabkan abortus spontan yang berulang antara lain: antibodi antinuklear,
antikoagulan lupus dan antibodi cardiolipin. Adanya penanda ini meskipun gejala
klinis tidak tampak dapat menyebabkan abortus spontan yang berulang.
Inkompatibilitas golongan darah A, B, O, dengan reaksi antigen antibodi dapat
menyebabkan abortus berulang, karena pelepasan histamin mengakibatkan
vasodilatasi dan peningkatan fragilitas kapiler.
1.3.3. 6 Penyakit-penyakit kronis yang melemahkan
Pada awal kehamilan, penyakit-penyakit kronis yang melemahkan keadaan ibu,
misalnya penyakit tuberkulosis atau karsinomatosis jarang menyebabkan abortus;
sebaliknya pasien penyakit tersebut sering meninggal dunia tanpa melahirkan.
Adanya penyakit kronis (diabetes melitus, hipertensi kronis, penyakit liver/ ginjal
kronis) dapat diketahui lebih mendalam melalui anamnesa yang baik. Penting juga
diketahui bagaimana perjalanan penyakitnya jika memang pernah menderita
infeksi berat, seperti apakah telah diterapi dengan tepat dan adekuat. Untuk

eksplorasi kausa, dapat dikerjakan beberapa pemeriksaan laboratorium seperti


pemeriksaan gula darah, tes fungsi hati dan tes fungsi ginjal untuk menilai apakah
ada gangguan fungsi hepar dan ginjal atau diabetes melitus yang kemudian dapat
menimbulkan gangguan pada kehamilan seperti persalinan prematur.
1.3.3.7 Faktor Nutrisi
Malnutrisi umum yang sangat berat memiliki kemungkinan paling besar menjadi
predisposisi abortus. Meskipun demikian, belum ditemukan bukti yang
menyatakan bahwa defisisensi salah satu/ semua nutrien dalam makanan
merupakan suatu penyebab abortus yang penting.
1.3.3.8 Obat-obat rekreasional dan toksin lingkungan.
Peranan penggunaan obat-obatan rekreasional tertentu yang dianggap teratogenik
harus dicari dari anamnesa seperti tembakau dan alkohol, yang berperan karena
jika ada mungkin hal ini merupakan salah satu yang berperan.
1.3.3.9 Faktor psikologis.
Dibuktikan bahwa ada hubungan antara abortus yang berulang dengan keadaan
mental akan tetapi belum dapat dijelaskan sebabnya. Yang peka terhadap
terjadinya abortus ialah wanita yang belum matang secara emosional dan sangat
penting dalam menyelamatkan kehamilan. Usaha-usaha dokter untuk mendapat
kepercayaan pasien, dan menerangkan segala sesuatu kepadanya, sangat
membantu. Pada penderita ini, penyebab yang menetap pada terjadinya abortus
spontan yang berulang masih belum dapat dipastikan. Akan lebih baik bagi
penderita untuk melakukan pemeriksaan lengkap dalam usaha mencari kelainan
yang mungkin menyebabkan abortus yang berulang tersebut, sebelum penderita
hamil guna mempersiapkan kehamilan yang berikutnya.

1.4 Variasi Perdarahan Pada Keguguran


1) Sedikit dan berlangsung
2) Sekaligus dalam jumlah yang besar dapt disertai gumpalan.
3) Perdarahan tidak menyebabkan gangguan apapun; dapat menimbulkan
syok, nadi meningkat, tekanan darah turun, tampak anemis dan daerah
ujung (akral) dingin.
1.5 Variasi Pengeluaran Hasil Konsepsi
1) Umur kehamilan < 14 minggu: plasenta belum terbentuk sempurna,
dikeluarkan seluruh atau sebagian hasil konsepsi.
2) Umur kehamilan < 16 minggu: pembentukan plasenta sempurna dapat
didahului dengan ketuban pecah diikuti pengeluaran hasil konsepsi, dan
dilanjutkan

dengan

pengeluaran

plasenta,

berdasarkan

proses

persalinannya dahulu disebutkan persalinan immaturus.


3) Umur kehamilan lebih dari 6 minggu hasil konsepsi tidak dikeluarkan:
terjadi ancaman baru dalam bentuk gangguan pembekuan darah.
1.6 Penyulit Keguguran
1) Perdarahan: dapat terjadi sedikit dalam waktu panjang, dapat terjadi
mendadak banyak sehingga menimbulkan syok.
2) Infeksi: pada penanganan yang tidak legeartis, keguguran tak lengkap.
3) Degenerasi ganas: keguguran dapat menjadi korio karsinoma sekitar 15
sampai 20%.
4) Penyulit saat melakukan kuretase: dapat terjadi perforasi dengan gejala
kuret terasa tembus, penderita kesakitan. Penderita syok. Dapat terjadi
perdarahan dalam perut dan infeksi dalam abdomen.
1.7 Penatalaksanaan Keguguran
1.7.1 Konservatif
Tindakan konservatif dilakukan pada keguguran mengancam, seperti: perdarahan
sedikit, nyeri perut, tidak ada pembukaan serviks.
Tindakan yang dilakukan antara lain:
1) Istirahat

2)
3)
4)
1.7.2

Obat: vit.B kompleks dan penenang


Pemulangan bila bebas perdarahan, rasa nyeri hilang, dan tes hamil positif
Pemeriksaan ulang satu minggu kemudian dan lanjutkan ANC.
Tindakan definitif

Dilakukan pada keguguran membakat (keadaan perdarahan banyak, nyeri perut,


ada pembukaan serviks) dan keguguran tak lengkap (keguguran dengan infeksi:
perdarahan, nyeri perut, ada pembukaan serviks, demam, darah cairan berbau dan
kotor).
Tindakan yang dilakukan antara lain:
1)
2)
3)
4)
5)

Persiapan infus
Transfusi darah
Antibiotika
Persiapan kuretase (dengan narkosa)
Observasi kesadaran, perdarahan, infeksi, perforasi uteri, degenerasi

ganas.
6) Kontrol ulang seminggu kemudian.
1.8 Cara-cara melakukan abortus buatan
1.8.1 Dilatasi dan Kuretase (D&K)
Cara melakukan dilatasi dan kuretase abortus buatan sama saja dengan melakukan
terapi abortus dengan cara yang sama. Hanya pada abortus buatan sama sekali
belum ada pembukaan kanalis servikalis. Karena itu terlebih dahulu dilaukan
dilatasi serviks.
1.8.2

Penyedotan (Suction curretage)

Dengan cara melakukan penyedotan untuk mengeluarkan hasil konsepsi. Bila


pada penyedotan diperkirakan masih ada sisa-sisa yang tertinggal, maka
dibersihkanlah dengan kuret biasa.
1.8.3

Dilatasi bertahap

Pada beberapa kasus diperlukan pembukaan kanalis servikalis yang lebih besar
(misalnya pada primigravida) untuk mengeluarkan hasil konsepsi. Tahap pertama
dengan menggunakan ganggang laminaria, bila pembukaan belum cukup besar
dapat dilakukan dilatasi dengan busi hegar sampai pembukaan yang dikehendaki
tercapai, kemudian dilakukan pengeluaran isi kavum uteri dengan cunam abortus
atau dengan alat kuret. Bahaya yang mungkin mengancam adalah infeksi atau
perdarahan. Jika rahim agak besar bisa terlebih dahulu diberikan uterus tonika
untuk mencegah perdarahan.
1.8.4

Penggaraman (cairan garam hipertonik)

Cara ini biasanya dilakukan pada kehamilan diatas 16 minggu dimana rahim
sudah cukup besar. Secara transuterin atau amniosentesis, ke dalam kantong
amnion (yang sebelumnya cairan amnionya telah dikelurakan terlebih dahulu
dengan semprit) dimasukkan larutan garam hipertonik atau larutan gula hipertonik
(larutan garam 20% atau larutan glukosa 50%) sebagai iritan pada amnion, dengan
aharapan akan terjadi HIS. Sebaiknya diberikan oksitosin drip yaitu 10-20 satuan
oksitosin dalam 500 cc larutan dextrosa 5% dengan tetesan 15 sampai 25 tetes
permenit. Penderita diobservasi baik-baik. Diharapkan dalam waktu 24 jam
abortus akan berlangsung. Bila belum terjadi abortus, infus di stop dan penderita
tetap diawasi dengan baik.
1.8.5

Pemberian prostaglandin

Prostaglandin adalah suatu persenyawaaan asam lemak yang terdapat dalam


jaringan-jaringan dan cairan-cairan dalam tubuh yang terdiri dari beberapa jenis.
Jenis PGE dan PGF dapat merangsang kontraksi otot-otot rahim.

1.8.6

Histerotomi

Pada beberapa keadaan, baik cara kerokan maupun cara pemberian larutan
hipertonik intrauterin tidak dapat dikerjakan. Misalnya pada pembukaan kanalis

servikalis yang kecil dan pada kehamilan 12-16minggu. Jika kehamilan harus
diterminasi karena indikasi medis untuk itu mempunyai alasan yang cukup kuat,
biasanya dikerjakan histerotomi.

Daftar Pustaka

Mochtar, rustam. 1998. Sinopsis obstetri: obstetri operatif, obstetri sosial.


Editor: delfi Lutan. Ed: 2. Jakarta: EGC
Manuaba, Ida Ayu Chandranita.2010. Ilmu kebidanan, penyakit kandungan,
dan KB untuk pendidikan bidan. Ed:2. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai