Anda di halaman 1dari 5

Nama : Muhammad Yusuf

NPM : 10080012243
PERAN LITBANG DALAM JURNALISME KONTEMPORER
Di era yang penuh informasi ini, seorang jurnalis dituntut dalam menyampaikan berita
dengan sebenar-benarnya, karena di zaman yang begitu modern ini serta canggihnya
teknologi membuat informasi yang masuk semakin sulit untuk dibendung. Orientasi yang
terlintas di benak para pelaku konglomerasi media semakin sempit karena memprioritaskan
penghasilan atau kepentingan-kepentingan tertentu dibandingkan dengan menguak faktafakta penting yang telah tersembunyi sejak lama. Demi tersampaikannya fakta yang objektif,
peran litbang sebagai pelaku riset dalam mengembangkan fakta sangatlah dibutuhkan.
Dalam media-media, litbang punya fungsi seperti sarung tangan tinju. Dikatakan
demikian karena sarung tinju adalah objek pertama yang mengenai titik target dalam
menyerang lawan. Begitu pula dengan litbang. Litbang adalah sarung tinju media yang harus
melakukan penelitian langsung ke lapangan dalam mencari fakta dan mengaitkannya sebelum
wartawan sebagai pengolah fakta terjun ke lapangan.
Penelitian dan pengembangan atau lebih dikenal dengan litbang bertugas melakukan
penelitan langsung ke lapangan guna memperdalam fakta-fakta yang tersembunyi. Mengapa
perlu diperdalam? Karena ketika satu fakta ditemukan maka akan ditemukan fakta yang
lainnya sehingga semuanya saling berkaitan, dan perlu ketelitian yang luar biasa dalam
menentukan layak atau tidak sebuah fakta untuk diketahui masyarakat.
Dalam organisasi media manapun, sebelum seorang wartawan turun atau diturunkan ke
lapangan, ia harus lebih dulu mendengarkan instruksi redaktur yang telah mendapatkan
sejumlah data yang diperoleh dari bagian litbang. Dengan adanya litbang sebagai peneliti dan
pengembang sebuah fakta merupakan salah satu bentuk keharusan untuk mengubah cara

pandang khalayak terhadap suatu berita, dan menyeimbangkan orientasi pemilik media antara
meningkatkan keutungan dan menjadi kepercayaan khalayak.
Maraknya perkembangan teknologi sangat mempengaruhi kineja litbang. Arthur
Suzberger Jr, publisher dari New York Times adalah industri media dengan menyimpan 1200
aset wartawan termasuk litbang yang bekerja demi menemukan berbagai fakta yang
relevan untuk diolah menjadi sebuah berita. Di era industri media ini, seorang jurnalis
dituntut menguasai pelbagai teknologi paling tidak dua teknologi canggih sebagai
pendukung dalam pencarian fakta, karena fakta tidak hanya sekedar diperoleh dari
narasumber di lapangan melainkan bisa diperoleh dari berbagai lembaga survei yang telah
melakukan riset.
Seiring perkembangan teknologi, suatu perusahaan media mampu mengeluarkan
ratusan juta untuk melakukan riset lapangan. Ini menunjukkan bahwa litbang sebagai penentu
sebuah fakta dituntut untuk bekerja sungguh-sungguh guna menemukan informasi yang
detail. Perlu diingat, fakta yang hakiki adalah kumpulan data yang diolah menjadi sebuah
foto sebagai bukti visual, angka sebagai penguat dan tulisan sebagai interpretasi keduanya.
Pekerjaan litbang tidak selesai begitu saja setelah melakukan penelitian ke lapangan
dan ke berbagai lembaga survei yang dipercaya, tetapi litbang harus memastikan bahwa data
yang mereka peroleh dari dua hal tersebut, sebagaimana yang sudah dijelaskan sebelumnya di
era teknologi informasi yang semakin canggih mampu menyulitkan khalayak maupun litbang
sebagai peneliti dalam menyeleksi nilai-nilai kebenaran dalam suatu berita. Litbang mesti
menunjang kerja wartawan untuk bisa menghasilkan tulisan-tulisan yang lengkap, akurat, dan
terpercaya. Ini bisa dilakukan dengan melakukan polling secara rutin. Atau semacam studi
kepustaan yang kemudian diramu dengan laporan dari lapangan.

Ibarat sepak bola, litbang adalah playmaker yang bertugas mengatur tempo permainan
dan melepaskan umpan matang untuk dikonversi menjadi sebuah gol, sedangkan wartawan
adalah striker yang bertugas menuntaskan umpan playmaker menjadi sebuah gol. Namun
tentu saja dalam menciptakan umpan matang demi dituntaskan menjadi sebuah gol adalah
pekerjaan sulit. Dalam hal ini, litbang dan wartawan harus memiliki koordinasi yang
mumpuni untuk menghasilkan berita yang seimbang antara data berdasarkan penelitian dan
fakta di lapangan.
Wartawan harus memiliki kewaspadaan yang sangat tinggi dalam melakukan eksekusi
fakta dan data menjadi sebuah berita. Tidak hanya itu, akurasi juga berarti benar dalam
memberikan kesan umum, benar dalam sudut pandang pemberitaan yang dicapai oleh
penyajian detail-detail fakta dan oleh tekanan yang diberikan pada fakta-faktanya. Khalayak
sebagai konsumen berita biasanya sangat memperhatikan soal akurasi ini.
Unsur adil dan berimbang dalam berita mungkin sama sulitnya untuk dicapai seperti
juga keakuratan dalam menyajikan fakta. Wartawan selaku wakil dari khalayak harus
senantiasa berusaha untuk menempatkan setiap fakta atau kumpulan fakta-fakta menurut
proporsinya yang wajar, untuk mengaitkannya secara berarti dengan unsur-unsur lain, dan
untuk membangun segi pentingnya dengan berita secara keseluruhan.
Bahkan, kredibilitas sebuah media, apakah cetak maupun elektronik, sangat ditentukan
oleh akurasi beritanya sebagai konsekuensi dari kehati-hatiannya para wartawannya dalam
membuat berita. Keakuratan sesuatu fakta tidak selalu menjamin keakuratan arti. Fakta-fakta
yang akurat yang dipilih atau disusun secara longgar atau tidak adil sama menyesatkannya
dengan kesalahan yang sama sekali palsu. Dengan terlalu banyak atau terlalu sedikit
memberikan tekanan, dengan menyisipkan fakta-fakta yang tidak relevan atau dengan

menghilangkan fakta-fakta yang seharusnya ada di sana, khalayak mungkin mendapat kesan
yang palsu.
Ketika reputasi sebuah media telah rusak karena disebabkan oleh pemberitaan yang
tidak sinkron antara data riset dengan kroscek di lapangan litbang menjadi yang pertama
mendapat pukulan keras dari khalayak. Banyak sebab-sebab yang menjadi alasan mengapa
suatu media bisa mengalami penurunan. Ada yang disebabkan oleh kesalahpahaman antara
bagian redaksi dalam hal ini litbang, dengan wartawannya karena penyajian data yang tidak
disusun secara teratur sehingga ketika proses pencarian fakta di lapangan menemui jalan
buntu dan berakhir dengan pemberitaan yang keliru, sehingga reputasi suatu media turun dan
profesionalisme wartawan kerap diragukan. Gejala terjadinya kendala internal di atas hampir
terjadi di semua media di Indonesia, dalam skala dan bentuk yang berbeda-beda, bahkan di
media elektronik lebih terlihat dengan kasat mata.
Menurut Kusumaningrat (2012 : 115) dalam persepsi diri para wartawan sendiri, istilah
profesional memiliki tiga arti: pertama, profesional adalah kebalikan dari amatir; kedua,
sifat pekerjaan wartawan menuntut pelatihan khusus; ketiga, norma-norma yang mengatur
perilakunya dititikberatkan pada kepentingan khalayak pembaca. Reputasi sebuah media
diperoleh karena sikap, perilaku, dan performa yang diperlihatkan kepada khalayak. Hal ini
tidak akan ada apabila tidak terlebih dulu ditanamkan dengan konsisten selama bertahuntahun oleh para wartawan terdahulu di media yang bersangkutan.
Untuk mencapai hal itu, sudah tentu wartawan perlu memiliki kedewasaan pandangan
dan kematangan pikiran. Ini berarti bahwa wartawan harus memiliki landasan unsur-unsur
yang sehat tentang etika dan rasa tanggungjawab atas perkembangan budaya masyarakat
dimana wartawan itu bekerja. Landasan unsur-unsur yang sehat ini tidak hanya terdapat
dalam norma-norma yang tercantum dalam kode etik saja, tetapi juga terdapat dalam norma-

norma teknis profesi wartawan itu sendiri. Nilai berita itu tidak lebih daripada anggapananggapan intuitif wartawan tentang apa yang menarik bagi khalayak tertentu, yakni apa yang
mendapat perhatian mereka.
Wilbur Schramm mengemukakan sebagaimana yang dikutip oleh Kusumaningrat (2012
: 61) bahwa jenis berita itu ada dua kelompok, yaitu yang memberikan kepuasan tertunda dan
yang memberikan kepuasan yang segera kepada pembaca. Masih menurut Schramm, di
antara berita-berita yang masuk kelompok kedua adalah berita-berita kriminal dan beritaberita korupsi, berita-berita kecelakaan, dan bencana, olahraga, dan rekreasi, serta peristiwaperistiwa sosial. Sedangkan berita-berita dengan kepuasan yang tertunda antara lain informasi
tentang masalah kemasyarakatan, masalah ekonomi, masalah sosial, masalah ilmiah,
pendidikan, keadaan cuaca, dan kesehatan.
Maka dari itu kembali ke peran litbang sebagai peneliti dan pengembangan, sudah
semestinya di bagian ini mereka mampu menjadi penyeimbang isu dengan mengikuti
perkembangan budaya yang ada disertai dengan penggunaan teknologi informasi sebagai
pendukung agar mampu menguak fakta-fakta yang tidak hanya memuaskan kalangan tertentu
tetapi juga semua lapisan masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai